Nothing is Imposibble

.

Genre : Comedy, Romance, etc.

Cast : YunJaeYooSuMin, and Others

Rated : T to M

Chapter :3 of ?

Setting : Western/Out of Korean

Pair(s) :

Yunho x Jaejoong

Yoochun x Junsu

etc

WARNINGS : OOC,OC,AU, Gaje's, Typo's, Alur Cepat, and Others.

Boys Love a.k.a Boy x Boy

rePost

DON'T LIKE? DON'T READ!

.

.

.

.

.

(A/n : Maaf telat banget update-nya, dan makasih buat salah satu reader gue yang selalu nagih gue FF ini dan akhirnya gue edit juga—hari ini juga.

Jangan lupa review-nya, please? :))

Just enjoying^^

xoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoXOXOxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxo xo

Be Better….

"Tidak! Jangan harap aku mengabulkannya, Jung Yunho." sergah Prof. Tarner dengan nada sarkastis yang sepertinya enggan untuk menyingkir dari bibir dan nada bicaranya. Dasar tua bangka! Gerutu Yunho dalam hati.

"Bersyukurlah aku tidak menendang kau dan Jaejoong dari kampus yang terhormat ini!" Yunho mencibir, yang ditanggapi senyum Prof. Tarner yang seolah berkata "Kuharap kau tidak ingin menciumku, juga."

"Kau boleh kembali ke rumah mu, sekarang. Dan berhentilah untuk membujukku meringankan hukumanmu." sambil membereskan buku-buku nya, Prof Tarner akhirnya meninggalkan Yunho sendiri di ruangannya. Ingin rasanya ia mengacak-acak ruang dosennya yang mengajarkan Fisika itu.

Melangkahkan kakinya ke UKS kampus itu, membuat dirinya melewati beberapa mahasiswa-mahasiswi yang menatap aneh dan jijik kepadanya. Bahkan ada yang terang-terangan menggelengkan kepala tepat di hadapannya. Untung saja dia orangnya cuek dan tidak peduli terhadap apapun.

Oke, kecuali kenyataan bahwa dia—dan lelaki cantik, Jaejoong, yang ia cium beberapa puluh menit yang lalu—diskorsing selama satu minggu oleh guru killer itu. Membuatnya memohon hukumannya di kurangi. Setidaknya jadi 5 hari itu sudah lebih dari cukup, Profesor itu tentu saja menolaknya mentah-mentah. Dan masalah terbesarnya sekarang adalah bagaimana ia menyampaikan berita buruk ini ke flower boyyang terbaring di UKS itu?

'kreeekkkk'

Pintu UKS terbuka dengan knop pintu—yang dingin—masih tergenggam di tangan Yunho yang kokoh dengan genggaman yang kuat. Ia bahkan belum sempat melihat bagaimana keadaan Jaejoong. Minta maaf apalagi.

Teman Jaejoong yang bermuka imut sudah berdiri dihadapannya dan bersiap untuk menyemprotnya—Yunho mengetahuinya saat diam-diam menatap bibir pria itu yang berkedut-kedut—ia bahkan tidak takut oleh ekspressi geram pria imut itu.

Justru, Yunho berusaha menahan supaya tidak tertawa saat ini juga.

"Eoh? KAU—" Junsu menunjuk hidung Yunho. Yunho berani bertaruh kalau sekarang wajahnya pasti memerah. Bagaimana tidak? Ia berusaha untuk tidak tertawa atau telunjuk yang sekarang di depan hidungnya akan mencolok matanya dan menyungkilnya keluar.

Yunho menunggu pria itu menyelesaikan kata-katanya. "Demi Tuhan, YUNHO!" bentak Junsu terlihat dari caranya memberikan penekanan pada namanya. Namanya? Pria 'abnormal' itu tahu namaku? Bagaimana bi—

"APA YANG KAU LAKUKAN TERHADAP JAEJOONG?!" sekarang pria berwajah imut dihadapannya tiba-tiba berubah menjadi sosok monster. Yunho mendelik, membeku, gemetar, lututnya lemas, ia bahkan tidak sanggup berdiri sekarang—well yang benar adalah Yunho masih menahan tawanya. Benar-benar menyeramkan. Sebentar sekali dia bertransformasi, batinnya.

Junsu mengangkat telapak tangannya dan Yunho sudah menyiapkan pipinya—sejak tadi—dan menyadari kalau tamparan itu pasti akan mendarat mulus di pipinya.

