Chapter 2


"Frosty, kepalamu habis terbentur?"

Bunny yang pertama kali angkat bicara saat melihat Jack tanpa diminta membantu Phil menuangkan teh ke dalam masing-masing cangkir para guardian. Sepertinya rapat bulanan malam itu, dan merupakan kesempatan yang sangat baik bagi Jack untuk memberikan salam perpisahan.

"Eh, aku? Tidak kenapa-kenapa kok." sambut Jack manis tidak lupa ditambah senyum pepsoden yang membuat semua bulu Bunny berdiri tegak karena merinding ngeri.

"Tidak. Kau tidak baik-baik saja, sweet tooth."

Tooth cukup beralasan saat mengutarakan kalimatnya setelah sadar Jack memastikan diri datang ke ruang rapat setelah menggosok gigi dan menggunakan Mouth Wash. Hal yang jarang dilakukan Jack yang bahkan bisa mengemut sekantung permen ketika sedang tidur.

"Serius, Tooth! Aku baik-baik saja. Kita kan jarang bertemu, aku hanya rindu pada kalian."

Masih memajang senyum menawan, Jack mengedipkan salah satu matanya genit seperti orang kelilipan. Membuat Bunny dan Tooth saling berpandangan dengan heran dan memutuskan untuk percaya saja walau di atas kepala mereka penuh tanda tanya imajiner. Berbeda dengan Sandy yang terang-terangan membuat tanda tanya tersebut karena ikut khawatir terhadap tingkah laku aneh Jack. Membuat yang ditanya mendesah panjang karena harus menjawab 'tidak-apa-apa' berkali-kali.

"Baguslah, karena malam ini kita bukan rapat sebagai guardian, tapi sebagai keluarga!" seru North sambil membentangkan tangannya lebar-lebar. Salah satu ujung mata Jack berkedut heran mendengar kalimat selanjutnya, "Sesuai kesepakatan jauh-jauh hari, kita berlima akan liburan!"

DEG.

"Di pulau tropis!"

DEG. DEG.

"Naik kapal pesiar!"

DEG. DEG. DEG.

Detak Jantung Jack lomba lari saat masing-masing guardian di ruangan meneriakkan narasi bagiannya. Jack sudah takut kalau-kalau rencana bunuh dirinya yang matang ternyata sudah terbongkar diam-diam. Paranoid.

—plan B.

Pemuda bersurai salju itu mungkin akan memilih tewas dramatis seperti ending film-film Bollywood. Bedanya, tidak ada orang-orang satu RT yang menari dan menyanyi bersamanya untuk memeriahkan suasana.

"Tepat seminggu lagi kita akan kemping, dan kuharap dengan training yang sudah kita berikan Jack juga sudah siap."

"Err.. siapa apa? Training apa?"

—kapan? Tambah remaja itu dalam hati.

"Astaga. intuisimu tumpul sekali, Mate! Memang untuk apa aku susah-susah melatihmu membakar ikan. Untuk syuting film?"

Eh?

"Di pulau tropis terlalu banyak penyakit aneh. Kalau kau tidak rajin divaksinasi dari sekarang, aku yakin gigimu akan terserang penyakit berbahaya, sayang."

Sebentar!

"Aku sudah menyuruh Sandy melatihmu berenang, Jack. Apa dia sudah melakukannya?" North menaikkan sebelah alis sambil menatap tajam Sandy yang sudah mengangguk percaya diri.

"HO-HO-HO berarti sekarang kita semua bisa kemping tanpa ragu. Aku tak sabar mengenakan pakaian renang terbaruku sambil meminum segelas es limun di kursi malas."

"Kau punya pakaian renang?"

"Ada yang cukup, Nick?"

Di lain pihak, Jack mematung seraya mengerjap berkali-kali.

Bohong!

Itu kata pertama yang menjerit di hati kecil jack pertama kali.

"Jadi maksudnya akhir-akhir ini kalian berlaku aneh semata-mata untuk… mempersiapkanku…?"

North tertawa patah-patah ala pahlawan bertopeng saat mendengar klarifikasi polos Jack, "Mempersiapkan tampaknya bukan kata yang tepat. Mungkin lebih bagus kalau disebut… melatih."

"Kata 'mempersiapkan' jauh lebih cocok." koreksi Bunny yang diikuti anggukan mantap Sandy.

"Kami hanya takut kau kenapa-kenapa karena kemping ini, Jack. Membakar ikan dan bersenang-senang di laut tampak bukan kegiatan yang cocok untuk roh salju sepertimu kalau kau tak terbiasa…"

"Aku juga tidak terbiasa tampil di laut, buluku bisa basah!" lagi-lagi Bunny menyanggah kalimat sang Santa untuk kesekian kalinya.

