Ok, fict ini author special-kan untuk Deshe Lusi. Hai Lusi, nih akhirnya nee-san dapet ilham baru untuk pairing SasuFemNaru. Fuyu harap kamu suka, adikku (:

Cerita ini terinspirasi dari lagunya Bruno Mars yang berjudul 'When I Was Your Man'.

Akhir kata, selamat membaca.

Here We Go.

Disclaimer : Naruto belongs to Kishimoto sensei

Pairing : SasuFemNaru

Rated : T

Warning : OOC, hal2 gaje, alur kecepetan, gender switch, typo(s), etc

Note : dilarang copy paste sebagian ataupun keseluruhan isi fict ini maupun fict milik saya lainnya!

The Mess I Made

By : Fuyutsuki Hikari

"Jadilah kekasihku!" hanya itu yang dikatakan Sasuke pada Naruto. Saat itu keduanya masih duduk di kelas 2 SMA. Tidak ada pernyataan cinta, suka, maupun sayang dari mulut Sasuke. Boleh dibilang pernyataan Sasuke ini sama sekali tidak romantis, bahkan berkesan dingin dan to the point. Yah, bagaimana lagi. Sasuke memang dikenal sebagai pangeran es. Seringkali dia menolak pernyataan cinta siswi yang lain hanya dengan tatapan dingin dan meremehkan. Karena itu, Naruto hanya bisa menatap tak percaya pada Sasuke, yang baru saja meminta dirinya untuk jadi kekasihnya.

Tapi hal itu tetap tidak mengurangi rasa bahagia pada diri Naruto. Perasaannya membuncah senang, bagaimanapun dirinya mengira jika perasaannya pada Sasuke selama setahun belakangan ini hanya bertepuk sebelah tangan.

Saat itu, Naruto hanya siswi SMA sederhana. Cantik memang, tapi masih banyak yang jauh lebih cantik darinya. Tapi ada satu hal yang tidak diketahuinya, senyumnya, senyumannya itulah yang mampu melumerkan hati setiap orang yang melihatnya.

Sementara Sasuke, dia merupakan siswa populer, dengan perawakan tinggi, kulit putih, bola mata onyx dan rambut raven. Bukan hanya prestasi pelajarannya saja yang membuatnya disukai, tapi suara merdunya yang menurut para siswi begitu seksi membuatnya memiliki banyak penggemar yang rela mengantri, walau hanya untuk sekedar mengagumi sosoknya dari jauh.

"Jadi bagaimana Dobe?" tanya Sasuke lagi yang mulai agak kesal, karena Naruto sama sekali tidak memberikan tanggapan pada pernyataannya.

Naruto tersenyum kecil, mencoba mengerti dan memahami pribadi Sasuke yang memang seperti itu. Sasuke bukan tipe pria romantis, jadi yang dilakukannya saat ini bisa dibilang sangat mencerminkan dirinya. "Tentu," jawab Naruto singkat dan langsung disambut pelukan singkat dari Sasuke. Dan begitulah, semenjak siang itu mereka resmi menjadi sepasang kekasih. Mematahkan hati tiap wanita yang memang tergila-gila pada Sasuke, juga mematahkan impian tiap pria yang menyukai sifat ceria dan senyum manis Naruto.

Setelah menjalin hubungan selama hampir dua tahun mereka pun memutuskan untuk tinggal dalam satu apartemen yang sama, tapi walaupun begitu, mereka tetap memiliki kamar masing-masing. Hal itu bisa dilakukan karena keluarga Sasuke semuanya berada di Otto, sementara keluarga Naruto semuanya berada di Iwa.

Satu hal lagi tentang Sasuke, selain seorang mahasiswa, dia juga seorang penyanyi dan model yang sedang naik daun. Hal itu menjadikan waktunya bersama Naruto menjadi sangat sedikit. Tapi Naruto tidak pernah mengeluh. Lagi-lagi dia mencoba untuk mengerti akan keadaan Sasuke. Dan ini adalah tahun kedua mereka tinggal bersama.

