AN: Hai, Readers…! Cyaaz muncul dengan Fic Baru! :D

Sebenernya Fic ke 2 Cyaaz bukan ini, tapi karena Cyaaz tiba-tiba jenuh dan bosan dengan Fic Romance… Jadilah Fic ini…

Ide Fic ini sebenernya udah ada sejak 5 tahun lalu (bahkan ada draft-nya di laptop, yang udah sangat amat menjamur), karena waktu itu Cyaaz belum mengenal FF.

Sebenernya Cyaaz berencana untuk Update Fic ini bulan depan, tapi setelah dipikir2, sepertinya Update sekarang juga gak apa-apa. (salahkan sifat buruk Author yang tidak sabaran dan cepat bosan!). Selain itu, Cyaaz takut kalo Fic ini dibiarkan terlalu lama menjamur di Laptop, Cyaaz akan lupa dengan alurnya, sewaktu masih ditengah jalan. (Pengalaman dari Fic pertama).

Oya, kalau nanti ditemukan kemiripan konsep Fic ini dengan anime lain, harap maklumi. Karena Fic ini memang terinspirasi dari beberapa Anime. Waktu pertama kali dibuat dulu juga, Fic ini sebenernya bisa disebut sebagai FF di fandom lain. Tapi tentu saja Cyaaz udah merombak habis2an Draft Cyaaz. Semoga aja hasilnya bagus dan nggak ketauan kemiripannya dengan anime lain.

Semoga kalian menikmati Fic ini ya…

Cyaaz bener-bener gak yakin dengan Kualitas Fic ini.


Warning!

AU, Boring, Anime Adventure(?), OOC, Confusing, Hard Word(s), Typo(s), Etc…

Disclaimer: GS/D Bukan milik Cyaaz…

Selamat Membaca…


Dragon Knight: Lost in Aprilius

Chapter 01


Prologue…

Jauh di dalam sebuah hutan yang sangat lebat dan gelap, terdapat sebuah bangunan kastil tua berukuran besar yang berdiri dengan kokoh. Dinding kastil itu telah dipenuhi dengan lumut dan tanaman liar telah menjalar di mana-mana.

Kastil tua yang telah tidak terawat itu juga diselimuti oleh kabut tebal dan aura hitam yang pekat. Membuat bangunan kastil bergaya abad ke-10 tersebut terlihat sangat menyeramkan. Kastil itu memiliki beberapa menara kecil yang berjajar di kedua sisi bangunan, menghimpit sebuah menara utama di tengah-tengahnya. Sebuah menara utama yang besar dan tingginya melebihi menara-menara lainnya.

Di dalam salah satu ruangan yang ada di menara utama kastil tersebut, terlihat seorang pria berambut pirang tengah berdiri menghadap ke luar jendela. Wajah pria itu tidak dapat dikenali, karena ia mengenakan sebuah topeng berwarna putih yang menutupi bagian sekitar mata hingga hidungnya.

Pria itu tengah memperhatikan keadaan di sekitar bangunan tempat ia berada dengan seksama. Memperhatikan setiap tetes air hujan yang turun dengan derasnya, sekaligus mendengarkan suara gemuruh yang dihasilkan oleh petir yang menyambar tanpa henti.

Sesaat kemudian senyuman yang terkesan licik, tiba-tiba saja terukir di wajah pria itu. Disertai dengan aura gelap tipis yang muncul di sekeliling tubuhnya. "Sudah saatnya," gumamnya, "ZAFT akan mulai bergerak sekarang."

_…..-…._ Dragon ..- * -.. Knight _...-….._

Normal PoV

ORB – 2009 - March - 24

Seorang gadis remaja berambut pendek terlihat tengah mengendap-endap memasuki sebuah ruangan. Ia berjalan perlahan tanpa mengeluarkan suara, mendekati sebuah ranjang berukuran single yang ada di sudut ruangan tersebut.

Begitu gadis berambut pirang itu tiba di sisi ranjang, ia langsung memperhatikan sosok orang yang ada di hadapannya dengan seksama. Sosok seorang gadis yang beberapa tahun lebih tua dari dirinya, tengah tertidur pulas di bawah selimut tebal berwarna merah. Terlihat raut wajah gadis yang tertidur itu sangat damai dan tentram, mungkin ia tengah bermimpi indah saat ini.

