Naruto © Masashi Kishimoto

Story By Yumi Murakami

Warning: AU, OOC, Typo(s) bertebaran dimana-mana, Abal, Gajje, Lime (!).

No Like, Dont Read.

.

.

.

My Trauma

.

.

Chapter 9_

Lenguhan panjang menjadi akhir kegiatan mereka dibawah guyuran shower diatas mereka. Kepala Naruto tertunduk mengenai bahu polos Hinata sembari menahannya agar tak terjatuh. Mereka sama-sama terengah akibat kegiatan tadi.

"Aku lelah." Tiba-tiba Hinata mendengar suara lirih kekasihnya yang berada disamping. Ia tak bergerak ataupun menginterupsi Naruto yang sepertinya masih ingin melanjutkan kalimatnya. "Aku lelah dengan semua ini, aku ingin mengakhirinya. Hidup bahagia denganmu di hari nanti. Apa itu salah?"

"Tidak." Sahut Hinata pendek. Sangat mengerti akan perasaan Naruto karena dirinya pun merasakan juga penderitaan mereka yang tersas dibagi. Walaupun Naruto tak bercerita secara konkrit masalahnya tapi Hinata tahu akan beban Naruto selama ini.

Seharusnya dulu ia sadar ada orang lain yang mencintainya dibelakang. Dan ketika ia mulai mencintainya, masalah bertubi-tubi datang hingga ia harus menjauhinya lagi. Hanya itu yang Hinata tahu tentang masa lalu dan masalah Naruto dulu. Berat pastinya, dan kesalahan juga ada pada Hinata.

"Aku juga bersalah. Kenapa dulu aku tak menyadari keberadaanmu."

Bisa dirasakan tubuh pria disampingnya bergetar, tangannya terangkat untuk memeluk. Menenangkan dirinya yang mulai kacau dan membantu menopang dirinya yang mulai rapuh.

Pelukan Hinata ia balas dengan lebih erat, menahan perasaan yang membuncah. Banyak tekanan yang ingin ia keluarkan hingga air mata yang sedari dulu ia tahan kini keluar. Emosilah sebagai pengganti dan itu sangat tidak diinginkan Naruto lagi. Ia takut kehilangan Hinata hanya karena emosinya yang memang kurang bisa ia kontrol.

"Aku akan memulangkanmu." Ujar Naruto menyentakkan Hinata. Walaupun berat tapi Naruto akan melakukannya, ia akan menerima konsekuensinya dan balasan atas perbuatannya kemarin. Berpisah pun tak apa, ia akan mencoba menerima semuanya. Ya, hidup ini memang sangat berat.

"Ta-tapi jika kau memulangkanku─"

"Aku tahu, tapi itu sudah keputusanku, mungkin jika memang terjadi─itulah hukumanku." Segera mungkin memotong kalimat Hinata yang ingin memberi penolakan. Naruto sebenarnya sangat ingin bersama dengan Hinata, mengganti penderitaannya dengan kebahagiaan bersama Hinata. Tapi jika ini jalannya maka ia harus mengikuti. Dan ini keputusannya, ia akan menerima.

Dirinya terkesan melankolis dan terlalu membelit-belitkan masalah. Terlalu bodoh dan naif. Munafik dan membohongi perasaannya. Berlebihan. Umpatan kasar untuk mengejeknya mungkin tak akan cukup. Ia terlalu tolol tanpa berpikir.

.

.

.

.

.

Suasana kekeluargaan terasa ketika gadis bersurai merah itu datang, tawa dan candaan mereka saling lempar untuk hiburan. Tak ayal sesekali seorang Nagato yang terkenal teramat dingin menarik sudut bibirnya sekedar tersenyum tipis.

Ledekan Konan dan Karin untuk Yahiko pun ia nikmati dengan cangkir teh yang tadi dibuat oleh Konan. Walaupun ia masih diam dan sedikit bicara untuk menanggapi ia sangat menikmatinya. Hanya gadis bersurai serupa dengannya inilah yang sanggup merubah dunia kelam seorang Nagato.

"Kau ingat saat SMP? Nagato pernah ngomopol?"

"Benarkah?"

"Ngaco! Aku tidak pernah ngompol! Konan, kau tega mempermalukan kekasihmu sendiri?"

"Kekasih? Kapan kita jadian?"

"Kau jahat."

Semuanya tertawa, terkecuali Nagato yang hanya tersenyum. Hubungan yang dijalaninya dengan Karin ternyata berjalan hingga sekarang, tak menyangka gadis ini kuat dengan lelaki macam Nagato. Padahal Nagato sangat cuek, cingin, datar dan seperti tidak memiliki emosi sedikitpun. Namun hanya Karin lah yang sanggup menerima hal itu, bahkan ia menyukainya dengan alasan Nagato memiliki sisi hangat didalam dirinya dan Karin ingin menggalinya. Nagato tahu itu bohong, dan sampai sekarang fakta Karin masih bertahan dan alasannya adalah Karin mencintai Nagato secara tulus.

Konan pun sampai tidak percaya ketika masa sekolah menengah atas mendengar Nagato ditembak gadis. Awalnya Nagato ingin menolaknya secara halus, namun kata Yahiko menyarankan untuk diterima saja. Toh jika tidak kuat pasti minta putus.

Akhirnya Nagato menerimanya setelah 1 minggu menggantungkan pernyataan Karin. Selama 1 tahun─mungkin Karin bertahan dengan sifat dan sikap Nagato, tapi ia bertahan dan mencoba untuk mengerti bagaimana sisi kebaikan pemuda bermata abu-abu itu.

