Akhir kata, selamat membaca.

Here We Go.

Disclaimer : Naruto milik Kishimoto sensei

Pairing : SasuFemNaru

Rated : T

Genre : Hurt comfort, Family, Angst, Romance

Warning : OOC, gender switch, typo (s), alur cerita cepat, tema pasaran

Note : dilarang copy paste sebagian ataupun keseluruhan isi fict ini maupun fict milik saya lainnya!

Love You Until My Last Breath

Chapter 1 : Decision

By : Fuyutsuki Hikari

"Sasuke!" panggil seorang gadis pirang, berkulit putih dengan bola mata berwarna sapphire, dengan lantang memanggil nama kekasihnya yang dengan acuh berjalan meninggalkannya menuju ke tempat audisi model. "Arghhhh..." Teriak Naruto karena terjatuh dengan keras.

Sasuke berbalik, dengan cepat dia berlari menuju Naruto yang meringis kesakitan. "Kamu baik-baik saja, Dobe?" tanyanya khawatir, Sasuke berjongkok membantu Naruto untuk berdiri.

"Sepertinya kaki-ku terkilir." Jawab Naruto seraya memegang pergelangan kaki kanannya.

"Naik ke punggungku!" perintah Sasuke tegas.

"Tidak perlu, Teme." Tolak Naruto halus. "Lebih baik kamu segera bergegas, aku takut kamu akan terlambat karena aku." Gadis itu menggeleng pelan, masih memegangi pergelangan kakinya yang berdenyut sakit.

"Ck, jangan bodoh! Aku tidak mungkin meninggalkan kekasihku di tengah jalan seperti ini."

"Tapi-"

"Naik!" perintah Sasuke lebih tegas. Setengah enggan, Naruto merayap naik ke atas punggung Sasuke dan mengalungkan kedua tangan di lehernya.

"Gomen," kata Naruto lirih. Ia membenamkan wajahnya di pundak kekasihnya itu.

"Hn."

"Aku selalu merepotkanmu."

"Itu resiko yang harus aku tanggung karena mencintai seorang Dobe sepertimu." Jawab Sasuke datar dengan senyum tipis.

Kening Naruto berkedut kesal dan menjawab pernyataannya dengan ketus. "Kamu seharusnya bersyukur, karena hanya aku yang bisa menghadapi orang menyebalkan sepertimu."

"Hn," jawab Sasuke dengan seringaian yang bertambah lebar.

Hubungan mereka dimulai sejak mereka masih duduk di bangku kelas dua SMA. Diawali dengan persaingan dan pertengkaran kecil yang selalu saja terjadi jika mereka berdua bertemu muka. Dan entah sejak kapan, semua itu berubah menjadi cinta. Hingga akhirnya mereka mulai jujur dengan perasaan mereka masing-masing dan terus menjalin hubungan itu hingga kini, saat usia mereka nyaris dua puluh satu tahun.

"Akhir-akhir ini kamu sering sekali jatuh, Dobe. Selain itu kamu juga sering pusing kan?" tanya Sasuke lebih menyerupsi pernyataan, seraya berjalan pelan dengan Naruto yang berada di atas punggungnya.

"Aku sudah ke rumah sakit, hari ini aku akan mengambil hasil testnya."Jawab Naruto.

"Apa ada yang serius? Kenapa harus menunggu satu minggu hanya untuk suatu test?" tanya Sasuke lagi tanpa menyembunyikan rasa cemasnya.

"Entahlah," jawab Naruto mengangkat bahu. "Aku yakin, ini hanya karena minus mataku bertambah. Tidak perlu khawatir."

"Tapi hari ini aku tidak bisa mengantarmu ke rumah sakit," sahut Sasuke merasa bersalah.

"Tidak apa-apa, berikan aku hasil terbaik untuk audisimu nanti. Jika berhasil, aku akan memaafkanmu."

"Hn."

Belakangan ini, Naruto memang merasa ada sesuatu yang salah pada tubuhnya. Pandangan matanya sering kabur secara tiba-tiba. Selain itu, beberapa kali anggota tubuhnya tidak merespon perintah dari otaknya, terutama bagian kaki hingga dia sering jatuh akhir-akhir ini. Naruto pun sering sekali pusing hingga menyebabkan dia pingsan. Satu minggu yang lalu dia memeriksakan diri ke rumah sakit. Dan dokter yang menanganinya menyarankan Naruto untuk di periksa pada bagian kepalanya secara serius.