Seperti malam ini, beberapa kali Naruto melirik ke jam dinding yang tergantung di dinding ruang makan. "Sudah jam sembilan, kenapa dia masih belum pulang?" tanyanya pada diri sendiri, setelah sudah hampir selama dua jam dia menunggu Sasuke pulang.

Naruto terus menunggu. Sebenarnya perutnya sudah sangat lapar, tapi dia ingin makan malam bersama Sasuke, untuk merayakan keberhasilan lagu baru pemuda itu yang berhasil merajai tangga lagu nasional selama empat minggu berturut-turut. Jadi diacuhkannya rasa lapar itu dan dirinya tetap setia menunggu kedatangan sang kekasih.

Bunyi bel pintu membangunkan Naruto dari tidurnya. Karena lelah menunggu, akhirnya dia tertidur di atas meja makan dengan kepala berbantalkan kedua tangan yang dia lipat di atas meja. Dengan tergesa Naruto berjalan ke pintu masuk dan melihat dari intercom, ternyata Shikamaru yang datang bersama Sasuke, tengah malam itu.

"Konbanwa, Naruto!" sapa Shikamaru yang dengan susah payah menopang tubuh Sasuke yang mabuk.

"Konbanwa, Shika!" jawab Naruto menatap sosok Sasuke. "Kenapa Sasuke mabuk seperti ini?" tanyanya seraya membantu Shikamaru membawa tubuh Sasuke hingga ke kamarnya.

Shikamaru membaringkan tubuh Sasuke di atas tempat tidur, sementara Naruto melepas kedua sepatu dan kaos kaki yang dikenakan Sasuke. "Tadi kami merayakan keberhasilan lagu baru Sasuke." Jelas Shikamaru memijit tengkuknya lelah.

"Begitu," sahut Naruto lirih. Dengan cepat raut sedih Naruto berganti menjadi senyuman yang dia alamatkan pada Shikamaru. "Terima kasih sudah membawanya pulang."

"Tidak masalah," jawab Shikamaru santai. "Kalau begitu aku pulang dulu. Jaa, Naruto." Katanya tanpa menunggu jawaban wanita muda itu. Shikamaru pun berbalik, melangkahkan kaki untuk keluar dari apartemen Naruto.

Perlahan Naruto menutup pintu dan menguncinya. Setelahnya dia berjalan menuju ruang makan, dan mulai membereskan makan malam yang dengan susah payah dia siapkan untuk Sasuke. Air mata yang sudah ditahannya sejak tadi keluarlah sudah. "Seharusnya kamu menghubungiku, Sasuke." Gumamnya setengah berbisik. "Setidaknya katakan jika kamu pulang terlambat." Naruto meremas dadanya, ia menangis dan terpuruk. "Apa aku akhiri saja semuanya?" tanya Naruto lebih pada dirinya sendiri.

.

.

.

Keesokan harinya, Sasuke terbangun menjelang pukul sembilan pagi dengan kepala yang agak berat. Dipaksakan kakinya melangkah ke dalam kamar mandi, dengan cepat dia mandi dan berpakaian. Setelah selesai, dia bergegas ke ruang makan. Dan di atas meja makan ternyata sudah tersedia sarapan khas barat untuknya, tidak lupa secarik memo yang ditulis Naruto untuknya.

Selamat untuk keberhasilanmu, maaf aku tidak membangunkanmu lebih pagi. Aku tidak tega, wajahmu terlihat sangat lelah. Di kulkas sudah aku siapkan jus tomat, aku juga membuat seceret kopi untukmu. Semoga harimu menyenangkan.

With love,

Naruto

Sasuke meremas memo itu dan membuangnya ke tempat sampah. Dia menuangkan air kopi ke dalam mug porselen kesayangannya dan duduk untuk menikmati sarapannya hari ini.