Menikmati kisah cintanya dengan Nagato tanpa mengetahui ada pemuda lain yang sedang menahan amarah melihat semuanya di depan mata. Merasakan kecemburuan dan kehilangan disaat yang bersamaan ketika semakin hari gadis yang ia cintai makin menjauhinya─tanpa alasan. Kenapa juga tidak jujur kalau sebenarnya Karin sibuk dengan Nagato. Menorehkan banyak luka setiap melihat adegan romantis sepasang kekasih sama warna rambut itu pada si pemuda. hingga akhirnya semuanya diimbaskan pada orang lain yang sama sekali tidak tahu menahu tentang masalah ini.

"Ohayoo." Sejenak gurauan mereka terhenti kemudian menoleh pada tangga yang disana Naruto turun bersama dengan gadis bersurai indigo.

Mata Karin memincing, memperhatikan sosok gadis disamping Naruto yang sepertinya amat familiar dengan sosok itu.

"Kau dari Hyuuga?" Tanyanya kemudian ketika Naruto sudah memposisikan duduk di sofa panjang dengan gadis tersebut.

Hinata mengangguk, rautnya menunjukan keheranan.

"Kau mengenal Neji?"

Menganggukkan kepala sekali lagi untuk menyahut, lalu manik amesthytnya melirik pada pemuda disampingnya. Dari wajah memang ia bersikap biasa saja, tapi jika dilihat pada tangannya yang terkepal Hinata tahu apa yang sedang Naruto tahan saat ini.

"Ah ya, mata kalian mirip."

Tersenyum menanggapi sekali lagi matanya melirik pada Naruto. Pada jarak seperti ini, ia bisa mendengar bunyi mulutnya yang nampak seperti bergemelutuk pelan.

"Namamu siapa?"

"Hinata Hyuuga. Aku─" Menghentikan ucapannya sebentar dan itu pasti dianggap biasa oleh Konan, Yahiko dan Karin yang mungkin sedang gugup. Namun tidak bagi Nagato─yang memang seorang pemerhati yang baik. Bisa diperhatikan tingkah Hinata maupun Naruto sangat lah aneh baginya. "─saudar sepupunya."

"Oh pantas saja. Kalian mirip." Ujar Konan menanggapi.

"Aku sahabatnya sejak SD."

Hinata baru tahu kakak sepupunya memiliki sahabat wanita, setahunya kakanya itu jarang memiliki teman dekat kecuali Lee dan Tenten.

"Jadi ingat ketika SMA, aku tidak sengaja melihat tangannya terluka. Katanya habis memukul anak SMP hanya gara-gara kau, Hinata. Dasar broth─"

"Maaf, aku permisi sebentar." Tiba-tiba saja Naruto bangkit dan berpamit dari obrolan itu. Kemudian melangkah ke arah belakang rumah. Ia tidak menahan emosinya ketika kekasih Nagato itumengungkit-ungkit orang yang sedang tidak ingin ia ingat. Apalagi ia membicarakan kejadian saat dirinya masih sekolah menengah pertama, kejadian yang melibatkan dirinya.

Merasa tak sopan jika ia menyusul Naruto kebelakang Hinata hanya menatapnya sendu. Lagi─Nagato melihatnya. Ada yang aneh antara sepasang kekasih ini. Seorang Naruto yang sedari dulu tidak mau berhubungan dengan wanita kecuali ibu, Sakura dan Konan kini ia mendengar Naruto memiliki kekasih, Hinata yang bahkan adik sepupu Neji. Didengar lagi dari Karin, Neji pernah memukuli murid SMP ketika SMA dulu karena adik sepupunya. Dan tepat Naruto juga babak belur akibat dipukuli juga. Perkiraannya─antara Neji, Hinata dan Naruto ada hubungannya.

Ternyata dirinya memang berbakat untuk menjadi seorang detektife, eh? Besok ia akan mendaftar. Oh sejak kapan seorang Nagato pintar melawak untuk dirinya. Lucu.

"Biar kususul." Ujar Nagato kemudian memecah keheningan yang tadi sempat terjadi akibat Naruto yang tiba-tiba pergi dari ruang keluarga tadi.

Sedikit menghela nafas lega pelan Hinata tidak perlu mengkhawatirkan Naruto lagi. Ia sangat tahu perasaan Naruto sekarang. Tapi harus bagaimana? Sebagai orang baru dalam lingkungan baru ini ia pergi, sangat tidak sopan bagi seorang keturunan Hyuuga. Lagipula, memang sepertinya Naruto butuh sendiri dulu. Tapi, bagaimana dengan Nagato?

.

.

.

Menumpu tubuhnya pada pagar pembatas balkon, dirinya asik menatap taman belakang rumah kakeknya sambil memegang sekaleng minuman yang tadi ia ambil dari kulkas. Meneguknya sedikit kemudian beralih kembali pada pemandangan taman yang diurus baik oleh kakaknya─Konan.

"Ada masalah apa kau sebenarnya?"

Keasikan melihat tamannya terganggu oleh suara interupsi dibelakang yang sudah ia ketahui siapa. "Tidak ada." Jawabnya singkat sedikit malas.

Nagato tak menanggapinya lagi─untuk saat ini, ia berdiri disamping Naruto. Menumpu tubuhnya pada kedua siku─matanya sibuk memperhatikan taman belakang rumah. Mencoba merasakan apa yang saat ini Naruto rasakan─namun tidak untuk perasaannya.

"Kau kenapa?" Akhirnya Nagato membuka suara setelah selama beberapa menit mereka masih memilih bungkam. Sebenarnya Nagato ingin tahu lebih, tapi sedari tadi ia masih malas untuk bertanya duluan─menunggu Naruto berucap yang malah percuma saja.