Dia tidak mengatakan pada Sasuke jika pemeriksaannya minggu kemarin melalui beberapa tahap, yaitu CT scan tulang tengkorak, USG mata juga MRI kepala. Dia takut Sasuke khawatir dan mengganggu konsentrasinya untuk audisi model hari ini. Jadi Naruto menyembunyikan semua itu darinya.

Hingga akhirnya di sinilah dia berada, dalam suatu ruang praktek bercat putih, dengan bau obat yang begitu menusuk. Seorang dokter wanita berusia separuh baya dengan rambut blonde memeriksa hasil laporan kesehatan Naruto dengan seksama. Beberapa kali keningnya berkerut, menyebabkan Naruto tidak tenang karenanya.

Tsunade, nama dokter itu menutup berkas di tangannya dan menatap Naruto lurus. "Bisakah aku bertemu dengan orang tuamu?" tanya Tsunade dengan nada serius.

Naruto menggeleng dan menjawab lirih, sementara kedua tangannya dia lipat diatas pangkuannya. "Tidak bisa dokter, kedua orang tuaku telah lama meninggal dunia."

"Maaf," tukas Tsunade simpati. "Apa ada keluarga yang lain?" tanyanya lagi.

"Saya memiliki seorang kakak laki-laki, tapi dia tinggal di London. Sebenarnya ada apa dokter? Anda dapat mengatakannya pada saya."

Tsunade menghembuskan napasnya dengan keras sebelum akhirnya menyampaikan hasil kesehatan Naruto. "Dari hasil pemeriksaan, kami menemukan 'Melanoma Koroid' padamu."

Naruto mengernyit tidak mengerti. "Apa itu dokter?"

"Melanoma Koroid adalah tumor pada lapisan koroid mata. Dan jika sudah berubah menjadi kanker, bisa sangat agresif dan dengan cepat menyebar."

"Bagaimana bisa dokter?" tanya Naruto lemah. Tubuhnya seolah kehabisan tenaga saat ini.

"Biasanya ini terjadi pada orang-orang dengan kulit putih dan memiliki iris bermata biru, karena pemaparan sinar matahari yang terlalu berlebihan." Jelas Tsunade dengan bahasa yang mudah untuk dicerna.

"Apa bisa disembuhkan?" Naruto bertanya penuh harap.

"Kita bisa mencoba untuk operasi, tapi kemungkinan berhasilnya hanya lima persen."

"Bagaimana jika aku tidak mau dioperasi?"

"Kamu akan mengalami kebutaan secara perlahan, selain itu, tumor bisa menyebar ke orbita atau rongga mata, juga ke tempat lainnya melalui pembuluh darah, dan hal itu bisa menyebabkan kematian."

Naruto terdiam, berharap jika semua ini hanya sebuah mimpi buruk untuknya. "Apa ada cara pengobatan yang lain?" Tanya Naruto lagi.

"Sementara ini kita bisa melakukan laser dan terapi penyinaran dan lihat perkembangannya. Tapi aku sarankan untuk melakukan operasi, dan kita harus segera melakukannya."

"Bagaimana jika operasinya gagal?"

"Seketika itu, kamu akan buta secara permanen."

"Kalau begitu aku tidak mau dioperasi, berikan aku pengobatan yang lain! Jawab Naruto dengan suara bergetar.

Naruto berjalan pulang dengan langkah goyah, air matanya turun. Dalam pikirannya dia merasa bingung. 'Apa yang harus kukatakan pada Sasuke?' pikirnya dalam hati.

.

.

.

Keesokan harinya, Naruto meminta Sasuke untuk datang ke apartemen miliknya. Sepanjang malam dia terus berpikir, karena bagaimanapun dia harus mengambil keputusan terbaik, demi masa depan Sasuke.

"Bagaimana audisimu?" tanya Naruto saat Sasuke tiba di apartementnya sore ini dan duduk dengan nyaman di sebuah sofa putih panjang di ruang tamu.

"Lancar," jawab Sasuke singkat.

