"Jaejoong, dia… istriku, hyung."

"Lantas?"

"Aku harap hyung menjaga jarak dengannya. Aku tidak ingin hal-hal yang tidak diinginkan terjadi."

"Kenapa? Kau takut media memberitakan hal buruk tentang kami?"

"…ya."

"Kau peduli pada Jaejoong, hubungan kalian, atau… dirimu sendiri?"

"…"

"Kau tidak bisa menjawab?"

"…"

"Kupikir jika media memberitakan kami, tidak buruk juga. Bagaimanapun juga Jaejoong seharusnya bersamaku, bukan bersamamu."

"Jaejoong, istriku."

"Istri yang tak kau anggap."

"Dia istriku."

"Kalau begitu, apa Boa bagimu?"

"…"

"Masih tidak bisa menjawab?"

"…"

"Sebagai putra mahkota, kau tidak bisa diandalkan. Masalah wanita saja kau seperti ini. Urusan Negara kau abaikan. Kalau seperti ini terus, aku tidak akan segan untuk mengambil hak ku lagi―"

"…"

"Termasuk Jaejoong."

~o~0~o~0~o~

_The Hidden Princess_

_YunJae

Fanfiction_

[GS]

_Romance

Drama_

_T_

Hye Fye—

.

~o~0~o~0~o~

Konyol. Media massa itu sungguh konyol.

Bagaimana mungkin mereka memberitakan Jaejoong dan Kangta menjalin hubungan? Sepertinya media melakukan apapun untuk mendapatkan berita agar media mereka laris di pasaran. Termasuk memberitakan omong kosong tentang hubungan Kangta dan Jaejoong.

Jaejoong menghela napas setelah membaca surat kabar. Sejujurnya ia sangat heran, mengapa media selalu mengincar Jaejoong? Jaejoong bisa memaklumi jika itu terjadi beberapa tahun lalu, tapi sekarang? Jaejoong sungguh tidak habis pikir.

Selama ini Jaejoong memang dekat―ralat, sangat dekat dengan Kangta. Tapi kedekatan mereka hanya sebatas kakak ipar dan adik ipar, tidak lebih. Jaejoong menyandarkan tubuhnya pada sofa, ia menatap langit-langit kamarnya. Apa Jaejoong memang tidak pantas menjadi bagian dari kerajaan? Kenapa media masa itu selalu menjatuhkannya?

Jaejoong memijat pangkal hidungnya. Ia memejamkan mata dan mengigit bibirnya. Sakit. Jika sampai saat ini apa yang telah Jaejoong lakukan merupakan kesia-siaan, sangat menyakitkan bagi Jaejoong. Selama beberapa tahun ini Jaejoong selalu berusaha melakukan yang terbaik. Ia mengikuti setiap tatakrama di kerajaan, menjalankan tugas dengan tidak pernah mengeluh, bahkan ia rela tidak menyenth kuas dan kanvas untuk waktu yang cukup lama.

Jajeoong memang telah melakukan sesuatu agar tidak terjadi pergolakan, seperti beberapa tahun lalu. Jaejoong akui itu tidak cukup, terlebih hanya dirinya yang tahu alasan mengapa ia sampai berulah.

Jaejoong ingin mengeluh. Ia lelah. Ia lelah jika terus dijadikan sasaran media, tapi Jaejoong tidak dapat melakukan apapun. Media lebih kuat dibandingkan dengan dirinya. Dia hanya seorang Kim Jaejoong. Tidak akan ada yang percaya padanya jika ia berkata jujur.

Sejak pemberitaan hubungannya dan Kangta, kembali Jaejoong dipandang rendah oleh pihak kerajaan. Tak jarang Jaejoong mendengar para dayang dan pengawal mencibirnya dan mengatakan hal yang tidak-tidak.

Memang sejak pemberitaan itu, pihak kerajaan belum bertindak apapun. Pihak kerajaan masih menunggu reaksi media masa akan kelanjutan pemberitaan itu. Sampai minggu ke dua ini, pemberitaan itu semakin menjadi. Terlebih mereka mengungkit-ungkit awal pertemuan Jaejoong dan Kangta.

Yang lebih membuat Jaejoong sakit adalah ketika salah satu media menyebut dirinya sebagai wanita penggoda. Mereka menyebutkan dalam pemberitaan, Jaejoong merupakan wanita nakal yang menggoda kakak iparnya sendiri. Begitu banyak keburukan yang dibuat oleh salah satu media. Namun Jaejoong hanya mampu terdiam. Tentunya ia tidak dapat melakukan apapun.

Jaejoong menunggu perintah dan keputusan raja dan ratu.