.

.

.

"Kamu baik-baik saja, Naruto?" tanya Hinata yang cemas melihat keadaan Naruto pagi ini yang terlihat pucat.

"Aku baik-baik saja." Jawab Naruto dengan senyum dipaksakan.

"Wajahmu pucat."

"Aku baik-baik saja Hinata, hanya sedikit stres. Bagaimana pun ujian sebentar lagi, kamu sendiri tidak merasa cemas?" jawab Naruto malah balik bertanya.

"Sebenarnya aku agak cemas, tapi aku yakin bisa melaluinya dengan baik." Hinata menjawab penuh percaya diri.

"Tentu, aku yakin kamu pasti bisa." Sahut Naruto optimis.

"Lalu, apa kamu mau datang bersama Sasuke ke pesta dansa nanti? Kamu akan datang kan?"

Naruto tersentak, dia baru ingat jika Sabtu malam nanti akan ada pesta dansa. "Aku lupa, lagipula aku belum mengajak Sasuke. Aku takut dia sibuk."

"Kalau begitu aku dan Kiba saja yang menjemputmu. Kamu kan sangat suka menari, sayang jika kamu tidak datang."

"Aku usahakan, jika Sasuke tidak bisa, aku akan datang bersama kalian." Jawab Naruto seraya tersenyum manis. Sementara Hinata hanya mengangguk setuju.

.

.

Malam harinya seperti biasa Naruto menunggu Sasuke pulang hingga akhirnya dia kembali tertidur di sofa karena lelah menunggu. Dilihatnya jam yang sudah menunjuk pukul tujuh pagi. Naruto beranjak dari sofa menuju kamar Sasuke, dan mendapati jika kamar tersebut masih dalam keadaan rapih. Itu berarti Sasuke tidak pulang malam itu. Naruto memeriksa telepon genggamnya, mendesah kecewa saat mendapati tidak ada satu pun email balasan maupun panggilan masuk dari Sasuke.

.

.

.

"Sasuke, apa kamu memberitahu Naruto jika kamu menginap di studio tadi malam?" tanya Kakashi.

"Tidak perlu," jawab Sasuke singkat sambil memeriksa hasil akhir rekamannya tadi

malam.

"Bagaimana kalau dia menunggumu semalaman?"

"Tidak mungkin." Sahut Sasuke keras kepala.

"Bagaimana kalau dia minta putus darimu?"

"Aku akan mendapat penggantinya dengan cepat."

Kakashi menggelengkan kepala. "Kamu yakin?"

"Hn."

"Aku hanya berharap kamu tidak menyesal." Setelah berkata seperti itu, Kakashi langsung melangkah pergi meninggalkan Sasuke yang masih sibuk, berkutat dengan pekerjaannya.

.

.

.

Hari-hari berganti dengan cepat, hingga akhirnya Naruto datang ke pesta dansa itu seorang diri. Sebenarnya dia masih sedih jika ingat penolakan Sasuke saat dia mengajaknya ke pesta dansa. "Aku sibuk Dobe, lagipula itu hanya pesta konyol. Tidak masalahkan jika kamu tidak datang." Jawab Sasuke dingin saat itu. Ucapan yang hingga kini masih terngiang-ngiang di telinga Naruto.

Dengan cepat Naruto membaur bersama yang lain di lantai dansa. Sejenak dia ingin melupakan masalahnya bersama Sasuke, membenamkan diri pada hentakan musik yang mengalun dengan keras malam ini. "Malam ini, biarkan aku berpesta!" teriaknya pada diri sendiri, sementara tubuhnya terus menari mengikuti alunan musik.

.

.

.

Waktu berjalan dengan cepat setelahnya. Hari ini adalah hari ulang tahun Sasuke. Naruto sudah merencanakan secara detail untuk memberi kejutan pada Sasuke dan pagi ini dengan sengaja dia menunggu Sasuke bangun.