"Nghhhh~" lenguhan Jaejoong berhasil mencegah telapak tangan Junsu mendarat di pipi Yunho— dan sekarang menggantung dihadapan Yunho.

Kembali Junsu bertransformasi, kini ia tersenyum dan menghampiri Jaejoong. "Pria aneh.", gumam Yunho.

Yunho berjalan menghampiri Jaejoong yang kini rebahan dengan wajah yang benar-benar tersiksa, sepertinya benturan kecil di kepala bagian belakangnya membuat kepalanya benjol.

"Jaga jarakmu, Jung Yunho!" Junsu melototkan matanya saat Yunho berniat untuk memegang telapak tangan Jaejoong. "Jangan pegang dia, atau kau akan mati" geram Junsu, lagi.

"Sudahlah Su~ biarkan Yunho menebus rasa bersalahnya. Apa salahnya jika ia memegang tangan Jaejoong. Toh? di cium saja, Jaejoong tidak keberatan." kata Yoochun dengan nada menggoda dan kerlingan matanya— Ia duduk sambil membaca buku di sudut kanan UKS. Lantas saja membuat Jaejoong awkward dan merah di pipinya makin menjadi semenjak ia menyadari Yunho menjenguknya dan menghampirinya disini, disampingnya.

"Diamhh—lahh—Yoochun, aku sama sekali tidak nnhhhh—" Jaejoong mengaduh, nyeri di kepalanya makin menusuk-nusuk.

"Berhenti bicara sekarang juga, Idiot!" Junsu kembali angkat bicara, Jaejoong mendesah "Kau harus istirahat." sambungnya lagi. "Dan kau—" Yunho menatap horror telunjuk yang mengacung di depannya itu, "jagakan dia untukku. Aku tahu kau mendapatkan hukuman dari Prof. Tarner, jadi aku ingin mengambil kelas Kimiaku dan juga Yoochun yang aku tidak tahu pelajaran apa dia sekarang. Jaga dia baik-baik, atau kau akan kubunuh! Pegang kata-kata ku, Jung Yunho." Junsu terkikik. Tentu saja dalam hati, aktingnya benar-benar sempurna, ia mengagumi dirinya sendiri.

"Aku mengerti, duck—" Yunho tidak bisa menyelesaikan kalimatnya. Pantat besar itu langsung saja menyemprotnya.

"Ucapkan itu sekali lagi, atau matamu akan kucongkel keluar." Yunho mendelik di samping Junsu, sepertinya ia benar-benar marah. Tapi kenyataan memang seperti itu kok, Pria imut ini kalau berjalan memang seperti bebe—

"Oh! Aku terlambat 3menit. Jaejoong, aku pergi dulu. Kalau monster itu mengganggumu kau tinggal teriak saja." Junsu menundukkan kepalanya, kelihatannya ia ingin mencium pipi Jaejoong tapi sebenarnya "Nikmati harimu idiot, aku harap dia memperkosamu." bisik Junsu menggoda yang langsung saja mendapatkan pukulan yang telak di kepalanya. "Rasanya benar-benar enak, serius." lagi-lagi, pukulan kecil Jaejoong mendarat di kepalanya. "Sudah cukup kau memukulku, aku harus benar-benar pergi sekarang." kali ini tidak dengan bisikan,

chuu~

Junsu mencium pipi Jaejoong sekilas, kemudian menjauh dari Jaejoong dan menghampiri Yoochun di sudut UKS.

"Untukku?" pinta Yoochun, memonyongkan bibirnya.

"Kurasa kau tahu peraturanku sekarang, Park Yoochun!" ujar Junsu, meraih tangan Yoochun untuk membantunya yang enggan berdiri.

"Oh, ayolah! Tidak ada salahnya, hanya kita berempat disini." Yoochun semakin merengek, ia berdiri menuruti perintah dari Junsu.

"Oh! kau benar-benar penggoda yang handal, akan kubunuh kau kalau kita ketahuan oleh Prof. Tarner seperti mere—"

Chuuu~

Jaejoong menggeleng melihat tingkah aneh kedua sahabatnya. Sepertinya ia mulai menyukai Yoochun.

"Errr—bagaimana keadaanmu?" ujar Yunho berusaha untuk menghilangkan kecanggungannya karena ulah pasangan idiot itu.

