Cinderella's Code of Silence

.

.

.

Harry Potter © J.K. Rowling

.

.

.

Genre: Romance and Friendship

.

.

.

Rate: T

.

.

.


"BRENGSEK!" umpat Draco dengan suara yang cukup keras, membuat sepasang pemuda itu menghentikan aktifitas panas mereka.

"D—Draco?" kata Harry sembari mencoba menutupi tubuhnya dengan bed cover berwarna putih gading dan memunguti pakaiannya yang tersebar lalu memakainya dengan gemetar, sementara Cedric tampak tenang walaupun hanya mengenakan boxer yang belum berhasil Harry tanggalkan, pemuda bersurai madu itu menyisir rambutnya kebelakang dengan jarinya seakan menganggap remeh Draco.

"Apa masalahmu? Lagipula semua ini bukan urusanmu, Tuan Muda." seru Cedric dengan menambahkan penekanan di dua kata terakhir. Draco merasakan darahnya mendidih, ia ingin menerjang Cedric yang tampak sama sekali tak berdosa namun ia mengurungkan niatnya mengingat Harry yang masih berada disana. Cedric membelai rambut Harry, meyakinkannya bahwa ia dan Draco akan berbicara baik-baik dan menyuruh pemuda itu untuk keluar dan mencari sedikit udara segar.

"Kau tak punya hak untuk mengaturku dan Harry. Kami bukan budakmu." kata Cedric setelah Harry keluar.

"Bajingan!" maki Draco sebelum meninju wajah Cedric dengan keras-begitu keras hingga beberapa tetes darah segar mengalir dari sudut bibir pemuda itu.

"Sudah kukatakan ini bukan urusanmu, Mr. Malfoy!" kata Cedric sebelum menerjang balik Draco yang telah mundur beberapa langkah. "Dulu kau mempunyai kesempatan itu dan kau menyia-nyiakannya! Kemana kau disaat ia membutuhkanmu? Kemana kau disaat ia menangis mengingatmu? Kau tak pernah datang, tak pernah perduli, kau terlalu asyik dengan duniamu yang baru dengan teman-temanmu yang baru." tambahnya sebelum meninju wajah Draco dengan lebih keras.

"Kau tak tahu seberapa menderitanya ia dengan sifatmu yang brengsek selama tiga tahun ini, Malfoy! Kau membuang dan melupakan semua ini seperti mainan rusak yang sudah tak memiliki arti untukmu dan kini kau ingin memiliki semua itu kembali dengan mudahnya? Aku tak akan membiarkannya, ferret albino! Demi Tuhan!" katanya sebelum meninggalkan Draco yang masih terbaring disana.

.

.

.

Entah sudah berapa lama ia terbaring, satu jam? Atau dua jam? Ia tak perduli—tak ingin perduli lebih tepatnya. Ia lelah, terlalu lelah bahkan hanya untuk sekedar bergerak. Otaknya terasa seperti kaset rusak yang hanya memutar sebuah lagu dan tak memperdulikan yang lain.

'Dulu kau mempunyai kesempatan itu dan kau menyia-nyiakannya.'

Hanya kata-kata itu yang dapat ia ingat, otaknya seakan menolak mengingat hal lain.

'Kemana kau saat ia membutuhkanmu?'

Ia menghela nafas. Semua ini memang salahnya, ia yang mencampakkan Harry terlebih dahulu. Jadi, tak ada salahnya bukan jika Harry melupakannya?

'Kau membuang dan melupakan semua ini seperti mainan rusak yang sudah tak memiliki arti untukmu dan kini kau ingin memiliki semua itu kembali dengan mudahnya?'

Ia memang brengsek. Ia tahu itu, selama ini ia mencampakan Harry yang mencintainya dengan tulus, hanya demi kawan-kawan barunya yang lebih mementingkan harta dan nama keluraga Malfoy yang disandangnya. Kini, di saat ia tepah menyadari seluruh kesalahannya, semua telah berubah.

.

.

.

"Aku ingin kita kembali ke London nanti malam." kata Draco saat mereka semua sedang menyantap makan siang mereka.

"Tapi kita baru semalam berada disini." jawab Harry tanpa mengalihkan pandangannya dari makan siangnya.

"Kita wisuda lima hari lagi, Harry. Terlebih Draco akan berangkat ke Amerika, tentu ia harus mempersiapkan segala kebutuhannya." timpal Oliver sembari menatap tajam Harry. "Seharusnya kau mengingat hal itu, bukan? Draco adalah sahabatmu."

