Jika kalian tertarik dengan cerita romansa picisan antara dua pemuda berbeda kasta layaknya Cinderella dan sang Pangeran. Dengan sangat menyesal aku terpaksa memberi tahu kalian bahwa kalian menemukan cerita yang salah.

Pasalnya ini bukanlah cerita cinta yang seperti itu. Ini bukan kisah cinta yang romantis, yang dipenuhi air mata haru maupun akhir yang bahagia. Tapi kalian juga salah besar jika mengira ini adalah kisah antara vampire dan manusia layaknya Edward Cullen serta Isabella Swan. Ceritanya memang mirip. Namun tidak sama persis.

Ini hanyalah sebuah cerita yang kelam, dimana dua makhluk berbeda jenis—pada awalnya—saling menjalin hubungan terlarang, dan memulai petualangan menyedihkan mereka sembari diikuti kejadian yang mengerikan. Begitu menyedihkan sehingga aku sendiri terkadang tidak sanggup lagi untuk menggerakkan jemariku guna melanjutkan cerita ini.

Jadi jika kalian menginginkan kisah romansa yang membuat wajah kalian bersemu karena ikut bahagia. Mungkin lebih baik kalian segera mampir ke halaman kisah yang lainnya sebelum kalian membaca terlalu jauh. Dan jika kalian ingin menikmati kisah yang suram, yang penuh dengan darah, peperangan antara makhluk-makhluk kegelapan, serta secuil—benar-benar secuil—kisah asmara antara vampire dan manusia, maka silahkan mengikuti kisah ini.

Yang mana kisah ini akan dimulai tepat pada paragraf berikutnya..


Disclaimer:

Our Dear God –absolutely–, Parents and Family, Agency, Fans, Themselves, and Author

Inspirated:

Dark Shadow's Movie © Warner Bros

Rated:

M

Genres:

We're not sure about this by the way, hahaha :D

Casts:

Kris (Wu Yi Fan) + Tao (Huang Zi Tao, Edison Huang), EXO's members, slight others

Warning:

This fanfiction contains BL, Boys Love, ManXMan, Lime, Lemon, Weirdness, OOC, Typos, Misstypos, etc


.

.

.

The Sucker – Chapter 9

.

.

.


"Ngh.."

Lenguhan itu terdengar lirih dari dalam sebuah barak di sebuah bangunan bergaya Eropa kuno. Sosok pemuda yang barusan menggeram lirih itu tampak mulai membuka kedua matanya yang tadi masih tertutup. Suara desisan juga sesekali terdengar saat pemuda berambut cokelat ikal itu mencoba itu menggerakkan tubuhnya yang terasa kaku.

Park Chanyeol, pemuda tersebut, mengedarkan pandangan matanya ke segala penjuru ruangan tempat ia berada. Menggeram kesal ketika ia mengetahui jika kedua lengannya sedang dirantai dengan kuat pada tiang-tiang besi. Ia mencoba menariknya sekuat tenaga, namun hanya rasa sakit yang akhirnya ia terima.

Cklek

Menolehkan kepalanya cepat ketika ia mendengar suara pintu ruangan tempat ia dikurung terbuka, Chanyeol langsung mendapati sesosok pria berwajah paruh baya yang mulai masuk ke dalam ruangan dan berjalan pelan ke arahnya.

"Ho, kau sudah bangun rupanya?"

Chanyeol kontan mengepalkan jemarinya geram saat sosok itu bertanya dengan raut wajah yang menyebalkan di matanya. Pria itu tampak menyeringai kecil, dan mulai mendekati tubuh polos pemuda berambut ikal tersebut.

Jemari-jemari gemuk pria itu tiba-tiba terulur ke arah tubuh Chanyeol, dan meraba kulit yang dipenuhi luka cambukan itu pelan.

"Sepertinya kau benar-benar menikmati pesta semalam, eh?" tanyanya dan kembali menggerayangi dada telanjang milik Chanyeol.

