Our Destiny

(Am I Wrong to Love You? - Sekuel)

Part 3

By:: Anita Lee Del Vongola

Rate:: T

Genre:: Romance, Hurt/Comfort

Warning:: Shounen-ai (Boys Love), AU, OOC, Typo(s), previously Incest.

Cast:: EXO members

Pairing:: ChenMin (Kim Jongdae/Xiu Min) slight EXO Couple(s)

Disclaimer:: They belong to God, their parent, and themselves.


Chapter 2's Reply::

paprikapumpkin-ssi: Chapter ini last chap-nya, mianhae.. m(_ _)m Tapi kalau saya ada ide untuk melanjutkannya lagi, mungkin saya akan bikin sekuel dari sekuel ini(?) Kamsahamnida atas review-nya.. ^^

putriii-ssi: Umm.. Mungkin karena Tao suka belanja? #plak! Rencana Luhan terungkap di last chap ini~ ^^ Kamsahamnida review-nya~ ^^

ajib4ff-ssi: Lovey dovey tapi ada nyeseknya dikit.. ^^a *serius! cuman dikit* Err.. Iya.. Nggak tau kenapa saya suka couple-couple ini. Mianhae kalo nggak sesuai selera(?) m(_ _)m Kamsahamnida sudah review~ ^^

Daevict024-ssi: Ini sudah lanjut~ Kamsahamnida review-nya~ ^^

Riyoung Kim-ssi: Sudah lanjut, last chap~ Kamsahamnida review-nya~ ^^

Mei-ssi: Uuh.. Saya jadiin satu aja ya balesannya? ^^a. Saya sejujurnya nggak terlalu tau juga soal dunia kedokteran, berhubung saya nggak tertarik jadi dokter. Tapi saya ambil itu berdasarkan cerita juga, jadi saya juga nggak tau kebenarannya ^^a.

Xiumin cepet jatuh cinta karena saya pengen~ #plak! Becanda, yah.. cinta nggak bisa ditebak kapan datangnya kan? ^^ Momennya silahkan dibaca di chap ini~ Dan saya sedang project FF series yang memasukkan semua couple termasuk TaoRis, ditunggu ya~ :D Kamsahamnida review-nya~

Sekian review's reply kali ini~

Next, happy reading~ ^^


Namja berpipi tembam itu menatap pantulan dirinya di cermin. Ia tak menyangka jika tampilan dirinya bisa berubah drastis seperti itu. Sepertinya ia harus sangat berterimakasih pada dua orang namja yang "menculiknya" tadi siang secara tiba-tiba. Dan mengubahnya jadi dia yang sekarang.

Poni rambutnya yang kecoklatan dibiarkan menggantung menutupi dahinya dan sedikit ditata agak miring. Terlihat sederhana, tetapi sangat cocok untuknya. Kemudian untuk pakaiannya, jaket plaid brown yang dipadupadankan dengan jersey berwarna steel grey sebagai dalamannya ditambah kishy jeans terlihat sangat cocok dengan dirinya. Sedikit sentuhan fashion telah membuatnya menjadi namja yang "cantik". Tak lupa juga black sneaker yang menyelubungi kedua kakinya.

Orang lain tak akan bisa melayangkan kata-kata lain selain pujian. Ya, karena sekarang semua itu pantas diperolehnya. Sekali lagi ia harus berterimakasih pada mereka berdua.

"Gomawo, Luhan-ssi, Tao-ssi.. Aku tidak tahu harus berkata apa lagi selain ucapan terima kasih pada kalian."

"Tidak apa-apa gēgē. Aku malah senang karena bisa membantu gēgē!" Tao berujar riang. Ia memang tak terlalu tahu menahu tentang masalah para gēgē dan dìdì-nya. Selain karena Kris merahasiakannya, mungkin kekasihnya itu tak ingin memberikan beban berat pada pikiran Tao. Mengingat perasaan Tao yang sangat sensitif.

"Nah, Xiu Min-ssi, apa kau sudah siap sekarang?"

Xiu Min menelengkan kepalanya mendengar pertanyaan Luhan. Dalam kepalanya berputar berbagai tanda tanya ke manakah mereka akan membawanya. Semua itu bisa dianalisa hanya dengan "penculikan" yang kemudian dilanjutkan dengan make over mendadak yang dialaminya.

"Memangnya kita akan ke mana?"

Luhan tersenyum kecil melihat ekspresi Xiu Min yang tergolong dalam kategori cute. Ia tidak bisa memungkiri kalau ekspresi kebingungan Xiu Min memang lucu dan menggemaskan. Apalagi dengan pipi chubby-nya itu.

"Gēgē, kě ài.." Celetukan Tao mengembalikan Luhan dari dunia lamunannya.

"Kau akan tahu nanti~ Jadi, sekarang pakailah ini!"

Luhan menyodorkan sepotong kain hitam yang lumayan panjang pada namja di depannya. Xiu Min mengerutkan dahinya.

"Untuk apa?"

"Tutup matamu dengan kain ini. Tenang saja, kami tidak akan melakukan hal yang buruk padamu kok."

"Iya, gēgē. Pakai saja!"

"Ah.. Ne, baiklah…"

Xiu Min segera mengambil kain hitam itu dan memakainya untuk menutupi penglihatannya. Semua menjadi gelap ketika ia melepaskan tangannya setelah selesai menyimpulkan kain itu. Ia benar-benar tak tahu harus berbuat apa sesudahnya.

"Sekarang, kau hanya perlu mengikuti kami. Kami akan menggandeng tanganmu."