"Tidak ada yang bicara soal bulumu, Bunny! Ini semua soal Jack." Tooth berusaha membela North, "Kalau sampai liburan ini membuat sweet tooth mencair selamanya, akan kurontokkan semua properti yang membalut badanmu!" ancam gadis itu sebagai tambahan.

Jack menggeleng pelan sambil melangkah mundur. Kalimat semua orang dan orang-orangan di dalam ruangan semakin terdengar sayup di telinganya. Semakin lama menjadi bisik sampai akhirnya hilang sempurna. Hatinya berkecamuk karena dua hal; lega dan perasaan bersalah.

Lega karena ternyata semua spekulasinya meleset, dan bersalah karena sempat meragukan ketulusan kinerja keluarga barunya.

.

.

Jack Frost; seorang guardian terakhir (saat ini) di muka bumi, sekarang ini sedang malu setengah mati sampai rasanya ingin masuk ke sumur menemani Sadako mengobrol hingga bang Toyib akhirnya pulang.

.

.

"Hei, Jack! JACK!"

Mengabaikan teriakan North, Jack melesat menuju kamarnya. Selepas mengunci pintu, dia membuka laci mejanya lalu meraih surat wasiat yang sudah dibuatnya seharian dengan susah payah.

"Dasar aku bodoh!" Jack mengambil tip-ex yang lupa dikembalikan pada Jamie dari sejak Natal tahun lalu, kemudian menghapus tiap paragraf negatif yang ditujukan untuk para guardian lain. Keluarganya.

Kenapa malah dihapus? Kalau di cerita-cerita, adegan klimaks biasanya tercapai saat pemeran utama merobek surat tersebut dan membiarkan serpihannya tertiup angin dengan sudut penyorotan kamera yang ekstrim. Masalahnya Jack tidak tega buang-buang kertas, jangan lupa sekarang dunia kan sedang dalam isu Global Warming. Penggunaan kayu harus dihemat, itu himbauan pemerintah.

Setelah berhasil menimpa semua tinta dengan gundukan pekat putih, Jack terduduk di atas karpet kamarnya lalu menangis sekali lagi. Membiarkan carikan mantan surat wasiat itu berayun pelan tertiup angin lalu tergeletak bebas di lantai tak jauh di sana.

"Aku… bodoh…" ulang Jack lagi.

Setelah ini, Jack berjanji akan menghentikan kegiatan rutinnya menonton sinetron sialan yang penuh dengan pemeran antagonis dengan mata terbelalak dan di zoom hingga ke pori-porinya. Rupanya tontonan semacam itu memang tidak baik bagi jiwa dan raga sang roh salju. Terkutuklah siapapun yang telah membuat tontonan berbahaya semacam itu. Ribuan episode pula!

Jack menerawang menatap kedua telapak tangannya bergantian sebelum mengepalkan keduanya erat.

Betapa beruntungnya dia masih hidup dan tidak berbuat nekat.

Betapa beruntungnya dia sudah terpilih menjadi guardian.

Betapa beruntungnya dia karena memiliki keluarga.

Selesai menghapus deras bulir-bulir dingin yang mengalir di pipi kenyalnya, Jack beranjak mantap ke ruang utama Santoff Claussen sekali lagi—melangkahkan kaki telanjangnya dengan bangga.

Tidak akan ada lagi surat wasiat yang akan ditulisnya setelah ini.

Lagipula, Tango memang enak.

END


.

.

OMAKE

"Kalian berdua tidak apa-apa? Mau pulang saja?"

Yang bersurai perak menggeleng cepat diikuti pemilik bulu abu kebiruan di sampingnya. Keadaan mereka berdua tidak jauh berbeda; tergeletak dengan posisi mengenaskan.

"Kami baik-baik saja… Tooth… tidak mungkin sinar matahari sialan bisa… mengalahkanku…" Jack lebih terdengar seperti orang bengek daripada orang berbicara.

"Dia benar, Mate… Lagipula air asin tidak berpengaruh… pada… bulu-buluku…"

North dan Tooth saling berpandangan cemas melihat dua rekannya terkapar bak selada rebus sementara Sandy membentuk pasirnya menjadi payung lipat untuk menghalau terik surya yang menghujam.

Demi Naburo yang mengklaim dirinya sebagai the next generation of Naruto, semua kejadian ini membuat Jack kapok. Dengan kulit tubuh yang bagai mencair—Jack terpaksa mengakui kalau Edward Cullen adalah vampir terhebat yang pernah dia tahu.

(The real) END


.

.

.

A/N:
Ya ampun udah berapa lama author berkelana sampe2 lama banget buat ngapdet fic satu ini? 0(- - -( #telentang

Maaf karena harus melipir dulu ke fandom2 lain buat beresin utang sebelum akhirnya bisa balik lagi kemari.
Btw, kalau kalian para penghuni fandom ini ada belum kedapetan review, tagihlah… pasti author mampir ;)

Maaf sekali lagi dan terima kasih sudah membaca!

R&R maybe? C: