Tak apalah, asal mereka bisa membuat Sakura tertawa bahagia aku pun turut senang, tak seperti ku yang hanya bisa menorehkan luka di hatinya.

.

'Sakura... Aku berjanji akan membuatmu bahagia, dengan dirimu yang sekarang aku tak akan lagi menyia-nyiakanmu. Aku sekarang benar – benar tahu rasanya menyesal. Tak akan ku ulangi lagi kesalahan ku yang dulu. Aku janji.'

.


Daisuki Summer and you

A Naruto Fic

Disclaimer Naruto : Kishimoto Masashi

Pair : Uchiha Sasuke and Haruno Sakura

Rate : Teen

Romance/Hurt/Comfort

Warning : DLDR, OoC, AU, Typo(s), gaya penulisan aneh, cerita suka-suka gua. Deskrip minim.


.

.

.

.

.

Karin menghela nafas lega, untung saja pihak Konoha High School tidak melaporkannya ke sekolahnya – Tokyo Gakuen karena kejadian tadi siang. Karin dan Sakura sudah pulang ke kediaman keluarga Haruno, Ibu Sakura – Mebuki – panik saat melihat kedatangan putri tunggalnya dalam keadaan luka – luka. Awalnya, Mebuki ingin menuntut orang yang telah membuat anak gadisnya begini, tapi Sakura malah menahannya, gadis itu bilang dia sudah memaafkannya.

.

Gadis berkaca mata itu menatap miris sepupunya yang sedang terlelap dikasur. Ia melirik lutut Sakura yang masih terbalut perban, ingin sekali rasanya Karin membalas Ino kala ia tahu keadaan Sakura yang seperti ini, tapi semua masalah sudah dituntaskan, ia tak mau membuat masalah baru lagi.

Ino sudah dikeluarkan dari Konoha Gakuen, rencananya gadis itu akan dipindahkan pihak Konoha Gakuen ke Jyogakuen – Sekolah khusus anak perempuan – yang ada di Prefektur Chiba.

.

Karin memutuskan untuk pulang ke Tokyo esok lusa, ia ingin menemani Sakura satu dua hari ini. Sebagai permintaan maafnya secara tak langsung pada Sakura, karena sudah melibatkan sepupunya itu kedalam masalah yang sama sekali tak Sakura ketahui.

Karin berjalan menuju jendela yang terbuka, menutupnya sedikit untuk menghalau angin musim gugur masuk kedalam kamar, Karin tahu Sakura tak begitu menyukai musim gugur. Kata Sakura, musim gugur itu pengotor, anginnya yang kuat dan dingin itu mampu merontokkan daun – daun pohon dan menerbangkannya ke balkon kamarnya. Karin hanya tersenyum tipis mengingat ucapan sepupunya dimusim gugur tahun lalu ketika ia berlibur kesini.

...

...

...

...

Sudah dua hari Sakura tidak masuk sekolah, tubuhnya masih butuh banyak istirahat, luka dilututnya belum sembuh benar dan masih terbalut perban, belum lagi flu karena basah air kolam yang dingin, ia hanya berbaring ditempat tidur sambil menonton film kesayangannya.

Sesekali gadis berambut merah muda itu membuka handphone-nya, sekedar membalas atau mengangkat telpon dari teman sekolahnya, yang menanyakan keadaannya.

Sakura sedikit tersentak ketika pintu kamarnya terbuka, memperlihatkan seorang gadis berkacamata yang membawa nampan. Mata hijaunya mengikuti gerak langkah Karin, gadis berambut merah itu meletakkan nampan yang dibawanya diatas nakas disamping ranjang Sakura.

"Nee, Saku, makan malam dulu, nih." Kata Karin.

Sakura bangun dari rebahnya, lalu mengambil piring berisi nasi dan lauk pauk yang disodorkan Karin padanya, "Kau sudah makan malam?" tanya Sakura.

Karin mengangguk singkat, ia pindah kesisi Sakura bersender di kepala ranjang, mengambil remot televisi lalu menghidupkannya.

Sakura menghetikan acara makannya, ketika mata hijaunya menatap kelayar televisi sebentar, lalu beralih menatap Karin yang duduk di sebelahnya.

"Kau tidak benar – benar menonton." Celetuk Sakura, membuat gadis bernama Karin itu tersentak kaget.