"Ermm—baik, pertanyaan yang sama untukmu, Yunho?" kata Jaejoong tidak kalah canggungnya, jantungnya berdesir hebat.

'ckkpp…..enghhhh…sllrppp…cuupp..'

"Kuharap Prof. Tarner segera kesini" Jaejoong berusaha berteriak, Yunho menoleh ke arah pasangan idiot itu.

"Engh—cuk—hup… Yoochun" Junsu berusaha mendorong dada bidang milik pacarnya yang masih menciumnya dengan intens. Merasakan sedikit pukulan kecil di dadanya, akhirnya Yoochun melepaskan ciumannya. Benang tipis yang berupa saliva keduanya akhirnya terputus. Setara dengan helaan nafas mereka yang memburu, menuntut oksigen.

"Baiklah Jaejoong! Aku pergi dulu. Kurasa Mrs. Vionna sudah bertanya-tanya kenapa aku lama sekali." Yoochun menerima kerlingan dari Junsu yang tersipu malu karena berani melakukannya. "Saatnya pergi, Yoochun." Junsu menyeret Yoochun agar cepat-cepat keluar "Pegang, kata-kata ku , Jung Yunho!" ancam Junsu tepat di depan pintu disambut anggukan kecil oleh Yunho. Jaejoong menatap kepergian sahabatnya yang menghilang dibalik pintu UKS, dan Kini. Ia. Berdua. Dengan. YUNHO!...

"Well, mereka berdua pasangan yang aneh." tutur Yunho, Jaejoong tertawa pelan mendengarnya.

"Tapi aku tau mereka saling mengisi satu sama lain," Jaejoong berusaha membela kedua sahabatnya. Yunho memicingkan matanya, memandang heran ke arah Jaejooong.

"Kupikir kau membencinya?" Yunho mendekat ke arah Jaejoong.

"Ah ya, memang." Jaejoong mengangguk setuju "tapi, sebenarnya itu dulu." Jaejoong tersenyum. Yunho mendesis, "Kenapa kau tidak duduk saja?"tanya Jaejoong, kasihan juga dia melihat pujaannya berdiri kikuk di sampingnya.

"Hahaha, aku bahkan tidak menyadari aku sedang beridiri, tapi baiklah." Yunho melangkah ke sudut tempat dimana Yoochun duduk tadi dan mengambil satu buah kursi plastik kemudian menempatkannya di samping Jaejoong. "Well, Jaejoong. Apa kau tahu hukuman apa buat kita?" hanya buatku, seharusnya. Batin Yunho melanjutkan.

"Belum, aku bahkan belum pernah keluar dari UKS ini, sejak tadi." Yunho tersenyum mendengarnya. Oh! Demi Tuhan, kuharap itu adalah senyuman untukku. Batin Jaejoong berteriak.

"Selama seminggu, kita berdua—yang sebenarnya hukumannya hanya pantas buatku—diskorsing selama satu minggu." lantas saja membuat Jaejoong membelalakkan matanya, bagaimana bisa?

Hei! Jangan lupakan aktivitas Yoochun dan Junsu setiap harinya, di kampus. Apa yang mereka lakukan bahkan sudah berlebihan, tapi kenapa dirinya yang tidak sengaja dan sebenarnya murni kecelakaan dihukum sedemikian kejamnya? Dimana letak keadilan kampus ini?

Apa yang akan ia katakan kepada Mom dan Dad-nya?

"Mum, Dad, aku dicium cowok dank arena itu aku diskorsing!"

Jangan harap ia bisa kembali ke rumahnya lagi. Tamatlah riwayatku. Jaejoong mengerang pelan. Tak tahu apa yang akan terjadi jika ia berkata jujur kepada ayah dan ibunya. Dengan IQ dan pengetahuan yang pas-pasan membuat ia benar-benar bingung jika ia harus ketinggalan banyak mata pelajaran.

Demi Tuhan, ia lebih memilih mengerjakan dan bergelut dengan fisika jika harus seperti ini. Anak polos sepertinya yang jarang terlibat masalah tiba-tiba kena hukuman skorsing, berharap saja kedua orang tuanya tidak terkena serangan jantung.

"Jaejoong? Kau baik-baik saja?" desak Yunho

"…"

"Jaejoong? Hey—"

"….—" Yunho mengguncang-guncang tubuh Jaejoong.