Park Chanyeol mulai memejamkan matanya sejenak, mencoba berkonsentrasi pada kedua telapak tangannya. Dan benar saja, tiba-tiba ada sepercik api yang keluar melalui celah-celah jemari kurus Chanyeol, dan mulai merambat menuju dada. Sukses menyebabkan sosok pria yang tadi tengah menyentuh tubuh Chanyeol berteriak geram karena kepanasan.

"Brengsek! Jangan seenaknya mengeluarkan apimu atau kau akan terima balasannya, Fire!"

Sosok pria itu memandang Chanyeol tajam. Kedua matanya berkilat marah. Dan ia kemudian menekuk sebelah kakinya, lalu menendang perut Chanyeol keras.

DUAK!

"Ugh—"

Tendangan itu sontak membuat tubuh kurus Chanyeol membungkuk. Memuntahkan secuil cairan kental berwarna merah pekat dari dalam tubuhnya. Pemuda itu terengah kecil. Api yang baru saja membakar separuh tubuhnya itu kontan langsung padam. Dan Chanyeol yakin jika tubuhnya sudah sangat sekarat sekarang ini.

"Kalau saja aku tidak sedang berbaik hati ingin membebaskanmu. Kau pasti akan kubunuh sekarang juga Fire!"

Sosok itu kembali mendekati Chanyeol, dan mengulurkan sebelah tangannya yang sedang membawa segembok penuh anak-anak kunci berwarna ke-emasan.

Ia lalu membuka salah satu rantai yang mengikat tangan Chanyeol, dan mulai membuka yang lainnya. Tubuh Chanyeol langsung saja ambruk ke atas lantai marmer yang dingin ketika tak ada apapun yang menyangga tubuhnya. Pemuda itu terbatuk beberapa kali sebelum mencoba untuk bangkit berdiri.

"Jangan pernah melupakan apa yang baru saja menimpamu Fire."

Mendesis pelan, pria itu kemudian melepas jubah kelabu yang dipakainya, dan dilemparkannya ke arah Chanyeol.

"Kau sama pendosanya sepertiku.."

Si pemuda bersurai cokelat itu meraih jubah yang teronggok di depannya, dan segera menggunakannya untuk menutupi tubuhnya yang masih polos. Ia lalu memandangi si pria yang kini tengah melangkahkan kakinya, hendak keluar dari dalam ruangan.

"Tuan Park."

Berhenti melangkah. Pria itu kemudian menoleh dan menatap Chanyeol yang masih terkapar tak berdaya di atas lantai.

"Hn."

"Terima kasih."

"…"

Pria itu diam. Tak membalas kalimat Chanyeol. Ia hanya mendengus kecil, dan kembali melangkahkan kakinya dan berjalan keluar. Meninggalkan Chanyeol yang sekarang tersenyum miris.

.

.

::

.

.

Kini sang dewi malam yang berwarna keperakan itu mulai berani menampakkan cahayanya kembali. Menemani sang vampire tampan yang masih membuka lebar-lebar kedua matanya.

Bagaimana tidak?

Sekarang ini ia bisa melihat dengan jelas pemuda manis yang telah ia klaim menjadi kekasihnya itu sedang menunjukkan sisi dirinya yang lain.

Rambutnya yang dulu sehitam arang, kini berubah warna menjadi merah gelap. Kedua iris matanya yang pernah mengalahkan indahnya mutiara hitam, kini berkilau layaknya jade stone. Mungkinkah pemuda yang merupakan hasil reinkarnasi dari pemuda yang pernah hidup di masa lalunya itu telah menjadi bagian dari kaum—maksudnya spesies—nya juga?

"Tao—kau?"