"Eh? A, aku nonton kok," elak Karin.

Alis anak tunggal keluarga Haruno itu menukik sebelah, sejak kapan Karin suka berita? daripada itu, pasti gadis berambut merah ini lebih memilih Drama Korea kebanggaannya.

"Berita? Apa min kacamatamu bertambah lagi Karin?"

Karin melirik sekilas kelayar televisi yang menampilkan acara berita kriminal, gadis itu menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal sambil nyengir. Sakura yang melihatnya hanya memutar mata bosan.

Karin mengerling ke piring yang dipegang sepupunya itu. "Kau sendiri tidak benar – benar makan, jidat."

"Aku masih kenyang," Sakura meletakkan piringnya kembali keatas nakas, "tadi sore Temari dan Shikamaru kesini, bawa bubur," jelasnya.

"Temanmu yang berkuncir itu?"

"Iya,"

"Ooh," Karin mematikan televisi dan beranjak dari atas ranjang, membereskan makan malam Sakura, "Yasudah, minum obatmu ya, biar cepat sembuh," Ucap Karin sambil berjalan menuju pintu kamar Sakura.

"Karin," suara lembut itu menghentikan langkahnya sejenak. "Terima kasih, maaf merepotkanmu."

"Aah, bukan apa – apa kok,"

...

...

Laki – laki berambut hitam panjang yang berkuncir itu bersandar dibingkai pintu kamar adiknya sambil melipat tangan didepan dada, menatap Sasuke yang termenung di depan jendela kamar, merasa keberadaannya tidak disadari, Itachi berjalan mendekati Sasuke.

"Kudengar dari Naruto, Sakura sakit."

Sasuke sedikit tersentak dengan ucapan Itachi yang tiba – tiba masuk kedalam kamarnya, pemuda berambut raven itu masih diam dengan posisinya.

"Aku sudah tahu semuanya." Lanjut Itachi.

"Hn,"

"..."

"..."

"Jangan jadi bodoh, Sasuke." Pria yang lebih tua empat tahun dari Sasuke itu beranjak meninggalkan sang adik yang masih bergelut dengan fikirannya. Sasuke tahu, Itachi mengenal Sakura sudah lama dan menganggap gadis itu sebagai adiknya, wajar saja kalau kakaknya itu bersikap seperti ini.

.

"U – Uchiha-san,"

"Ya. Aku ingin mengulang semua dari awal, melupakan semua yang terjadi dimasa lalu. Termasuk rasa ini,"

"Jangan kau bilang? Heh, dengar ya, aku tidak akan jatuh kedua kali karena hal yang sama. Aku sudah tahu bagaimana sakitnya."

"Menyesal? Menyesal karena rasa bersalah maksudmu? Cih, lupakan itu, aku tak peduli. Mulai sekarang kita mulai dari awal, angggap saja kau tak pernah mengenalku, begitupun sebaliknya, aku juga akan menganggap tak pernah mengenalmu."

"Terserah. Aku sudah lelah Uchiha! Aku membencimu,"

Sasuke masih ingat betul ucapan – ucapan Sakura padanya waktu itu, hatinya tercubit mendengarnya, tapi ia sadar Sakura lah yang lebih sakit akibat sikapnya selama ini, ia tahu dirinya yang terlalu buta untuk menyadari perasaan Sakura padanya.

Bodoh. Bodoh sekali.

...

...

...

...

...

Hari ini Karin akan kembali ke Tokyo, tapi sebelumnya ia ingin mengantar Sakura ke Konoha Gakuen.

Karin membuka pintu mobil, mempersilahkan Sakura turun.

"Ayo Saku, ku antar sampai kelas." Ucapnya, sambil memegang lengan Sakura.

"Ah, tidak usah, Karin. Kau harus cepat – cepat ke stasiun, nanti ketinggalan Shinkansen." Tolak Sakura halus.

"Tapi– "

"– tidak apa – apa, aku bisa sendiri kok." Sakura memotong ucapan Karin. Dengan terpaksa Karin menuruti kata Sakura, gadis berkacamata itu langsung memasuki mobil Tou-san Sakura.

"Baiklah, kalau ada apa – apa beritahu aku. Aku pulang Sakura. Jaa~"

"Iya. Hati – hati dijalan, Tou-san, Karin."

...

...

...

...

...

