Akhirnya! Setelah membantai habis 20 paket UN selama empat hari, aku kembali ke fandom ini! ^^

Ini fic pertamaku, mohon bantuannya jika ada kesalahan dalam penulisan kata. :D Nggak perlu banyak bacot lagi.

Fairy Tail © Hiro Mashima

A Fairy Tail Fanfiction

Eternal

by Nnatsuki

Warning : AU, OOC, Typo(s), Kingdom!AU

Chapter 1

.

Sinar mentari yang baru saja bangun dari tidurnya menyinari Fiore untuk membangunkan orang-orang. Ayam jantan berkokok membangunkan pemiliknya untuk memulai aktivitas hati ini. Para petani mulai berdatangan ke sawah mereka untuk bekerja. Toko-toko mulai menghidupkan lampu dan mempersiapkan barang dagangannya. Harum makanan yang berbeda-beda tercium dari rumah ke rumah, menandakan ibu rumah tangga tengah menyiapkan sarapan untuk keluarga mereka.

Hari yang cerah membuat masyarakat Fiore tengah bersemangat. Karena hari ini merupakan hari penting bagi Kerajaan Fiore. Seluruh kota telah dihias dengan sangat meriah untuk menyambut hari ini.

Hari ulang tahun Putri Lucy yang ke-17.

Lucy Heartfilia, Putri dari Raja Jude Heartfilia dan Permaisuri Layla Heartfilia, akan merayakan ulang tahun yang sekaligus menandakan dia telah dewasa. Seluruh penghuni istana tengah hilir munik merapikan ini dan itu. Seluruh perabotan yang biasa menghiasi istana diganti dengan yang lebih baru dan mahal. Gordeng, sofa, meja, kursi, lampu lilin hingga sendok turut diganti hanya untuk hari ini. Bunga-bunga yang menghiasi kebun istan turut dirapikan.

Tampak seorang wanita cantik tengah berjalan ke arah sebuah pintu kamar tidur. Dengan bantuan para pelayan, pintu besar kamar tidur itu terbuka, memperlihatkan besar dan indahnya kamar itu. Tampak seseorang yang masih berselimut itu memejamkan matanya. Si wanita hanya menggelengkan kepala, mendekati putri tunggalnya.

"Lucy sayang, bangunlah. Kamu harus segera bersiap untuk sarapan." Katanya lembut kepada gadis yang masih menutupi kepalanya dengan selimut.

"Mmm… baiklah." Lucypun bangun sambil mengucek mata cokelatnya. Layla tersenyum sambil membelai rambut pirang putrinya yang sama dengan miliknya.

"Selamat ulang tahun, Lucy."

"Terima kasih, Mama." Lucy mencium pipi ibunya.

"Nah, bersiaplah. Karena hari ini hari ini yang istimewa, koki istana sudah menyiapkan masakan kesukaanmu," Lucy tersenyum mendengarnya, dia bangkit dari tempat tidur tepat saat pintu kamarnya tertutup pelan. Lucy segera menuju kamar mandi untuk menyegarkan dirinya. Beberapa menit kemudian, pintu kamat mandi terbuka dan menguarkan wangi harum dari sabun yang dipakai sang putri untuk membersihkan diri. Lucy segera mengenakan gaun yang telah disiapkan oleh pelayan pribadinya.

'Kenapa lebih megar dari biasanya?' batin Lucy. Dia hanya menghela nafas kecewa dan segera memakainya. Lalu, dia mengambil sisir dan menyisir rambutnya sampai menurutnya telah rapi.

Setelah siap Lucy membuka pintu kamarnya dan menuju tangga yang akan membawanya ke ruang makan. Para pelayan yang ditemuinya menyapa dan memuji akan kecantikannya. Dia tersenyum dan menjawab sapaan dan pujian mereka dengan tulus. Saat disadarinya pintu ruang makan telah didekatnya, dengan cepat dia meminta diri dari pelayan terakhir yang memujinya. Segeranya dimasuki ruang makan, orang tuanya telah menunggunya.