Menghela nafas panjang yang sedari tadi serasa menyesakkan dadanya─ia tenggak hingga tandas isi kaleng minuman ditangannya. Lalu menyerahkan pada pemuda disampingnya─Nagato. Allis Nagati terangkat sebelah─seolah bertanya 'apa?'. Naruto hanya menggedikkan bahunya acuh dan akhirnya Nagato menerimanya─tanpa tahu kalau isi dari kaleng tersebut sudah tandas.

Alisnya yang tadi terangkat sebelah kini mengerut, lalu melirik─memincing sinis pada Naruto yang tersenyum lebar tanpa dosa. Berhasil mengerjai Nagato dengan memberinya kaleng bekas.

"Aku tahu kau sedang ada masalah─tapi masih sempat untuk iseng." Ujar Nagato menghadap depan lagi─tangannya menaruh kaleng pada meja kecil disampingnya.

"Ya─aku tidak mau setres sendiri memikirkannya. Kau tahu? Masalahku sangat berat─mungkin."

"Berapa ton?"

"Tonnya tak berseri."

Oh ternyata Nagato memiliki selera humoris yang ternyata sangat buruk.

"Ceritakanlah." Mungkin dengan cara Naruto mau menceritakan masalahnya, Nagato setidaknya bisa membantu melepas perasaan Naruto yang pasti sangat menyesakkannya.

"Kau tahu apa? Berpacaran saja dari dulu dengan Karin-nee terus sampai sekarang. Mana tahu kau tentang masalah yang bahkan kau belum pernah merasakannya." Tubuhnya berbalik memunggungi taman─berlawanan arah dengan Nagato yang masih menghadap taman.

Beberapa menit Nagato tak mengatakan apapun, mungkin memang benar ia tak tahu apa-apa tentang Naruto maupun perasaannya. Benar─memang sedari dulu ia dan Karin belum pernah mengalami semacam masalah yang menggoyahkan hubungannya yang bahkan hingga sekarang pun belum ada satu pun permasalahan yang membuat mereka bertengkar hebat. Lelaki bersurai merah lurus itu sadar, ia belum mengerti perasaan Naruto sepenuhnya. "─tapi, setidaknya aku ingin membantu sedikit tak apa kan? Aku memang belum memahamimu. Apalagi masalahmu yang sama sekali aku tak ketahui. Kau bisa bercerita padaku. Melepaskan semua bebanmu─walau hanya sedikit."

Sebentar Naruto lakukan untuk berpikir. Iya kah ia akan bercerita? atau terus memendam masalahnya sendiri? Merasakannya, membawa bebannya? Mampukah?

"Hahaha.." Tawanya terdengar miris oleh pendengaran Nagato. "Orang yang katanya teman Karin-nee itu melarangku berhubungan dengan gadis yang tadi bersamaku. Kau tahu kan dengan kejadian yang membuatku babak belur? Itu ulah Neji Hyuuga, hanya karena aku menyukai Hinata─" Ternyata benar perkiraan Nagato, ini ada sangkut pautnya dengan Neji, "─membuatku trauma pada mata mereka. Parahnya ayah dan ibu menjodohkan aku dengan hinata yang saat itu aku sedang berusaha melupakannya. Trauma itu datang lagi! Kau tahu─aku berhasil mendapatkannya, dia berada disampingku─aku bisa menjangkaunya. Tidak seperti dulu." Nafas Naruto menjadi tak karuan hanya karena ceritanya, menarik nafas dalam-dalam ia keluarkan kasar dan kembali bercerita. Spontan menghadap pada Nagato yang membuatnya sedikit kaget akibat gerakan tiba-tibanya. "Tapi─aku bodoh! Aku memperkosanya! Dan dia diambil lagi dariku! AKU BODOH!"

Tubuh Nagato diguncang oleh Naruto yang matanya sudah jelas menunjukkan emosinya seperti apa. Terbaca jelas oleh Nagato─yang masih diam menunggu.

"Aku bodoh Nagato-nii. Bodoh!" Kepala pemuda pirang itu tertunduk, menutupi wajah kacaunya dan bibir yang ia gigit menahan luapan emosinya. Hanya bercerita seperti ini membuat emosinya tak bisa dikontrol. "Dia ditunangkan dengan orang yang kubenci. Dan aku menculiknya saat mereka akan bertunangan. Malam kemarin."

Mata Nagato yang biasanya menyayu malas kini membulat kaget. Naruto menculik gadis yang akan bertunangan dengan orang lain? Betapa nekad saudaranya ini.

"Aku menggunakan senjata api yang diberikan oleh kakek padaku."

Bahkan menggunakan senjata api, "kau tak takut dihukum?"

"Hukuman? Bahkan aku tak memikirkan hukuman!" Kepala yang tadi tertunduk diangkat, menunjukkan wajah keputus asaannya pada Nagato. "Yang ada dipikiranku adalah─membawa Hinata! Menjauhinya dari orang itu─menggagalkan tunangannya dan menjadikannya milikku! MILIKKU SEORANG!" Naruto kembali berteriak didepan Nagato. Tak usah khawatir teriakannya akan menarik perhatian warga rumah ini, karena balkon belakang rumah cukup jauh dari ruang tengah dan sangat aman untuk berteraik keras seperti ini.

"Aku putus asa, bingung, kalut. Aku harus bagaimana?" Seolah sendinya melemas, Naruto terjatuh terduduk .

"Milikkilah dia dengan cara positife. Rebut apa yang seharusnya kau milikki. Tapi kau harus punya pegangan untuk jaminan atas milikmu."