"Sasuke!" teriakan itu menghentikan langkahnya sejenak. Pemuda bermarga Uchiha itu melangkahkan kakinya lagi ketika ia mengetahui siapa yang memanggilnya.

"Tunggu, sebentar saja." Sasuke menatap tajam gadis yang berlari kecil mendekat kearahnya.

Ino tak memakai lagi seragam Konoha Gakuen miliknya. Gadis itu berhenti didepannya, rasa benci tergambar jelas di raut wajah Sasuke.

"Cepatlah." Tukasnya.

"Ah, santai saja Sasuke-kun, aku akan segera pergi kok. Aku cuma ingin mengucapkan salam perpisahan untuk kekasihku ini." Gadis berambut pirang itu langsung menerjang Sasuke dengan pelukannya.

...

...

Sakura berjalan melewati koridor menuju kelasnya, mata hijaunya bergerak – gerak kepenjuru koridor. Ah, betapa rindunya ia dengan sekolah ini.

Deg!

Emeraldnya terpaku pada dua orang yang tengah berpelukan di koridor menuju kelas sepuluh, hatinya terasa terhempas. Sakura berusaha menahan sesak dalam dadanya, ia tak boleh begini, padahal ia sendiri sudah memutuskan semuanya. Sakura merasakan pandangannya mulai mengabur, dan entah mengapa Sakura merasa seperti adegan film yang di slow motion.

.

Onyx itu melebar tatkala melihat sosok gadis berambut merah jambu menatap kearahnya, hanya sekilas pandangan mereka bertemu karena sang gadis sudah berjalan menjauh, seakan tersadar dengan posisinya yang tengah dipeluk Ino, ia langsung mendorong bahu Ino, membuat gadis pirang itu terhuyung kebelakang.

"Sialan!" umpat Sasuke.

Ino menatapnya sinis. "Kau kenapa, hm? Gadis tengil itu melihat kita, kan?" tangannya bersedekap didepan dada.

PLAK!

Sasuke melayangkan tamparannya dipipi kanan Ino, ia tak habis fikir dengan jalan fikiran Ino, setelah apa yang ia lakukan pada Sakura, Ino masih berani berkata seperti itu.

"Bicara begitu lagi, habis kau." Ucap Sasuke sadis.

Ino tersenyum remeh, "Sasuke, Sasuke. Kau kenapa, sih? Kau mau bilang kalau kau menyukainya? Haha... Sasuke, satu – satunya rasa dihatimu itu hanya rasa bersalah bukan suka."

Sasuke melengos meninggalkan Ino yang masih berdiri ditempatnya.

Ino memandang kesal kearah Sasuke yang baru saja menghilang dibalik tembok. Giginya bergemeletuk, geram. "ARGH. Kusoo!"

...

...

...

...

Gadis bersurai merah jambu itu berusaha mati – matian menahan air matanya yang mendesak turun. Sakura memacu kakinya untuk berjalan cepat menjauh dari pemandangan yang sangat tidak ingin dilihatnya, hingga langkahnya memelan dengan sendirinya dan...

"Sakura."

...berhenti total.

Suara itu, suara orang yang sedang dihindarinya, ia ingin melangkah, tapi entah mengapa kakinya teras dipaku ditempat dengan mata yang terpejam. Sakura dapat merasakan orang itu semakin mendekat, nafasnya tercekat ketika ia membuka matanya mendapati sang pemilik suara sudah berdiri dihadapannya.

"Jangan salah paham, Sakura," ucap orang itu kemudian.

Sakura hanya terkekeh pelan ketika mendengarnya, "Tentu saja." Ia tahu maksud ucapan orang itu. Tak ingin berlama – lama Sakura berlalu melewati orang itu, tidak tahu kenapa kakinya yang semula terasa seperti terpaku ditempat bisa digerakkan dengan mudahnya ketika mendengar orang itu berbicara.

"Itu bukan urusanku, Uchiha-san." Ucapnya seraya melangkahkan kakinya kembali.

"Saku –"

" – Oi, Haruno!" suara lain yang lebih keras menenggelamkan suara Sasuke. Suara itu berhasil menghentikan langkah sakura sejenak.

Sakura berbalik menatap sosok gadis dengan rambut pirang yang berdiri tak jauh darinya.