"Sepertinya aku tak jadi ke Amerika, Oliver. Banyak masalah yang harus kuselesaikan disini." kata Draco yang mencengkram garpunya kuat, seakan ingin menghujamkannya ke kepala Cedric yang hanya menaikkan salah satu alisnya. "Lagipula banyak universitas bagus di Inggris, bukan? Mungkin aku akan ke Oxford atau Cambridge."

"Bagaimana kalau Sorbonne? Lagipula jurusan desain grafis disana termasuk unggulan di Eropa dan Prancis tak terlalu jauh dari Inggris, sehingga kau tak terlalu sulit menyelesaikan masalahmu." usul Cedric dengan wajah—sok innocent yang membuat Draco ingin membakar pemuda bersurai madu itu dan menjadikannya makan malam. "Lagipula masalah sepenting apa yang membuatmu tetap tinggal di Inggris? Sepertinya cukup penting hingga membuatmu membatalkan rencana yang sudah di rencanakan dengan baik oleh ayahmu selama berbulan-bulan itu. Aku yakin ayahmu akan marah besar mendengarnya, bukankah tak ada yang bisa menghentikan keinginan seorang Lucius Malfoy?"

"Bukankah kau telah mengetahui masalahku, Diggory?" jawab Draco sebelum memberikan pandangan membunuh kepada pewaris tunggal perusahaan itu. "Dan bahkan kau mengenal baik dalang dibalik semua masalahku, bukan?"

"Oh ya, tentu saja aku mengenalnya. Jika orang yang kau maksud adalah—"

"Oke, Guys. Enough!" seru Oliver yang mencoba menengahi pertengkaran mereka.

"Tunggu sebentar, apa maksudmu dengan masalah, Drake? Kau tidak terlibat masalah dengan Cedric, kan?" kata Harry memotong pembicaraan mereka.

"Mungkin kau dapat menanyakan apa masalahnya kepada Mr. Congkak yang berdiri di hadapanku, Honey." kata Cedric sebelum mencium kilat bibir pemuda bersurai hitam itu.

"Kau mengataiku Mr. Congkak? Mungkin kau harus menyadari posisimu, Mr. Egois!" seru Draco dengan berapi-api. "Dan sejak kapan kalian pacaran?"

"Entah mengapa aku merasa kau buta, Drake. Kau melihat apa yang kami lakukan tadi pagi, bukan?" kata Cedric seraya merangkul pinggang Harry dengan santai.

"Brengsek!" maki Draco yang lagi-lagi menerjang Cedric. Kali ini ia tak memperdulikan apapun, bahkan Harry yang berusaha memisahkan mereka.

"Draco! Cukup!" kata Oliver seraya menarik Draco menjauh dari Cedric, yang langsung ditepis oleh Draco.

"Sudahlah. Aku ingin beres-beres!" kata Draco yang dengan santainya berjalan menuju kamarnya. Tak memperdulikan pemuda bersurai hitam yang menatapnya penuh tanda tanya.

.

.

.

Harry sedang membereskan barang-barang yang akan ia bawa pulang ketika Draco mengetuk pintu kamarnya.

"Masuk." jawab Harry seraya memasukan peralatan mandinya ke dalam koper. Pemuda bersurai hitam itu tertegun sesaat ketika melihat Draco tengah berdiri di tepat hadapannya.

"Hei." sapa Draco setelah beberapa detik keheningan di antara mereka.

"Hei." balas Harry dengan singkat. Pemuda bersurai malam itu hanya menunduk, tak berani menatap pemuda tampan yang berdiri tepat di hadapannya.

"Well... Bagaimana kabar Aunt Lily dan Uncle James? Apa mereka sehat?" tanya Draco yang berusaha menghilangkan suasana canggung diantara mereka.

"Mereka sehat. Mum dan Dad selalu merindukanmu setiap hari dan membuatku hampir gila karenanya." jawab Harry dengan senyum yang mengembang di wajahnya ketika mengingat bagaimana Ibu-nya menanyai keadaan Draco setiap hari.

"Aku merindukan mereka—" kata Draco sambil menghela nafas. "—dan juga kau"

"A—apa?"

"Aku merindukanmu, Harry. Apakah itu salah?" kata Draco dengan lirih. Ia hanya ingin menyampaikan perasaannya pada Harry, tak lebih dari itu. Walaupun ia tahu pemuda di hadapannya akan menolaknya mentah-mentah. Walaupun ia tahu pemuda di hadapannya itu kini lebih memilih si-brengsek-Diggory.

"..."

"Apakah salah jika aku—"


A/n: akhirnya update juga :3 well, agak nyesel sih bikin chap ini gantung banget :'( tapi ya sudahlah._.

Anyway RnR please :3