"Eh?—maaf, Yunho" Jaejoong kembali ke alam sadarnya. Ia bahkan tak tahu bagimana mungkin masalah seperti itu bisa membuatnya diskors selama satu minggu? Menyebalkan!.

"Jika kau ingin memarahi seseorang, salahkan dan pukullah aku." Yunho mendesah pasrah. Yang benar saja, batin Jaejoong tidak setuju dengan pernyataan itu.

I rather get your kiss than hit you, Jung Yunho!

EH?

"Ahhh tidak—aku hanya—ermm—sedikit memikirkan bagaimana nantinya aku memberitahukan kedua orang tua ku." Jaejoong mengulum senyumnya, membuat Yunho mengernyit heran.

"Jangan katakan yang sebenarnya kepada mereka, atau kau akan mendapatkan hukuman yang lebih." Yunho mendesah, dan batin Jaejoong tertawa dalam hati. Yunho menyuruhku berbohong, eoh? "Dan sekali lagi, maafkan aku yang melibatkanmu dalam masalah ini Kim Jaejoong." Oh! pria sejati memang tidak akan bosannya meminta maaf, tuntut Jaejoong dalam hati.

"Jangan salahkan dirimu. Aku pun bersalah. Karena kecerobohan dan kebodohanku yang berdiri mematung di depan pintu toilet itu dan ternyata tidak menyadari ada atlet yang sedang lomba lari." Jaejoong terkikik pelan, begitu pula Yunho.

"Aku memang sedang berlomba dengan waktu, kupikir aku terlambat untuk masuk di kelas Mrs. Viona makanya aku cepat-cepat. Tapi justru aku menubrukmu." Dan melumat bibirku, sambung Jaejoong. "Tapi, sudahlah. Biarkan saja semua itu berlalu. Sekarang aku dan kau hadapi saja hukuman dari Prof. Tarner." Jaejong mengangguk mengiyakan. "Boleh tahu bagaimana keadaan errr—kepalamu?" Yunho memegang bagian belakang kepalanya sambil memandang menyelidik tepat ke bola mata hazel Jaejoong.

"Sudah lebih baik kurasa, aku pikir aku terbentur dengan keras saat—saat aku jatuh." Jaejoong membuang pandangannya saat Yunho menatapnya—menohok tepat di dasar hazel-nya. Bagaimana ia bisa sanggup dengan tatapan maut dan mematikan itu?.

"Itu semua karena salahku, hmmm—" Yunho menunduk. Desisan pelan keluar dari bibirnya dan kembali mendongak dan menatap Jaejoong yang berekspressi bingung? Yunho terkikik pelan.

"Bagaimana kalau aku keluar dari UKS yang penat dan menyebalkan ini?" tanya Jaejoong. Ia benar-benar terganggu dengan suasana seperti ini. Paling tidak karena jantungnya sedari tadi melompat-lompat menuntut keluar dari tempatnya. Bayangkan saja berdua, dengan Yunho dalam satu ruangan tentu membuatnya depressi dan merasa canggung dan juga sikap serba salah-nya yang sangat menggangunya.

"Jangan lupakan kepalamu, terbentur dua kali kuharap tidak membuat bagian otakmu tergeser satu mil pun, Jaejoong." Jaejoong terbahak dalam hati, sekarang adalah zaman modern, jadi sisi 'jaim' harus tetap dipertahankan atau kau akan membuat ilfeel seseorang. Menyebalkan sekali tidak bisa berteriak dan menganga sambil tertawa. Masih ada banyak waktu dirumah untuk tertawa, atau dia harus masuk ke dalam kamar mandi dan tertawa sepuasnya di dalam sana? Kurasa leluconnya tidak begitu lucu, tapi kenapa ia merasa seperti melihat Yunho kedodoran celananya? Dan benar, dia juga berharap seperti Yunho, moga saja otaknya tidak bergeser satu mil, iya satu mil-pun!.

"Kurasa aku ingin benar-benar keluar dari penjara yang penat ini, Yunho. Dan lebih menikmati hukumanku daripada aku seperti orang struk yang tidak bisa apa-apa." lelucon yang garing, pikir Jaejoong.

Yunho terkekeh pelan. "Well, baiklah. Aku juga merasa penat di ruangan ini." Yunho membantu Jaejoong bangun dari tempat tidurnya.

Jangan lupakan siapa sekarang yang membantunya dan Jaejoong berusaha mengingat-ingat bagaimana cara bernafas.

