Disclaimer © GUNDAM SEED / DESTINY by sunrise

Warning: Typo, OOC maybe, AU, AsuCaga x ShinnCaga, dan pair lainnya.


SOUL

.

.

By. PandamwuChan

Enjoy it!


Sret...

Cagalli menjauhkan tangan seseorang yang kini sedang menutup matanya dari belakang. Tanpa menoleh ke belakang, Cagalli kembali fokus pada bacaan yang ia pegang.

"Jangan menggangguku, Athrun."

Seketika tubuh Cagalli sedikit terhuyung ke belakang. Buku bacaan yang ia pegang terlepas dari tangannya dan terjatuh, lantaran Athrun memeluknya dari belakang. Athrun lalu melepaskan pelukannya, dan duduk di samping Cagalli.

"Kau selalu tahu, Cagalli."

Cagalli mendengus. Ia mengambil bukunya yang terjatuh di rerumputan dan memukulkan bukunya ke kepala Athrun secara perlahan, "Bodoh, memang siapa lagi yang akan menggangguku di jam istirahat seperti ini?"

Athrun tertawa lalu mengambil buku bacaan Cagalli dari tangan Cagalli, dan meletakkan buku itu tepat di sampingnya. Tindakannya tentu membuat Cagalli sedikit merengek meminta bukunya agar dikembalikan.

"Sudah, cukup pacaran sama bukunya! Sekarang pacaranlah denganku."

Cagalli menyilangkan kedua tangannya di perut, dan memalingkan wajahnya dari Athrun.

"Hei, Cagalli." Athrun menyentuh-nyentuh lengan Cagalli dengan telunjuknya.

Cagalli melirik sejenak ke arahnya. Terlihat wajah Athrun yang sedang memohon.

"Ayolah."

Mendengar suara Athrun, secara mendadak Cagalli beralih padanya dan mencubiti lengan serta pinggang Athrun. Membuat Athrun tertawa geli, kemudian memeluk erat tubuh Cagalli.

"Kau nakal," ucap Athrun.

Sambil melingkarkan tangannya di pinggang Athrun, dan dengan menyandarkan kepalanya di pundak Athrun, Cagalli terkekeh, "Waktu Anda hanya lima detik dimulai dari sekarang."

"Apa?" belum sempat Athrun mencerna ucapan Cagalli. Cagalli langsung melepaskan pelukannya dan menjauh dari Athrun. Tangan Cagalli kembali memegang buku bacaan yang tadinya diambil oleh Athrun. Cagalli kembali membaca bukunya dengan sangat serius.

"Kau curang." Athrun melenguh pelan melihat Cagalli yang kembali menghabiskan waktunya dengan novel kesayangannya.

Cagalli hanya tertawa pelan, "Novel ini tidak bisa kuselesaikan dalam waktu seminggu, biasanya selama dua hari aku pasti selesai membacanya."

Athrun meletakkan dagunya di atas pundak Cagalli. Hembusan napasnya menerpa kulit lembut Cagalli, "Kau menyalahkanku?"

Cagalli mengangguk pelan, "Yep, karena kau selalu menggangguku. Novel ini tidak bisa kuselesaikan dengan cepat. Kau tahu 'kan, aku hanya punya waktu membaca novel ini pada jam istirahat sekolah berlangsung."

"Kenapa tidak kau baca di rumah saja?"

"Kau lupa, bila di rumah aku harus membantu ibu membuat mochi untuk dijual."

"Kalau begitu malam hari."

Cagalli melirik ke arah Athrun yang masih setia berada di pundaknya. Ia mencubit pelan pipi Athrun, "Tidak boleh-"

"Mengganggu jam belajar." Athrun menjauhkan wajahnya dari Cagalli.

Cagalli menatap Athrun, lalu tertawa. Dan Athrun tersenyum melihat wajah Cagalli yang sedang tertawa dengan sangat manis.

.

.

.

"Tsk," seorang lelaki dengan rambut hitam terlihat menggeram dan mencengkram pagar besi yang ada di depannya. Mata ruby-nya memandang tajam pemandangan yang ada di halaman belakang sekolah melalui atap sekolah. Melihat pemandangan itu, membuat hatinya menjadi sakit.

'Apa kau tahu, jika aku mencintaimu?'

Lelaki itu menundukkan wajahnya sejenak dan memandang bunga kertas yang ada di tangan kirinya saat ini.

Memandangmu bersamanya hanya akan membuat hatiku sakit.

"Shinn."

Shinn menoleh ke belakang dan mendapati Luna yang berjalan menghampirinya sembari membawa beberapa map.