KLEK

Jaejoong membuka matanya ketika mendengar suara pintu yang terbuka dan ditutup kembali. Jaejoong tersenyum lemah ketika mendapati Tiffany menghamipirinya. Jajeoong membenarkan posisi duduknya.

"Yang mulia," hormat Tiffany, "Anda dipanggil yang mulia raja dan ratu."

Jaejoong mendengus. Jaejoong dapat menebaknya, raja dan ratu pasti akan membahas masalah dirinya dan Kangta. Jaejoong beranjak dan berjalan melewati Tiffany tanpa berkata apapun.

Tiffany mengerjap heran. Tidak biasanya Jaejoong seperti itu. Meski kebinggungan melandanya, namun Tiffany lebih memilih mengikuti Jajeoong. Masih banyak waktu untuk bertanya pada Jaejoong. Yang terpenting saat ini adalah mendampingi Jaejoong.

The Hidden Princess―

Terpaku. Itulah yang terjadi pada Jaejoong, Yunho, dan Kangta. Mereka terpaku akan keputusan raja dan ratu dalam mengatasi permasalahan Jaejoong dan Kangta. Ketiga orang itu tidak dapat berkata apapun, bahkan hanya untuk membantah.

Jejoong meremas tangannya gelisah, sedangkan Yunho terdiam dengan ekspresi dinginnya. Kangta sendiri menatap pada Jaejoong dengan cemas. Sangat ingin Kangta menghampiri Jaejoong yang duduk disebrangnya, namun ia masih memiliki etika. Ia tidak bisa begitu saja menghampiri Jaejoong. Jika ia nekat, maka raja dan ratu akan curiga padanya.

Mata Kangta beralih pada Yunho. Kangta menatap tidak suka. Bahkan disaat seperti ini, Yunho masih bisa bersikap dingin. Sejujurnya walaupun mereka saudara kandung, sampai saat ini Kangta masih kesulitan menebak tindakan Yunho selama ini.

Kangta tidak tahu apa yang berada dalam pikiran Yunho ketika mendengar keputusan dari raja dan ratu. Meski sekilas ia melihat raut terpaku dan terkejut, namun dengan segera rautnya kembali dingin. Meski Yunho terlihat tidak peduli pada Jaejoong, namun terkadang Kangta dapat melihat kilat peduli di mata Yunho.

Kilat mata yang menunjukkan Yunho telah mulai peduli pada Jaejoong.

Namun sepertinya Yunho masih belum bisa melupakan Boa. Kangta berdecih. Masih menginginkan Boa, tapi menginggat pembicaraan mereka beberapa waktu lalu… Yunho seperti tidak ingin kehilangan Jaejoong. Egois.

"Tidak ada penolakan."

Perintah mutlak sang ratu membuat Jaejoong menundukkan kepalannya.

Jajeoong sangat gelisah. Keputusan itu tentu tidak akan membebaninya jika saja Yunho memiliki perasaan yang sama padanya. Tapi saat ini Yunho masih bersikap acuh padanya. Jajeoong tidak tahu harus berbuat apa. Selain itu mengapa harus sekarang? Mengapa disaat Yunho menjauhinya, menghindarinya? Jaejoong tidak akan bisa bersikap biasa ketika hari itu tiba.

"Hal ini kami lakukan juga demi kerajaan."

Ya, tanpa berkatapun Jaejoong tahu apa yang dilakukan dan yang menjadi keputusan merupakan pengorbanan untuk kerajaan. Mengorbankan perasaan Jaejoong tentu tidak akan masalah bagi kerajaan, kan? Lagipula selama ini kerajaan melakukan apapun tanpa melibatkan perasaan Jaejoong. Tentu saja, bukankah sampai saat ini Jaejoong masih orang luar? Perasaan Jaejoong bukanlah apa-apa dibanding kerajaan.

Jaejoong tersenyum miris.

"Dan ini permintaan kami sebagai mertua. Ayah dan ibumu, Jaejoong."

DEG

Jaejoong sontak menatap sang raja. Jantung Jaejoong berdetak, matanya memancarkan keterkejutan.

Setelah bertahun-tahun… akhirnya Jaejoong dapat mendengar panggilan itu. Mata Jaejoong berkaca-kaca, menatap haru pada kedua orang yang akhirnya mengakui dirinya sebagai menantu. Anak mereka. Bolehkah, bolehkah Jaejoong menyubut panggilan itu mulai sekarang?

Dengan perasaan bahagia karena ucapan sang raja, Jaejoong tersenyum dan menjawab, "Saya tidak keberatan, yang mulia."

The Hidden Princess―

"Kau benar-benar akan melakukannya?"