"Baguslah." Sahut Naruto datar hingga Sasuke mengernyit karenanya. Selama ini, Naruto adalah orang yang selalu memberikannya dukungan untuk meraih cita-citanya sebagai model papan atas. Dan audisi kemarin adalah langkah awal untuk Sasuke meraih impian tersebut.

Keheningan diantara keduanya begitu menyiksa Naruto. Hingga dia mendapatkan kembali suaranya yang tercekat di tenggorokan. Dan dengan susah payah dia bicara. "Sasuke..."

"Hn."

"Kita akhiri saja hubungan kita." Tukas Naruto dengan nada suara senormal mungkin.

"Apa maksudmu, Dobe?" tanya Sasuke tajam.

"Aku sudah berpikir lama dan aku rasa hubungan kita tidak akan berhasil. Jadi lebih baik kita akhiri saja." Sahut Naruto tanpa mampu menatap mata Sasuke.

"Jangan main-main!" desis Sasuke menahan marah yang kini bergolak dalam dirinya. "Lihat mataku, Narutod! Katakan jika kamu tidak mencintaiku." Lanjutnya dengan nada lirih.

Sekuat tenaga Naruto memfokuskan diri untuk menatap Sasuke. "Aku tidak mencintaimu lagi, Sasuke. Aku harus memikirkan masa depanku juga bukan? Aku ingin bersama seseorang dengan kehidupan yang mapan. Dan pilihanmu untuk menjadi seorang model, tidak bisa menjamin masa depanku nanti."

"Maksudmu apa, Naruto?" teriak Sasuke. Ia berdiri dengan amarah yang begitu nyata di kedua bola mata onyxnya. "Selama ini kamu yang selalu meyakinkanku untuk meraih mimpiku. Dan sekarang kenapa kamu mengatakan hal yang begitu menggelikan?"

"Aku bisa berubah." Jawab Naruto setengah berbisik.

Sasuke berlutut di depan Naruto dan menggenggam kedua tangannya erat. "Aku pasti berhasil, kamu hanya perlu bersabar. Hari ini aku berhasil masuk ke putaran audisi berikutnya, a-"

"Tapi berapa lama aku harus menunggu Suke?" tanya Naruto seraya menghempas tangan Sasuke. "Aku ingin kepastian, aku sudah bosan menunggu." Lanjutnya lagi dengan sinis.

"Begitu? Jadi ini wajah aslimu, Naruto? Kukira kamu berbeda, ternyata kamu sama saja dengan wanita lainnya! Kamu hanya menginginkan harta, kamu hanya melihatku berdasarkan nama keluargaku. Iya kan?" teriaknya lagi. "Kamu ingin aku melupakan cita-citaku dan menerima jabatan penting sebagai salah satu penerus Uchiha corp. Iya kan?"

Naruto hanya terdiam, mulutnya sudah tidak mampu lagi mengatakan kebohongan lain untuk menyakiti hati Sasuke.

"Baik, jika itu maumu. Hubungan kita berakhir sampai di sini dan jangan pernah kamu memperlihatkan wajahmu di hadapanku lagi! Aku akan membuatmu menyesal, karena aku pasti bisa berhasil menjadi model terkenal dan kaya raya karenanya tanpa harus ada campur tangan keluargaku." Setelah berbicara seperti itu, Sasuke berjalan keluar dan membanting pintu dengan keras. Dia marah karena rasa sakit yang begitu dalam pada hatinya. Perasaannya hancur berkeping-keping, dia sama sekali tidak menyangka jika Narutonya tidak berbeda dengan wanita lain yang selama ini mengejar-ngejar dirinya.

Selepas kepergian Sasuke, tangis Naruto pecah. Air mata yang ditahannya dari tadi keluar tanpa bisa dia bendung. Hatinya saat ini bahkan terasa lebih sakit karena harus menyakiti hati Sasuke seperti ini. "Aku melakukan ini karena aku sangat mencintaimu, Sasuke. Aku tidak mau menjadi penghalang cita-citamu. Aku hanya akan menjadi seorang buta yang tak berdaya. Aku tidak mau kamu terpuruk saat aku tiada. Biarlah kamu membenciku jika itu bisa membuatmu kuat untuk bertahan. Aku mencintaimu, aku mencintaimu hingga tarikan napas terakhirku."

.

.

.

TBC