Mengangkat kepalanya menatap pemuda yang lebih tua darinya dengan tatapan tak percaya. "Maksudnya, kau bisa menjamin milikmu. Dan kau harus membuktikan bahwa dia memang pantas menjadi milikmu dan mempertanggung jawabkannya. Kau mengerti? Jangan suruh aku mengulang kalimatku ini untuk ukuran otakmu yang bodoh itu."

Sejenak Naruto terdiam─meresapi setiap kata yang Nagato lontarkan. Mempelajari artinya dan maksudnya. Otaknya memang pas-pasan─tapi ia mudah mengerti akan sesuatu.

Senyum tiba-tiba merekah diwajah tan itu, mengerutkan alis Nagato bingung dengan mimik wajah Naruto yang berubah seketika. Ia khawatir Naruto akan kembali bertampang psychopat seperti tadi.

"Shankyuu Nagato-nii, aku mengerti sekarang."

Melihat senyum lebarnya yang penuh keyakinan dan wajahnya yang seperti terlepas dari masalah─senyum tipis terukir diwajah dingin pemuda bersurai merah itu.

Akhirnya, Naruto mendapatkan jawabannya. Ya, dia harus bisa membuktikan bahwa dirinya pantas memiliki Hinata. Bisa mempertanggung jawabkannya dan membahagiakannya. Ia mencintai Hinata, dan ia akan membutikan itu.

Ternyata sesederhana ini, setelah menyalurkan segala perasaan terpendamnya hampir bertahun-tahun pada Nagato hatinya merasa lega─tidak sesak lagi. Bahagianya.

Dirinya akan melakukan apa yang harus ia lakukan. Sekarang juga!

.

.

.

.

.

Sedari tadi ingin sekali Hinata bertanya mengapa tiba-tiba wajah kekasihnya ini menjadi berseri bahagia, tapi terus ia pendam─takut jika pertanyaannya salah dan malah akan merumit masalah. Yang bisa Hinata lakukan hanya meliriknya dan berharap semoga kekasihnya ini baik-baik saja.

"Aku akan memulangkanmu."

"Eh?" Pekik Hinata pelan dalam mobil kekasihnya ketika laju benda bermesin ini terhenti karena lampu lalu lintas menujukan warna merahnya. "Ke-kena─"

"Aku yakin keputusanku kali ini benar." Lanjut Naruto memotong seenaknya kalimat protes Hinata. Masih tak ingin bercerita dan terus memendamnya hingga akhir. Karena─belum ada waktu tepat baginya untuk menceritakan masalah maupun keputusannya. Rangkaian kata belum ia tertata untuk di ucapkan benar pada Hinata tanpa ada tangis lagi seperti malam itu. Cukup dirinya saja. Dan sekali lagi─Naruto bersikap egois.

"Apakah kau ingin melepasku?" Suara sendu itu melantun miris di indera perungu Naruto. Nada yang baginya seperti belati─menyayat disetiap katanya.

"Tidak."

"Lalu kenapa?!"

Sejenak mata sapphier itu mengkatup ketika nada suara Hinata meninggi. "Kau tahu kan, aku tidak akan pernah menyerahkanmu pada orang lain."

"Tapi─" Seolah lidahnya terasa kelu untuk bertanya maupun memprotes apa yang sudah Naruto putuskan, ia hanya bisa yakin. Mereka pasti akan bahagia, walaupun nantinya akan banyak pertentangan menghadang mereka.

Sejenak Hinata berfikir─mungkinkah Naruto berniat menelantarkan ia dengan menyerahkannya pada keluarganya. Lalu meninggalkannya lagi, membiarkannya dengan pria lain yang bahkan tak ia cintai. Jika memang begitu─

"Jangan berfikir aku mengembalikanmu pada keluargamu karena aku ingin menelantarkanmu─" Seperti tahu apa yang Hinata fikirkan di tundukan kepalanya karena masih bisa dilihat dari sudut mata Naruto wajah pucat itu menyendu lagi. "─sama sekali tidak. Aku pasti akan menjadi milikku, aku akan menjaminnya dan mempertanggung jawabkanmu." Sempat terngiang lagi kalimat Nagato bak sebuah penyemangat baginya.

Tak ada sahutan apapun dari Hinata, memilih untuk diam. Namun ia semakin yakin─semuanya akan baik-baik saja.

.

.

.

oOo

.

.

.

Mendengar sebuah mobil yang para penjaganya kenali, Hiashi Hyuuga─saat itu sedang duduk menopang dahi di ruang kerjanya segera menuju depan rumahnya. Sudah ada Neji dan Hanabi disana, dengan wajah sulit didefinisikan. Dingin, keras, tak bersahabat─mata mereka menajam tak suka menatap pemuda bersurai blonde spike itu melangkah sembari menggandeng possesife telapak tangan wanita disampignya. Dirinya tak gentar malah menatap balik dua pasang mata tajam dan mengintimidasi itu didepannya.

Walaupun sesungguhnya dadanya berdetak keras.

Mereka sudah sampai di depan anggota keluar Hyuuga, beberapa menit tak ada satupun yang bersua ketika putra tunggal Namikaze terlebih dahulu memecahkan keheningan antara mereka.

"Maafkan aku, aku ingin memulangkan Hinata." Ucap Naruto tanpa ada rasa takut di mata biru cerahnya.

"Bagus sekali kau─setelah menculik Hinata, menghancurkan pertunangannya, membuat keluarga Hyuuga malu. Sekarang memberanikan diri menampang muka dihadapan kami." Perkataan sakatisk didiamkan Naruto tanpa sahutan. Ia sadar memang inilah salahnya akibat pemikiran pendeknya.

