CHAPTER 12

MY BELOVED FRIEND : JUNSU STORY

oOo

Pepatah bilang kejarlah cita-citamu setinggi langit. Kurasa pepatah itu cocok disematkan padaku karena aku sedang berusaha menggapainya saat ini.

Kuoleskan lipgloss pada bibirku agar bibirku sedikit berkilauan, kusemprot parfum sedikit lebih banyak pada leher dan pergelangan tanganku, aku terlihat bersinar.

"Kau mau ke mana?" Tanya Yunho memergoki kegiatanku berdandan

"Aku ada janji dengan teman" jawabku dengan tenang.

"Teman siapa?" tanyanya dengan nada curiga

"Junsu"

"Kau tidak mungkin berdandan seheboh ini jika pergi dengannya" ujarnya

"Baiklah, aku akan pergi dengan seorang teman, bukan Junsu" kataku kemudian jujur.

"Siapa dia?".

"Bukan urusanmu"

"Sejak kapan kegiatanmu bukan urusanku?" ujarnya mulai kesal

"Aku harus pergi, aku janji akan pulang cepat"

"Jae katakan kau mau kemana!" ujar Yunho sambil menahan tanganku.

"Aku hanya pergi sebentar, kau jangan khawatir aku tidak akan berbuat macam-macam" kataku sambil melangkah pergi, Yunho hendak mengejarku tapi aku lebih dulu mengambil langkah seribu, aku lari ke lift sebelum Yunho mencapaiku, saat dibawah aku langsung memanggil taksi. Aku selamat dari kejarannya.

.

Setengah jam kemudian aku sudah meluncur bersama mantan bosku, aku janji akan memenuhi permintaannnya hari ini untuk kencan denganku.

"Kita mau kemana?" tanyaku, penampilan sangat simple hari ini, hanya celana jeans dan t-shirt, walaupun usianya sudah menginjak 30an namun ia selalu nampak terlihat lebih muda.

"Bagaimana menurutmu? Kau mau pergi kemana?" tanyanya balik

"Bagaimana kalau menonton film"

"Kau suka film apa?"

"Film hantu" ujarku

"Baiklah kita nonton film"

Teleponku kembali berbunyi, aku sudah sering mematikannya namun telepon itu akan berdering kembali setiap menitnya.

"Orangtuamu sepertinya sangat khawatir padamu, kau sudah bilang pada mereka?"

"Ah tentu saja, ini pasti Ummaku mau menitip sesuatu" ujarku berbohong, telepon dari Yunho tentu saja tidak akan kuangkat, Yunho bisa murka jika mendengar ada suara lelaki lain disampingku.

.

Film The conjuring yang kami tonton sukses membuatku kaget setengah mati karena ketakutan, beberapa kali aku terloncat dan tanpa sadar aku memegang tangannya karena kaget. Ia tergelak saat film usai, menertawakan kelakuanku yang seperti anak kecil

Setelah menonton film ia mengajakku makan malam di sebuah restoran mahal, aku senang-senang saja diajak ketempat seperti ini dan sedikit berdoa semoga tidak bertemu Yunho di tempat ini

Walau aku tahu ini terlihat licik namun aku mau melakukan hal ini demi menjadi penyanyi terkenal. Dunia glamour itu begitu menggiurkan namun sulit untuk meraihnya maka aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini walaupun kencan dengan orang lain tanpa memberitahu suamiku adalah hal yang tidak baik…ah biar saja toh kami tidak berbuat macam-macam, pikirku dalam hati.

"Kau sudah punya pacar?" Tanya mantan bosku disela makan malam kami.

"Ah aku tidak punya" jawabku cepat, jika ia tahu aku sudah berkeluarga, jangan-jangan ia tidak mau mengorbitkanku jadi penyanyi lagi.

"Sayang sekali padahal kau punya wajah yang tampan" ujarnya memujiku.

"Aku tidak begitu populer di sekolah" jawabku pura-pura lugu.

"Jika kau jadi penyanyi kau pasti digilai para wanita dan pria"

"Apa itu akan menakutkan?"