Beberapa saat kemudian gadis remaja yang sejak tadi hanya berdiri di samping ranjang, mendekatkan kepalanya ke wajah gadis yang masih tertidur. Ia membuka mulutnya perlahan dan…

"KAKAK! AYO BANGUN!" teriak gadis berambut pirang itu.

Gadis yang tadinya tertidur dengan nyaman di ranjangnya, sontak terbangun dan langsung melompat kaget karena mendengar teriakan tadi. Jantung gadis itu berdebar kencang dan nafasnya juga tersengal-sengal. Ia langsung menoleh ke kiri dan ke kanan untuk mencari tahu apa yang baru saja terjadi.

Saat gadis itu menoleh ke kanan, ia mendapati sosok gadis remaja yang ia kenal tengah tersenyum nakal ke arahnya. "Stellar! Apa yang kau lakukan?" tanya gadis itu. "Jangan teriak seperti tadi! Kau membuatku hampir kena serangan jantung," ujarnya sambil mengelus dadanya. Masih terasa debaran jantung yang kencang, akibat ulah gadis remaja yang ia panggil "Stellar".

"Hahaha. Maaf…" Stellar menutupi mulutnya dengan kedua tangan. "Tapi cara tadi benar-benar ampuh untuk membangunkan Kakak."

Gadis yang dipanggil "kakak" oleh Stellar hanya mendengus, lalu ia menjitak kepala adiknya dengan sedikit keras. "Tetap saja tidak boleh!" serunya.

Stellar sempat merintih kesakitan, lalu ia mengerucutkan bibirnya sambil mengusap bagian kepalanya yang terasa sakit. "Iya, maaf…"

Terdengar suara helaan nafas panjang dari sang kakak. "Ya sudah, cepat mandi sana!"

Stellar mengangguk, lalu ia segera beranjak pergi dari kamar tersebut. Setelah sosok Stellar menghilang, sang kakak juga segera bangkit dari posisinya yang sejak tadi terduduk di ranjangnya. Ia menatap ke arah cermin yang ada di samping tempat tidurnya sejenak, sekedar untuk mengamati raut wajah dan penampilannya saat ini.

Gadis itu mengenakan piama berwarna ungu muda. Raut wajah dan sinar mata amber-nya masih terlihat lesu. Rambut pirangnya juga masih sedikit acak-acakan, terurai begitu saja hingga menyentuh bahunya. Setelah mengamati pantulan dirinya di cermin yang terlihat kacau, gadis itu mendesah pelan dan mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan.

Kemudian gadis bermata amber itu melepaskan pakaiannya satu per satu dan melemparnya begitu saja ke lantai. Ia mengambil selembar handuk yang tersampir di kursi riasnya, kemudian berjalan memasuki kamar mandi yang masih bagian dari kamarnya.

Beberapa menit kemudian gadis itu keluar dari kamar mandi, dengan sehelai handuk berwarna putih membalut tubuhnya. Ia membuka lemari pakaian miliknya, mengeluarkan seragam sekolahnya, lalu mulai mengenakannya satu per satu.

Sekali lagi, ia mengamati bayangan dirinya sendiri di cermin. Saat ini ia telah mengenakan seragam sekolahnya. Seragam sekolah yang terdiri dari kemeja lengan pendek berwarna putih, rok cokelat tua yang panjangnya hanya mencapai lututnya dan sebuah dasi berwarna hitam terpasang rapi di kerah bajunya.

"Yup, hari ini aku harus lebih bersemangat lagi!" gumam gadis itu kepada dirinya sendiri, sambil mengepalkan tangan kanannya dan mengangkatnya ke depan dada.

_…..-…._ Dragon ..- * -.. Knight _...-….._

Cagalli's PoV

Seperti biasa, hari ini aku datang ke sekolah lebih pagi dari kebanyakan murid-murid lain. Gedung sekolah yang megah, dan juga lorong-lorong sekolah yang aku lewati sekarang masih sepi dan sunyi.

Tanpa memperhatikan keadaan di sekitarku dengan seksama, aku terus melangkah ke ruang kelas 2-C di lantai tiga gedung ini. Sesampainya di kelas, aku menemukan seorang laki-laki berambut cokelat, yang sedang membersihkan papan tulis.