"Selamat pagi, Mama. Maaf aku terlambat." Sapanya ramah kepada ibunya. Lucy melirik ke arah ayahnya yang tengah menyesap teh.

"Selamat pagi, Ayah…." sapa Lucy dengans uara pelan.

Ayahnya melirik ke arah Lucy, "Ya, selamat pagi. Duduklah."

Lucy segera duduk di kursi yang ada di depan orang tuanya. Keheningan menyelimuti ruangan itu, yang ada hanya bunyi alat makan yang digerakkan oleh keluarga Heartfilia ini.

"Jadi, Lucy…." kata Jude memecah kesunyian. "Kamu sudah menentukan pilihanmu untuk seorang suami?"

Lucy tersentak mendengar pertanyaan ayahnya. Dia berhenti makan untuk menjawab. "Belum ayah. Belum ada yang tepat untukku."

"Aku mengerti kenapa sampai sekarang kamu belum menetukan pilihanmu." Seketika Lucy mengangkat kepalanya.

"Dari kemarin para pangeran yang datang menemuimu berasal dari kerajaan di bawah kita." Lucy kembali menundukkan kepalanya. Seperti biasa, hanya uang yang ada di pikiran ayahnya.

"Tapi pangeran yang datang kali ini akan mendapatkan perhatianmu. Dia berasal dari negeri tetangga kita. Sahabat lama."

Mendegarnya Lucy semakin menunduk. Yang disebut 'sahabat lama' negeri Fiore hanya satu─kerajaan Vermithrax yang berada di selatan Fiore. Lucy segera menghabiskan sarapannya, agar dia bisa segera kembali ke kamar.

"Setelah makan, kembalilah ke kamarmu untuk bersiap, pesta ulang tahunmu akan segera dimulai."

Lucy mengangguk mendengar perintah ayahnya, dia kembali meletakkan sendok dan garpu, lalu berdiri dari tempat duduknya.

"Permisi, ayah, ibu." Katanya lirih. Lucy langsung berbalik dan pergi meninggalkan ruang makan. Setelah menutup pintu ruang makan, Lucy segera mengambil langkah cepat menuju kamarnya. Suara hak sepatunya menggema selama perjalanan menuju kamarnya. Tapi Lucy tidak peduli, dia hanya ingin segera memeluk bantalnya untuk menangis, menumpahkan semua emosi yang menyesakkan hatinya. Sesampai di kamarnya, Lucy langsung menghambur ke kasur empuknya. Menangisi masa depannya yang harus ditentukan oleh ayahnya.

"Aku tak mau menikah secara paksa. Aku bukan boneka pemberiaanmu yang bisa digerakan dan dipasangkan dengan boneka mana saja. Aku manusia yang punya hati dan juga merasakan cinta. Aku tak mau menikah dengan orang lain selain dia!" Lucy sudah mencapai batas kesabarannya. Tidak peduli akan orang yang mendengar curahaan hatinya yang sudah sesak. Alasan terbesar Lucy menolak semua lamaran pangeran yang meminangnya adalah karena janji yang telah dia buat dengan cinta pertamanya.

'Andai dia seorang pangeran.' kata Lucy dalam hati. Seketika senyum anak laki-laki itu terbayang di kepalanya, membuat pipi porselen Lucy memerah.

'Pasti dia jauh lebih tampan dari semua pangeran yang melamaraku'. Hanya mengingat cinta pertamanya itu, air matanya berhenti. Senyum kembali mekar di wajah cantiknya. Kemudian dia bangkit dan menuju kamar mandi. Mencuci wajah dan mata sembabnya. Lalu mengganti gaunnya dengan yang jauh lebih indah, dan lebih megar. Lucy hanya bisa menghela napas pasrah dan mulai mengenakan gaun berwarna biru langit itu dengan enggan. Tepat setelah dia selesai mengenakannya, terdengar ketukan dari luar. Lucy mempersilakan si pengetuk masuk. Tampak dua orang pelayan muda masuk dan mengutarkan perintah ibunya untuk membantunya untuk berias. Lucy pun duduk di kursi meja riasnya. Merekapun mulai merias wajah cantik Lucy. Lucy sebenarnya enggan, tapi kali ini dia menoleransinya. Semua orang pasti ingin tampil terbaik di pesta ulang tahun mereka.