"Jadi menemaniku?"

Aku sadar hanya ada dia di hatimu...

Shinn tersenyum dan berjalan menghampiri Luna, ia menjulurkan tangannya, "Mau kubawakan?" tawarnya.

Luna tersenyum dan memberikan beberapa map yang berisikan dokumen, yang ia pegang sedari tadi, pada Shinn. Mereka berdua lalu berjalan menuju ke dalam gedung sekolah. Nampak Shinn yang sedikit menoleh ke belakang sejenak, kemudian kembali memandang ke depannya.

Tapi... Apa boleh aku berharap untuk bersamamu...

(-_-)/\( 'v' )

"Terima ini Yzak." Dearkan melempar gumpalan kertas berbentuk seperti bola tenis ke arah Yzak.

PLUK

Lemparan Dearka meleset dan mengenai wajah Athrun, yang baru saja memasuki kelas bersama dengan Cagalli di belakangnya.

"Apa-apaan ini, Dearka?" Athrun mengelus batang hidungnya yang terkena lemparan dari Dearka. Terlihat hidungnya sedikit memerah.

Melihat itu, Cagalli tertawa pelan, ia lalu mendekat ke arah Athrun, menyentuh hidung Athrun yang memerah, "Sakit?" tanyanya.

Suara siulan pun mengalun secara bersahutan.

"Aih...aih, mulai lagi mesranya." Dearka memandang iri pada Athrun dan Cagalli.

Sedangkan Yzak sudah pergi menuju bangkunya. Membenamkan wajahnya di sela-sela tangannya. Ia malas bila harus melihat kemesraan dan hal-hal romantis yang terjadi di kelasnya. Karena bagi Yzak, hal-hal yang berbau cinta itu merepotkan.

Athrun dan Cagalli tertawa pelan mendengar protes dari Dearka. Namun tawa mereka berhenti, saat melihat seorang gadis dengan rambut magenta masuk ke dalam kelas diiringi oleh seorang lelaki tampan di belakangnya.

"Baiklah, bisa minta perhatiannya sebentar." Gadis itu berdiri tepat di depan kelas.

Semua siswa penghuni kelas 3-B pun langsung duduk di bangku masing-masing, termasuk Athrun dan Cagalli.

Shinn lalu menyerahkan map yang ia bawa tadi pada Luna.

Sret

Luna membuka map berwarna merah yang ia pegang, "Baiklah, bulan depan pihak sekolah akan menggelar wisata ke pantai. Dan saya sebagai Sekretaris OSIS ingin meminta data kalian semua untuk dikumpulkan pada Ketua OSIS, dan bla...bla..."

Selagi Luna sibuk menjelaskan kepada semua siswa kelas 3-B. Shinn malah terlihat seperti memperhatikan seseorang. Matanya tertuju pada seorang gadis berambut pirang yang duduk di bangku nomor dua dari belakang, di dekat jendela. Hembusan angin menerbangkan rambut pirangnya secara perlahan.

Rambut pirang yang membingkai wajah cantikmu, membuatmu terlihat begitu indah di mataku...

Tanpa sadar Shinn tersenyum sembari memandangi wajah cantik sang gadis. Namun, senyumnya tak bertahan lama, dan langsung sirna ketika ia melihat gadis pujaan hatinya bersenda gurau dengan seorang lelaki tampan yang berada di sampingnya. Jari-jari mereka bertautan.

Dan keindahan yang kau miliki tak pernah bisa aku dapatkan

Shinn memandang sayu gadis manis yang duduk di ujung sana. Tangannya terkepal. Ia menoleh ke arah Luna yang nampaknya masih sibuk menjelaskan rencana wisata yang akan dilakukan pihak sekolah.

Lama...

Shinn memalingkan wajahnya dan menatap lantai. Ia berharap, agar Luna segera mengakhiri penjelasannya, dan segera keluar dari kelas ini. Karena, terlalu lama berada di sini, akan membuat hatinya berteriak semakin kencang, karena menahan sakit.

(-_-)/\( 'v' )

"Kau terlihat lesu, Shinn." Luna meletakkan map-map yang ia bawa di atas meja, dan duduk di kursi.

"Kau sakit?"

Shinn hanya bisa menggeleng pelan, sembari menatap langit biru melalui jendela ruang OSIS. Ia termenung.

BRAK

Pintu terbuka dan menampakkan seorang lelaki berambut coklat tengah memasuki ruang OSIS dengan sangat lesu.

"Ah, Ketua. Selamat datang," sambut Luna pada Kira yang baru saja memasuki ruang OSIS dan duduk di kursinya.