Bisa dirasakan Xiu Min, kedua tangannya digenggam oleh seseorang–atau mungkin dua orang? Yang jelas, ia mulai melangkah ketika mereka mulai berjalan dan ia mendengar suara pintu–seperti pintu mobil–yang dibuka. Kemudian ia digiring untuk duduk di sebuah kursi–dari perasaannya.

Brumm!

Dan suara mesin mobil yang dinyalakan membuatnya yakin kalau ia akan dibawa ke suatu tempat. Yang mungkin belum pernah dikunjunginya sebelumnya.


Kricing!

Suara lonceng terdengar di telinga namja yang tengah digiring oleh dua namja lain yang berjalan di depannya. Ia tak bisa melihat apa-apa, karena itu ia hanya bisa pasrah ketika dua namja itu mendudukkan dirinya kembali ke sebuah benda empuk–yang diyakininya adalah kursi.

Mereka melepaskan pegangan tangan mereka dari namja itu dan berlalu pergi. Kebingungan, namja itu menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, namun semuanya tetaplah gelap. Sebenarnya ia bisa saja melepaskan penutup matanya, tetapi mengingat "ancaman" dari kedua namja yang "menculiknya", ia harus menunggu sebelum ada aba-aba untuk membukanya.

"Sekarang buka penutup matamu."

Suara–bersumber dari megaphone–yang belum ia kenal, merasuk ke indra pendengarannya. Itu perintah agar ia membuka penutup matanya sekarang. Sedikit menunduk, perlahan tangannya menyentuh simpul kain di belakang kepalanya dan mulai melepaskannya. Setelah kain itu tak menutupi matanya, meski sedikit kabur ia bisa melihat meja di depannya yang di atasnya terdapat lilin-lilin kecil. Matanya terus menelusuri apa yang ada di depannya. Agak mendongak, ia bisa melihat seseorang sedang berada di seberang mejanya. Penasaran, ia akhirnya memposisikan dirinya agar pandangannya lurus menghadap ke arah orang itu.

"Xiu Min-hyung… Kaukah itu?"

Timing dari pertanyaan orang itu bersamaan dengan lurusnya pandangan matanya. Terbelalak ketika ia tahu siapakah sebenarnya sosok itu.

"Jongdae…ah?"

Sungguh, untuk siapa pun orang yang merencanakan ini semua, ia sangat berterimakasih. Karena ia bisa bersama dengan seseorang yang dicintainya. Dalam sebuah suasana dan waktu yang mendukung untuk mengungkapkan perasaannya.

Kepada seorang Kim Jongdae..


Jantung seorang Kim Jongdae tak pernah berdetak sekencang ini sebelumnya. Jantungnya memang berdetak kencang ketika ia bersama dengan Minseok dulu. Tetapi untuk kali ini… Ia bisa merasakan bahwa jantungnya berpacu menjadi lebih cepat saat ia bersama dengan namja di hadapannya. Namja itu terlihat…

'Sangat cantik…'

Ia tak pernah tahu kalau Xiu Min bisa menjadi se"cantik" ini.

Mungkinkah ia mulai bisa melupakan Minseok dan meraih cinta yang baru?

Cinta dari seorang Xiu Min. Namja yang ada di hadapannya saat ini.

"Jongdae…ah?"

"N-ne, hyung? Ada apa?" tanya Jongdae sedikit terbata ketika Xiu Min memanggilnya.

"Kita sekarang ada di mana sebenarnya? Apa kau tahu?"

Terlepas dari kekagumannya atas Xiu Min, Jongdae menyusuri keadaan sekitarnya. Tempat ini sudah dipermak sedemikian rupa dan terlihat lebih indah dari biasanya. Namun ia sudah terlalu hafal di mana ia berada sekarang meskipun banyak perubahan di bagian dekorasinya, yang mungkin dilakukan untuk momennya saat ini. Ia tahu di mana mereka sekarang.

"Kita ada di café milik sepupu Luhan-hyung, hyung. Mungkin hyung belum tahu seperti apa sepupu Luhan-hyung."

"Be-begitu ya? Ngomong-ngomong, kenapa kau bisa ada di sini? Dan kenapa hanya ada kita… berdua saja?" tanya Xiu Min. Sedikit jeda ia berikan sebelum dua kata terakhir darinya.

Jongdae tak menjawab. Ia sendiri tak tahu bagaimana harus menjelaskannya pada Xiu Min. Ia tahu, dan mungkin Xiu Min juga tahu apa maksud dari hanya adanya mereka berdua di tempat itu. Semuanya bahkan sudah jelas sejak mereka melihat sosok satu sama lain di hadapan mereka.

Tapi satu hal yang bisa ia duga, orang-orang "itu" pasti berada di suatu tempat di sini. Entah itu di dapur, ruang karyawan, ataukah ruang manager. Yang pasti mereka tak akan tega–rela–meninggalkan mereka berduaan seperti ini, apalagi si namja jangkung pemilik café ini. Ia tak mungkin menyerahkan nasib café-nya pada seseorang yang belum pernah ia tahu dan seseorang yang jarang sekali datang ke sini. Itu tindakan yang bodoh untuk seorang manager sekaligus owner seperti dia. Dan dia adalah namja yang cukup pintar untuk tidak melakukan hal itu.

"Jongdae-ah? Kau mendengarkanku kan?" Xiu Min memastikan. Jongdae terhenyak dari angannya tentang posisi mereka berdua sekarang.

"N-ne.. Kita berdua.. err.. maksudku–"

Kriieet…!

Belum sempat Jongdae menyelesaikan ucapannya, pintu dapur terbuka dan menampilkan sosok seorang namja berpakaian waiter yang Jongdae kenal sebagai seseorang yang bekerja di sini, bahkan sempat menjadi teman kerja Minseok.