Ino berjalan mendekati Sakura, senyum remeh masih tercetak jelas dibibirnya, Sasuke yang masih berada di sana hendak mendorong Ino menjauh dari Sakura saat gadis bermarga Yamanaka itu memegang pundak Sakura. Memutari tubuhnya.

"Jangan ikut campur, Sasuke-kun." Tukas Ino ketika Sasuke mendekat.

Bukannya Sasuke tak mau menolong Sakura, saat mata hitamnya memandang gadis bermarga Haruno itu, Sasuke tahu ada yang berbeda dengan Sakura sekarang.

Tatapan lembut yang biasanya selalu menghiasi wajah cantik Sakura Haruno, kini beralih menjadi tatapan datar yang terkesan sinis.

Ino berhenti dibelakang Sakura, lengannya masih melingkari pundak Sakura.

"Ah, harusnya waktu itu aku membuatmu sekarat. Agar wanita sialan itu datang padaku dan meminta ampun karena mulut sialnya." Ino menepuk - nepuk bahu Sakura pelan. Perlahan lengannya menyentuh rambut merah muda sepunggung Sakura, bersiap mena –

GREP!

Menyadari pergerakan tangan Ino yang menuju rambutnya, Sakura dengan refleks mencengkeram pergelangan lengan Ino dan sedikit meremasnya, membuat Ino meringis sakit.

"Akh." Sakura menyentakkan lengan Ino, gadis pirang itu sedikit terhuyung kebelakang.

"HEH! Kau itu harusnya tahu diri! Tiba - tiba datang dan merusak persahabatan orang hanya karena dendam. Sok mengatai Karin sialan! Berfikirlah siapa sebenarnya yang sialan disini?!" bentaknya didepan wajah Ino.

Sasuke terkejut melihat aksi Sakura barusan, untung saja koridor ini cukup sepi, hanya ada beberapa siswa kelas sepuluh yang melihat mereka. Tapi, sebentar lagi pasti koridor ini ramai.

"Beraninya..." geram Ino. Gadis bermata biru itu mengepalkan tangannya kuat – kuat, hendak melayangkan pukulan pada Sakura, dengan sigap gadis bermata hijau itu menepis tangan Ino dan berbalik menampar si gadis pirang.

PLAKK!

"Ukhh." Ino meringis memegangi pipi kirinya, akibat tamparan telak dari Sakura.

"Menjauhlah! Dan nikmati sekolah barumu, Yamanaka."

Sakura beranjak meninggalkan Ino yang masih terdiam ditempatnya, tak membalas. Gadis bernama Ino itu masih tertunduk memegangi pipinya yang memerah.

"Ck, menyedihkan!"

Sasuke yang sedari tadi hanya memperhatikan kedua gadis itu, perlahan mulai meninggalkan koridor itu, mengejar Sakura yang sudah kembali kekelas mereka.

.

Ino menatap sekelilingnya, siswa kelas sepuluh tengah menontonnya dengan sakura. "Apa yang kalian lihat?!" teriaknya marah, membuat siswa kelas sepuluh itu bubar, meski masih ada beberapa yang curi pandang melihat lagi.

...

...

...

...

"Nee, Sakuraa, kau masuk?" Temari, Hinata, dan Tenten yang melihat Sakura datang langsung menghampiri gadis pink itu.

Sakura hanya mengangguk menanggapinya.

"Tapi... kau tampak tidak baik." Komentar Tenten, yang sedari tadi memperhatikan Sakura. "Matamu merah, seperti habis... menangis?"

Sakura yang tengah membenarkan jaketnya tersentak mendengar ucapan Tenten barusan. "Ah, tidak kok. Mungkin karena efek flu ku." Kilahnya. Dia memang tidak menangis, tapi hampir.

"Oh," Temari mengerling kearah pintu kelas, yang baru saja dimasuki Uchiha Sasuke.

"Ah, Sakura, kau duduk dengan Hinata saja." Celetuk Tenten yang mengetahui gelagat Temari, mendelik pada Sasuke yang tengah memperhatikan mereka.

"Kalau aku duduk dengan Hinata, Naruto duduk dimana?"

"Aa, Naruto-kun duduk dengan Kiba." Jawab Hinata yang sudah mendapat kode dari Temari.

"Hmm, oke."

Tempat duduk Hinata dan Naruto yang berada disudut kelas, cukup jauh dari tempat duduk Sasuke. Mungkin, itulah yang difikirkan Temari, ia tahu Sakura menghindari Sasuke. Maka dari itu gadis berkuncir empat itu menyarankan Sakura duduk dengan Hinata.