"Bagaimana semua data-datanya, Luna?"

"Siap, Ketua. Semua sudah beres. Kita hanya perlu mengadakan rapat ulang, pulang sekolah ini. Oh ya, Ketua... Ketua terlihat tidak bersemangat." Luna memperhatikan wajah Kira yang terlihat kurang bersemangat itu.

Kira memandang Luna sejenak, lalu tersenyum sembari menggeleng-gelengkan kepalanya, "Tidak, aku tidak apa-apa, Luna. Oh ya Shinn, bisa kau persiapkan semua yang diperlukan untuk wisata nanti?" tanya Kira pada Shinn.

Namun, Shinn tak menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Kira. Matanya sibuk mengamati seseorang di luar sana, dari dalam jendela. Mengamati seorang gadis cantik yang berhasil mencuri perhatiannya, Cagalli Yula Athha.

(-_-)/\( 'v' )

"Cagalli~"

Cagalli menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Miriallia yang berlari menghampirinya.

"Tidak pulang bersama Athrun?"

Cagalli menggeleng, "Tidak, hari ini Athrun mengikuti ekskul basket. Jadi, aku pulang duluan," ucap Cagalli yang mulai berjalan menuju keluar gerbang sekolah bersama Miriallia.

"Oh ya, Cagalli. Kau sudah dengar kabarnya tidak?"

"Kabar apa?"

Miriallia melihat ke kanan dan kirinya, ia lalu mendekatkan wajahnya ke telinga Cagalli, berbisik, "Ada seseorang yang menyukaimu."

Cagalli hanya tertawa pelan mendengar omongan Miriallia, "Benarkah? Siapa dia?"

Miriallia menghela napasnya, "Ya ampun Cagalli. Apa hanya respon seperti itu yang bisa kau berikan?"

"Memang aku harus memberi respon seperti apa?"

Mereka terlihat sudah sampai di halte bus.

"Kau itu sudah punya pacar, Cagalli."

"Lalu?"

"Ya seharusnya kau terkejut, bila ada yang menyukaimu. Bukankah itu sebuah kelancangan bila ada seorang lelaki yang menyukai seorang gadis yang sudah memiliki pacar?"

Cagalli tersenyum, dan berjalan masuk ke dalam bus. Saat bus yang mereka nanti sudah tiba.

"Biar saja. Yang seperti itu pasti akan hilang sendiri. Tidak perlu ambil pusing, cukup perhatikan apa yang kau punya saat ini." Cagalli menatap Miriallia.

Miriallia hanya bisa menggelengkan kepalanya mendengar ucapan Cagalli, "Dasar kau."

(-_-)/\( 'v' )

Shinn berjalan keluar gedung sekolah, ia melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul empat sore. Hh, ternyata rapat OSIS memang melelahkan dan menyita waktu yang cukup lama. Ia merenggangkan seluruh otot-otot dan urat sarafnya yang menegang akibat rapat tadi.

Dan saat hendak menuju gerbang, ia tak sengaja melihat seorang pria tua berdiri di depan gerbang sekolahnya. Pria tua itu seakan menunggunya. Namun, tak ingin ambil pusing, Shinn berjalan melewati gerbang sekolahnya tanpa berhenti sedikitpun pada pria tua itu.

Sekilas terlihat pria tua itu tersenyum ke arahnya.

"Aku tahu apa yang kau inginkan."

Shinn berhenti dan menoleh sejenak ke belakang setelah ia mendengar pria tua itu bersuara. Namun aneh, saat ia menoleh, ia sudah tidak lagi melihat pria tua yang berada di gerbang sekolahnya.

Sudahlah! Shinn kembali berjalan menuju ke rumahnya.

(-_-)/\( 'v' )

"Athrun."

Athrun menangkap botol minuman yang dilempar oleh Heine padanya. Heine lalu duduk di sampingnya.

"Permainanmu sungguh hebat." puji Heine.

Athrun tersenyum lalu meneguk air mineral yang baru saja diberi oleh Heine.

"Terima kasih."

Heine menyenggol-nyenggol lengan Athrun, "Hei, di mana princess saat ini?"

Athrun membaringkan tubuhnya di atas lapangan basket indoor dan menutup matanya dengan lengannya, "Sudah pulang."

"Wew, dia tidak menunggumu? Sayang sekali yah, dia tidak melihat permainan basketmu yang sangat keren ini."

Athrun menjauhkan lengannya dan menatap Heine sembari tersenyum, "Bicara apa kau? Hehe, Cagalli harus membantu ibunya di rumah. Dan lagi pula, dia sudah pernah melihatku bermain basket."