'Dulu…'

Tap.. Tap.. Tap..

Selangkah demi selangkah, namja dengan senyum bak malaikat yang selalu terpasang di bibirnya itu berjalan mendekati mereka. Dengan sebuah serbet putih yang bertengger di tangan kirinya dan sebuah buku besar tipis–buku menu–di tangan kanannya.

"Silahkan menu-nya."

"Ka-kamsahamnida."

Xiu Min menerima buku menu dari namja senyum angelic di sampingnya. Jongdae juga menerimanya setelah namja itu selesai menyerahkannya pada Xiu Min.

"Joonmyun-hyung, sebenarnya apa yang sedang kalian rencanakan?" Jongdae bertanya sembari membolak-balik halaman buku menu di tangannya. Suho merespon dengan senyum.

"Kalau itu kau tanya saja pada teman hyung-mu."

Jongdae menghentikan kegiatan membolak-balik halamannya. Ia melirik ke arah namja waiter bernama Joonmyun tadi. Yang lagi-lagi dibalas dengan senyum. Mungkinkah motto namja itu adalah "senyum akan membuat orang di dekatmu bahagia"? Entahlah, Jongdae tak ambil pusing soal itu. Dan ia kembali mencari makanan yang sesuai untuknya–mereka berdua.

"Papaya Salad, Beijing Fried Rice, Orange Squash, dan Rainbow Ice Cream/ Papaya Salad, Beijing Fried Rice, Orange Squash, dan Rainbow Ice Cream."

Tanpa Xiu Min dan Jongdae sadari, mereka mengucapkan menu yang sama dan hal itu membuat mereka saling menatap terkejut. Joonmyun menautkan alisnya heran. Mereka mengucapkan semua jenis menu itu karena sebuah kebetulan, ataukah itu adalah tanda kalau mereka memang ditakdirkan bersama?

Melepaskan pemikirannya, Joonmyun segera mencatat pesanan mereka di sebuah notes kecil yang selalu di bawanya setiap ia melayani pesanan pelanggan. Dan itu merupakan hal yang wajib bagi seorang waiter seperti dirinya.

"Baiklah, pesanan akan kami antar beberapa menit lagi. Saya permisi." Joonmyun pamit dengan sikap sopan, menundukkan kepalanya setelah menerima buku menu dan berbalik pergi hingga menghilang di balik pintu dapur.

Hening kembali.

Jongdae dan Xiu Min masih berkutat dalam alam pikiran masing-masing untuk memikirkan kejadian yang belum berharga satu menit tadi.

"Xiu–/Jong–"

Mereka berhenti ketika tempo pengucapan mereka kembali selaras. Wajah memerah dan menunduk adalah pilihan mereka untuk menghindari interaksi mata satu sama lain.

Terlalu banyak kebetulan di kehidupan mereka. Dan sekali lagi, apakah itu hanya sebuah kebetulan atau takdir yang terskenario untuk mereka?

"Jongdae-ah, kau saja dulu yang bicara. Aku.. bisa menunggu." Dua patah kalimat mengalir dari bibir Xiu Min. Jongdae menjadi salah tingkah mendengarnya. Ia sudah mengerti, memahaminya, bahkan sudah tak terhitung berapa kali ia mencobanya. Tetapi rasanya sulit jika harus langsung berhadapan seperti ini.

'Meskipun sama, tapi.. rasanya berbeda seperti dulu.'

Ia ingat, betapa keras kepalanya ia dulu ketika mengungkapkan perasaannya pada Minseok. Kecerobohannya dengan selalu memaksakan kehendaknya tanpa memikirkan perasaan Minseok. Tanpa mengerti Minseok. Tak memahami apa alasan Minseok yang sebenarnya. Isi hati Minseok padanya yang sebenarnya. Ia menyesali semua itu…

Dan biarlah masa lalu menjadi sebuah pelajaran penting baginya.

Dan karena masa lalu itulah.. Ia tak ingin membuat kesalahan lagi. Untuk yang kedua kalinya. Karena ia harus menunggu. Menanti waktu yang tepat. Dengan tak sembarang mengutarakannya. Dan ia yakin bahwa jika ia lakukan itu semua... Hal yang terbaik baginya, pasti akan datang.

"Hyung.. Aku tahu mungkin ini terlalu cepat, tetapi aku…"

Merasa inilah waktu yang tepat.


"…Tetapi aku…"

Xiu Min masih berdebar. Jantungnya bahkan terpompa lebih cepat saat sebuah kesimpulan muncul di kepalanya. Ketika kata-kata Jongdae terdengar seperti..

Jongdae ingin menyatakan perasaannya pada Xiu Min.

Separuh hatinya ingin agar Jongdae segera mengatakannya dan ia bisa segera membalasnya dengan "Ya". Namun separuh hatinya yang lain terpenuhi kegusaran, karena ia belum yakin apakah Jongdae sungguh mencintainya atau tidak. Sebab semua fakta yang telah didengarnya kembali memenuhi pikirannya.

Bagaimana jika Jongdae tidak benar-benar menyukainya? Haruskah ia menerimanya jika apa yang ada di angannya menjadi kenyataan? Haruskah ia–

"..Menyukaimu. Mencintaimu, hyung. Naekkeo haja…"

'Jadilah milikku…'

Jongdae menatap tajam iris Xiu Min seakan meminta jawaban dari pernyataannya secepat mungkin. Saat itu juga.

Tapi.. Xiu Min masih belum yakin.

"A-aku.. Jongdae-ah.. Sebenarnya–"

Kriieet..! Gratak! Gratak!