Tapi jika memang ia tak melakukannya─maka bersiaplah Naruto untuk melihat kebahagiaan orang lain. Jadi, jangan salahkan dirinya dan otak bodohnya ini.

"Maafkan aku," suara lirih hinata menginterupsi, mereka memindahkan atensinya pada putri sulung Hyuuga disamping Naruto yang menundukkan kepalanya. Menutupi ketakutan dengan helaian poni.

"Aku tidak akan menyalahkanmu─Naruto Namikaze."

Mata Naruto langsung membulat mendengar perkataan pemimpin Hyuuga didepannya, tak percaya pada apa barusan ia dengar. Tak menyalahkan dirinya yang sudah jelas bersalah ini? Oh ternyata pria keras dan berwajah tegas ini pintar membuat lelucon. Namun sama sekali tak lucu.

"Ibumu sudah menceritakan semuanya, yang salah bukan kau." Kini Naruto beranikan menatap langsung mata amesthyt Hiashi Hyuuga. "Tapi Neji."

Kini bergantian mata Neji lah yang membulat. Tubuhnya tersentak kaget. Ia berbalik, memprotes kalimat pamannya itu, "Apa maksudnya paman? Memang apa salahku?"

"Berhenti mengelak, Neji. Aku sudah tahu semuanya. Kau yang memukuli Naruto hingga mengakibatkan ia trauma─hanya karena Naruto menyukai Hinata, bukan?"

Benar, semua pernyataan pamannya benar. Ia melakukannya dengan alasan tersebut. Tapi masih ia sangkal semua itu dengan alibinya, "karena aku tidak yakin orang ini bisa membahagiakan Hinata, paman!"

"Buktinya aku bisa membahagiakannya."

Cepat, matanya Neji menyalang penuh emosi. Menganggap Naruto tak pantas untuk menyela pembicaraannya dengan pamannya. Dirinya sedang memberi alibi.

"Jika memang aku tak bisa membahagiakannya, pasti tidak akan mau Hinata membalas genggamanku." Cukup mudah untuk melawan tuduhan berikutnya oleh Neji dengan mengangkat lengannya dan Hinata─menunjukan genggaman yang memang Hinata balik menggenggam. Alasan sederhana namun mampu membuat Hiashi percaya.

"Persepsimu selama ini salah padaku, Neji. Aku tak seburuk apa yang kau fikirkan."

Pukulan keras mengenai wajah Naruto, memaksanya melepaskan genggamannya dengan Hinata dan mundur beberapa langkah. Membuat sudut bibirnya sobek menyebabkan darah segar mengalir.

"YANG SALAH ITU KAKAKMU! DIA MEREBUT ORANG YANG AKU CINTAI! BERBAHAGIA DIATAS PENDERITAANKU!"

"Jadi kau melampiaskannya padaku?!" Tak terima dengan apa alasan Neji, Naruto menarik kerah kaos Neji mendekatkan wajahnya. "Alasanmu sungguh sangat tidak logis! Dan siapa kakakku? Aku tak punya kakak!"

Hinata dan Hanabi masih berusaha melerai kedua pria ini ketika mobil lain berhenti didepan rumah Hyuuga. Turunlah seorang pria dan wanita bersurai sama dari mobil hitam tersebut.

Pupil amesthyt Neji mengecil seketika melihat siapa orang yang turun dari sana. Melepas kasar pegangan Naruto pada krahnya pada saat pemuda pirang itu lengah dengan dua sosok yang ia kenal.

"Maaf, saya Nagato kakak Naruto."

"Nagato? Karin?"

"Neji?"

Mereka bertiga saling pandang, dan sedetik kemudian tatapan Neji melembut melihat gadis yang masih ia cintai itu.

"Aku kan alasanmu memukuli Naruto?"

Mulut pemuda berambut coklat panjang itu membulat, bagaimana bisa Nagato tahu? Setahunya tadi Nagato belum ada ketika dirinya berteriak.

"Aku tahu darinya."

Serempak mereka menoleh ke arah belakang tubuh nagato dan menemukan pemuda bersurai pria berdiri bersandar mobil.

"Sasuke?" Tak percaya dengan penglihatannya, Naruto menyebutkan pemilik nama pemuda itu.

"Dia sudah menceritakan semuanya padaku."

Neji menggeram menatap kesal pada bungsu Uchiha yang masih berdiri santai disana. "Aku meminta maaf padamu." Mendengus mendengar perkataan Nagato yang baginya sangat tidak berguna. Sudah terlanjur dendamnya menguasai akal sehat. "Kau masih menyukai Karin kan? Aku tahu itu."

"Jangan sok tahu, Nagato." Sela Neji memejamkan matanya dengan seringai bibir meremehkan.

"Tapi Neji, aku hanya menganggapmu sahabat. Aku hanya mencintai Nagato."

Perkataan Karin di interupsi oleh suara lain dibelakang keluarga Hyuuga, seorang gadis beercepol coklat. "Lagi pula ada orang lain yang mencintaimu disini."

"TenTen?"

Perasaan bersalah langsung menyerang batinnya, ia sangat menyesal. Dan baru menyadari─ada orang lain yang bahkan ia beri perasaan palsu. Padahal ia sangat tulus padanya. Semuda membalikkan telapak tangan Neji mengacuhkannya. Menyesal, sangat percuma. Semua sudah terlambat. Kata maafpun kurang pantas ia ucapkan pada orang yang secara tak langsung ia sakiti hanya karena perasaan sepihaknya pada orang lain. Dendam dan kebencian yang ia rasakan harus dilampiaskan pada orang yang tidak bersalah. Naruto, Hinata dan TenTen.