"Pagi, Kira!" sapaku saat memasuki ruang kelasku.

Laki-laki yang aku panggil tadi menoleh padaku, lalu ia tersenyum dan menjawab, "Pagi, Cagalli."

Aku tersenyum balik padanya, pada Kira Yamato yang merupakan teman sekelasku. Senyuman lembut yang baru saja ia berikan padaku, merupakan menu sarapan terbaik yang bisa mendongkrak semangatku hari ini.

"Aku kalah cepat lagi ya?" tanyaku sambil menaruh tas ranselku di atas meja, yang ada di deretan ke tiga.

"Hahaha, iya," jawab Kira. Ia sekarang menghampiri tempatku. "Bangun kesiangan?"

Aku menganggukkan kepalaku. "Ya, begitulah," aku melihat Kira tertawa kecil. "Untung saja Stellar membangunkanku," ujarku. "Walaupun dengan cara yang agak kasar," tambahku menggerutu.

Kira mengangkat alis matanya. "Memangnya apa yang dia lakukan kali ini?"

"Dia berteriak seperti orang gila, tepat di telingaku," jawabku, yang disambut oleh suara tawa Kira.

"Kurasa dia tahu, kalau itu adalah cara yang jitu untuk membangunkanmu," ujar Kira setelah ia tertawa.

Aku langsung merengut karena kesal, setelah mendengar komentar dari Kira. "Huh, kau dan anak nakal itu... Kalian berdua sama saja!" seruku, lalu memalingkan wajahku.

Sesaat kemudian, aku merasakan Kira sudah duduk di bangkunya yang tepat berada di depan bangkuku. Lalu aku merasakan sentuhan tangannya di kepalaku.

"Hey, ayolah… Jangan cemberut begitu!" Kira mengelus-elus kepalaku, seperti mengelus seekor anak kucing. "Wajahmu jadi makin jelek."

Aku melirik sedikit, untuk melihat wajah Kira dan mendapati ia sedang tersenyum manis ke arahku. Semoga saja sekarang pipiku tidak berubah warna.

"Ck, kau menyebalkan!" hanya itu kata-kata yang keluar dari mulutku.

Kira hanya tertawa, membuat jantungku berdebar agak lebih cepat dari biasanya. Hanya seorang Kira Yamato yang bisa membuatku merasakan hal ini. Merasakan sensasi aneh saat darah mengalir ke pipiku. Sensasi aneh saat jantungku tiba-tiba saja berdebar kencang. Sensasi kenyamanan yang aku rasakan setiap kali bersama dengannya.

Sejak kapan aku mulai merasakan sensasi semacam ini? Mungkin sejak kami sekelas beberapa bulan yang lalu? Mungkin sejak saat kami memasuki SMA yang sama? Atau mungkin bahkan sejak pertama kali aku bertemu dengannya di taman kota, sekitar 4 tahun yang lalu? Entahlah, aku sudah tidak ingat lagi kapan aku mulai merasakan perasaan ini.

Tap, tap, tap.

Suara langkah kaki seseorang, sukses menghentikan pemikiran panjangku.

Aku dan Kira menoleh ke arah pintu secara bersamaan, terlihat seorang perempuan berambut panjang berwarna merah baru saja melangkahkan kakinya ke dalam kelas. Seketika itu juga, aku melihat Kira memalingkan wajahnya dan tatapan matanya jadi sayu.

Flay Allster, ia adalah salah satu teman sekelasku dan Kira. Ia bahkan sudah sekelas dengan Kira sejak kelas satu dan mereka berdua sempat pacaran. Sampai hubungan mereka berakhir, saat Flay meminta putus.

Saat itu aku tidak tahu, apa alasan Flay meminta putus dari Kira. Kira bercerita padaku kalau ia sendiri juga tidak yakin, karena selama ini hubungan mereka baik-baik saja. Sampai suatu hari, aku dan Kira mendapati Flay sedang pergi berduaan bersama seorang murid kelas tiga yang bernama Sai Argyle.

Sejak saat itulah, hubungan di antara Kira dan Flay jadi agak renggang. Mereka memang saling menyapa dan bicara satu sama lain, tapi hanya seperlunya saja. Aku bisa memahami perasaan Kira. Ia menyukai Flay, tapi Flay tidak membalas perasaannya dan memilih bersama dengan orang lain.