Pintu dapur terbuka kembali dan kali ini seorang namja Chinese yang belum dikenal Xiu Min yang datang membawa pesanan mereka berdua. Namja itu berpakaian chef dan dimple dari senyumannya saat membawa pesanan yang diletakkannya di kereta dorong.

"Silahkan, pesanan anda."

Namja Chinese ber-dimple itu meletakkan salad yang sudah mereka pesan, kemudian diikuti main course, beverage, serta es krim berwarna-warni yang diletakkan di sebuah goblet ukuran sedang. Sekali lagi, Jongdae melirik tajam ke arah orang yang tiba-tiba datang menginterupsinya.

"Kali ini kau Yi Xing-hyung?"

Xiu Min merasakan bahwa Jongdae agak tidak senang dengan kehadiran namja yang didengarnya bernama Yi Xing itu. Hal yang sama juga dirasakannya ketika Joonmyun datang.

"Jangan menatapku seperti itu, kau terlihat menyeramkan."

Yi Xing meringis kecil. Sejak ia bertatap muka secara langsung dengan Jongdae, ia laksana ditatap oleh seekor elang yang ketenangannya sedang diganggu. Dan di saat itu biasanya Jongin agak meringsut di dekatnya untuk menyembunyikan diri dari Jongdae. Sungguh, Yi Xing dibalut oleh rasa khawatir saat itu.

"Silahkan dinikmati, saya kembali dulu."

Yi Xing mengedipkan sebelah matanya kepada Jongdae sambil menggerakkan bibirnya dan berucap "Jia you" tanpa bersuara. Kemudian Yi Xing menghilang kembali di balik pintu dapur seperti yang Joonmyun lakukan tadi. Jongdae mendengus kecil dan ia kembali teringat dengan ucapan Xiu Min yang terputus karena kedatangan Yi Xing.

"Hyung... Tadi kau mau bilang apa?" Jongdae agak gugup ketika menanyakan hal itu. Ia sebenarnya berharap agar Xiu Min segera menerimanya saat itu juga.

"I-itu.. Sebaiknya kita makan dulu, Jongdae-ah." Xiu Min sontak mengambil sendok dan garpu yang ada di depannya. Ia melakukannya karena ingin menghindar dari topik yang diungkit Jongdae. Bukannya ia tidak yakin, hanya saja ia.. belum siap menjawabnya.

"O-oh.. Baiklah."

Mereka mulai memakan menu yang sudah mereka pesan dalam diam. Kediaman mereka membuat keadaan menjadi hening. Sesekali dentingan yang berasal dari benturan alat makan mereka membuat suara, namun kemudian menjadi sepi kembali.

Hening dan sepi..


Sementara itu di balik pintu dapur..

"Aish.. Kenapa tidak langsung dijawab saja Xiu Min-?" Seorang namja Chinese bermata panda merutuk kesal sekaligus gemas melihat adegan yang "tidak berjalan mulus" di depan matanya. Memang tidak secara langsung berada di depannya, karena ia sedang mengamati melalui video di layar laptop dari kamera tersembunyi yang mereka pasang di meja dekat kedua namja yang sedang mereka lihat perkembangannya itu.

Dan Tao rasa perkembangannya tidak berjalan sesuai yang diharapkan.

"Tunggu saja Tao-ah, Xiu Min-hyung juga butuh waktu. Tidak mungkin kan hanya karena Xiu Min-hyung juga menyukai Jongdae-hyung, dia bisa langsung menerimanya begitu saja?" Kyungsoo berkata dengan bijak layaknya seorang ibu yang sedang menasehati anaknya. Kalau dipikir-pikir, sebenarnya usia Kyungsoo dan Tao hanya berjarak sekitar empat bulan, tetapi sifat Tao lebih cocok disejajarkan dengan Jongin dan Sehun, bahkan sifat Jongin masih lebih dewasa dibandingkan dengan namja panda itu.

"Kyungsoo-hyung benar Tao-, Xiu Min-hyung pasti sedang menunggu waktu yang tepat," ucap Jongin dengan kosakata China panggilan untuk kakak laki-laki kepada Tao. Ia mulai serius mempelajari bahasa namjachingu-nya itu untuk menyeimbangi Yi Xing yang juga dalam proses mempelajari bahasa Korea.

"Biarkan saja, dia kan dulu langsung menjawab 'iya' ketika aku menembaknya," ujar Kris santai, Tao menatap tajam Kris sembari mengerucutkan bibirnya.

"Gēgē kenapa buka rahasia segala sih?" protes Tao yang mendapat cekikikan dari kumpulan namja disekitarnya.

"Bukankah itu artinya Tao yakin dan jujur soal perasaannya? Yang aku khawatirkan hanyalah, apa Xiu Min-hyung bisa melaluinya? Karena aku yakin dia sebenarnya sudah mempunyai jawabannya," ucapan bijak Joonmyun mendapat anggukan dari seluruh personil di sana.

"Ne, Myunnie-hyung benar. Aku juga sedikit khawatir dengan mereka berdua," ucap Kyungsoo khawatir. Joonmyun menggenggam tangan namjachingu-nya itu. Kyungsoo tersenyum sambil menoleh ke arah Joonmyun. Namja pemilik angelic smile itu memang bisa menenangkan hatinya ketika ia sedang gelisah.

"Yang bisa kita lakukan saat ini hanyalah keputusan Xiu Min dan berharap yang terbaik bagi mereka," ujar Luhan. Ia masih mengamati layar laptop.

"Juga membantu mereka dari sini," tambah Luhan seraya menghadap pada mereka semua dengan senyuman manis yang biasa ia tunjukkan. Sehun yang berada tepat di samping Luhan melengkungkan bibirnya sedikit. Senang rasanya jika namjachingu-mu bisa kembali seperti sedia kala.