"Lucy-Hime, Anda sungguh cantik!" Puji kedua pelayan. Lucy tersenyum melihat pantulan dirinya di cermin. Wajah cantik Lucy semakin cantik dengan sentuhan riasan natural.

"Terima kasih sudah membantuku." Ucap Lucy berterima kasih kepada kedua pelayan yang telah membantunya. Mereka mengangguk sopan dengan senyuman yang terus bertengger di wajah. Lucy kemudian keluar dari kamar tidurnya, dengan ditemani oleh para pelayan, menuju ke ruang perlaksaan pesta ulang tahunnya.

Pintu besar tempat pesta perlaksanaan ulang tahun putri Fiore itu terbuka, menampakkan Lucy Heartfilia yang tengah memasuki ruang utama itu dengan anggun. Serentak semua hadirin di sana menoleh ke arah Lucy, membungkuk sedikit untuk menghormatinya. Lucy balas membungkuk sambil mengangkat sedikit kedua bagian samping gaunnya. Lucy kemudian mengamati para undangan yang meliputi raja dan permaisuri dari kerajaan sahabat Fiore, bangsawan terkenal di Fiore dan di luar Fiore, penjabat tinggi dan anggota dewan kerajaan Fiore─dan tentunya, para pangeran yang mencoba meminangnya, baik yang telah gagal maupun yang belum mencobanya.

Sesaat Lucy menangkap adanya lambain tangan yang berasal di sebelah kanannya. Lucy menoleh ke arah si pelambai, mendapati kedua orang tuanya. Ibunya yang melambai ke arahnya, tersenyum bahagia dengan air mata kebahagiaan yang mengalir di pipinya. Lucy tersenyum lembut, dia menoleh kearah ayahnya. Ayahnya hanya mengangguk kecil seraya memberikan isyarat padanya untuk mendekati mereka. Senyum Lucy memudar, dia berjalan mendekati orangtuanya. Perhatian Lucy teralihkan dengan sekelompok pangeran yang tengah berbicang serius.

"Kudengar putra mahkota Vermithrax sudah kembali dari sekolah. Apa itu benar?"

"Ya, itu benar. Aku mendengar itu dari ayahku dan para petinggi. Tapi aneh, kenapa dia dan keluarganya tidak datang menghadiri pesta ini? Mereka tak mungkin tak diundang."

"Benar. Semua tahu Vermithrax dan Fiore adalah sahabat lama. Sungguh tidak sopan jika tak menghadiri pesta penting ini. Apa dia tidak tertarik untuk mendapatkan Lucy-Hime?"

"Dia jarang menghadiri pesta, alasannya pasti karena tak ingin jadi pusat perhatian para gadis."

"Tapi itu memang benar. Para putri terus mencoba untuk bisa berdansa dengannya. Tapi pasti ditolak."

"Banyak raja yang mencoba membuat pendekatan putri mereka dengannya, tapi hasilnya nihil."

"Tentu saja. Aku tak suka mengatakan ini, tapi dia sangat sempurna untuk menjadi penerus kerajaan sehebat Vermithrax."

"Aku senang dia tak ikut bagian dalam pesta ini. Kita akan kalah telak olehnya."

Kedua iris cokelat Lucy membulat sempurna. Putra mahkota Vermithtax? Bukannya dia akan menemui Lucy malam ini? Pantas ayahnya sangat bersemangat. Dari cara berbicara para pangeran tersebut, dia bukanlah orang biasa.

Lucy terus berjalan ke arah orangtuanya. Sesampainya dia berdiri di antara ayah dan ibunya, menghadap para undangan.

"Hadirin sekalian…" Jude memulai pidatonya. "Terima kasih telah meluangkan waktu Anda untuk memberikan doa kepada putri kami, Lucy. Saya sangat tersanjung atas kebaikan Anda semua."