"Berjalan tertatih-tatih menyebalkan juga." Yunho memapah Jaejoong dan satu lengannya melingkar di pinggang ramping milik pria manis itu, bermaksud untuk menahan pungggungnya agar tidak begitu sakit. Yunho bahkan masih ingat bagaimana bunyi 'gedebukk' itu berbunyi. Bersyukur tulang Jaejoong baik-baik saja dan tidak patah akibat benturan yang sebenarnya err—pelan? Tapi mengerikan itu.

Yunho terkikik pelan mendengar penuturan Jaejoong.

"Kuharap kau tidak keberatan dengan puluhan pasang mata yang menatp kita, Jaejoong." Ujar Yunho mengalihkan pembicaraan yang sebenarnya disadari oleh Jaejoong.

Aku bahkan merasa inilah hariku, Yunho! Kau menciumku, kau memelukku, kau menjengukku, dan sekarang lihatlah, lenganmu bahkan melingkar di pingg—

"Apakah salah satu hobimu adalah berbicara sendiri?" Shit! Jaejoong bahkan tidak tahu dimana menyembunyikan pipinya yang kini memerah itu. Apa barusan ia mengeluarkan kegirangan di kepalanya? "Kurasa aktivitas monolog-mu itu setidaknya kau hentikan dan fokuslah sampai kita mencapai gerbang kampus ini. Selepas itu, kau bisa melamun, dan berbicara sendiri sepuasmu, kau bisa memegang janjiku." Jaejoong mengangguk setuju, agak canggung.

"Hell no! dasar pria brengsek"

"dasar gay"

"Banci sialan!"

"Kuharap Yunho tidak keluar dari tim basket karena hubungan terlarangnya itu."

"Oh! I want to kill him."

"Dia hanya berpura-pura sakit. Dasar pria genit!

"Bagus! Teruslah berjalan, dan jangan hiraukan apa yang dikatakan oleh wanita-wanita itu." Untuk kedua kali nya Jaejoong mengangguk dan berbicara dalam bisikan yang hanya dia dan Yunho yang mendengarnya. "Angkat kepalamu, Jaejoong!" Jaejoong menengadah mentap Yunho.

Jaejoong berdeham. "Tentu saja mereka fansmu, dan aku harap mereka tidak berfikiran macam-macam terhadap err—kita!" Yunho terkikik pelan, lucu saja apakah pendengaran Jaejoong bermasalah? Wanita-wanita itu bahkan—jika memiliki linggis di tangannya akan benar-benar melemparkan benda itu ke arah mereka berdua.

Pendengaran Jaejoong seakan tuli. Ia hanya mengingat suara bass milik Yunho, untuk saat ini. Dan suara-suara perempuan itu tidak bisa tertangkap oleh indra pendengarannya.

"Jangan lupakan Jaejoong, aku bahkan masih normal. Dan ingatlah, yang aku lakukan adalah hanya sebagai tanggung jawabku karena ulahku kau begini." Jaejoong menatap kaget ke arah Yunho yang memandang ke depan.

Demi Tuhan! Ia bahkan merasakan bagaimana Yunho mengecup bibirnya, bagaimana ia melumat bibirnya dengan begitu minatnya, ia bahkan masih ingat Yunho menatapnya dengan pandangan yang seketika itu membuat jantung Jaejoong berdesir sejuk. Dan jangan lupakan bagaimana Yunho memberikan kecupan sekilas saat menyadari kedatangan Prof. Tarner.

Jadi? Semua ini hanya sebagai pertanggung jawaban dari seseorang yang bernama Yun—

"Hentikan lamunanmu, Jaejoong! Aku kesulitan memapahmu kalau kau terus seperti orang idiot dan dungu yang kesulitan untuk berjalan karena melamun." langkah Jaejoong terhenti, ia menggigit bibirnya kuat-kuat.

Apakah seorang Jung Yunho tidak mengetahui bahwa ia benar-benar seseorang yang memiliki perasaan yang sensitif? Yunho belum mengetahui bahwa ia memiliki perasaan yang sensitif. Mereka belum lama kenal. Hal pribadi seperti ini tentu saja tidak diketahui oleh Yunho, batinnya berusaha menghibur.

Yunho memandangnya heran, Jaejoong menyadari hal itu dan tersenyum saat ia bertatapan dengan bola-mata milik Yunho. Kembali mereka berjalan keluar dari kampus dengan beribu-ribu pertanyaan yang mengganjal dikepala Jaejoong.