"Baekkie-hyung! Lihat itu~!" seru Chanyeol tiba-tiba dan sedikit keras sehingga membuat namja yang dipanggilnya sedikit kesal dan penasaran dengan apa yang dilihat Chanyeol.

"Ssst.. Yeollie, bisa bicara agak pelan sedikit? Kau tahu kan kalau kita sedang mengawa– Omona!" Ungkapan kekesalan Baekhyun terputus dan tergantikan dengan seruan kecil yang membuat kumpulan namja yang lain kembali terfokus pada layar laptop.

"Ini seperti adegan dari drama yang pernah kulihat," celetuk Tao, mengingat masa-masa ketika ia baru belajar bahasa Korea melalui drama yang ada di televisi.

"Dan karena itu kau bahkan menukar panggilan 'hyung' dengan 'oppa' yang harusnya dipakai oleh perempuan," komentar Yi Xing yang mendapat high five dari namjachingu-nya, Jongin.

"Che! Kalian menyebalkan!" gerutu Tao seraya bersendekap. Kesal.

"Kalian ini.. sudahlah, perhatikan layar," perintah Joonmyun sembari menghela napas.

"Nee…" Mereka bertiga menjawab serentak.

"Tapi aku penasaran, apa setelah ini adegan 'itu' benar-benar terja–"


"Hyung.."

"Hmm?"

Xiu Min mengalihkan perhatiannya dari es krim yang sedang dimakannya kepada Jongdae yang sudah menyelesaikan seluruh pesanannya lebih awal. Jongdae terkesiap menatap mata bulat Xiu Min yang balas menatapnya.

"A-ani.. Bu-bukan apa-apa hyung.."

"Emm…"

Xiu Min kembali memakan es krimnya dengan rasa gusar kalau-kalau sebenarnya tadi Jongdae ingin menanyakan jawaban darinya.

"Tapi hyung–" Jongdae memutus ucapannya ketika Xiu Min kembali menatapnya dengan innocent.

"Kenapa lagi Jongdae-ah?" tanya Xiu Min setelah ia menghabiskan sesendok es krim berwarna orange. Terlihat oleh Jongdae, sedikit sisa es krim itu di sudut kiri bibir Xiu Min.

"–ada.. es krim di bibirmu."

"J-jeongmal? Mianhae.. makanku berantakan ya?"

Tangan Xiu Min bersiap untuk menghapus es krim yang ada di sudut bibirnya ketika sebuah tangan lain menangkap gerakannya.

"J-Jongdae-ah.. Wae–?"

Chuup~

"WHOOAA! Mereka benar-benar melakukannya!"

Sebuah teriakan dari arah dapur membuat Jongdae menghentikan sesi ciuman sedetiknya dengan Xiu Min. Sebentar memang, tapi rasa jeruk dari es krim yang sebelumnya bertengger di bibir Xiu Min masih bisa ia rasakan.

"J-Jongdae-ah.. Ta-tadi itu.." Xiu Min terbata. Ia masih belum bisa percaya dengan apa yang terjadi beberapa saat yang lalu. Benarkah Jongdae baru saja menciumnya? Meskipun hanya sebentar, tetapi Xiu Min masih bisa merasakan sentuhan bibir lembut Jongdae dengan bibirnya.

'Jongdae, kau pabo! Kenapa bisa hilang kendali seperti itu!? Dan apa-apaan teriakan itu?!' gerutu Jongdae membatin. Entah kesal karena dirinya sendiri yang bisa bertingkah seperti tokoh protagonis laki-laki di beberapa drama yang sedang tren akhir-akhir ini, atau kesal pada kumpulan namja yang secara diam-diam mengawasi tindak-tanduknya sejak tadi.

"H-hyung, aku tidak bermaksud.. Tadi sebenarnya.."

Jongdae tak mampu melanjutkan kata-katanya. Bagi Xiu Min, ia mungkin terlihat seperti orang bodoh saat ini. Ya Tuhan, apa yang harus dilakukannya setelah ini?

"Jongdae-ah, kau menciumku tadi bukan karena aku adalah orang lain kan? …Kau melakukannya karena aku kan?" tanya Xiu Min sembari menundukkan kepala. Pertanyaan itu terdengar menuntut bagi Jongdae.

"Hyung.. apa maksudmu? Aku melakukannya karena–"

"Apa karena aku mirip dengan hyung-mu? Kim Minseok."

Deg!

Jongdae merasa jantungnya berhenti berdetak. Bagaimana bisa Xiu Min mengetahui soal Minseok? Kalau diingat-ingat Jongdae tidak pernah menyebutkan nama Minseok–

Tidak. Ia pernah. Tapi ia tak sadar waktu itu.

Dan ia baru menyadarinya sekarang.

"Wae Jongdae-ah? Apa itu benar?" Xiu Min semakin menuntut, memojokkan Jongdae yang kebingungan harus menjelaskan bagaimana.

Memang benar, pada awalnya Jongdae merasa bahwa Xiu Min adalah Minseok. Tetapi seiring waktu yang dilaluinya bersama sosok Xiu Min.. Mereka berdua bukanlah orang yang sama, meski rupa mereka sama persis. Dan Jongdae tak mungkin berharap bahwa Xiu Min bisa total menjadi sosok seorang Kim Minseok baginya.

"Hyung, aku serius mencintaimu! Ini tidak ada hubungannya dengan Minseok-hyung!" seru Jongdae. Ia harus membuat Xiu Min percaya padanya.