.

Sakura tidak peduli jika Ino akan balas dendam karena perbuatannya tadi, sudah sejak lama Sakura ingin membalas peruatan Ino padanya, ia juga tak peduli tentang tanggapan sasuke padanya karena kejadian tadi, yang terpenting ia sudah berhasil membalas Ino. Sedikit harapan Sakura, kalau ucapan kasarnya tadi dapat sedikit menyentil hati Ino.

.

.

.

.

.

.

Bel istirahat sudah berbunyi beberapa menit lalu, namun Sasuke masih duduk dibangkunya sambil memainkan ponsel, dikedua telinganya tersumpal earphone, berpura – pura mendengarkan lagu, padahal mencuri dengar percakapan antara gadis berambut pink disudut kelas dengan Hinata dan Tenten. Ajakan Naruto kekantin pun ia tolak mentah – mentah.

.

"Kau benar tidak ikut kekantin, Saku?" tanya Tenten sekali lagi.

Sakura menggeleng singkat, "Tidak, aku bawa bento, lagipula aku menung –"

"Hai Sakura," suara lain menginterupsi.

"Ah, Gaara?" Sakura nampak terkejut melihat kedatangan Gaara dari balik punggung kedua temannya.

Sasuke yang mendengar suara Sakura yang menyebutkan nama Gaara lekas menoleh kearah Sakura, benar saja, pemuda berambut merah itu sudah berdiri didepan Sakura.

"Aih, kau ingin makan bento dengan si KetOs ini rupanya, yasudah kami duluan ya~," Ucap Tenten dengan nada menggoda, membuat Sasuke yang mendengarnya mendecih kesal, sedikit tak rela kalau Sakura akan makan bersama dengan pemuda bertato Ai, itu.

Tenten dan Hinata kemudian keluar dari kelas, menyisakan tiga orang dalam ruang kelas itu.

"Aku terkejut saat kau memberiku kabar kau sekolah hari ini," Gaara duduk dikursi sebelah Sakura. "Padahal lukamu belum sembuh benar," sambung Gaara.

"Benarkah? Aku kan kuat!" Sakura mengepalkan tangannya keudara .

"Ah, ini kita bagi dua saja, lagipula Kaa-san hari ini membawakan bento lebih banyak dari biasanya," kata Sakura seraya meletakkan kotak makannya yang cukup besar diatas mejanya, lalu membuka kain pink yang membungkus kotak itu.

"Tidak perlu, kau kan sedang sakit wajar kala – " tolak Gaara halus yang langsung dipotong oleh Sakura.

"Sebanyak ini?" Sakura mengerling.

Gadis itu membelah sumpit sekali pakai itu, lalu menyumpit sepotong daging sapi.

"Oh ayolah, aku tidak mungkin menghabiskan semuanya! Atau, kau mau aku suapin ya? Aaaa – "

Gaara yang hendak menolak pun terpaksa membuka mulutnya, ketika sumpit dengan daging sapi itu menyentuh sudut bibirnya. Pemuda berambut merah itu mulai mengunyah makanannya.

"Bagaimana? Enakkan?" tanya Sakura meminta penilaian Gaara tentang masakan Kaa-sannya.

"Enak," komentar Gaara, membuat Sakura tersenyum lebar.

"Tentu saja! Kaa-san ku!"

Gaara terkekeh kecil melihat tingkah Sakura yang kembali riang, ia mengambil sumpit yang ada di tangan Sakura. "Kalau kau masak sendiri pasti lebih enak," ia mulai menyumpit bento Sakura.

Seketika Sasuke merasa mual mendengar rayuan pasaran yang diucapkan Gaara barusan.

Sakura yang melihat Gaara memakan bentonya hanya terkikik geli. "Aih, kau ini, tadi menolak, sekarang kau mau habiskan? Cepat suapi aku!"

Telinga Sasuke yang sedari tadi mendegar percakapan Sakura dan Gaara terasa panas, dengan kesal ia benar – benar menyetel lagu kesukaannya dengan volume tinggi, berusaha mengabaikan gadis itu . Tapi, tak lama kemudian adik dari Itachi Uchiha itu menghentikan lagu yang didengarnya, kembali menyimak pembicaraan gadis merah muda itu dengan pemuda bertato Ai disudut kelas. Entah itu membuatnya semakin kesal, ia tak peduli, yang penting ia tahu apa yang sedang dibicarakan dua orang itu.