Jajeoong menatap pada taman paviliun kediamnnya dan Yunho. Ia menghela napas mendengar pertanyaan itu. "Ya, bukankah hal itu termasuk kegunaanku di kerajaan ini? Aku tentunya tidak dapa menolak." Ujar Jaejoong dengan nada pasrah.

"Lalu bagaimana dengan Yunho?"

Jajeoong terdiam sesaat, sebelum ia menatap Kangta dan menjawab, "Dia tidak pernah memperdulikan perasaanku, maka akupun tidak akan peduli." Jawab Jaejoong dengan tangan yang terkepal erat.

Kangta menghela napas, "Kau membohongi dirimu sendiri. Kau sangat peduli pada Yunho." Kangta menatap Jaejoong serius, "Aku yakin hal ini tidak akan berjalan lancar, menginggat Yunho yang― kau tahu sendiri, masih memiliki perasaan pada― Boa."

Jaejoong terdiam. Ia tidak langsung membalas perkataan Kangta. Ia tahu, sangat tahu dengan apa yang dirasakan Yunho. Mana mungkin cinta pertama akan mudah dilupakan. Meski bertahun-tahun berlalu, tentu ingatan akan cinta pertama adalah yang paling melekat. Jaejoong mengerti perasaan Yunho, karena dirinyapun begitu. Yang membedakan adalah, Jaejoong bertepuk sebelah tangan pada cinta pertamanya.

"Jae…" panggil Kangta lirih. Tangan Kangta menyelimuti tangan Jaejoong yang mulai dingin karena udara. "Jae, walaupun perasaan Yunho pada―"

"Aku tahu, oppa." Potong Jaejoong, "Karena itulah… aku memiliki suatu rencana. Rencana yang sesungguhnya telah lama bersarang dalam otakku." Jaejoong terdiam sesaat, ia menatap Kangta serius, "Keputusan raja dan ratu merupakan keputasan yang tepat―menurutku―, dengan begitu, media tidak akan memberitakan hal buruk tentang kita."

Kangta meremas tangan Jajeoong, ia merasakan sebuah firasat buruk, "Katakan, rencanamu." Perintah Kangta.

Jaejoong menggeleng, "Hanya aku. Hanya aku dan Yunho yang akan terlibat dalam rencanaku. Dan kupastikan, Yunho tidak akan terganggu dengan rencanaku. Akupun menjamin, Yunho akan menerima rencanaku, tanpa harus terbebani."

Kangta semakin meremas tangan Jaejoong, "Tidak bisakah kau berbagi denganku?" pinta Kangta, pancaran matanya memaksa Jaejoong untuk memberitahukan rencana Jaejoong. Sungguh, Kangta mendapat sebuah firasat buruk.

Jaejoong bersikeras, "Tidak, aku tidak ingin melibatkan orang lain. Semua berita buruk yang terjadi berpusat padaku, karena diriku. Maka, biarkan aku untuk melakukannya. Aku akan baik-baik saja." Ujar Jaejoong dengan sebuah senyum diakhir kata.

Remasan tangan Kangta melemah, ia menghela napas menyerah. "Baiklah. Aku berharap apa yang kau rencanakan tidak akan memerburuk keadaan." Tangan Kangta beralih mengusap pipi Jajeoong, "Jika kau membutuhkan bantuan, datanglah padaku. Aku akan selalu ada untukmu." Tulus Kangta.

Jaejoong tersenyum. "Terimakasih, oppa."

~o~0~o~0~o~

Yunho menatap Kangta yang duduk dihadapannya dengan tenang, menikmati segelas kopi paginya.

Hari ini Yunho sedang tidak ada jadwal, ia jadi bisa bersantai. Awalnya Yunho berencana akan berjalan-jalan di sekitar istana, namun urung karena Kangta yang berkunjung. Sudah 15 sejak Kangta menikmati kopinya, namun tak jua Kangta memulai percakapan. Hal itu membuat Yunho merasa diabaikan.

"Sebenarnya ada apa hyung mengunjungiku pagi-pagi begini?" Tanya Yunho yang sudah tidak tahan dengan kesunyian diantara mereka.

Kangta tidak langsung menjawab, ia malah membuaka korannya.

Yunho menghela napas, "Hyung, kalau hanya ingin membaca Koran, lebih baik hyung lakukan di apartemenmu saja." Kesal Yunho.

Kangta masih tidak membalas, hal itu membuat Yunho semakin kesal. "Hyung―"

"Wah, berita pagi ini masih tentang aku dan Jaejoong." Seru Kangta tiba-tiba. Kangta membalikkan Koran itu, membuat Yunho dapat melihat topic apa yang dibicarakan dalam surat kabar itu. "Media itu lucu, ya. Disini tertulis aku dan Jaejoong menjalin hubungan dibelakangmu. Ckckc…" Kangta menunjukkan headline itu pada Yunho.