"Maafkan aku, maaf.. Naruto, Hinata, TenTen, maaf sudah menyakiti kalian." Serasa kurang pantas hanya dengan kalimat maaf, Neji menjatuhkan lututnya. "Aku menyesal."

Senyum lembut terukir manis di wajah TenTen maupun Hinata, mereka tergerak membantu Neji berdiri. "Aku sudah memaafkanmu, Neji."

"Aku juga."

"Tapi aku tidak."

Neji menoleh padanya, orang yang masih belum bisa memaafkannya. Penyebab ketraumaan dan kehilangan. "Naruto, maafkan aku."

Melirik pada Hinata yang masih tersenyum kini makin melembut dan meyakinkannya. Dengan helaan nafas panjang, akhirnya Naruto mengiyakan. Kata 'iya' yang masih ambigu bagi Neji.

"Berhentilah seperti itu, Neji. Kau seperti bukan Neji Hyuuga saja." Ujar Naruto mengalihkan wajahnya dari pandangan orang-orang padanya.

Mereka tersenyum bersamaan melihat keikhlasan Naruto memaafkan Neji

...

Minus Hiashi Hyuuga─

"Dan setelah ini, kau pikir kau bisa memiliki Hinata. Begitu?" Masih dengan wajah datarnya Hiashi melipat lengannya didepan tubuh.

Tentu menjadi sentakan bagi mereka, bertanya apa maksudnya.

"Memang Neji bersalah, membuatmu trauma, memisahkanmu dengan Hinata. Tapi tidak sebanding dengan apa yang kau lakukan pada Hyuuga."

Tubuh Naruto menegang, benar. Ia sudah melakukan banyak kesalahan.

"Memalukan Hyuuga, mengambil kehormatan Hinata, menculik Hinata, membawa kabur ia semalaman, mempermainkan Hinata. Memang kau pikir kau itu paling benar disini?"

Kepala bersurai pirang tertunduk menyesal, "maaf─"

"Dan kau pikir dengan kata maaf kau bisa mengembalikan semuanya?"

Semua atmosfire kebahagiaan lenyap begitu saja ketika kepala Hyuuga mulai mengintimidasi Naruto dengan kalimat tajamnya. Menundukkan dalam kepala Naruto penuh sesal yang ia yakini tak semudah itu diterima.

"Bertanggung jawab. Kau harus bertanggung jawab. Aku tidak akan menikahkan Hinata pada siapapun lima tahun kedepan dan juga tidak akan membiarkanmu menemuinya dalam waktu tersebut."

"Apa?" Naruto, Hinata dan Neji nampak memprotes. "Tapi, kenapa?" Tanya Naruto tak percaya. Lima tahun?

"Buktikan jika kau memang pantas memiliki Hinata dan membahagiakannya bukan hanya perasaan. Tapi material. Karena Hinata adalah keturunan Hyuuga yang harus dipenuhi kebutuhannya. Dan semua itu juga bukan hal yang sembarang."

"Tapi tou─" Kalimat hinata terhenti ketika lengan Hiashi terangkat memerintahkannya berhenti.

"Jangan dari hasil keluargamu, buktikan kau bukan pria manja yang hanya bisa bergantung pada harta keluarga. Aku beri kau waktu lima tahun untuk membuktikan kesuksesanmu dan hasil untuk melamar Hinata. Hingga waktu itu tiba, kau tidak boleh menemui Hinata. Kalau perlu aku akan memindahkan sekolahnya." Ujar Hiashi mutlak. Ia menarik lengan Hinata, memaksanya masuk. Menulikan penolakan dan teriakan Naruto maupun Hinata.

.

"Tapi tou-san.. Naruto-kun!"

"Hinata!"

Nagato dan Sasuke berusaha menahan Naruto yang terus memberontak mengejar Hinata. Meariknya menuju mobil dengan paksa.

"Lepaskan Nagato! Teme! Hinataaa!"

Neji, Hanabi dan TenTen hanya bisa terdiam mengikuti Hiashi.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

[Para penumpang sekalian, pesawat jurusan New York-Amerika akan tinggal landas 30 menit lagi. Dimohon memperhatikan barang bawaan anda sekalian.]

"Sebentar lagi," mengangkat kopernya dan menggeret masuk bersama kedua orang tuanya di belakang.

"Jangan lupa,"

"Apa?"

"Kalau sudah sampai hubungi ibu."

Pemuda itu tersenyum lembut pada sang ibu yang masih sesenggukan menahan tangis. Membelai pipi lalu mengcupnya, "Iya, ibu. Jangan menangis. Hanya 5 tahun kok."

"Kau pikir 5 tahun itu sebentar?" Tidak tahan dengan tangis yang ingin kembali menderas keluar lewat kelopak wanita itu, memutuskan menenggelamkan kepalanya di bahu sang suami.

"Bu,"

.

.

Sedangkan ditempat lain, seorang gadis sedang sibuk merapikan syalnya─berlarian di bandara hingga menabrak orang-orang yang dibalas umpatan dan hampir terjatuh.

Nampak terburu-buru sesekali melihat arloji di lengannya. 10 menit lagi. Sembari menormalkan nafas, ia terhenti. Menelusuri penglihatannya pada ratusan orang di Bandara Konoha Internasional. Mecari sosok yang rambutnya paling mencolok diantara semuanya.

Gotcha!

Langsung berlari pada orang yang ia kenal sambil berteriak memanggil sampai orang disekitar melihatnya tak suka. Terlambat, orang itu sudah masuk dulu.