"Oya, Cagalli," suara Kira menyita perhatianku. "Nanti sepulang sekolah, aku ingin pergi ke tempat itu. Kau ikut?"

Walaupun sebenarnya aku tahu pasti ke mana Kira mengajakku pergi, tapi aku tetap mengangkat alis mataku. "Tidak biasanya, kau mengajakku pergi ke sana di hari sibuk begini?"

Lagi-lagi Kira menunjukkan senyum khasnya. "Tidak masalah 'kan? Lagipula kita sudah lama sekali tidak pergi ke sana bersama-sama."

Aku mengangguk kecil. "Yah, baiklah," jawabku. "Tapi aku tidak bisa lama-lama. Hari ini aku harus kerja jam 6 di toko roti," tambahku.

Ya, aku memang bekerja paruh waktu di beberapa tempat setiap hari. Kadang aku bekerja di toko roti, kadang di perpustakaan kota dan lain-lain. Aku bekerja paruh waktu untuk memenuhi kebutuhanku bersama Stellar, adik perempuanku.

Sejak ayah kami meninggal dua tahun lalu, aku hanya tinggal berdua dengan Stellar. Stellar yang lebih cekatan dariku, bertugas untuk memasak dan membersihkan rumah. Sedangkan aku bertugas untuk mencari uang dan berbelanja kebutuhan sehari-hari. Untunglah Stellar adalah anak yang mandiri, jadi aku tidak kerepotan mengurusinya.

Sebenarnya ayahku adalah seseorang yang cukup kaya. Ayah memang sudah meninggalkan sejumlah uang warisan untukku dan Stellar. Walaupun uang warisan dari ayah jumlahnya cukup banyak untuk memenuhi kebutuhan kami selama beberapa tahun ke depan, tapi kami tetap saja tidak bisa hanya bergantung pada warisan itu 'kan? Karena warisan dari ayah suatu saat pasti akan habis. Karena itulah aku mulai bekerja paruh waktu dan menabung untuk masa depanku bersama Stellar.

Setelah beberapa saat aku terlarut dalam lamunanku, aku melihat Kira menganggukkan kepalanya dan berkata, "Oke," lalu ia tersenyum padaku.

Aku membalas senyumannya, sambil menatap mata ungunya dengan mata oranyeku. Aku sangat menikmati saat-saat seperti ini, saat di mana tatapan mata kami saling bertemu.

"Cagalli…"

Tiba-tiba saja aku mendengar namaku dipanggil oleh seseorang, dan perasaanku berubah jadi tidak enak. Aku tersentak dan menoleh ke sekitarku untuk mencari tahu siapa orang yang memanggilku, tapi yang aku temukan hanyalah sosok Flay yang sedang memandang ke luar jendela.

"Ada apa, Cagalli?" suara Kira membuatku menoleh padanya.

"Um… Kau dengar sesuatu?" tanyaku tidak yakin.

Kira menggelengkan kepalanya. "Tidak. Memangnya kau dengar apa?"

Aku sempat menundukkan wajahku, lalu menggeleng untuk merespon Kira. "Mungkin hanya perasaanku saja," gumamku.

Kira hanya mengangguk, lalu ia membalikkan badannya untuk menghadap ke papan tulis. Membuatku kembali memikirkan suara yang baru saja aku dengar. Suara yang terdengar jelas oleh kedua telingaku. Suara lembut yang memanggil namaku.

'Tadi itu apa?'

_…..-…._ Dragon ..- * -.. Knight _...-….._

Sepulang sekolah, aku dan Kira langsung pergi bersama-sama menuju ke sebuah tempat yang terletak di sebelah timur pusat kota ORB. Tidak ada bus kota yang mengarah ke tempat itu, karena itulah kami terpaksa berjalan kaki. Kami berjalan melewati beberapa gedung perkantoran, perumahan dan persimpangan jalan. Sampai akhirnya kami berada di daerah pinggiran kota yang tidak terlalu ramai.