Mendengarnya, Yunho secara otomatis membaca headline itu. Ia berdecak, "Apa maumu sebenarnya, hyung?" Tanya Yunho tajam. "Beberapa hari lalu kau bertingkah seakan akan merebut Jaejoong dari KU! Sekarang kau tiba-tiba datang dan membahas omong kosong ini!" seru Yunho menahan amarah.

Tanpa kata Kangta melipat surat kabar itu, kemudian meletakkan surat kabar itu di meja. Kangta menatap Yunho serius."Apa kau menerimanya?" Tanya Kangta dengan tatapan menuntut.

Yunho mendengus, ia tahu maksud pertanyaan Yunho. "Tentu." Jawab Yunho pasti.

Kangta melipat tangannya angkuh, "Apa kau bisa? Hatimu saja masih dibayangi Boa." Ucap Kangta tajam.

"Kami suami-istri, hyung. Tentu hal itu merupakan kewajiban kami. Terlebih kami telah menikah." Yunho memalingkan wajahnya, "Mengenai hati. Aku pikir itu tidak penting." Lugas Yunho.

"Tidak penting?" geram Kangta, "Apa kau tidak memikirkan Jaejoong!"

Yunho menatap Kangta tajam, "Apa Jajeoong memikirkan perasaanku?" Tanya Yunho sengit.

Kangta balas menatap tajam Yunho, giginya bergemeletuk. "Yun, kau tidak bisa seperti ini." Ujar Kangta mencoba tenang, "Cobalah untuk menerima Jaejoong sepenuhnya. Bukankah Boa sudah melepaskanmu? Boa telah menyerahkanmu pada Jaejoong. Selain itu, kalau kalian masih seperti ini, media akan gencar―"

"Apa maumu sebenarnya, hyung? Kenapa kau berbicara berputar-putar seperti itu?" potong Yunho. Yunho tahu, bukan hal ini yang ingin disampaikan Kangta. Ada maksud lain atas kedatangan Kangta.

Kangta memenangkan emosinya, "Yun, aku meminta padamu. Aku ingin kau benar-benar membuka hatimu pada Jaejoong. Terimalah Jaejoong. Aku berharap kau memulainya hari ini, berikan ia perhatian. Ia… kesepian, Yun." Pinta Kangta tulus.

Yunho menatap curiga, "Kenapa? Apa hyung menyukai Jaejoong? Benar-benar menyukainya dalam arti yang sebenarnya?"

Kangta menggeleng, "Jaejoong adikku, seperti halnya dirimu. Aku― ada alasan yang tidak dapat kukatakan ―untuk saat ini." Kangta menepuk bahu Yunho, "Aku berkata seperti ini, agar kau tidak menyesal―suatu saat nanti."

"Apa yang akan kusesalkan?" tanya Yunho menelisik, "Kenapa kau berkata seakan aku akan menyesal suatu saat nanti? Aku yakinkan kau, hyung. Tidak akan pernah ada penyesalan dalam hidupku, selain penyesalanku karena menikah dengan Jaejoong dan membuat Boa lepas dariku."

Kangta memijat pelan pangkal hidungnya. Sangat sulit untuk meyakinkan adiknya. Padahal Kangta telah yakin, kalau Yunho sudah memiliki perasaan pada Jaejoong, walau sedikit. Dari rasa yang sedikit itu, Kangta yakin Jaejoong mampu membuat Yunho benar-benar berpaling padanya.

Tapi jika Yunho masih bersikeras dengan perasaannya pada Boa… ini akan sulit.

"Yun," panggil Kangta tenang, "Lupakanlah Boa. Terimalah Jaejoong, kupastikan kau akan lebih bahagia dengan Jaejoong." Pinta Kangta.

Yunho menegakkan tubuhnya dan menatap tajam Kangta, "Aku tidak mengerti ada apa denganmu, hyung. Yang jelas, tidak akan mudah bagiku untuk memberikan hatiku pada Jaejoong." Tegas Yunho dan melangkah bermaksud meninggalkan Kangta―

"Kau mulai memiliki perasaan itu pada Jaejoong, Yun."

―langkah Yunho terhenti karena ucapan Kangta.

Yunho berbalik menatap Kangta kembali, "Akan kubuang kalau itu benar." Setelah dengan tegas mengatakan itu, Yunho benar-benar meninggalkan Kangta.

"Kau akan menyesal, Yun. Itulah firasat buruk yang kurasakan dan… ramalannya tidak pernah meleset." Kangta beranjak dari duduknya, "Kedatanganku bukanlah tanpa alasan, Yun." Kangta meraih ponsel di saku celananya dan menghubungi seseorang,

"Siapkan semuanya."