"Dan terima kasih telah memberikan hadiah-hadiah yang indah ini. Saya hanya bisa membalas kebaikan Anda semua dengan ucapan terima kasih." Para pangeran menyeringai mendengarnya, Lucy tahu itu semua hanya semata-mata untuk mendapat restu dari ayahnya agar bisa menikahinya. Hari ulang tahunnya yang ketujuh belas tampaknya tak akan menjadi hari yang berkesan untuk Lucy.

"Dan satu lagi…" sambung ayahnya. "Anda semua tahu akhir-akhir ini saya tengah mencari calon suami yang tepat untuk putri saya," seketika seringai para pangeran itu melebar, inilah yang mereka tunggu-tunggu. "Dan dengan maaf, saya berterima kasih kepada para pangeran yang telah datang, tapi saya akan menghentikan pencarian ini." Seketika para pangeran itu kaget mendengarnya, begitu pun Lucy. Dia taka percaya ayahnya akan berkata begitu. Baru dia akan bersorak girang di dalam hatinya, ayahnya kembali melanjutkan pidatonya.

"Karena Lucy akan ditunangkan dengan putra mahkota kerjaan Vermithrax. Dengan penikahan ini, negeri Fiore dan Vermithrax akan bisa bersatu di bawah naungan pasangan muda ini." Jude tersenyum lebar, begitu bangga.

Hati Lucy hancur berkeping-keping mendengar pernyataan dari ayahnya.

"Sekian dari saya. Silakan kembali menikmati pesta ini." Jude menutup pidatonya. Dia berbalik menghadap Lucy yang masih membeku di tempatnya, diam seribu bahasa.

"Selamat ulang tahun, Lucy." Jude mencium kening Lucy. Kemudian dia pergi dan menyapa seorang sahabatnya.

Layla berjalan mendekati Lucy, wajahnya terlihat sedih.

''Mama…." Ucap Lucy pelan.

"Maafkan Mama, Lucy. Ini sudah diputuskan." Layla memeluk putri semata wayangnya. Air mata Lucy tak bisa dibendung lagi. Ia menangis dalam diam di dalam pelukan ibunya.

-000XXX000-

Malam hari akan segera datang, ditandakan dengan terbenamnya matahari dari arah barat. Membuat kamar tidur gadis bernama Lucy Heartfilia ini bermandikan warna oranye yang indah. Biasanya dia akan keluar ke arah balkon untuk menikmati pemandangan matahari terbenam. Tapi kini pemandangan indah itu diabaikan. Hatinya tengah tak tertarik untuk menikmati malam yang akan segera mendatangkan si dewi malam, seolah sudah tak peduli akan apa yang terjadi besok.

Seusai pesta hingga sore hari ini, Lucy terus mengunci diri di kamarnya. Dirinya menolak semua orang yang ingin berbicaranya dengannya, termasuk ibunya.

Air mata Lucy tak kunjung berhenti. Mata cokelatnya menjadi merah dan bengkak, tak dihiraukan oleh Lucy. Dia pasrah akan masa depannya. Tangan kanannya terus menutup mulutnya, agar suara isakannya tak terdengar. Tangan kirinya memegang sebuah kertas, di sana melekat setangkai mawar putih yang telah dikeringkan.

Hadiah pertama dari cinta pertamanya.

Harapan terbesar Lucy tidak terkabul. Harapan agat bisa bersama dengannya selamanya. Harapan untuk bisa tertawa, tersenyum, berduka, bertengkar, dan berikrar. Semua itu sudah terkubur jauh. Masa depan yang diharapkan Lucy bersamanya telah hilang, digantikan oleh masa depan yang hampa dan suram.

Tok Tok

"Lucy-Hime. Anda harus segera bersiap. Calon tunangan Anda dan keluarganya telah tiba." Terdengar suara lembut milik pengasuhnya yang telah mengasuhnya sejak kecil, Spetto-san.

Untuk kali pertama, Lucy bangun dari tempat tidurnya. Dia menghapus air matanya.