"Ya begitulah, orang bilang fans di Korea adalah fans yang sangat menakutkan"

"Kalau begitu aku akan lebih berhati-hati"

"Aku akan menjagamu…makanlah"

.

Setelah makan malam kami bergegas untuk pulang, di tengah perjalanan ia membelokkan mobilnya ke sebuah hotel berbintang.

"Kita mau kemana? Bukankah kita sudah makan malam?" tanyaku seperti orang bodoh padahal aku sudah menggira hal lain.

"Kau pikir kemana lagi, tentu saja kesini" jawabnya sambil tersenyum

"U…untuk apa kita kesini?" tanyaku sedikit ketakutan, ia melebarkan senyumnya padaku

"Apa kau pikir aku mengajakmu hanya untuk kencan biasa?"

"Iya" jawabku polos

Mobilnya lalu berhenti di parkiran, ia melepaskan sabuk pengamannya dan wajahnya didekatku.

"Kau ini sangat polos sekali, tentu saja kencan yang kumaksud adalah ini" ujarnya sambil membuka pintu, aku shock seperti patung saat ia membukakan pintu untukku.

.

.

.

Aku berjalan lunglai masuk ke dalam rumahku, Yunho duduk menyilangkan kaki dan kedua tangannya saat melihatku masuk dengan wajah lemas.

"Kau dari mana saja?!" tanyanya seperti hendak meluapkan sesuatu

"Yunho…" kataku sambil setengah terisak lalu aku memeluknya.

"Hei kau kenapa? Kau baik-baik saja?" tanyanya khawatir, ia memegang wajahku yang pucat.

"Yunho aku mau membuat pengakuan, tapi kau jangan marah" ujarku sambil memasang wajah polosku.

"Pengakuan apa? Apa yang kau lakukan?"

.

.

.

Yunho mengepalkan tangannya sepanjang aku bercerita dari mana dan apa yang kulakukan bersama pria itu, ia menahan tinjunya keluar saat aku tiba pada cerita saat ia membawaku ke sebuah hotel.

"Apa kau bodoh? Kenapa kau menerima ajakan pria itu?!" ujarnya setengah marah

"Kau janji tidak akan marah, kenapa kau jadi emosi begini?" protesku

"Kau pikir aku bisa tenang mendengar kau pergi berdua dengan lelaki lain lalu mengajakmu ke hotel!"

"Aku tidak berpikir ia akan mengajakku ke hotel, kupikir ini hanya kencan biasa, hanya menemaninya menonton dan makan malam lalu pulang"

"Yaah kau ini polos apa benar-benar bodoh?, kau pikir untuk apa produser sepertinya mau mengajakmu kencan biasa tanpa maksud lain?, kalau seperti itu siapapun bisa jadi penyanyi dengan mudah".

"Tapi aku sudah menolaknya, aku memang melakukan ini agar ia membantuku jadi penyanyi tapi aku tidak akan mau sampai melakukan hal yang diluar batas"

"Aku takut kau melakukan apa saja demi impianmu itu"

"Yunho aku saja takut disentuh olehmu apalagi dengan orang lain, kau pikir aku sebegitu murahannya?"

"Maafkan aku. Aku hanya kesal kau pergi kencan dengannya tanpa memberitahuku, aku tidak bisa membayangkan apa yang akan kulakukan jika terjadi sesuatu padamu"

"Aku hanya ingin sukses dan punya uang banyak, aku hanya ingin membantumu"

"Jae semua itu tidak penting, yang terpenting adalah kita selalu bersama, jika kau sukses kau mungkin akan melupakanku, jika kau melupakanku maka semua kesuksesan itu tidak akan ada artinya"

"Yunho. Aku tidak akan dan tidak pernah mau melupakanmu walaupun aku jadi penyanyi yang sangat terkenal sekalipun….tapi…sekarang aku tidak akan punya kesempatan jadi penyanyi lagi…hik…aku sedih sekali"

Yunho memegang wajahku, tangannya menyapu sedikit airmataku yang hendak jatuh.