"Naruto-kun!" Berusaha menyeruak masuk yang dihalangi satpam keamanan, gadis itu meronta. "Naruto-kun!" Pemuda itu tak mendengar, masih memaksa masuk walapun masih dilarang dan sebenarnya ia tahu kalau dari sini pengantar sudah tak boleh masuk.

"Hinata."

Berhenti memaksa, gadis bersurai hitam keunguan itu menoleh kebelakang. "Minato-san, Kushina-san."

"Sedang apa kau disini? Bukannya ayahmu melarangmu menemui Naruto?" Tanya Minato Namikaze pada gadis putri sulung Hiashi Hyuuga yang nampak kacau terengah-engah.

"Aku kabur dari rumah. Aku harus menemuinya sekarang, Minato-san."

"Mau apa?" Kini giliran Kushina mengajukan pertanyaan memandang Hinata agak aneh.

Mengatur nafas terputus-putus─Hinata masih berusaha berucap, "aku ingin menemuinya sekarang. Ada yang ingin aku sampaikan."

Sejenak pasangan Namikaze itu saling pandang, seolah bertanya lewat padangan mata yang diakhiri helaan nafas kepala rumah tangga Namikaze. Menghadap pada security bandara yang kebetulan juga ia pegang, Minato memerintahkan sesuatu berhasil membuat kedua security itu ingin memprotes.

"A-apa tidak apa-apa Minato-sama?"

"Apakah masalah? Toh hanya menemui."

Dengan terpaksa mereka membuka jalan terkhusus untuk Hinata yang diikuti Kushina dan Minato dibelakang.

Ya─setelah keputusan bulat pemimpin Hyuuga itu Naruto memutuskan untuk berpindah ke New York─kebetulan rumah kakeknya, Hashirama Senju. Berpindah sekolah disana dan akan kuliah juga mengurusi perusahaan ayahnya yang bercabang disana─kelak. Beruntung Minato berhasil ia bujuk dan mendapat kerelaan sang ibu yang sebelumnya masih mempertahankan putra semata wayangnya untuk pergi dengan menangis semalaman di pelukan sang suami.

Naruto ingin membuktikan, bahwa ia benar-benar akan bertanggung jawab atas apa yang ia lakukan selama ini terhadap gadis manis bermanik rembulan itu. Dan nantinya akan mengklaim miliknya setelah 5 tahun ia pergi. Kembali dengan sosok berbeda.

Telinganya disumpak dua buah headset yang menyuarakan lagu-lagu kesukaannya sembari menunggu bunyi toa jika pesawatnya sudah benar-benar siap untuk take off, karena dari ia masuk butuh 30 menit untuknya menunggu lagi.

Setelah kejadian itu, sama sekali tak pernah ia bertemu pandang dengan Hinata. Karena dirinya tidak masuk sekolah lagi dua hari setelahnya karena urusan pemindahan. Tak sempat baginya untuk sekedar bertemu, apalagi ia juga sudah berjanji.

Seorang lelaki tidak akan melanggar janjinya.

[Para penumpang sekalian berjurusan New York-Amerika harap segera bersiap karena 10 menit lagi akan segera take off]

Mendengarnya Naruto segera berdiri, merapikan kemeja birunya dan sebuah koper yang akan ia seret menuju ke tempat pelandasan pesawat. Sepertinya harapannya untuk bertemu hinata pupus sudah. Hanya harapan semua akan baik-baik saja hingga ia kembali lagi ke bumi Konoha dan melamarnya nanti.

"Naruto-kun!"

Tak dengar suara itu karena telinganya masih setia memperdengarkan suara nge-bass. Menulikan suara panggilan lirih itu.

"Naruto-kun!"

Panggilan kedua barulah Naruto berhenti sebentar, tak ada siapapun ketika ia mengedarkan pandang. Kembali ia melangkah dan terhenti ketika ada yang menahan lengannya.

"Naruto-kun!"

Berbalik dan melepaskan headsetnya iris sapphiernya mengecil kaget tak percaya, bagaimana bisa? "Hinata?"

Tak ada jawaban, hanya pelukan dan isakan yang mengisi. Beberapa detika berlangsung dihentikan oleh Naruto yang melepaskan dekapan kekasihnya.

"Aku harus pergi."

"Tapi─"

"Hinata, aku sudah berjanji pada ayahmu." Wajahnya ia tangkupkan dan meluruskan pandang antara mata biru langit itu pada iris rembulan. "Aku pasti akan kembali, aku janji."

Kecupan lembut ia daratkan di kening Hinata cukup lama dan beralih pada bibir peach itu. Melumatnya sebentar kemudian melepaskannya. Ciuman penenang dan keyakinan tersampaikan di mata tergenang air itu.

"Sudah ya, jaga dirimu. Tenang saja, aku pasti akan kembali. aku mencintaimu." Kalimat terakhir ia ucapkan kemudian berbalik masuk ke check in.

Dan untuk terakhir kalinya ia berbalik, menatap wajah sendu sedih itu cukup lama. Mematri baik diotaknya agar tak melupakan paras cantiknya yang mungkin akan lama tak ia lihat.

'Bersabarlah Hinata."

Lambaian tangan dan isakan tangis Hinata menjadi pengantar kepergian Naruto selama 5 tahun kedepan.

Memberikan harapan atas kebahagiaan mereka.

.

.

.

.

.

FIN/TBC?

.

.