Masing-masing dari kami saat ini sudah membawa dua buah bungkusan plastik berukuran besar berisi makanan ringan, yang kami beli di sebuah mini market di tengah perjalanan tadi. Makanan-makanan ini memang sengaja kami beli, untuk diberikan pada orang-orang yang sebentar lagi akan kami temui, di tempat yang kami tuju.

Setelah berjalan kurang lebih selama 20 menit dari mini market, kami sampai di depan sebuah panti asuhan. Bangunan panti asuhan itu ukurannya tidak besar, kondisinya juga tidak begitu terawat dengan baik. Bisa disimpulkan kalau panti asuhan ini adalah panti asuhan yang kurang mendapatkan sumbangan dana dari para donatur.

Terlihat ada beberapa anak kecil yang sedang asyik bermain di halaman panti asuhan itu. Begitu salah satu dari mereka menyadari kedatanganku bersama Kira, anak itu langsung meneriakkan nama kami sambil menunjuk ke arah kami. Semua anak-anak yang ada di halaman panti asuhan langsung bersorak gembira dan mereka berlarian menghampiri kami.

"Kira, Cagalli… Kalian datang!" seorang anak perempuan berusia kurang lebih 6 tahun datang dan memeluk pinggangku dengan erat.

"Sudah lama kalian tidak ke sini…" sorak seorang anak laki-laki yang sekarang sedang menarik-narik tangan Kira.

"Aku merindukan kalian!" sahut anak lainnya, dan masih banyak lagi sorakan-sorakan lain yang datang menyambut kedatangan kami. Membuatku dan Kira sempat kewalahan dalam menghadapi anak-anak yang jumlahnya mungkin bisa sampai 20 lebih.

"Anak-anak? Ada apa?" suara seorang pria dari kejauhan, berhasil menyita perhatian kami semua.

Ternyata Pak Reverend Malchio, seorang pendeta yang juga merupakan pengurus utama dari panti asuhan ini sudah menyadari suara ribut yang ditimbulkan oleh anak-anak. Pria berambut hitam itu berdiri dengan memegang tongkatnya, tepat di depan pintu bangunan panti asuhan. Pak Malchio tidak bisa melihat keberadaanku dan Kira, karena kedua matanya yang buta.

"Pak Malchio! Cagalli dan Kira datang!" teriak seorang anak kepada Pak Malchio.

Pak Malchio tersenyum, lalu ia melangkahkan kakinya perlahan untuk menghampiri kami dengan dituntun oleh seorang anak perempuan. "Benarkah? Wah, itu bagus."

"Pak Malchio, lama tidak bertemu," sapa Kira.

"Apa kabar, Pak Malchio?" lanjutku.

"Ah, Kira dan Cagalli," Pak Malchio akhirnya berdiri di depan kami. "Lama tidak bertemu. Aku baik-baik saja. Bagaimana dengan kalian?"

"Kami juga baik-baik saja," jawab Kira.

"Kami bawakan sedikit makanan ringan untuk anak-anak," ujarku sambil mengangkat salah satu bungkusan plastik di tanganku.

"Terima kasih. Kalian baik sekali," jawab Pak Malchio.

Aku dan Kira hanya tersenyum, lalu saling menatap satu sama lain sejenak. Hal yang selanjutnya terjadi adalah, aku dan Kira bermain dengan anak-anak di halaman panti asuhan ini. Kami bermain bola, petak umpet dan beberapa permainan lainnya. Sudah dua bulan lebih aku tidak ke sini, rasanya benar-benar menyenangkan. Seandainya saja aku mengajak Stellar, pasti akan jadi lebih menyenangkan.

Kira selalu mengunjungi panti asuhan ini saat ia mempunyai waktu luang, ia sering mengajakku dan Stellar untuk ikut bersamanya. Tempat ini adalah tempat yang sangat berarti untuk Kira, karena tempat ini adalah tempatnya berasal.

Ya, Kira adalah seorang anak yatim piatu yang sempat tinggal di panti asuhan ini selama beberapa tahun. Keluarganya yang sekarang yaitu keluarga Yamato, mengadopsi Kira saat ia berumur 8 tahun. Karena itulah Kira selalu menyempatkan diri untuk datang ke sini. Ia tidak ingin melupakan tempat asalnya dan juga Pak Malchio, yang selalu merawatnya selama ia masih kecil.

