Napas Minato memburu. Bukan karena kelelahan, bukan. Bukan karena hal semacam itu. Ia hanya panik, ya, panik. Bukan hanya sebenarnya, tapi sangat.

Dengan segenap rasa sabar yang dimilikinya, Minato mulai berpikir. Seingatnya, Naruto berada di rumah bersama dengan Kakashi hari ini. Ia tidak yakin bahwa muridnya yang satu itu akan lari dari tanggung jawab yang ada padanya, apalagi itu merupakan permintaan pribadi dari gurunya sendiri. Kakashi bukanlah tipe orang seperti itu. Dan lagi, jika benar Naruto menghilang, kenapa bukan Kakashi yang melapor langsung padanya? Kenapa harus anbu lain?

Sementara tiga bersahabat InoShikaCho yang menyaksikan itu ikut dibuat berpikir. "Jangan bertindak terlalu jauh dulu Hokage-sama, pikirkan dengan kepala dingin."

"Ya, terimakasih Shikaku. Kurasa sebaiknya kalian pulang sekarang. Isteri-isteri kalian pasti menunggu dirumah."

"Baiklah kalau begitu. Jika ada masalah, jangan segan-segan menghubungi kami. Kami pasti akan membantu." ucap salah seorang Yamanaka diantara mereka berlima. Minato hanya mengangguk kecil, dan setelah ketiga orang pria dewasa itu membungkuk hormat, mereka berlalu.

.

.

.

Bukannya Minato tidak menganggap serius perkataan anbu tadi, tapi Minato tidak benar-benar mengerahkan tenaga dari ninja maupun pasukan anbu untuk bergerak untuk mencari anaknya. Ini juga bukan berarti dia tidak peduli menegnai hal ini, hanya saja, dia masih bingung. Jadi, dia turut serta turun tangan tanpa harus membuat banyak dari para bawahannya kerepotan. Dia memilih jalan itu.

Sial. Dia bukan ahli sensor jarak jauh, pasti dia akan kerepotan kalau begini. Tapi, tunggu dulu.

Fuin-nya.

Langsung saja dia mengaktifkan segelnya. Lalu menghilang ke tempat lain.

.

.

.

Kedua buah matanya tebelak. "Tidak mungkin..."

Tepat di depan matanya ia melihat Naruto tergeletak di tanah dengan darah yang mengalir dari mulut kecilnya. Badannya dingin saat Minato menyentuhnya, tubuh anaknya sangat lemas, seperti tidak terdapat jiwa didalamnya. Bibir Naruto pucat, sangat pucat. Demikian dengan Minato. Dia memeluk anaknya, didekapnya sambil menangis dalam diam.

Sekali lagi, ia kehilangan orang yang dicintainya.

Dia bodoh. Kenapa dia tidak bereaksi dengan cepat saat mendapat laporan dari bawahannya itu? Kenapa ia bisa merasa bahwa semuanya baik-baik saja? Kenapa ia menjadi begitu lamban? Kemana otak jeniusnya? Kemana?


oOo Still Alive oOo

a Naruto Fanfiction

Naruto and all caracters in this story belong to Masashi Kishimoto

Family/Drama

Warning : Typo, abal, gaje, OOC, dll.

a Story by Newbie Kepo


"Otanjubi omedeto Hokage-sama!"

Poff~

Naruto yang sebelumnya berada di dekapannya menghilang, itu hanya kage bunshin. Dan sekarang dihadapannya...

Semua teman-teman beserta gurunya. Bahkan tiga orang yang tadi yang mengunjunginya di kantor.

"Hoho. Selamat ulang tahun Minato, aku harap kau tidak marah dengan ini. Hehehe..."

"Hei bocah! Maaf karna sudah memberikan obat pelemah kinerja otak ke dalam tehmu pagi ini. Ternyata bekerja juga."

"Maaf sensei, disini aku tidak terlibat. Kumohon, jangan salahkan aku. Aku menjaga Naruto dengan baik sampai gurumu yang mesum itu menahanku."

"Lihat! Jutsuku mampu mengelabuhi Hokage-sama."

Ucapan-ucapan itu cukup membuat Minato terdiam. Jadi ini penipuan. Kurang ajar. Apa mereka tidak tau kalau Minato juga bisa marah?

"Terimakasih karena telah membuat aku terkejut sampai ingin mati." Minato mengucapkannya dengan aura yang begitu kelam, membuat orang-orang disekitarnya merinding.

Tapi guru mesumnya justru membalas dengan senyum lebar, "Tentu saja! Aku tidak keberatan jika kau ingin sesuatu yang lebih dari ini!" Dan dengan itu Jiraya terpental akibat tendangan super dari partnernya, Tsunade. Dasar, pria mesum itu tidak tau situasi. Bodoh.

Entah kenapa mereka jadi takut.

Chouja mendekati Minato lalu merangkulnya, "Sudahlah Minato, kami tidak bermaksud jahat. Ini hanya hiburan. Hiburan."

"Hiburan katamu? Kalau aku mati karna serangan jantung, apa itu sebuah hiburan untukmu Chouja?"

Chouja langsung melepaskan tangannya dari pundak sahabat kuningnya itu, jadi dia hanya tersenyum kecut menanggapi ucapan Minato tadi.

"Sudahlah! Ini, tiup lilinnya!" ucap Tsunade kecut. Sementara dari balik badannya Jiraya berjalan tertatih setelah mendapat tendangan dari Tsunade tadi.

Minato menarik napas dalam. Ia harus sabar. Dan mungkin dia akan membuat perhitungan mengenai kejadian ini.

"Aku akan membalas kallian setelah ini." Ucap Minato serius, mereka menelan ludah. Minato sedang tidak bercanda, dan mereka tau itu.

Mendekatkan wajahnya pada kue yang sedang dipegang oleh Tsunade, ia berdoa dalam hati. Aku harap Kushina dan semua orang bahagia serta hidup dengan damai, dan semoga Naruto tumbuh menjadi anak yang baik.

Tunggu dulu, dimana Naruto?

Minato langsung menjauhkan wajahnya dari kue bertancapkan lilin itu, lantas mengedarkan pandangannya ke arah orang-orang yang berada di sekitarnya. "Dimana Naruto? Aku akan meniupnya bersam Naruto."

Mereka semua terdiam.

Dimana Naruto?

Mereka tidak tau.


A/N : Maaf karena membuat kalian menunggu lebih dari setengah tahun... Oke, chapter ini gaje banget, saya tau. Tapi ini adalah bentuk nyata kalau fic ini masih berlanjut. Saya tidak terlalu peduli nantinya akan ada pembacanya atau gak. Saya mau belajar bertanggung jawab. Chapter ini juga sekaligus sebagai kado ulang tahun untuk pacarku tercinta, Namikaze Minato, walaupun sama sekali gak bagus. But I still love you Minato.

Hope you enjoy this story. Kalau gak suka tinggalin aja ya, jangan paksa baca, nanti migren. :D