Jaejoong adalah sosok yang benar-benar tidak tega, jika ia bisa memilih saat ini ia memilih untuk menjadi orang jahat agar ia bisa menjauh dari Yunho. Perkataan yang sebenarnya santapan sehari-hari yang dilontarkan Junsu ke arahnya benar-benar menusuk sampai ke ulu hatinya, tentu saja berbeda saat seseorang yang ia cintai tiga tahun itu mengatakannya tanpa perasaan bersalah.

Ia sadar, setetes kristal bening keluar dari pelupuk matanya, ia berharap Yunho tidak melihatnya—jangan sampai—atau ia akan mendapatkan kata-kata kasar yang lebih menyakitkan, lagi.

Kenapa aku jadi cengeng seperti ini? Jaejoong menggerutu.

"Kurasa aku lebih baik menunggu Yoochun dan Junsu, Yunho. Kau pulang duluan saja." kata Jaejoong akhirnya.

Ia tidak ingin dekat-dekat dengan pria yang ada disampingnya. Ia rela, ia rela jika hanya memandangnya dari jauh selama lima tahun atau bahkan lebih. Banyak resiko jika ia dekat dengan Yunho, tidak hanya karena masalah gender, tapi juga masalah hati. Yunho tidak akan pernah mencintainya—iya.

Tidak akan pernah.

Jangan lupakan berapa banyak perempuan yang rela bertekuk lutut di hadapannya Jaejoong, jangan sekali-kali kau lupakan itu.

Yunho mendengus tidak setuju. "Kau marah?" tanya Yunho menghentikan langkahnya.

Jaejoong tersenyum, "Nope." jawab Jaejoong singkat.

"Pikirkan dulu! kupikir kau ingin bebas dari status obat nyamukmu barang sehari?!" ujar Yunho yang sebenarnya err—merasa bersalah. Tidak salah jika Yunho menyebutku idiot! Karena aku memang idiot, kembali pria berbibir cherry itu menggerutu.

Jaejoong membatin mana mungkin aku ingin menjadi obat nyamuk di antara mereka, lagi? Tidak! Dan tidak mau! Jaejoong menggeleng menjawab pertanyaan dihatinya membuat Yunho mengernyit heran.

"Tidak jadi! aku ikut denganmu." sergah Jaejoong dengan mimik innocent, Yunho tertawa.

"Kurasa lebih baik bagitu" Yunho tersenyum kemudian kembali memapah Jaejoong, dan tentu saja hal itu membuat dada Jaejoong—kembali berdesir hebat.

Yunho senang bercanda.

Kata-kata dungu dan idiot yang keluar dari bibir sexy tebal itu hanyalah sebuah lelucon. Jaejoong tersenyum.

Jemari Yunho menggenggam pinggang rampingnya dengan keras, membuatnya meringis.

YooSu's Side...

"Yoochunie, aku jadi penasaran apakah Yunho sedang memperkosa Jaejoong. Aku harap dia melakukannya, bisa kau bayangkan betapa senangnya Jaejoong?" Junsu memeluk lengan Yoochun yang sedang mengedarkan pandangannya.

Yoochun menoleh dan menatap Junsu tajam, "Kalau aku memperkosamu, kau senang?" Junsu tersentak.

"Kau membuat konsep baru untuk kita?" tanya Junsu menyelidik.

"Kau ingin aku melakukannya?"

"Kenapa kau tanya balik?"

"Kenapa tidak kau jawab saja?"

"Kau—menyebalkan!" Junsu memberengut dan berniat untuk meninggalkannya. Lengan Junsu ditarik menuju pangkuan Yoochun dan ia memeluk Junsu dari belakang.

"Biarkan seperti ini. I won't kiss you, I promise."

"Menurutmu, Yunho bakal suka sama Jaejoong?" Junsu mengalihkan pembicaraan dan dijawab dengan anggukan keras oleh Yoochun.

.

.

.

TBC

xoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoXOXOxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxo xo

.

.

.

Gue gak bakal banyak cing-cong deh, yang pasti gue tau kalo ini pendek banget XD

Ini udah gue edit-mati-matian berusaha nyari typo(s) dan perbaikin diksi-nya sana-sini.

Gue harap kadar ke-typo-an gue berkurang.

Well, as usual…

Review please?

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

_BerRy_

AKTF!