"Hari ini pulang cepat yah." Pinta Naruto.

"Hn," hanya itu jawaban Sasuke. Begitu dingin dan tak acuh.

Naruto menahan tangan Sasuke saat dilihat kekasihnya itu hendak pergi keluar. "Lepaskan Dobe, aku sudah terlambat!" bentak Sasuke, tidak suka disentuh.

"Berjanjilah, kamu akan pulang cepat, Teme." Mohon Naruto dengan pandangan lurus pada iris onyx tersebut.

"Ok," jawab Sasuke singkat. Dengan cepat Naruto melepaskan tangannya dari pergelangan tangan Sasuke dan sekilas mencium pipi Sasuke mesra. "Hati-hati di jalan!"

"Hn."

.

.

.

Malam harinya Naruto kembali menunggu Sasuke dengan perasaan gembira. Bagaimana pun juga, tadi pagi Sasuke sudah berjanji untuk pulang cepat. Naruto sudah bersusah payah untuk menghias apartemen mereka, khusus untuk merayakan ulang tahun Sasuke hari ini. Cake sederhana sudah dia siapkan, beserta hadiah yang disembunyikannya dari Sasuke selama ini.

Naruto terus menunggu. Detik demi detik terus berlalu. Hingga pagi pun tiba, lagi-lagi gadis muda itu harus menelan kekecewaan. Sasuke tidak menepati janjinya.

Dengan air mata berderai ia membereskan semua hiasan yang dipasangnya kemarin. Dibuangnya cake ulang tahun itu ke tempat sampah, begitupun dengan makanan yang dia masak, semua berakhir di pembuangan sampah.

Dengan keras dia menghenyakkan diri di atas sofa, diraihnya remote TV dan dengan malas Naruto memindah-mindahkan chanel TV, hingga akhirnya dia menonton tayangan gosip seputar artis dan kebetulan saat ini mereka sedang membahas Sasuke.

Mata Naruto membulat sempurna saat melihat tayangan tersebut memperlihatkan Sasuke berjalan bergandengan tangan dengan model seksi berambut pink, masuk ke salah satu pub paling berkelas di Konoha.

"Sementara aku menunggumu semalam suntuk di sini, kamu malah bersenang-senang dengan wanita lain rupanya." Kata Naruto dengan suara bergetar menahan tangis. "Aku benar-benar bodoh, berpikir jika hubungan kita ini akan berhasil, ternyata aku salah."

Naruto mematikan TV dan beranjak ke dalam kamarnya. Diraihnya koper besar yang tersimpan di bawah tempat tidur, dengan tangis yang terus turun dari kedua sudut matanya, dia memasukkan semua pakaian miliknya dari dalam lemari ke dalam koper. Setelah merasa semua sudah lengkap, dia pun melangkah keluar kamar.

Dia berhenti tepat di ruang keluarga, dilepasnya cincin yang sudah melingkar di jari manisnya selama dua tahun dan ditinggalkannya sepucuk kertas bersama hadiah ulang tahun untuk Sasuke. Untuk terakhir kali, Naruto menoleh ke belakang. "Sayonara, Sasuke." Dan dia pun melangkah pergi tanpa menoleh ke belakang.

.

.

.

Sasuke pulang menjelang pukul delapan malam hari itu, bersama dengan Shikamaru, Neji, juga Kiba. "Kenapa rumahmu begitu sepi, Sas? Naruto mana?" tanya Kiba saat mereka masuk ke dalam apartemen Sasuke.

"Entahlah, mungkin ada tugas dari kampus." Jawab Sasuke begitu acuh.

"Aku rasa tidak begitu, lihat ini." Sahut Neji saat melihat secarik kertas, cincin dan sebuah kado kecil di atas meja di ruang keluarga yang merangkap sebagai ruang tamu dan juga ruang menonton.

Sasuke meraih kertas itu dan membacanya cepat.