_…..-…._ Dragon ..- * -.. Knight _...-….._

Setelah kami puas bermain bersama, aku dan Kira akhirnya memutuskan untuk pulang. Mengingat hari sudah menjelang sore dan aku harus segera pergi kerja. Tentu saja sebagian besar anak-anak, yang kami tinggalkan menangis karena tidak ingin kami pulang. Untung saja Pak Malchio membantu kami menenangkan mereka dan akhirnya kami bisa pulang.

"Anak-anak itu," aku mendengar Kira menggerutu, saat kami masih berjalan di daerah pinggiran kota. "Mereka punya energi yang tidak ada habisnya."

"Hahaha, kau benar," aku menghela nafas panjang. "Tapi hari ini benar-benar menyenangkan."

"Uh… Padahal rumah kita masih jauh sekali dari sini," Kira mengusap keningnya, yang dipenuhi tetesan keringat. "Tapi aku sudah benar-benar lelah."

Aku meninju lengan Kira, tentunya dengan maksud bercanda. "Kau ini! Jangan cengeng begitu! Kau ini 'kan laki-laki!"

Kira mengarahkan death-glare-nya padaku. "Siapa yang cengeng, hah?!"

"Siapa lagi, kalau bukan kau?" aku menjulurkan lidahku untuk mengejek Kira. Membuat ia menjitak kepalaku, sebagai pembalasan.

"Ayo kita lewat jalan pintas saja!" ajak Kira tiba-tiba. Setelah keheningan sempat menyelimuti suasana di sekitar kami.

Aku mengangkat alis mataku. "Jalan pintas? Memangnya ada?"

Kira mengangguk, lalu ia menunjuk ke arah sebuah jalan setapak kecil yang berada tidak jauh dari tempat kami dengan jari telunjuknya. Jalan setapak itu sepertinya mengarah ke dalam hutan. "Kalau kita lewat jalan itu, kita bisa memotong jalan."

"Eh? Lewat hutan kota?" tanyaku.

"Ya," jawab Kira singkat. "Memang agak repot karena harus menerobos semak belukar," Kira menoleh padaku. "Tapi kita bisa memotong jalan sampai setengahnya."

Aku hanya terdiam selama beberapa saat sambil menatap ke arah jalan setapak, sampai Kira bertanya, "Kenapa? Kau takut?"

Aku tersentak dan menoleh padanya. "Apa?" aku menaruh kedua tanganku di pinggang. "Harusnya aku yang tanya begitu!"

Kira mengedikkan bahunya. "Aku ingin cepat sampai di rumah."

Aku mengangguk-anggukkan kepalaku, menyetujui Kira. "Yah, baiklah kalau begitu. Ayo kita lewat sana."

Apa boleh buat. Aku juga harus segera pergi ke tempat kerjaku, karena kalau aku sampai terlambat sedikit saja, pemilik toko akan langsung memarahiku dan memotong gajiku. Padahal gajiku tidak begitu banyak. Menyebalkan! Pemilik toko itu memang pelit. Sebaiknya aku segera mencari tempat kerja yang baru saja setelah ini.

Sekarang aku dan Kira sudah berada jauh di dalam hutan kota. Hutan ini sebenarnya tidak begitu menyeramkan, hanya saja dipenuhi dengan tumbuhan semak, jadi menyusahkan kami untuk berjalan.

"Cagalli…"

Aku tersentak kaget. Suara yang tadi pagi aku dengar di kelas, baru saja terdengar lagi oleh telingaku.

Aku berhenti melangkah dan hanya terdiam di tempatku. Mungkin aku akan bisa mendengar suara itu lagi. Setelah beberapa saat, tiba-tiba saja aku merasakan bulu kudukku berdiri dan firasatku jadi sangat tidak enak.

"Cagalli?" suara panggilan dari Kira, sukses mengagetkanku. Ternyata sekarang ia sudah berdiri jauh di depanku. "Kau kenapa? Ayo cepat!" serunya.

Aku hanya berkedip beberapa kali, lalu aku mengangkat kaki kananku untuk melangkah menghampiri Kira. Tapi begitu aku melangkah, tiba-tiba saja aku mendengar lagi suara yang aneh dari belakang.