"Ya...ya, terserah apa katamu, Tuan. Oh ya, apa kau sudah mendengar sebuah gosip?"

Athrun membalikkan badannya menjadi menyamping dan membelakangi Heine, "Laki-laki dilarang bergosip, Heine."

Heine memukul pelan kaki Athrun, "Hei, ini bukan gosip. Tapi fakta! Kau tahu, sepertinya princess-mu itu benar-benar cantik ya?"

"Kau baru tahu, kalau dia cantik?"

Heine tertawa masam, "Bukan begitu, Athrun. Tapi sungguh, kabarnya ada anggota OSIS yang sudah lama menyukainya, sama sepertimu, Athrun."

Athrun bangkit dari rebahannya dan berjalan menuju bangku yang ada di dalam gedung olahraga, ia mengambil handuk kecilnya, "Benarkah?"

Heine menghampiri Athrun, "Kau tidak takut bila Cagalli direbut?"

Athrun hanya bisa tertawa sembari menggeleng-gelengkan kepalanya mendengar ucapan Heine. Ia lalu mengambil tasnya dan berjalan menuju keluar, sudah saatnya ia pulang.

"Aku tidak pernah takut, karena Cagalli memang tercipta untukku."

Heine bersiul menggoda Athrun, "Yah, terserah apa katamu. Oh ya, kau mau ikut bersamaku pergi ke kedai?"

"Tidak, terima kasih. Aku mau pulang saja," ucap Athrun yang berjalan menuju keluar.

"Baiklah, hati-hati di jalan ya Tuan Zala, hehe." goda Heine pada Athrun.

Dan Athrun pun mengangkat jempolnya pada Heine, tanpa menoleh ke arah Heine sedikitpun.

(-_-)/\( 'v' )

Drrrttt... Drrrttt...

Shinn mengambil ponsel android-nya dari saku blazernya ketika ia merasa ponselnya bergetar. Senyum pun mengembang di wajahnya saat ia melihat nama seseorang yang meneleponnya di layar ponselnya.

Pik

"Ya, Mayu. Ada apa?"

"Kakak mau oleh-oleh apa dari Mayu?"

Shinn tertawa pelan, "Hm, Kakak mau Mayu saja."

Suara dengusan pun terdengar dari seberang sana, "Kakak, Mayu serius. Kakak mau oleh-oleh apa? Mayu akan membawakannya untuk kakak."

"Hei, kakak juga serius. Kakak cuma mau Mayu cepat pulang saja dari PLANTs. Soalnya, kakak kangen dengan Mayu." Shinn tersenyum mendengar suara Mayu yang tertawa karena ucapannya.

"Kakak sudah pulang ke rumah?"

"Belum, ini sudah setengah jalan menuju rumah." Shinn berhenti saat ia melihat lampu penyeberangan menunjukkan warna merah. Tanda untuk tidak menyeberang.

"Hm, kalau begitu baiklah. Kakak hati-hati ya di jalan. Ingat kak, lihat kanan-kiri, hehe."

Shinn kembali tersenyum dan melanjutkan perjalanannya saat lampu sudah menunjukkan warna hijau, "Iya, Mayu juga cepat pulang ya ke ORB. Jangan terlalu lama berlibur di sa-"

Tiiiiiiiiiiiiiit

PRAK

Shinn terduduk seketika, saat ia hampir saja ditabrak oleh sebuah mobil pengangkut kayu yang melaju dengan kecepatan tinggi. Hh, ia menghela napasnya, untungnya saja ia tidak tertabrak. Shinn melihat ke tangannya yang sudah tidak menggenggam ponsel lagi.

Sial, ponselnya terlepas dan terlempar dari tangannya. Ia bergegas menuju ke tengah jalan yang sedikit berbukit itu untuk mengambil ponselnya yang terlempar. Dan saat hendak mengambil ponselnya, tak jauh darinya, sebuah kecelakaan terjadi, antara mobil pengangkut kayu dan pengendara mobil lainnya. Kedua mobil itu bertabrakan dengan kuat, hingga menyebabkan tali yang mengikat kayu-kayu tersebut menjadi putus, dan kayu itu langsung berjatuhan menuju Shinn.

Hal pertama yang terbesit dalam benakku, ketika melihat kayu-kayu itu berjatuhan ke arahku adalah... Mati

BRUK

Tubuh Shinn terhempas begitu beberapa kayu yang berguling itu menghantam keras tubuhnya. Ia terkapar, dan darah segar mengalir dari kepala dan juga tubuhnya. Pandangan matanya terlihat kosong. Orang-orang pun segera berdatangan menghampirinya untuk menolong. Riuh di mana-mana, tapi tak juga dapat Shinn dengar.