"Kau masih memilikiku"

Aku mengangguk pelan lalu memeluknya

"Iya".

"Aku sayang padamu Jae"

"Iya aku juga…Kau tidak akan marah lagi kan?"

Yunho melepaskan tubuhku

"Kau bercanda?, tentu saja kau harus kuhukum"

"Kenapa kau harus menghukumku?, aku kan sudah bicara jujur"

"Aku akan membuatmu tidak bisa bekerja selama beberapa hari"

"Yah yang benar saja, bos ku itu galak sekali, aku bisa dipecatnya, kumohon jangan sakiti aku"

Yunho tersenyum melihatku memohon, ia lalu menggendongku.

"Ayo kau harus ku hukum supaya kau tidak melakukan hal yang aneh-aneh lagi" ujarnya sambil membawaku ke kamar.

"Yah Yunho!"

oOOo

Junsu POV

Aku memegang sisa uang hadiah lomba karaoke di tanganku, hadiah juara satu serta setengah hadiah dari juara dua telah habis begitu saja untuk melunasi iuran sekolah kedua adikku sampai setahun ini, aku lega sekaligus merasa sesak nafas karena masih ada masalah yang menumpuk didepanku.

"Kenapa kau hanya punya segini? Bukankah kau dapat banyak dari lomba menyanyi?"

Ayahku melemparkan uang yang kuberikan padanya, alih-alih berterimakasih ia malah marah-marah dan melemparkan kata-kata yang tidak patut didengar oleh adik-adikku yang masih kecil.

"Aku sudah membayarkan semuanya untuk uang sekolah Heimi dan Jihoon" kataku.

"Tapi bagaimana denganku? Kau juga harus melunasi hutangku!" teriaknya padaku, kedua adikku serta ibuku yang sakit menonton kami.

"Aku tidak peduli dengan hutangmu, aku hanya peduli dengan adikku"

Mendengarku bicara demikian ia langsung menyambar kayu disebelahnya yang biasa ia pakai untuk menopang kakinya yang sedang sakit, ia kemudian memukulkannya padaku bertubi-tubi sambil melemparkan sumpah serapahnya.

"Anak tidak tahu diuntung! Karena siapa kau bisa sekolah ditempat mahal hah?! Kau pikir aku tidak berkorban untukmu! Kau tidak berguna!"

Kedua adikku berteriak sambil menangis melihatku dipukuli berkali-kali, mereka tidak bisa menolongku karena mereka sendiri sangat ketakutan dan ibuku hanya bisa melihatku disiksa dengan tatapan kosong dan pipi yang basah

.

"Oppa ini"

Adikku yang peremuan memberiku teh hangat dan adikku yang satu lagi mengolesi salep pada tanganku yang lebam, aku sudah biasa mendapat perlakuan seperti ini jika ayahku mabuk dan mengamuk.

Teleponku lalu berbunyi

"Yeobseyo?"

"Junsu aku ijin besok ya, besok aku tidak masuk, Yunho sedang menghukumku" ujar Jae di telepon.

"Baiklah akan aku sampaikan pada Bos" balasku lalu menutup telepon..

Aku iri pada temanku Jaejoong, ia sudah mendapatkan hidup yang layak dan ia punya seseorang yang menyayanginya sedangkan kehidupanku sama sekali jauh dari harapan. Ayahku sejak dikeluarkan dari pekerjaannya ia menjadi pemabuk dan senang berjudi, ia lalu akhirnya menyisakan hutang yang sangat banyak.

Karena ditempa masalah demi masalah ibuku sejak setahun yang lalu mengalami trauma yang cukup serius yang menjadikannya seperti mayat hidup sekarang, jika ayahku mabuk ia sering kena pukulan, ini menjadikannya trauma yang lalu membuatnya menjadi sangat pendiam.