A/N:

Fin/TBC? Mau Fin apa TBC? :v Hahaha.. Itu tergantung para pembaca, dan akan saya putuskan pada suara terbanyak /ngok #lupikirpemilu? #dirajamreaders . Maaf ye lama update, ngga lama-lama amat kan? :'( Ngga lha yaa.. Ngga donk? B) #senyumsongong. Disini banyak banget kesalahan ya? Kebalan dan kebiasan jelek dengan kejelekkan kalimatnya yang ancur dan bikin bingung :3

Dan gak perlu Naruto menjelaskan pada Hinata apa masalahnya, karena Hinata sudah mendengarnya dari Nagato juga Neji. Hiashi? Dia bukannya jahat, cuman dia punya rencana. eh bener kan? Cowo kalau mau meminang cewe harus punya penghasilan sendiri, jangan pake harta orang tua :3

Ish, Neji disini OOC sangat. == Dah aku penuhin perminaat reader buat bikin Neji nyesel dan minta maaaf :D Bayar?! Maaf ngga ada lemon :3 mood jerukku ilang. Yeah, disini Sasuke bener-bener kaya pahlawan beud ye? Muahaha.. #pelukciumSasu. Gimana dengan Gaara? Dia udah nyerah! -_- Karena dia mau nikah sama aku XD Sory soal suara toa bandara, dialognya maaf aku gak tahu, gak pernah naik pesawat. aku naiknya odong-odong :3

Ish banyak BaCot, bales repiu ahh~

Mangekyooo JumawaBluez_ Ish.. == Ayo ayo.. kaasih aku duit deh.. :D #ketawasenga

Black Market_ Ini crakpair, bisa dibilang gitu. :3

Cicikun_ sayangnya dikamar mandi juga.. Tapi aku skip :v

Utsukush hana-chan_ Udah, cuman sebentar tapi :v Ayo, mau Fin atau TBC? :v

kirei-neko_ happy ending atau sadending ya? XD

huddexxx69_ sudah :D

ujhethejamers_ ish lebay di gunung kidul XD gak sekalian dilaut selatan gitu? Biar dikawinin nyi roro kidul :p

and96_ Oh boleh kok kalau ini dijadiin last chap :D berarti sadending XD oke oke..silahkan.. dan makasih ^^

Daehyuk Shin_ Kapan ya? :v ini mungkin last chap kalau kamu mau :D

bala-san dewa_ Gak ada adegan panas kok.. cuman Lime. Naruto berubah seperti itu? Ikh sumpah aku kalau kalut ya kaya gitu.. Trauma, dan pokoknya apa yang Naruto rasakan itu, kaya pas aku lagi trauma sama kalut dan bingung. Pokoknya kacau banget! =A=

Hanamiru_ #pelukHanamiru . Makasiihh.. Akhirnya ada juga yang ngga jahat sama Karin-nee ku :') Haha.. dia lagi kalut, jadi ngisengin Hinata buat pengalihan pikirannya. Gitu dehh~

hime-chan 1310_ Sadending atau happy ending ya? Maunya? :D saya tunggu pilihan anda untuk fict ini :D

gothiclolita89_ Diakan udah punya TenTen :D

Livylaval_ Kebiasan salah fokus.. -_- pake kacamata kuda gih, al. Ish Al jahat, masa ngga suka Karin. #cekekAl. Tuh kan, penyakit mesum Al kumat. -_- menurutmu ini mau sadending apa happy ending? Chapter depan menentukan :D

mamamiaoZumi_ :'( huhu.. gomenne.. #peluklaptop. Udah update inii.. Yeee~ :v Mau mu happy ata sad ending? soalnya aku sudah siapin buat epilognya. Ya kalau itu pada mau ini chapter TBC :d

Restyviolet_ #sodorintissue

Guest_ SUDAH UPDATEE! \:D/

Kaoru Mauri_ Sesuatu yang hanya boleh diketahui oleh orang yang sudah KTP :v Dirimu masih Hiatus ya? :'( #lambailambai

darkashadow_ sudah :D

Manguni_ Sudah :D

Yukori Kazaqi_ Hahaha.. al gurunya :v #nunjuk2Livylaval

dilaedogawa_ Mungkin guru saya yang mesum. -_- oh aku deng.. Naru Naru yang mesum.. ah readernya yang mesum :3

Guest_ Aa~ saya jelaskan disini. Mereka melakukan 'anu' dan berakhir 'anu' dan 'anu' selesai~ \:D/

Angga_ Sudah update ini :d

Hyugauzumaki_ maunya ini tbc atau Fin? mau sa ata happy? :D #baliknanya

_ Maaf gak bisa kilat. :3

kivi-no _ ini mau tbc atau fin kakak? jadi mau sad atau happy ending? :D Tuh kan kakak~ Karin gak salah sepenuhnyaa Dia baik lho sampe nyuruh Sakura buat berhenti nangis.. Tapi ada ajah hatersnya.

_ ish 'tele-tele' :3

ElisiaLorento_ iya, lagi kehabisan ide. Buat event sama tagihan si Livylaval dan Miku :3 jadi maaf gak bisa up kilat T.T

Ayzhar_ Ehe.. ^^a makasiiihh :* ini mau tbc atau fin nih? :D

amu_ ini gak happy ending lho :v

Chimunk_ haha saya penyebar GaaHina :v tapi saya juga NaruHina, maklum Hinatacentric :D didalam kamar mereka asik nagis-nangisan :3

TheBrownEyes'129_ gambarimasu!

_ oh ternyata kau ome! o.o

angga_ maaf =="

Guest_ Sudaaahh :D

AKHIRNYAAA!~ Update juga :D Saya lagi setres sama event, jadi nyasarnya ke sini :D Maaf kalau reviewnya kurang memuaskan dan salah nama.

Boleh minta keritik, saran, amanat, apapun bahkan flame yang bikin greget :3 Mumpung epsisode terakhir. Boleh kan? :D Saya lagi butuh banget semangat T.T

Mind to RnR?

.

.

.