Bertanya heran, Kris mulai memundurkan kakinya satu langkah ke belakang. Membuat boat yang ditumpanginya tak sengaja bergoyang akibat pergerakan kakinya tersebut. Iris matanya menyipit tajam ketika sosok pengasuh salah satu cucunya itu mulai berjalan mendekati dirinya dengan tatapan sendu.

"Kenapa sir? Kau takut padaku?"

Huang Zi Tao—pemuda itu—bertanya dengan lirih, membalas pertanyaan Kris. Kedua matanya menatap sang leluhur Wu itu sayu, dan menyiratkan rasa kecewa yang teramat sangat.

Kris menaikkan sebelah alisnya kesal. Takut katanya? Untuk apa ia takut? Yang benar saja?

"Bukan begitu.."

Sang leluhur Wu tersebut, kemudian mendekati Zi Tao yang tengah memalingkan wajahnya ke arah lain. Memilih untuk lebih memandangi bulan di langit yang sedang memancarkan sinar terkuatnya. Pemuda itu bahkan tak sadar jika sang kakek buyut anak asuhnya itu telah berhasil menarik dagunya dan mengecup bibir curvy-nya cepat.

"Sir?"

Kaget. Huang Zi Tao mendelikkan kedua matanya tak percaya. Dipandanginya sosok sang vampire senior di depannya itu tengah menyeringai sembari membuka dua—tiga kancing bagian atas dari kemeja yang dipakainya.

"Kau bilang sedang lapar. Kenapa tidak mencoba makananmu ini untuk yang pertama kalinya, rakyat jelata?"

Lagi, sang pemuda itu hanya bisa membelalakkan bola matanya selebar mungkin. Seulas senyuman miring mulai terlukis di wajah manisnya. Ia kemudian menyentuhkan jemari lentiknya ke permukaan leher jenjang sang vampire senior. Dan dengan perlahan membelainya dengan pelan.

"Bolehkah?"

Menganggukkan kepalanya sekilas, sang leluhur itu membalas senyuman sang pemuda berambut merah. Ia sedikit mendongakkan kepalanya, membiarkan si pemuda yang secara perlahan mulai berani mendekatkan wajahnya ke lekukan lehernya.

"Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku takut membuatmu kesakitan sir." desis Zi Tao pelan membuat Kris mau tak mau terkekeh geli menghadapi tingkah polosnya. Kris mengulurkan jemarinya dan mengusap helaian halus surai merah Zi Tao sembari berucap lirih.

"Lakukan seperti yang sering aku lakukan padamu Zi Tao.."

"Termasuk melakukan 'itu' kepadamu?"

Pletak

"Jangan berani-beraninya kau melakukan itu padaku rakyat jelata. Ingat kedudukanmu!"

Sang vampire berambut pirang itu berkata dengan tegas. Dan mengusap area kepala si pemuda merah yang baru saja ia jitak pelan.

Huang Zi Tao mendengus. Merasa diperlakukan secara tak adil oleh si vampire senior. Ia tanpa sadar telah memanjangkan kedua taringnya, dan kembali mendekatkan wajahnya ke area leher pucat milik sang kakek buyut keluarga Wu. Dan kemudian menempelkan permukaan bibir dinginnya di sana.

"Aku akan mulai sir.."

Memberikan peringatan pada Kris agar vampire itu tak terkejut, Zi Tao mulai mengecup permukaan leher itu berulang kali. Seolah mencoba membuat agar Kris tidak tegang dan merasa rileks sedikit. Bagaimana pun juga, ini merupakan pengalaman pertama bagi keduanya.

Perlahan Zi Tao mengulurkan lidah pucatnya. Menjilati kulit pucat itu agar ia bisa menemukan daerah nadi yang menyimpan darah beku milik Kris. Dan beberapa saat kemudian, ketika dia telah mendapati tempat yang pas. Zi Tao membuka mulutnya sedikit lebih lebar, dan menancapkan kedua taringnya di sana.

Crash

"U—ukh!"