Xiu Min berdiri dari kursinya, masih dengan kepala tertunduk setelah mendengar ucapan terakhir Jongdae. "Mianhae, aku harus pergi. Dan maaf karena aku tak bisa menjawabnya, juga terima kasih atas semuanya. Gomawo..."

Namja berparas ayu itu pun berlalu pergi. Meninggalkan Jongdae yang masih terpekur terdiam di kursinya, tak berani mengejar Xiu Min. Lalu apa yang harus dilakukannya jika ia mengejar namja chubby itu? Memberikan penjelasan?

Tidak. Xiu Min tidak membutuhkan penjelasan. Yang namja itu butuhkan adalah kepastian. Kepastian perasaan Jongdae padanya. Dan seperti yang Jongdae katakan tadi..

Ia benar-benar serius mencintai Xiu Min.

Braakk!

Jongdae segera menoleh ke arah pintu dapur yang terbuka tiba-tiba dengan keras. Memperlihatkan kumpulan namja yang menatap tajam ke arahnya, bahkan namja yang terkenal penyabar macam Joonmyun pun ikut-ikutan menampilkan sorot mata tajam itu.

"Kau mau apa lagi? Melewatkan kesempatanmu lagi dan membuat orang yang kau cintai kecewa? Itukah yang kau harapkan Kim Jongdae?"

Sindiran dari teman baik hyung-nya menohok dirinya. Apa yang dikatakan Luhan adalah fakta yang tak bisa disangkalnya. Karena pada kenyataannya dia memang sudah menyia-nyiakan semua kesempatannya di masa lalu.

Draag!

"Tunggu, kau mau ke mana?" cegah Kris pada Jongdae. Kedua tangannya tersila di dadanya. Mimik datar terlukis di wajahnya.

"Melakukan apa yang harus kulakukan, hyung." Jongdae membalas dengan nada datar, kemudian melesat menyusul Xiu Min yang sudah pergi terlebih dahulu.

Kesepuluh namja itu menatap kepergian Jongdae. Berharap dalam hati mereka semuanya bisa berjalan sesuai apa yang mereka harapkan.

'Jangan lewatkan kesempatanmu untuk yang kedua kalinya, Jongdae…'


'Kenapa kau harus lari Xiu Min? Dasar bodoh! Kau benar-benar sudah kalah sebelum berperang!'

Namja itu mulai melambatkan irama langkah kakinya setelah merasa ia sudah jauh dari café milik Kris. Kalau ia boleh berkata yang sebenarnya, ia sungguh menyesal meninggalkan Jongdae dengan cara seperti itu. Jongdae pasti membencinya, apalagi dia sudah mengungkit masalah tentang Minseok.

"Aku merasa seperti orang yang sangat jahat," gumam Xiu Min pelan penuh sesal.

Indra penglihatannya menangkap sebuah bangku panjang yang tertutup sedikit salju. Malam ini salju memang tidak turun, tetapi tetap saja suhu udara masih dingin mengingat sekarang adalah musim dingin. Dengan langkah gontai, Xiu Min menuju ke bangku taman itu. Membersihkan jejak salju yang ada, lalu mendudukinya.

Mata Xiu Min melihat ke arah air mancur di kolam taman yang sedang ia singgahi. Kekuatan air mancur itu tidak begitu kuat, malah termasuk lemah sehingga air yang keluar hanya mengalir ke genangan di bawahnya. Ia perhatikan aliran air yang kemudian menetes itu sampai pandangannya bertambah blur.

"Hah..Payah, kenapa jadi seperti ini?"

Xiu Min mengedipkan matanya kemudian mendongak ke atas. Tapi semakin ia mencegahnya keluar, dadanya semakin sesak. Ia butuh seseorang. Sebagai tempatnya bernaung. Menjadi sandarannya ketika ia tak bisa menahannya lagi. Namun apa yang bisa ia harapkan dari kehidupannya yang selalu sendiri itu?

Tess…

"Xi-Xiu Min-hyung…"

Menolehkan kepalanya dalam sekejap, Xiu Min mendapati seorang namja tengah terengah dengan napas yang putus-putus. Namja itu belum beranjak dari posisi menunduk dengan kedua tangan yang berada di lututnya. Tetapi Xiu Min tak perlu menunggu namja itu untuk berdiri tegak dan memperlihatkan wajahnya, karena ia sudah tahu pasti siapa namja itu.

"H-hyung.. Kenapa kau p-pergi begitu sa-ja?"

Namja itu mulai berdiri dengan tegak. Peluh menghiasi wajahnya, tanda bahwa ia baru saja mengeluarkan banyak energi dengan berlari. Usahanya benar-benar patut diacungi jempol untuk mengejar Xiu Min sampai ke taman itu.

Tak menjawab, Xiu Min memalingkan wajahnya ke kiri di mana namja itu tidak bisa melihat jejak air yang turun di pipinya sesaat sebelum namja itu muncul.

"Apa yang kau lakukan di sini? Bukankah tidak ada gunanya jika kau menyusulku?" tanya Xiu Min dengan intonasi pelan.

"Tidak, hyung." Namja itu menatap tegas sosok Xiu Min yang masih tak mau menghadapkan dirinya dan memilih berpaling dari namja itu. "Dengan mengejarmu aku ingin kau menyadari bahwa yang kukatakan adalah isi hatiku yang paling dalam. Aku bukanlah orang yang akan menyerah semudah itu."

Keras kepala.

Ya, kata-kata yang muncul di otak Xiu Min adalah itu. Mengapa namja itu bisa sekeras kepala ini?

"Kau benar-benar keras kepala, Jongdae-ah."

"Karena aku memang orang yang seperti itu, hyung."

Sret!