Dan Adik-adikku yang masih kecil ini hidupnya bergantung padaku, aku ingin sekali kuliah dan dapat menjalani kehidupan normal untuk pemuda seusiaku tapi karena keluargaku aku harus mendapatkan uang untuk kebutuhan hidup sehari-hari untuk mereka, aku merasa beban di pundakku kian berat.

ooOoo

Hari ini aku bekerja sendirian karena Jaejoong tidak masuk kerja, selama ini aku berusaha terlihat ceria untuk menutupi segala permasalahan keluargaku bahkan didepan sahabatku sekalipun, aku tidak ingin membuatnya susah lagi karena selama ini ia banyak membantuku dan keluargaku.

Karena Jaejoong absent selama 2 hari otomatis pekerjaanku menjadi double, aku harus bekerja ekstra melayani para tamu, mengantarkan minuman, memapah tamu yang hendak pulang sambil mabuk, mengepel tumpahan minuman dan sebagainya, belum lagi aku harus menerima pelecehan yang kerap dilakukan oleh pelanggan kami, seperti malam ini tidak ada Jaejoong membuatku tidak bisa berkutik pada pelanggan yang nakal.

"Hei manis temani kami sebentar" Ujar seorang pria yang dengan sengaja menyentuh pantatku, wajahnya memerah karena mabuk.

"Maaf aku harus bekerja" kataku mencoba untuk bersikap sopan, jika ada Jaejoong ia akan langsung meninju orang ini tanpa ampun.

"Yah kau ini jual mahal sekali ayo temani aku"

Ia menarik paksa tanganku untuk duduk disebelahnya, karena kesal aku langsung beranjak dan pergi keluar ruangan, alhasil malamnya sebelum pulang Bosku memanggilku.

"Ada komplain dari tamu, katanya kau tidak bersikap sopan padanya" ujar bosku memberitahu.

"Ia melecehkanku" jawabku

"Kau ini hanya pelayan disini kau harus bisa menghormati dan melayani tamu kita dengan baik"

"Tapi ia duluan yang bersikap tidak sopan" balasku.

"Aku akan memotong gajimu karena kasus ini"

"Apa? Bagaimana kau bisa begitu, aku tidak berbuat salah apapun"

"Kau membela diri lagi aku akan memotong gajimu lagi"

Aku langsung terdiam oleh kata-katanya, kenapa aku harus dapat perlakuan tidak adil ini.

.

Sudah lebih dari jam 12 malam ketika aku selesai dari pekerjaanku, sebelum pulang aku pergi ke Seven Evelen untuk membeli roti dan snack untuk adik-adikku, ketika sampai rumah aku melihat beberapa orang teman ayah sedang berjudi sambil minum-minuman keras di teras taman.

"Aku pulang!" kataku sambil melangkah menuju rumahku.

"Hei hei sini!" ujar salah seorang teman ayahku.

"Maaf aku ngantuk" kataku menolak namun ayahku kemudian berteriak padaku.

"Yah kemari kalau dipanggil orangtuamu!"

Dengan terpaksa aku menghampiri kawanan lelaki paruh baya yang sedang mabuk-mabukan itu, pria yang memanggilku itu memegang wajahku dengan paksa.

"Kau manis juga" ujarnya, aku mencium bau alkohol yang sangat menyengat dan karena tidak kuat menahannya aku muntah-muntah dihadapan pria tersebut.

"Kau ini jorok sekali, sana pergi!" ujarnya mengusirku. Aku lalu pergi ke dalam rumah lalu mencuci wajahku.

"Oppa…"

Salah seorang adikku yang perempuan langsung bangun ketika melihatku masuk kamar

"Heimi kenapa kau bangun?"

"Oppa…ribut sekali"

"Apa kalian sudah makan?"

"Belum, Umma tidak masak hari ini" katanya

"Ya sudah makan ini dengan oppamu"

Ia lalu mengambil roti dari tanganku dan melahapnya dengan semangat, aku sangat sedih sekali melihat kedua adikku yang masih kecil harus hidup dengan keluarga yang sakit seperti ini, andai aku bisa membawa mereka keluar dari sini aku pasti akan melakukannya namun apalah dayaku bagaimana aku membantu adik-adik dan ibuku sedangkan aku sendiri tidak bisa berbuat banyak untuk diriku sendiri.

oOo

"Maaf ya membuatmu jadi susah, kemarin aku dan yunho bertengkar lalu kami butuh waktu untuk berbaikan" Kata Jae setelah dua hari ini ia tidak masuk kerja

"Berbaikan di ranjang maksudmu"

"Ah apa maksudmu, kau ini membuatku malu saja" ujarnya sambil menyenggol lenganku, wajahnya memerah karena malu, aku kemudian teringat sesuatu.