"Sasuke, Sasuke. Kau kenapa, sih? Kau mau bilang kalau kau menyukainya? Haha... Sasuke, satu – satunya rasa dihatimu itu hanya rasa bersalah bukan suka."

Sasuke teringat ucapan Ino sebelum ia meninggalkan gadis itu, rasa bersalah? Benarkah?

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

Suasana ruang klub basket itu nyaris menyamai kuburan saat Sasuke memberikan jeda sejenak pada penjelasannya didepan para anggotanya, kalau saja suara lazy-boy itu tak menginterupsi.

"Haaaah! Membosankan!" seluruh anggota klub Basket serta Sasuke yang tengah membahas perihal turnamen basket yang sebentar lagi mereka hadapi, mendelik tajam kearahnya.

"Bisa diam sebentar, dobe?"

"Teme, aku izin pulang duluan ya? Mereka pasti sudah menunggu, yaa yaa?" Bisik Naruto, pemuda berambut kuning itu langsung menyampirkan tas sekolahnya dibahu. "Aku pulang te – "

"Kau mau kemana?" pemuda Uchiha itu menatapnya dengan alis terangkat tinggi.

Naruto berbalik, "Ayolah Sasuke, aku ada kencan dengan Hinata-chan, yaa?" bisik Naruto. "Daah, teme~!" Naruto berjalan menuju pintu keluar.

BLAM

Dahi Sasuke masih berkerut mendengar ucapan Naruto, berkencan dengan Hinata? Tapi, kenapa tadi si bodoh itu bilang bahwa ia sedang ditunggu mereka?

Pasti ada yang disembunyikan si dobe. Batin Sasuke.

Adik dari Itachi Uchiha itu lekas menyambar tasnya, dan berjalan menuju pintu keluar,

"Kiba, kau lanjutkan saja. Aku ada urusan." Ucapnya sambil berlalu, membuat anggota klub Basket itu memandang bingung kearahnya.

...

...

...

...

"Naruto-kun," sapa Hinata yang melihat Naruto sudah datang.

"Kau lama Naruto." ketus Gaara.

Naruto nyengir, "Hehehe, biasa, kumpul klub. Kau sendiri kenapa tidak datang?"

"Aku malas." Balas Gaara. "Yasudah ayo berangkat."

...

Tampak seorang pemuda berambut mencuat berdiri diujung koridor. Pemuda itu berjalan menuju parkiran ketika keempat orang yang ia awasi sudah pergi menggunakan motor. Ia lekas mengemudikan motornya mengikuti keempat orang itu.

.

.

.

.

.

Setelah menempuh perjalanan selama lima belas menit , akhirnya mereka berempat sampai disebuah restoran yang berada disekitar pusat kota konoha.

Mereka berempat memilih tempat dipinggir dekat jendela kaca. Hinata duduk berhadapan dengan Naruto, begitupun Sakura yang duduk berhadapan dengan Gaara.

Seorang pelayan langsung menghampiri, lalu mencatat pesanan yang disebutkan mereka.

"Umm, apa tidak merepotkanmu Gaara? Seharusnya aku yang membayar, bukan kau." Sakura merasa tak enak pada Gaara yang sudah repot – repot mentraktir mereka bertiga.

"Bukan masalah, anggap saja sebagai bentuk perhatianku, karena sahabatku yang manja ini sudah masuk sekolah lagi." Gaara tersenyum lembut seraya mengusap pelan kepala Sakura.

...

...

...

Dari tempatnya, Sasuke hanya mendengus ketika melihat Gaara yang tengah mengusap kepala Sakura, dari posisi ini, ia dapat melihat dengan jelas keempat orang itu. Sasuke duduk diatas motornya yang ia tepikan diseberang jalan, tanaman yang sedikit rimbun didepannya mampu menutupi keberadaannya disana.

.

.

Hampir saja pemuda Uchiha itu mati bosan menunggui – menguntit – selama kurang lebih satu jam acara makan siang keempat orang itu, kalau saja onyxnya tidak melihat ketiga sahabatnya dan pemuda berambut merah itu beranjak keluar dari restoran.

.