Jongdae menarik pelan wajah Xiu Min untuk menciptakan kontak mata dengannya. Xiu Min terhenyak dengan aksi Jongdae yang sangat cepat dan tiba-tiba itu. Dan yang lebih buruk lagi adalah dia belum sempat menghapus jejak linangan air matanya.

"Kau menangis karena aku, hyung? Karena kau masih merasa kalau perasaanku ini bukan untukmu? Apa aku benar?" Jongdae menatap Xiu Min penuh determinasi. Menuntut balasan dengan tatapan intensnya.

Xiu Min masih mengunci mulutnya, menolak untuk berbicara. Ia bersikeras tak mau mengatakan apapun meski Jongdae semakin memperkecil jarak keduanya. Hingga Xiu Min merasakan hembusan napas Jongdae di malam yang dingin itu. Dan rasanya… hangat.

"Katakan, hyung. Kalau tidak–"

Kiss…

Terbelalak. Untuk kedua kalinya bibirnya dan Jongdae bersatu. Ia terdiam shock dan entah tak berani atau tak mau, dia masih membiarkan Jongdae menekan bibirnya lebih dalam. Dan Xiu Min tak mau hal itu berakhir dengan cepat tatkala Jongdae mengakhiri ciuman mereka.

"–Aku akan melakukan hal itu lagi pada–"

3rd kiss…

Kali ini Jongdae lah yang harus merasa shock atas tindakan Xiu Min yang tak ia duga sebelumnya. Karena namja itulah yang berinisiatif untuk mencium Jongdae lebih dahulu. Bahagia karena–merasa–Xiu Min juga menyukainya, Jongdae membalas ciuman Xiu Min, namun namja chubby itu segera menarik dirinya yang membuat Jongdae lebih terheran lagi.

"Hyung… Kenapa kau–?" tanya Jongdae heran.

"Tidak.. Tidak seperti ini…" Jawaban Xiu Min yang terkesan ambigu semakin memperbesar tanda tanya di kepala Jongdae.

"Gwaenchana yo, hyung? Kau sebenarnya ken–"

Grep!

"Gajima.. Jangan tinggalkan aku, Jongdae-ah. Aku.. tidak ingin sendiri lagi.."

Jongdae merasakan bahu Xiu Min bergetar ketika memeluknya. Jongdae memang tak tahu pasti apakah Xiu Min tengah menangis atau tidak, sebab wajah Xiu Min tak terlihat karena terhalang lengannya yang sedang memeluk Jongdae.

Hiks!

Satu isakan yang terdengar oleh Jongdae memastikannya bahwa Xiu Min tengah menangis. Perlahan Jongdae menggerakkan kedua tangannya untuk membalas pelukan Xiu Min dengan merangkul pinggang namja itu. Dan ketika rangkulannya telah sempurna, isakan dari Xiu Min terdengar lebih jelas di telinganya.

"Jebal.. Jongdae-ah.. Berjanjilah.. bahwa aku lah.. yang akan selalu ada.. di hatimu."

Sebuah permintaan yang egois dari Xiu Min.

Tetapi untuk Jongdae...

"Ne, hyung.. Pasti. Yaksok."


"Jangan mendorongku seperti itu, Yeollie-ah!"

"Baekkie-hyung sendiri yang tambah gemuk, kau makan apa sih belakangan ini?"

"Kalian berdua diam, sebentar lagi bagian yang asyik nih."

"Hunnie, bersikaplah sopan dengan hyungdeul-mu! Dan berhentilah berpikiran mesum!"

"Wu Fan-, lihat! Mereka mau berciuman lagi!"

"Baby Tao, kau harus mengurangi menonton drama-drama itu agar pikiranmu tidak 'seliar' ini."

"Kurasa kau yang harus disalahkan Kris-hyung. Karena kelakuan pervert-mu terkadang tak ingat tempat, waktu, dan suasana."

"Myunnie-hyung.. Sudahlah, biarkan saja mereka. Sekarang kita harus tetap diam agar tidak ketahuan."

"Kalian semua sama saja, berisik."

"Kau terlalu jujur, Xing Xing-."

Sahut-sahutan pelan terjadi di antara kesepuluh namja yang tengah bersembunyi di balik pepohonan dan semak-semak itu. Sebenarnya, beberapa saat setelah Jongdae keluar dari café, mereka langsung membuntuti namja itu hingga sampailah mereka ke taman tempat Xiu Min "kabur" dari Jongdae.

Entah apa yang merasuki pikiran mereka hingga bisa melakukan hal ekstrim seperti itu. Apa mereka tidak takut ketahuan? Atau mungkin ini adalah hal yang biasa mereka lakukan jika ada seseorang–dua orang–di antara mereka yang tiba-tiba tidak bisa berkumpul dengan mereka? Terserahlah, toh itu urusan mereka.

"Eh? Mereka ke mana?" Salah seorang dari mereka menyeletuk pelan, sedangkan kesembilan lainnya yang sebelumnya masih bersahut-sahutan saling protes tertarik dengan celetukan dari namja itu.

"Heh? Ke mana mereka pergi? Apa kau tahu, Sehun-ah? Kau kan yang menyadarkan kami semua." Namja berambut keriting bertanya dengan suara beratnya pada namja termuda di antara mereka semua itu.

"Ya mana aku tahu, aku kan tidak sengaja melirik ke arah bangku itu dan melihat sosok mereka berdua sudah tidak ada." Namja termuda itu memberikan tanda lewat kedua tangannya kalau ia tidak tahu-menahu soal itu.

"Lalu sekarang kita harus bagaimana? Mereka sudah pergi–"

"Siapa yang pergi, Kris-hyung?