Dear Sasuke,

Happy birthday Sasuke, ini kado kecil untukmu. Maaf telat, tapi aku harap kamu menyukainya. Bersama ini, aku juga mengembalikan cincin yang dulu kamu berikan padaku.

Maaf aku pergi seperti ini, jujur saja aku takut jika aku melihatmu maka pikiranku akan kembali berubah. Aku pergi Suke, aku sudah tidak sanggup bertahan dengan hubungan kita saat ini. Aku lelah, sudah sangat lelah.

Aku baik-baik saja saat kamu lupa hari jadi kita, aku juga baik-baik saja saat kamu lupa ulang tahunku, aku masih baik saat kamu tidak mau pergi ke pesta denganku, bahkan aku bertahan saat kamu memilih merayakan keberhasilanmu dengan teman-temanmu tanpa aku. Tapi kali ini, aku tidak bisa bertahan saat tahu kamu mengabaikan janjimu untuk pulang cepat padaku demi wanita lain.

Maaf Suke, aku hanya wanita biasa. Yang juga memiliki keterbatasan. Maaf jika selama ini aku menjadi penghalang dan penghambat jalanmu. Aku doakan kamu selalu bahagia. Terima kasih untuk semua waktu yang pernah kamu habiskan untukku.

Sayonara, Teme...

Naruto

Sasuke berlari ke kamar Naruto dan membuka lemari pakaian dengan kasar. Dirinya begitu terkejut saat mendapati lemari tersebut sudah kosong saat ini.

Shikamaru mengambil surat itu dari Sasuke. Setelah selesai membaca, dia memberikannya pada Neji dan Kiba. Keempatnya terdiam, membuat suasana ruangan itu hening seketika.

"Aku akan tanya Hinata, siapa tahu Naruto ada di rumahku saat ini." Neji melangkah keluar kamar Naruto dan menghubungi Hinata, yang memang satu rumah dengannya. Neji tinggal di rumah utama keluarga Hyuuga setelah ayahnya meninggal sepuluh tahun yang lalu. Dan memang, Naruto sangat dekat dengan Hinata. Jadi tidak heran jika beberapa kali Naruto menginap di rumahnya saat Sasuke sedang tour konser.

"Dia benar-benar pergi," kata Sasuke setengah berbisik. Saat ini dia duduk di tepian tempat tidur Naruto dengan kepala menunduk.

"Naruto pasti kembali, Sas. Saat ini dia hanya sedang marah." Kiba menepuk-nepuk pundak Sasuke, mencoba untuk menenangkannya.

Sementara itu Shikamaru terus mencoba menghubungi nomor telepon genggam Naruto, namun nihil. Telepon genggam gadis itu tidak aktif. Shikamaru menghembuskan napas keras, diliriknya Sasuke yang saat ini masih tertunduk dan memejamkan mata.

"Naruto tidak ada di rumahku," lapor Neji dari luar pintu kamar Naruto. "Hinata bilang hari ini Naruto tidak ke kampus." Tambahnya lagi membuat Sasuke semakin gelisah.

"Dia pasti kembali, Sas. Pasti." Kiba mencoba untuk menyemangati Sasuke lagi, walaupun dalam hati sebenarnya dia juga tidak yakin akan kemungkinan itu.

.

.

.

Waktu terus berlalu dengan cepat, hampir tiga tahun berlalu semenjak kepergian Naruto yang tanpa jejak. Saat ini, Sasuke dan yang lainnya sedang berkumpul di rumah baru Sasuke untuk merayakan keberhasilan lagunya, yang lagi-lagi meledak di pasaran.

Sasuke sengaja pindah rumah, karena berada di apartemen itu hanya memberikan kesedihan pada dirinya. Setiap kali dia melangkahkan kaki di dalam rumah, sosok Naruto terus terbayang jelas di pelupuk matanya.