Keempat remaja itu berpisah di persimpangan jalan, karena Naruto harus mengantar Hinata kerumahnya yang berlawanan arah dengan rumah Sakura.

...

...

Setelah Gaara menepikan motor merahnya di pagar rumahnya, gadis berambut merah muda itu turun dari atas motor Gaara, dan mengucapkan terima kasih pada sang empunya,

"Terima kasih untuk hari ini Gaara," Sakura tersenyum kecil menatap Gaara. "Seharusnya kau tidak per – "

"Jangan sungkan, Sakura." Pemuda bertato itu menyela ucapan Sakura, ia mengerling pada arloji yang melingkar dipergelangan kirinya. "Ah, sudah sore. Kalau begitu aku pulang dulu, sampai jumpa besok." Ia menghidupkan mesin motornya, bersiap tancap gas. Tersenyum sekilas pada Sakura.

"Uhm, sampai jumpa besok, Gaara," Sakura melambaikan tangannya pada sosok Gaara yang perlahan menjauh.

.

.

.

.

Setelah sosok Gaara sudah hilang dipersimpangan Sakura berjalan menuju pagar rumahnya, hingga satu suara menginterupsi langkah kakinya.

"Sakura," gadis itu tersentak, ia tahu betul pemilik suara ini. Seolah tak mendengar apapun ia kembali berjalan, tapi lengannya sudah di tangkap Sasuke.

"Lepas." Gadis itu berucap datar.

"Tidak," ucap Sasuke tak kalah datar.

Sakura terpaksa membalikkan badannya, menghadap Sasuke yang masih mencengkeram erat pergelangan tangan kirinya. "Mau apa kau?"

"Ikut aku," pemuda itu menariknya menuju motor hitam yang terparkir ditepi jalan.

"Aku tidak mau! Lepas!" Sakura menyentakkan tangannya, berharap cengkeraman tangan Sasuke pada lengannya terlepas.

"Ikut aku sebentar," ucapnya penuh penekanan, masih menarik Sakura.

"Lepaskan, SASUKE!" teriaknya emosi.

Sasuke tersentak mendengar Sakura berteriak padanya, cengkeramannya melonggar tapi tak berniat melepaskannya.

Mata keduanya beradu, saling memancarkan emosi masing – masing.

Sasuke tak menyangka jika Sakura akan semarah ini padanya, ia hanya ingin Sakura ikut dengannya.

"KENAPA DENGAN GAARA KAU TIDAK BEGINI?!" balas Sasuke yang terpancing emosinya. Ia tahu betul, penyebab Sakura bersikap seperti ini padanya.

Sasuke tak habis fikir, disaat ia merasa hatinya mulai terbuka untuk Sakura, gadis itu malah menjauhinya dan terlihat seakan membencinya, ini bisa membuatnya gila perlahan!

Seakan tersadar dengan tindakannya yang barusan meneriaki Sakura, lekas ia genggam tangan gadis itu. Takut membuat gadis itu menangis. Seperti waktu itu. Tapi ketika Sasuke menatap sepasang mata hijaunya, Sasuke tahu gadis itu tak menangis.

Tatapan Sasuke melembut, "Sebentar saja,"

Walaupun gadis didepannya ini tak membalas ucapannya, Sasuke tahu Sakura mengalah, dan mau ikut bersamanya.

...

...

...

...

...

...

...

Taman kanak – kanak ini sepi, angin yang menerbangkan daun – daun menemani kedua pelajar berbeda gender yang duduk diatas sebuah bangku besi yang dingin. Sesekali suara derit besi ayunan yang berkarat ditengah taman juga ikut mengisi kesunyian diantara mereka.

Udara dimusim gugur ini cukup dingin memang. Sakura memeluk tubuhnya sendiri, jaket yang dipakainya tak cukup untuk menghalau angin dingin ini.

Sasuke yang sedari tadi duduk disamping Sakura masih enggan membuka suara, ia hanya melirik Sakura dari sudut matanya, gadis itu tampak kedinginan, dengan sigap pemuda berambut raven itu melepaskan jaket miliknya dan menyampirkannya dibahu gadis disampingnya.

"Maaf sudah membentakmu tadi," gadis itu diam tak menyahut.

Sasuke menundukkan kepalanya, menatap daun – daun yang berhamburan ditanah, "Aku tahu, kau marah padaku atau mungkin malah membenciku," ia berujar pelan. Dadanya terasa bergemuruh.