Kesepuluh namja itu membeku di tempat ketika mendengar suara yang tak asing lagi bagi mereka bersumber dari arah belakang. Dengan gerakan patah-patah laksana robot, mereka menengok ke belakang mereka. Dan melihat…

Sosok Jongdae yang bersendekap sembari menyeringai dan Xiu Min yang bersembunyi di belakang Jongdae.

"Jo-Jongdae.. Annyeong…" salam Luhan sambil tersenyum takut-takut.

"Annyeong, Luhan-hyung. Kalian di sini sedang apa? Berjalan-jalan di malam hari atau.. membuntutiku dengan Xiu Min-hyung, hm?" tanya Jongdae dengan masih mempertahankan posenya.

"Opsi.. pertama? Ah, ada yang harus kami lakukan. Kami pergi dulu ya Jongdae, zài jiàn!"

Satu per satu dari mereka mulai berlari meninggalkan Jongdae dan Xiu Min yang mengerutkan dahi mereka karena tingkah abnormal dari teman-teman mereka itu. Tak habis pikir Jongdae, orang seperti Joonmyun dan Kyungsoo juga ikut-ikutan. Oh, dia belum tahu bahwa mereka berdua adalah anggota tetap ketika misi menguntit dijalankan.

Menghela napas berat, Jongdae membalikkan tubuhnya yang kembali menghadapkannya dengan Xiu Min. Ia menangkup pipi Xiu Min dengan kedua tangannya. Didekatkannya wajahnya dengan wajah Xiu Min.

"Dengan begini, tidak ada yang akan mengganggu acara kita lagi kan, hyung?"

"Tapi kau harus berterimakasih kepada mereka, Jongdae-ah. Karena tanpa mereka, ini semua tidak akan terjadi."

Jongdae tersenyum tipis. Kesabaran dan kebaikan hati Xiu Min sungguh mencuri perhatiannya. Dan Jongdae jadi semakin menyukai sosok namja yang terlihat sangat manis itu.

"Ya, setelah last kiss kita malam ini…"

Jongdae semakin mendekatkan wajahnya dan sedikit memiringkan kepalanya agar ia bisa leluasa mempertemukan bibirnya dengan bibir Xiu Min.

"Tunggu!"

Jongdae berhenti seiring dengan jari telunjuk Xiu Min yang menempel di bibirnya. Xiu Min tersenyum manis.

"Dengan ini, kau harus memastikan perasaanmu yang sebenarnya untukku, Jongdae-ah."

Jongdae tersenyum dengan telunjuk Xiu Min yang masih bertengger di bibirnya. Aigoo.. Xiu Min ternyata masih meragukannya?

Jongdae memegang pergelangan tangan Xiu Min dan melepaskan bungkaman jari telunjuk Xiu Min agar bisa berbicara secara bebas. Ia menatap Xiu Min dengan mata elangnya. Secara intens.

"Tatap mataku, dan temukan apakah masih ada keraguan di sana."

Jeda.

Dan hening.

"Tidak."

"Dan kau pasti sudah tahu jawabannya kan? Jeongmal saranghae yo Xiu Min-hyung."

Jongdae memiringkan kepalanya sekali lagi dan kembali mendekatkan wajahnya pada Xiu Min. Xiu Min menutup matanya. Menunggu Jongdae. Dan sebelum ia terbungkam kembali, balasan itu pun muncul.

"Nado saranghae, Jongdae-ah."

Chuup…

Ciuman terakhir di malam itu menjadi pertanda bahwa mereka telah menemukan takdir cinta mereka satu sama lain. Takdir yang mereka dapatkan setelah beberapa rintangan yang setiap saat mengombang-ambingkan perasaan mereka. Tapi bukankah kisah pencarian cinta mereka akhirnya berakhir bahagia?

Ataukah akan ada rintangan lain yang menunggu mereka?

Entahlah..

Biarkan waktu yang akan mengungkap semuanya…


As if I thought that it was a dream

I closed my eyes and opened them again

You are standing in front of me

I want to walk side by side with you at least once

Just once

I have come to love you now

There's no place for me to go back

Because my forever is now you

Eternally love

…:::FIN:::…


Author's Note:

Terima kasih sebesar-besarnya saya ucapkan untuk para readers dan reviewers saya, serta yang sudah mem-follow dan fave FF saya. Terima kasih sekali~! \^v^/

Maaf saya baru sempat meng-update chapter terakhir ini setelah sekian lama. Banyak hal yang harus saya lakukan mengingat saya adalah siswa kelas 3 SMA. Jadi saya jarang bisa update. Jeongmal mianhamnida.. m(_ _)m

Mungkin banyak di antara readers sekalian yang kurang suka dengan ending-nya. Tapi kalau saya ada waktu, mungkin akan saya usahakan sequel-nya ^^. Saya sekarang sedang mengerjakan FF series saya, jadi akan memakan waktu lama untuk mem-publish sequel-nya. Jika banyak yang meminta sequel, akan saya usahakan secepatnya ^^.

Dan maaf kalau di last chap ini banyak sekali kekurangan. Soal baju, saya bukan orang yang mengerti mode, jadi kalau tidak sesuai saya minta maaf sekali m(_ _)m. Typos dan EYD yang tidak sesuai serta alur yang terburu-buru mungkin juga salah satu kekurangan FF saya. Dan terima kasih sudah mengingatkan~ I love you, guys~ *give you a heart*

Umm.. Sekian note saya kali ini. Sekali lagi terima kasih untuk semua pihak yang terus mendukung karya saya yang masih jauh dari kata layak. Saya tidak akan bisa menyelesaikannya tanpa dukungan kalian. ^^

Then, bye~ See you on my next story~ ^v^/

Sign,

SHUNie An-New