"Jae, boleh kupinjam HPmu?".

"Ini, kau mau ngechek email lagi ya?".

"Iya".

Aku membuka email, sebentar kemudian aku kecewa karena namanya masih tidak ada di dalam daftar email yang masuk.

"Dia belum menghubungimu?" Tanya Jae kemudian.

"Siapa yang kau maksud?"

"Kau menunggu email dari Yoochun kan?"

"Yah apa maksudmu? Memangnya kami punya hubungan seperti itu sampai aku harus menunggu emailnya?"

"Aku hanya menduganya"

"Dia mungkin sudah punya pacar disana" kataku

"Mungkin saja, dia kan playboy"

"Iya" kataku dengan dada sedikit sesak.

Sebenarnya sebelum ia berangkat ia berjanji padaku untuk mengirimkan kabar setidaknya seminggu sekali namun ia hanya mengirim email beberapa bulan pertama sejak kepergiannya, ia bercerita bagaimana ia mendapat Dorm yang nyaman, berkenalan dengan teman-teman barunya serta kehidupan barunya di negeri orang, lama-kelamaan ia semakin sibuk dan semakin jarang mengirim kabar padaku.

"Kau telepon saja dia" ujar Jae

"Telepon? Untuk apa, Membuang uang saja"

"Pakai saja teleponku ini…Yunho yang akan membayarnya" katanya sambil memberikan teleponnya padaku.

Aku mengambil teleponnya dan menekan nomornya…beberapa detik aku menunggu…dadaku berdegup kencang…beberapa detik lagi menunggu.

"Tidak ada jawaban" ujarku kecewa pada jae, namun tiba-tiba teleponnya berdering, buru-buru aku angkat karena mungkin Yoochun yang akan menelepon balik

"Halo?" tanyaku dengan antusias

"Ini dengan Kim Jaejoong?" Tanya suara asing diujung sana, aku langsung memberikannya pada sahabatku itu

"Untukmu"

"Dari mana?"

"Entahlah"

Jaejoong lalu pergi sebentar untuk berbincang dengan orang yang meneleponnya, aku menggigit bibirku sambil menatap langit diatas sana, aku berfikir bagaimana keadaannya sekarang, apakah ia baik-baik saja?. Apa ia masih ingat janjinya dulu padaku?.

"Junsu…Junsu!" Teriak sahabatku.

Jaejoong mendekatiku dengan wajah tegang, senang, kaget, semua tersirat di wajahnya

"Ada apa Jae?"

"Mereka…mereka memintaku datang ke tempat mereka"

"Mereka siapa?"

"Agensi CJ E&M Music…katanya mereka ingin mengaudisiku untuk jadi penyanyi"

"Benarkah?"

"Iya! iya!" katanya dengan semangat.

"Wah selamat ya jangan sia-sia kan kesempatan emas ini"

"Eh aku pulang cepat ya nanti sore. Aku mau kesana"

"Iya, baiklah"

"Dan satu lagi, jangan bilang apa-apa pada Yunho, aku mau memberikan kejutan padanya"

"Iya"

"Lalalalalala"

Jae bernyanyi dengan gembira, aku turut senang untuknya…lalu aku menatap langit kembali, menghela nafas, semua temanku akan menjadi sukses sedangkan diriku tetap akan jadi Junsu yang bekerja keras demi keluarganya.

oOo

Pengennya dibuat misah ceritanya Junsu tapi gimana mood author aja nanti deh…masih belum kepikiran, hiatus dulu ya mau lanjutin FF sebelah…yang bosen baca chapter panjang-panjang anggap aja FF ini tamat sampai disini, yang masih mau baca tungguin aja chap selanjutnya