Terkadang setiap kali dia memutar lagu kenangan mereka berdua, air matanya turun tanpa dia sadari. Setelah kepergian Naruto dia baru menyadari arti gadis itu dalam kehidupannya. Dalam empat tahun hubungan mereka, Sasuke sadar jika dia terlalu sibuk dengan urusannya. Tidak ada waktu yang dia sempatkan untuk kekasihnya, walau hanya sekedar untuk mengajaknya makan malam. Tidak pernah sekalipun dia memberi Naruto bunga, bahkan dia selalu melewatkan perayaan ulang tahunnya. Tapi selama itu, dia tidak pernah mendengar Naruto mengeluh.

"Hei, Sasuke. Kamu tidak mengajak si pinky itu kemari, hah?" tanya Kiba dengan mulut penuh makanan.

"Hn."

"Aku kira kalian pacaran?" timpal Neji menyeringai.

"Ih, apa bagusnya si pink itu? Dia hanya berdada besar saja, selebihnya nol besar." Sahut Kiba sambil melirik ke arah Shikamaru yang sudah terlelap dengan nyaman di sofa Sasuke. "Anak ini, dimana pun pasti tidur." Ujarnya dengan wajah ditekuk dalam.

"Aku dengar Naruto akan datang di pesta reuni tahun ini, aku sarankan kamu datang, Sas. Siapa tahu hubungan kalian bisa kembali membaik." Usul Neji.

"Siapa yang bilang dia akan datang?" tanya Sasuke dengan nada acuh, berbanding terbalik dengan perasaan gembira dan penuh minat di hatinya saat ini.

"Hinata yang bilang padaku, aku juga dengar sekarang Naruto bekerja di salah satu majalah fashion. Aku lupa nama majalahnya, jadi karena hal itu dia kembali menetap di Konoha sejak satu minggu yang lalu." Jawab Neji datar.

"Kenapa Hinata tidak mengatakan apa-apa padaku? Aku kan pacarnya, kenapa dia malah mengatakan itu padamu?" tanya Kiba tak percaya sementara Neji hanya mengangkat bahunya acuh.

"Aku usahakan datang," jawab Sasuke singkat.

.

.

.

Keesokan harinya dia langsung merubah semua jadwalnya dengan Kakashi, hingga memungkinkan dirinya untuk memnghadiri pesta reuni tahun ini.

"Kenapa mendadak sekali? Memangnya ada hal penting apa sampai kamu merubah jadwal konser dan membatalkan jadwal pemotretan di Hokkaido?" Kakashi mendengus keras pada Sasuke yang menyandarkan diri dengan nyaman pada kursi penumpang di mobil van miliknya.

"Sabtu malam nanti aku ada acara mendadak, jadi tolong atur agar aku bisa menghadirinya."

"Baiklah, terserah kamu saja." Kata Kakashi tanpa menutupi kekesalannya.

.

.

.

Sabtu malam pun datang dengan cepat, kedatangan Sasuke tentu saja menjadi pusat perhatian malam itu. Dirinya begitu tampan dengan setelan tuksedo hitam, menonjolkan kulit putih, mata onyx dan rambut ravennya. Dengan segera dia bergabung dengan teman-temannya.

Sasuke di daulat untuk menyumbangkan sebuah lagu untuk memeriahkan pesta malam ini. Bagi Sasuke itu bukan masalah besar, yang penting saat ini untuknya adalah Naruto.

Sesekali dia melayangkan pandangan ke arah pintu masuk Ballroom. Hingga akhirnya pandangan matanya menemukan sosok Naruto berjalan anggun. Dia menggunakan dress panjang semata kaki berwarna elektrik blue, iris sapphire-nya melayangkan pandangan ke seluruh penjuru Ballroom, rambut pirangnya dibuat kepang yang dia sampirkan ke bahu kanannya. Make up tipis Naruto menjadi penyempurna penampilannya malam ini.