Itu bukan suara yang sama, dengan suara orang yang memanggil namaku tadi. Kali ini yang aku dengar adalah suara hembusan angin, yang terdengar seperti alunan musik. Alunan musik yang merdu, membuatku terbuai dalam keindahannya. Sesaat kemudian, aku merasakan badanku jadi ringan dan pikiranku mendadak jadi kosong.

_…..-…._ Dragon ..- * -.. Knight _...-….._

Kira's PoV

'Apa yang sedang Cagalli lakukan di sana?'

'Kenapa dia tidak menyusulku dan malah hanya berdiam diri saja?'

Aku bermaksud untuk kembali memanggil Cagalli, tapi mataku langsung melebar saat aku melihat ada sebuah cahaya berwarna putih, yang tiba-tiba muncul di belakang Cagalli.

"A-a," entah kenapa lidahku kaku, tidak sanggup untuk mengucapkan kalimat yang ada di dalam pikiranku. Mungkin karena aku terlalu shock dan bingung, melihat cahaya yang ada di belakang Cagalli. Cahaya itu sepertinya makin lama jadi makin besar dan terang.

"CAGALLI!" akhirnya aku berhasil meneriakkan namanya.

Saat itulah aku menyadari sesuatu yang aneh terjadi pada Cagalli. Aku melihat warna matanya berubah jadi lebih gelap dari yang seharusnya. Dia bahkan tidak merespon panggilanku dan hanya membeku di tempatnya. Beberapa saat kemudian, Cagalli malah membalikkan badannya perlahan dan mulai melangkahkan kakinya menuju ke tempat cahaya yang sekarang sudah ada di hadapannya.

"CAGALLI! Apa yang kau lakukan?" aku berusaha memanggilnya. "Cepat menjauh dari sana!" teriakku.

Usahaku sia-sia, Cagalli tetap melangkahkan kakinya perlahan menuju cahaya misterius itu. Akhirnya aku beranjak dari tempatku dan berusaha menghampirinya, dengan berlari secepat yang aku bisa. Belum sempat aku sampai di tempat Cagalli berada, aku melihat Cagalli menyentuh cahaya itu dengan tangan kanannya. Sesaat kemudian, badannya perlahan ditelan oleh cahaya misterius itu.

"CAGALLI!" teriakku sambil mengulurkan tangan kananku untuk menggapai sosoknya.

Sekarang ini yang tersisa dari sosok Cagalli, hanyalah sebagian kecil dari badan sebelah kirinya, yang lain sudah tertelan oleh cahaya. Aku berusaha menggapai tangannya dan menariknya keluar dari sana, tapi aku terlambat.

Cagalli sudah sepenuhnya tertelan oleh cahaya misterius itu. Dan yang lebih parah lagi, tangan kananku sekarang juga ikut tertelan masuk ke dalam cahaya sialan ini.

"Sial! Apa yang sebenarnya terjadi?!" teriakku sambil berusaha menarik tanganku keluar dari cahaya, tapi sepertinya kekuatanku tidak cukup. Sehingga, perlahan-lahan aku juga ikut tertelan kedalamnya. "SIAL…!"

_…..-…._ Dragon ..- * -.. Knight _...-….._

T – B – C


Apa maksud dari warning, 'anime adventure'? o_O

Uh, gimana menjelaskannya ya? Pokoknya Cyaaz cuma mau kasih warning. Tiap kali Cyaaz baca ulang Chapter2 Fic ini, Cyaaz ngerasa kayak lagi baca anime yang dibukukan (Anime Kacangan… TT_TT).

Okay… Sampai di sini dulu ya, Chap-nya…

Karena dulu banyak yang protes karena Chapter2 Cyaaz Pendek, Cyaaz akhirnya memutuskan untuk Membuat Chapter yang lebih panjang. Walaupun sebenernya Cyaaz gak Srek ama Chapter yang panjang. Tapi ya sudahlah, Cyaaz akan berusaha buat Chapter yang lebih panjang. Demi para Readers sekalian.. :D

Akan tetapi, sebagai konsekuensinya Cyaaz gak janji bakal update Fic ini tiap minggu. Lagipula, Fic ini lebih menguras otak dari Fic yang satunya. Jadi Cyaaz gak bisa ngebut kayak dulu. Hihi, Gomenn.

Well, see ya Next Time…

Please, Review…


DK: LiA by DK

05042013