"Aku tak tahu, ada apa denganku sekarang. Jujur, aku tak ingin kau dekat – dekat dengan si Sabaku itu," ia mulai mengutarakan perasaannya belakangan ini.

"Dia saha – "

"Aku tak mau, kau sampai menyukainya... atau bahkan mencintainya, itu sama saja membuatku gila perlahan.." Sasuke menggeram tertahan ketika mengingat acara makan Sakura dan Gaara dikelas dan juga di kafe tadi.

"Aku tak mau itu terjadi, karena sepertinya dia menyukaimu," jeda sejenak. "Itu berarti kau akan menjalin hbungan dengannya, dan itu sama saja membuatku gila perlahan," akunya.

"Kau tahu maksudku kan, Sakura? Aku rasa aku men... – "

"Kau hanya merasa bersalah padaku, Sasuke." Sela Sakura. "Kau hanya mengasihaniku, Kau terbebani dengan perasaanku padamu." Sakura menatap ujung rok lipitnya.

Angin musim gugur ikut menerpa rambut kedua remaja itu, juga perasaan yang tengah berkecamuk dalam dada. Sasuke merasa hatinya mencelos, rasa bersalah? Tolong jangan singgung tentang itu lagi, ia masih meragu akan perasaannya sendiri.

Pandangan keduanya bertemu, namun dengan cepat gadis itu menatap kearah lain.

Diamnya Sasuke membuat Sakura mendengus kecil, ternyata benar, pemuda itu hanya merasa bersalah padanya. Tapi, bukan berarti ia berharap agar Sasuke menyukai apalagi mencintainya, Sakura hanya ingin Sasuke yang dulu, bukan Sasuke yang menyukainya karena rasa bersalah.

"Cih, ternyata benar." Gumam Sakura pelan. "Kau tak perlu memaksakan perasaanmu, cukup lupakan semua yang sudah terjadi, dan semua selesai."

Sasuke berdiri menatap Sakura. "Kau lelah, ku antar kau pulang."

Sakura hanya tertawa hambar. Lalu beranjak, mengikuti langkah sang Uchiha dengan pelan.

.

.

,

.

Setelah ini aku tidak akan jadi Tsundere lagi. Ne, Uchiha-san.

.

.

.

.

.

.

.

Tbc

.

.

.

.

Gomen ne, SAMAA
mabushii sono yokogao wo mitetara
HAATO ni sotto furetaku natta boku no itazura –

*Ngetik review sambil dengerin lagu Gomen ne, Samaa tengah malem, untung pake earphone.*

Uooohhh... lama banget ga updet fic ini, oh mai gaa!~ masih ada ga yang nungguin fic ini? Krik krik..

Maklumi aja ya,, soalnya lagi sibuk ngurusin persiapan tes sana sini, belum lagi buat perpisahan sekolahku. Ahh~ ribet... Kalo chapter ini kurang nge-feel, maaf ya.. inipun ngetiknya curi – curi waktu senggang. Hehe XD.

Padahal tadi malem mau apdet, karena udah tengah malem mana mata udah tinggal sewatt, jadi di undur paginya aja, hehe XP.

Okeh, saatnya bales review non login, dulu.

Ravenpink : He'eh noh, nasib Ino udah tau kan ya? Walopun gak detilnya, hehe XD. Makasih udah review~ ^^

Birupink-chan : Waa, maaf ga bisa apdet kilat~, ini lanjuttt ^^. Makasih udah review~ ^^

Hn : Hehe, maaf lama apdetnya~. XD . Makasih udah review~ ^^

Daffa-Chan : Um, iya... . Makasih udah review~ ^^

Hazuki Haruno : Maaf ga bisa apdet kilat~, Makasih udah review~ dan bilang fic ini ga abal ^^

SakuChiha : Makasih.., iya. Okokok. Makasih udah review~ ^^, salam kenal juga~.

Yoshaa~! Yang reviewer login, silahkan cek pm. :D

.

.

###Oiya, aku mau tanya nih~, kalo adegan berantem parah sampe darah – darahan gitu, pantesnya ditempatin dirating apa ya?

Oke, Segitu aja kali ya? Mau kesekolah dulu, dadah~~` ({}) '0'/

See u next chapter...

Yang mau review, douzo~ :D