~o~0~o~0~o~

Aku tidak tahu apa yang dibicarakan oleh Kim Jaejoong dan putra mahkota.

Aku tidak tidak begitu mendengar jelas.

Bukan maksudku menguping,

Hanya saja…

Selama beberapa tahun ini aku baru mendengar mereka bertengkar.

Bahkan aku sampai mendengar Kim Jaejoong berteriak tentang harga diri.

Selain itu, aku tidak tahu apa maksud dari luar negeri dan…

Laki-laki sewaan.

Aku sangat khawatir.

Ketika Kim Jaejoong keluar dari kamar putra mahkota.

Aku dengan jelas melihat air mata mengalir.

Sungguh, aku merasakan sebuah firasat buruk.

Kim Jaejoong,

Kumohon, kumohon, kumohon…

Hentikan apapun yang akan kau lakukan.

Kau telah mulai meraih kebahagiaanmu.

Jangan bertindak bodoh lagi.

Firasatku selama ini tidak pernah meleset.

Aku hanya mampu berdoa seperti yang kulakukan.

Semoga ini yang terakhir.

Terakhir kali sebuah firasat buruk menghampiriku.

Dan

Aku berharap setelah apapun yang akan terjadi nanti,

Kebahagiaan benar-benar kau raih.

~o~0~o~0~o~

Jaejoong menatap sungai di depannya dengan tenang.

Hari ini Jaejoong diizinkan untuk keluar istana, tanpa pengawal. Tentunya Jaejoong sangat bahagia. Jaejoong tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Sejak pagi ia telah berkeliling kota, ke taman bermain, ke café yang biasa ia kunjungi dulu, ke galeri seni tempat ia mengagumi karya mendiang kakeknya, dan ketempat-tempat lain yang menurut Jaejoong penuh kenangan.

Hingga pada pemberhentian terakhir, ia memutuskan untuk menatap sungai. sejujurnya Jaejoong sedikit kecewa, karena ketika ia menikmati hari bebasnya Jaejoong harus menyamar. Beruntung tidak ada yang mengenalinya. Padahal jaejoong hanya memakai syal, kacamata, dan topi untuk menutupi dirinya. Jaejoong keluar dengan pakaian casual.

Hari telah malam. Jaejoong memang diberi kebebasan sampai tengah malam oleh raja. Yah, walaupun bebas, tetap saja Jaejoong tahu kalau ada mata-mata yang mengamatinya. Jaejoong tidak mudah dibohongi. Beberapa kali ia melihat beberapa orang mencurigakan mengikutinya. Awalnya Jaejoong takut ketahuan, namun begitu ia mengenali salah satu dari orang-orang itu, Jaejoong malah merasa nyaman.

Setidaknya walau ia terlihat berjalan sendiri, namun kenyataanya dibelakangnya ada yang menemani, kan?

Jaejoong meminum kopinya dengan tenang, udara sangat dingin.

"Seandainya aku bisa terus seperti ini. Rasanya sangat menyenangkaaann~"

Jajeoong merentangkan tangannya ke langit malam. Meresapi udara malam yang berhembus lembut, menerbangkan beberapa helai rambut hitam Jaejoong.

"Kau tidak akan bisa sebebas ini, yang mulia."

Jaejoong tersentak ketika mendengar suara seorang wanita dari sampingnya. Jaejoong menurunkan lengannya dan menatap pada sisi kanannya. Mata Jaejoong terpaku begitu mendapati seorang wanita yang sangat ia kenal. Tersenyum padanya.

"Boa―shi…" sebut Jaejoong tidak percaya.

Boa― wanita itu mengangguk tanpa menghilangkan senyumnya, "Selamat malam, Jaejoong―shi." Salam Boa ramah.

Jaejoong tersenyum canggung, "A―ah, selamat malam." Balas Jaejoong.

Setelah saling memberi salam, keduanya terdiam cukup lama. Mereka menikmati udara malam dengan satu cup kopi di tangan mereka. Mereka berdua sama-sama menatap langit yang cerah.

"Aku tidak menyangka akan bertemu denganmu disini. Kupikir kau sedang sibuk mempersiapkan segala sesuatu untuk bulan madumu dengan―Yunho."

Boa berujar dengan tiba-tiba, membuat Jaejoong menatap Boa tidak nyaman. "Aku sudah mempersiapkan semuanya. Hari ini adalah hari bebasku sebelum pergi― bulan madu." Ungkap Jaejoong dengan mata yang kembali focus pada danau.

Bibir Boa tertarik, tersenyum. "Dulu, ketika kami bersama, kami berjanji akan pergi ke Paris. Bulan madu disana, ke Negara yang identik dengan romansa." Sebuah senyum pahit terlihat setelah Boa mengucapkannya.