"Ba-baik, a-aku segera siap…." jawabnya dengan suara bergetar. Dengan langkah gontai Lucy berjalan ke arah kamar mandi. Dia perlu membasuh wajah, terutama matanya, dengan air dingin agar tidak bengkak. Tepat setelah dirinya selesai mandi dan mengompres matanya dengan air dingin, lima orang pelayan termasuk Spetto-san memasuki kamarnya dengan membawa sebuah gaun indah dengan perpaduan warna merah muda dan putih yang belum pernah dilihat Lucy. Gaun itu merupakan gaun terindah yang pernah dilihatnya.

"Gaun ini hadiah dari calon tunangan Anda," ungkap Spetto-san.

Mendengarnya membuat Lucy membenci gaun itu. Dengan sungkan, Lucy memakainya dibantu pelayannnya.

'Ya ampun! Gaun ini jauh lebih mirip dengan gaun pengantin daripada gaun malam. Dan kenapa gaun ini megar sekali? Ini lebih megar daripada yang biasa kupakai.' Gerutunya dalam hati. Merekapun mulai mendandani wajah cantik Lucy. Setelahnya mereka memasangkan beberapa perhiasan dan sebuah tiara kecil di kepala mungilnya.

"Baiklah Lucy-Hime. Semua orang telah menunggu." Ujar Spetto-san. Lucy berdiri dari kursi riasnya.

"Lucy-Hime tak perlu cemas. Saya sempat melihat pangeran itu. Dia sangat tampan dan sopan. Dia pilihan terbaik untuk Hime." Kata Spetto-san membesarkan hatinya.

Lucy tersenyum kecil, "Terima kasih Spetto-san, semuanya." Dia mengerling ke arah pelayan lainnnya, mereka mengaguk senang. Lucy pun berjalan menuju pintu kamarnya. Berjalan dengan langkah pelan menuju ruang tamu yang ada di satu lantai di bawah kamarnya. Terdengar suara ayahnya yang tengan berbincang dengan seseorang.

"Ah, Lucy sepertinya sudah siap. Mari kuperkenalkan putri kami."

Tampak suara hak sepatu miliknya yang menggema sepanjang perjalanan dapat terdengar sampai ke ruang tamu tempat orang tuanya menyambut calon tunangannya. Sebelum menuruni tangga menuju ke ruang tamu, Lucy menarik napas, mempersiapkan yang terburuk.

Dengan pelan, Lucy menuruni tangga. Kepalanya menunduk, menyembunyikan matanya yang mulai berat ingin menurunkan hujan. Dia sama sekali tak tertarik akan beberapa komentar mengenai dirinya nanti.

Setelah menuruni tangga terakhir, Lucy berjalan mendekati bayangan seorang pemuda yang dipastikan Lucy adalah milik calon suaminya. Dia terus mendekatinya, dengan kepala yang masih tertunduk. Sekiranya Lucy telah berada di hadapan pemuda itu, pelan-pelan diangkatnya kepalanya. Mata cokelat Lucy membulat sempurna saat bertemu dengan sepasang mata milik pemuda itu.

"Hei! Lama tak bertemu!"

To Be Continue~

Bagaimana, minna? Jelek kah? Buruk kah? Mengerikan kah?

Silakan tumpahkan semua yang readers ingin katakan ke kotak review. Kritik, saran, bahkan flame pun aku terima! Tapi untuk flame, tolong disertakan saran yang bisa membuatku menjadi lebih baik lagi! Jangan cuma kritikan yang nggak memberikan sugesti baik!

Karena aku habis UN, aku jadi nganggur di rumah. Jadi chappy 2 bakalan sebisanya cepat di-update! ^^

Satu lagi, aku minta maaf sekali lagi kalau alurnya ini kecepatan! Aku sendiri bingung kenapa bisa jadi kecepetan. Terlalu pendek? Chapter 2 akan lebih panjang!

Oh ya, ada yang tahu ketebak siapa yang akan jadi tunangan Lucy? Oya, untuk Akemi Shuichi, my weird editor, Jangan ikut nebak! Karena dia udah tau seluruh jalan ceritanya!

That's all from me! Jaa ne~