Namun setidaknya, sebelum aku pergi... Tolong izinkan aku untuk berada di sampingmu sekali saja...

Aku...

(-_-)/\( 'v' )

Tuuuuutt...tuuuuutt...

Cagalli segera berlari menuju telepon rumahnya yang berada di ruang tengah, saat ia mendengar telepon rumah itu berdering. Ia lalu mengangkatnya.

"Halo," sapa Cagalli.

"Cagalli, hiks..."

"Miriallia, ada apa?" suara Cagalli terdengar begitu penasaran saat mendengar Miriallia menangis.

"Bergegaslah menuju Rumah Sakit..."

BRUK

Tubuh Cagalli menegang mendengar kelanjutan ucapan Miriallia. Ia terduduk, dan air matanya langsung menetes, membasahi pipinya.

'Ini bohong 'kan?'

(-_-)/\( 'v' )

Shinn membuka kedua matanya dan melihat ke atasnya. Ruangan putih bersih, sepertinya ia berada di surga. Matanya lalu menyusuri ruangan putih ini secara perlahan, dan menemukan sesosok gadis yang sedang menangis sembari menggenggam tangannya.

Seorang gadis dengan rambut pirang.

"Cagalli."

Cagalli segera menoleh, lalu dengan cepat memeluknya sembari menangis. Membuatnya menjadi bingung. Mengapa Cagalli ada di sini? Apakah ini mimpi? Ia belum mati?

Cagalli lalu melepaskan pelukannya, "Syukurlah kau sudah sadar, Athrun."

Shinn membulatkan kedua matanya saat ia mendengar ucapan Cagalli. Athrun? Yang benar saja...

"Bu-bukan, a-aku..." Shinn terdiam begitu ia mendengar suaranya sendiri. Tunggu dulu! Ada yang berbeda dari suaranya.

Shinn segera menoleh ke arah jendela dan melihat bayangan dirinya yang terpantul secara samar-samar di kaca jendela. Matanya membulat sempurna begitu ia melihat sosoknya di kaca jendela.

Athrun...

Ia melihat tangannya dan juga tubuhnya. Dipegang-pegangnya rambut dan wajahnya. Tidak mungkin!

Shinn segera melepas selang infus yang melekat di tangannya secara paksa dan berlari menuju kamar mandi yang berada di ruangan itu. Ia membuka pintu kamar mandi dengan kuat. Dan terlihatlah secara jelas dirinya melalui cermin yang ada di kamar mandi.

Melihat sosoknya yang ia yakini bukanlah dirinya, membuatnya berteriak histeris.

"TIDAK!"

"Athrun!" Cagalli langsung masuk ke dalam kamar mandi dan mendapati tubuh Athrun yang terduduk lesu di kamar mandi sembari menatap tangannya sendiri.

Ia menyentuh pundak Athrun, "Athrun, ada apa denganmu?" tanyanya yang langsung menyentuh kedua pipi Athrun.

Shinn menatap tak percaya pemandangan di hadapannya saat ini. Cagalli datang menghampirinya dan menyentuh wajahnya. Benarkah semua ini telah terjadi? Ia lalu memanggil nama Cagalli sekali lagi.

"Cagalli."

"Ada apa, Athrun?" Cagalli memandang wajah Athrun dengan pandangan yang khawatir.

Haumea, apa maksud semua ini?


TBC


Maaf, panda akhir-akhir ini merasa dihantui oleh seseorang yang ngotot banget supaya panda bikin fic dengan tema begini -.-'' , supaya selamat(?) akhirnya jadilah fic yang gaje begini. hm, fic ini memang bersambung, tapi tidak akan panjang XD, karena panda masih ada kewajiban(?) buat gelanjutin fic panda yang lain. hahahaha... dan untuk seseorang, nih.. panda dah updet fic yang kamu mau. cepetan baca, dan segera review! awas kalo gak... bakal panda telen kamu kayak telur bebek XD

ckckckckc...panda malah jadi curhaat niiih -.-''

hm, pokoknya gimana deh menurut para readers?

oh ya, panda juga minta saran nih, panda kebingungan nih fic kasih genre apa #dhieeeesshh

ada yang mau kasih saran gak? nih fic cocok kasih genre apa T.T

oke, tanpa banyak ngetik(?) lagi, terima kasih kepada yang mau mampir ke sini,

see you next time XD