"Maaf…"

Boa menatap Jaejoong yang meminta maaf padanya, "Kau tidak perlu meminta maaf. Itu masa lalu. Diantara kita tentunya tidak ingin hal ini terjadi kan?" Jaejoong balas menatapnya.

"Meski sampai saat ini aku belum menerima kenyataan ini, tapi aku mencobanya." Boa menghela napas dan menatap pada kopinya.

Jaejoong tersenyum geli, "Yah, bahkan matamu sampai membengkak."

Boa terkekeh, "Terlihat jelas, ya?" tanya Boa.

Jaejoong mengangguk, "Sangat jelas. Bahkan air matamu belum mengering." Jaejoong mengambil tisu dari tasnya dan memberikannya pada Boa.

Boa menerima tisu itu tanpa canggung, "Terimakasih. Hhh… tiga hari lamanya aku meningisi Yunho. Sejak konferensi pers kalian mengenai bulan madu dan hubunganmu dengan Kangta Oppa, aku selalu menagis setiap saat." Boa menghela napas.

"Aku salut padamu yang bisa bertahan dengan pemberitaan miring." Puji Boa.

Jajeoong mengusap tengkuknya, "Yah, kalau aku tidak dapat bertahan, mungkin sekarang aku sedang berada jauh dari tempat ini." Jaejoong beralih mengosokkan tangannya yang mulai mendingin.

Boa mengambil sesuatu dari tasnya, kemudian menyodorkannya pada Jaejoong. Dengan alis berkerut, Jaejoong bertanya, "Apa ini?"

Boa tersenyum dan meletakkan benda itu di pangkuan Jaejoong, "Dari Yunho." Ujar Boa dengan senyum yang dipaksakan. Jaejoong menatap tidak mengerti, "Untuk?" Tanya Jaejoong lagi.

Boa membuka kotak berwarna merah yang telapisi kain beludru, dan mengeluarkan isinya. Sebuah gelang dengan untaian kata yang membentuk kata 'Cassiopeia'. Boa membuka pengait gelang itu dan memakaikannya pada Jaejoong.

"Milikmu. Yunho tidak berani memberikannya padamu. Dulu." Jelas Boa seraya mengusap gelang itu.

Jaejoong menatap gelang yang ia yakini dari emas putih yang murni, "Dulu?"

Boa mengangguk, "Tadinya gelang ini akan Yunho berikan ketika hari penikahan kalian, tapi Yunho tidak bisa menyerahkannya."

"Kenapa?" jaejoong menatap Boa dalam, "Apa karena dirimu?"

Boa tersenyum dan mengangguk, "Salah satunya. Tapi alasan yang paling utama adalah karena ia malu menemuimu."

Mata Jaejoong mengerjap, kemudian menatap tidak percaya, "Ma―lu? Bagaimana bisa?"

Boa kini tertawa kecil, "Waktu itu kau sangat cantik. Aku bahkan sempat mengira kalau kau bidadari yang tersesat." Puji Boa. "Bukan hanya aku, akupun terkejut ketika Yunho―entah sadar atau tidak― memujimu bagai malaikat. Sangat cantik.." Kenang Boa.

Pipi Jaejoong tersipu mendengar cerita Boa. Jaejoong sungguh tidak menyangka, ternyata Yunho pernah memujinya seperti itu. Tidak pernah sekalipun Jaejoong mengharapkan pujian dari Yunho, tapi mendengar cerita Boa… bolehkah Jaejoong merasa bahagia karena pujian Yunho? Walaupun tidak langsung.

"Saat itu kupikir Yunho akan mudah berpaling dariku."

Jaejoong tersenyum pahit mendengarnya, "Tapi dia masih mencintaimu." Lirih Jaejoong.

Boa menatap Jaejoong, "Kau… mencintai Yunho?" tanya Boa hati-hati.

Jaejoong tidak menjawab 'ya' atau 'tidak', ia malah balas berucap, "Yunho mencintaimu." Ujar Jajeoong menatap Boa langsung.

Boa balas menatap, "Aku… seperti yang ku katakan dulu. Kuserahkan Yunho padamu. Denganku Yunho tidak akan bahagia. Tidak akan pernah, karena aku tidak bisa menjanjikan kebahagiaan padanya." Sendu Boa.

"Kenapa? Kau sempurna. Kau cantik, anggun, bangsawan, kau juga memiliki kelebihan dibidang musik dan tari. Aku kalah telak olehmu."

Mendengar pujian Jaejoong, Boa tersenyum lembut, "Tetapi aku tidak akan pernah bisa menjadi seorang wanita yang sempurna." Ucap Boa seraya menegakkan tubuhnya dan berdiri dihadapan Jaejoong.