Napas Sasuke tertahan, jantungnya seakan berhenti berdetak saat melihat ada sosok lain yang menggandeng tangan Naruto saat ini. Hatinya begitu sakit saat mendapati Naruto tersenyum begitu cantik pada pria berambut merah di sebelahnya.

Sasuke mengamati tiap pergerakan Naruto yang dengan anggun menyapa setiap teman lamanya.

"Sas, kamu baik-baik saja?" tanya Shikamaru, sementara pandangan Sasuke masih tertuju pada Naruto yang saat ini sedang berdansa dengan pria itu.

"Hn," jawab Sasuke singkat.

"Ck, merepotkan. Aku tidak tahu jika Gaara itu kekasih Naruto. Kalau saja aku tahu, aku pas-"

"Kamu kenal laki-laki itu?" potong Sasuke tajam, sementara Shikamaru hanya mengangguk.

"Dia adik Temari. Gaara, dia adik kekasihku." Jawab Shikamaru. Sasuke hanya terdiam mendengar penjelasan Shikamaru.

Sasuke tidak tahu, bagaimana dia sudah berada di atas panggung musik. Dia hanya mengingat dengan samar saat sang Mc memanggilnya naik untuk membawakan sebuah lagu. Dan disinilah dia berada, duduk di depan sebuah grand piano hitam. Sasuke menarik napas dalam dan mulai memainkan piano juga bernyanyi merdu.

Same bed, but it feels just a little bit bigger now

Our song on the radio, but it don't sound the same

When our friends talk about you all that it does is just tear me down

Cause my heart breaks a little when I hear your name

And it all just sound lik uh, uh, uh

Hmmm ... too young, too dumb to realize

That I should have bought you flowers and held your hand

Should have gave you all my hours when I had the chance

Take you to every party cause all you wanted to do was dance

Now my baby is dancing, but she's dancing with another man

Beberapa dari tamu yang hadir malam itu terdiam, menyadari untuk siapa lagu tersebut ditujukan. Sementara Naruto hanya menatap sosok Sasuke nanar, napasnya terasa berat saat ini. Dia sama sekali tidak menyangka jika hatinya ternyata masih bergetar saat melihat pria yang dulu pernah dicintainya.

Sasuke terus memainkan piano dan bernyanyi dengan penghayatan yang tulus dari dasar hatinya.

My pride, my ego, my needs and my selfish ways

Caused a good strong woman like you to walk out of my life

Now I never, never get to clean up the mess I made

And it haunts me every time I close my eyes

It all just sounds like uh, uh, uh, uh

Too young, too dumb to realize

That I should have bought you flowers and held your hand

Should have gave you all my hours when I had the chance

Take you to every party cause all you wanted to do was dance

Now my baby is dancing, but she's dancing with another man

Altough it hurts I'll be the first to say that I was wrong

Oh, I know I'm probably much too late

To try and apologize for my mistakes

But I just want you to know

I hope he buys you flowers, I hope he holds your hand

Give you all his hours when he has a chance

Take you to every party cause I remember how much you loved to dance

Do all the things I should have done when I was your man!

Do all the things I should have done when I was your man!

(Song by : Bruno Mars - When I Was Your Man)

Tepukan meriah menyambut Sasuke, sesaat setelah dia selesai membawakan lagu. Setiap orang yang tidak tahu, bergumam dengan kagum, mengatakan jika Sasuke membawakan lagu tersebut dengan penuh penghayatan dan sangat sesuai dengan predikatnya sebagai penyanyi profesional.

Sasuke hanya tersenyum tipis mendengarnya, dia langkahkan kakinya untuk keluar dari ballroom hotel mewah tersebut, seorang diri.

"Yang ingin kukatakan, telah kusampaikan." Gumamnya lirih, tanpa menyadari jika wanita yang dimaksud olehnya sedang menatap kepergiannya dengan beberapa bulir air mata yang jatuh dari kedua mata sapphirenya.

.

.

.

E.N.D