Dahi Jaejoong berkerut tidak mengerti, "Apa maksudmu?"

Boa tidak menjawab, ia hanya tersenyum lembut. "Aku yakin, bersamamu Yunho akan bahagia." Boa meraih tangan Jaejoong dan meremasnya lembut, jaejoong menatap pada tangan

Boa. Mata Jaejoong terpaku pada lengan kiri Boa. Pergelangan tangan Boa diperban, bahkan samar-samar Jaejoong seperti melihat noda darah.

Berbagai perkiraan berputar di kepla Jaejoong. Melihat perban di lengan membuat Jaejoong berpikiran negative. Jaejoong mencurigai bahwa lengan Boa terluka. Luka karena percobaan bunuh diri. Jaejoong termenung dalam pikiran negatifnya smapai ia tidak begitu mendenger apa yang diucapkan Boa selanjutnya.

"Dan kau tidak perlu segan untuk menarik Yunho, karena aku baru menyadari bahwa ada seseorang yang selalu memperhatiku jauh sebelum Yunho. Aku akan belajar membalas dan mencintai pria itu."

Boa melepaskan tangan Jaejoong. "Aku berdoa untuk kebahagiaanmu dan― Yunho."

Jaejoong tersentak dari lamunanya kala Boa melepaskan tangannya. Dengan segera Jaejoong menatap Boa. Dan dapat Jaejoong lihat, meski tersenyum, Boa menangis dengan air mata yang berderai.

~o~0~o~0~o~

Perjalan masih cukup lama. Yunho yang bosan karena di pesawat itu hanya ada dirinya dan Jaejoong sebagai penumpang, memilih untuk membaca berita melalui beberapa situs.

Yunho membaca beberapa situs dengan objek yang sama semua. Jaejoong.

Dari beberapa situs, Yunho menemukan dua situs yang Yunho yakini merupakan hater Jaaejoonh. Sedakang tiga situs merupakan… bisa dikatakan fan Jaejoong. Yunho lebih tertarik membaca situs yang pro terhadap Jaejoong. Dari situs tersebut, Yunho dapat mengetahui sisi lain dari istrinya itu.

Sesekali Yunho tersenyum kala melihat gambar atau isi artikel. Tidak menyangka, membaca situs atau mungkin lebih tepat disebut blog, lebih mengasikkan daripada membaca surat kabar. Ada kalanya Yunho tertawa membaca komentar-komentar dari pembaca blog tersebut.

Sampai sebuat tulisan membuat Yunho terdiam. Tulisan itu menceritakan kejadian bebrapa tahun lalu. Kejadian dipanti asuhan. Kenangan itu adalah kenangan yang tidak Yunho mampu lupakan sampai saat ini. Sejak hari itu, Yunho aku kalau ia terpesona pada Jaejoong, namun karena egonya yang tinggi, Yunho menepisnya.

Yunho mengalihkan perhatiannya pada Jaejoong yang tertidur disampingnya. Begitu damai. Sejujurnya Yunho sangat kagum pada Jaejoong. Berbagai masalah melanda Jaejoong, namun belum pernah Yunho melihat Jaejoong menangis. Mungkin jika Yunho ditanya siapa wanita paling tangguh dan tegar, dengan lantang Yunho akan menjawab: istrinya, Kim Jaejoong.

Istri…

Berbicara masalah itu, Yunho tersenyum miris. Tiga tahun, bahkan hampir empat tahun mereka menikah, belum pernah sekalipun mereka melakukan hubungan suami-istri.

Yunho teringat pada pertengkarannya dengan Jaejoong mengaenai bulan madu ini. Sejujurnya Yuho memang jijik pada Jaejoong, namun itu dulu. Dulu―dulu ketika awal-awal Jaejoong membuat masalah. Namun kini, Yunho tidak pernah menatap Jaejoong jijik ataupun wanita kotor.

Pemberitaan di artikel-artikel dan media masa yang menyebitkan bahwa Jaejoong ada badgirl dan merupakan wanita kotor, tidak ada yang mampu memberikan bukti nyata. Justru kenyataan Jaejoong masih suci. Belum tersentuh oleh siapapun, termasuk dirinya.

Yunho mengusap pipi Jaejoong, "Lembut." Kulit Jaejoong sangat lembut.

Yunho mentap setiap inci wajah Jaejoong, "Cantik." Puji Yunho.

Sadar atau tidak, Yunho mendekatkan wajahnya dan mengecup kening Jaejoong, "Istriku.." lirihnya setelah melepaskan kecupannya.

Yunho menyadarkan tubuhnya, tangannya kembali mengusap wajah Jaejoong. Tiba-tiba ia teringat akan pembicaraannya dengan Kangta. Apakah ia harus mengikuti Kangta? Menerima Jaejoong sepenuhnya? Mencintai Jaejoong dan membuang Boa?

Yunho menggeleng, "Aku masih mencintai Boa." Yunho menghela napas, "Tapi― Kangta Hyung benar. Aku memiliki perasaan itu. Aku selalu menyangkalnya karena… ketika aku menyadarinya, kau," yunho mengetuk dahi Jajeoong.

"Kau, Kim Jaejoong selalu membuat ulah yang membuatku meragukan perasaanku. Selain itu, tidakkah kau pernah sekali saja menunjukkan perasaanmu padaku? Kau selalu menerima apa yang kulakukan, kuperintahkan, bahkan kau menuruti semua apa yang diperintahkan raja dan ratu. Kau selalu menurut, terlalu penurut."

Yunho kembali mengusap wajah Jaejoong, kali ini sesekali ia mengecup pipi Jaejoong. "Aku tidak tahu bagaimana perasaanmu padaku. Aku takut kalau ternyata ketika aku mengungkapkan perasaanku, yang kudapatkan hanya kekecewaan."

Tangan Yunho bergerak ke bahu Jaejoong, memeluk Jaejoong. "Tapi hyung bilang kau kesepian. Kenapa? Kau tinggal di istana, tempat dimana semua orang menginginkannya. Semua yang kau inginkan bisa langsung terkabul. Kau bahkan memliki fans," Yunho tertawa ketika mengucapkan kata fans.

Yunho menyusupkan wajahnya ke leher Jaejoong, menghirup aroma khas Jaejoong. "Mengingat Kangta Hyung, sejujurnya kau tahu hubunganmu dengannya tidak seperti yang diberitakan media. Aku mengenal kakaku.."

Yunho memejamkan matanya tanpa melepaskan pelukannya pada Jaejoong, justru semakin mengeratkannya. Mmengingat pembicaraan kami waktu itu, mungkin aku akan mengikuti sarannya. Aku akan belajar benar-benar mencintaimu. Meski kau tidak memiliki perasaan yang sama denganku, akan kuusahakan agar kau memiliki perasaan yang sama padaku. Karena aku tahu, Kangta Hyung berkata seperti itu memiliki alasan kuat."

Mata Yunho yang terpejam membuat Yunho benar-benar mengantuk. Dan dengan gumaman terakhir sebelum jatuh terlelap, Yunho berakata seraya mengeratkan pelukannya pada Jaejoong,

"Mulai hari ini, aku akan memperlakukanmu sebagai istriku. Istriku yang sesuangguhnya."

~o~0~o~0~o~

ToBeContiue

~o~0~o~0~o~

Note: Chapter depan Yunjae bulan madu XD (kemungkinan menceritakan kemesraan YunJae :3)

saya berencana pindah ke WP, tapi ternyata WP ribet dan saya belum mengerti, masih berantakan pula. :(
saya sudah buat WP. saya menerima kritik dan saran, silahkan berkunjung jika berkenan:

Hyefye53. wordpress. com

Maaf kalau chapter ini mengecewakan. Sebenarnya chapter ini tidak ada dalam rencana, tapi jika langsung bulan madu kan aneh. Jadi yah, saya tulis awalannya dulu. Selain itu ada beberapa kalimat/ucapan yang berkaitan untuk chapter selanjutnya.

Saya harap tidak mengecewakan karena pendek dan ngaring, apalagi dengan update yang SELALUUU NGAREEETT dan TYPO tanpa ujung :p Hehhe…

Saya curhat tak apakan? :)

Tahun depan (beberapa jam lagi) saya bisa jadi update sangat lama, hal itu disebabkan karena Judul dan makalah saya ditolak. Saya harus mencari judul baru dan membuat makalah lagi. Selain itu saya juga harus magang, jadi waktu saya akan benar-benar tersita.

Terimakasih XD

Kalian bersedia membaca dan mereview. Saya sangat suka membaca review kalian XD

Terimakasih juga karena kalian telah setia menantikan fic yang update-nya serasa seabad (mungkin) hahha…

Bisa saya katakan kalian pembaca setia karena bertahan dengan fic macam ini :D hehehe

Setia menunggu kelanjutan fic ini~

HAPPY NEW YEAR!

WELCOME, 2014 XD

Aa… saya sudah tua ternyata

Di tahun 2014 nanti, usia saya (mungkin) sudah tidak pantas untuk berfangirl ria layaknya remaja tanggung :(

Sampai jumpa tahun depan XD

Sampai jumpa di chapter selanjutnya (entah kapan~).