Zi Tao merasakan tubuhnya bergetar dengan hebat ketika cairan berwarna merah kehitaman itu mulai mendera indera pengecapnya. Rasa cairan itu sedikit pahit, namun terasa manis saat melewati batang kerongkongannya. Baru merasakan dua teguk saja tubuh Zi Tao kemudian limbung. Membuat ia terpaksa menarik kedua taringnya cepat-cepat dari leher Kris dan memeluk tubuh jangkung Kris agar ia tak terjatuh.

Beruntung tangan Kris yang sigap segera menopang tubuh lemas Zi Tao. Vampire pirang itu menyunggingkan seringaian tipis, dan menatap Zi Tao menggunakan matanya yang kelam.

"Bagaimana? Apa kau menikmati makananmu, hm?"

Berbisik pelan, Kris lalu mendorong tubuh Zi Tao hingga terjatuh dan terduduk di atas lantai boat. Zi Tao mengaduh kecil, dan mengusap pantatnya yang terasa nyeri saat menabrak permukaan lantai boat yang keras.

Zi Tao kemudian memandang Kris, dan betapa terkejutnya dia ketika mendapati wajah Kris sudah tepat berada di hadapannya sekarang.

"Kau harus menerima hukumanmu rakyat jelata.."

Zi Tao kembali mendelikkan kedua iris merahnya horor kala jemari Kris mulai menggerayangi pakaiannya yang masih basah. Pemuda itu hanya bisa menggigit bagian bawahnya kuat saat Kris yang dengan nekatnya membuka satu-persatu buah baju yang melekat di pakaiannya.

Cup

Cup

Cup

"Ngh—!"

Suara lenguhan itu tiba-tiba meluncur dengan mulusnya dari bibir Zi Tao. Pemuda itu kemudian mencengkeram kemeja yang Kris kenakan. Menahan rasa nikmat saat permukaan bibir Kris yang dingin mengecupi area dadanya yang telanjang.

"Seenaknya saja kau menjadikanku sebagai makanan. Kau harus membayar semua darah yang telah kau hisap dari tubuhku."

"Kau tak adil, sir."

Zi Tao berujar pelan di tengah lenguhannya menahan nikmat, dan menatap vampire tampan yang berada di atas tubuhnya itu dengan pandangan matanya yang meredup.

"Tak adil?"

Menganggukkan kepala sekilas. Zi Tao mulai meremas kuat helaian pirang sang vampire tampan yang sekarang sedang mengulum daun telinganya. Sesekali Zi Tao merintih kecil, dan semakin menguatkan genggaman tangannya di rambut si vampire senior.

"Kau sendiri sering menjadikanku sebagai makananmu. Tapi aku tak pernah protes apalagi meminta bayaran apapun darimu."

Kris menyeringai kecil mendengar penuturan pemuda yang berada di bawahnya itu. Ia mengulurkan sebelah tangan pucatnya, dan menyentuh kembali permukaan kulit dada telanjang Zi Tao yang mulai mendingin diterpa angin laut.

"Begitu?"

Zi Tao kembali menganggukkan kepalanya sekali lagi. Ia sedikit mengernyit heran saat melihat sang leluhur Wu itu malah tersenyum miring kepadanya.

"Apa kau lupa saat kita bercinta usai aku menghisap darahmu? Kau bahkan meminta lebih saat kita sedang melakukannya, rakyat jelata."

Blush

Dada Zi Tao kontan berdesir hebat ketika suara sang vampire berbisik rendah di telinganya. Wajah pemuda itu langsung bersemu merah, bahkan sampai menjalar hingga ke telinga. Ia segera mengalihkan pandangan matanya ke arah lain. Menghindari tatapan mata kelam Kris yang mulai tertutupi kabut nafsu.

"Tapi Sir.."

"Hm?"

"Apa kau juga pernah menghisap darah orang lain?"

"Pernah. Tapi kebanyakan aku menghisap darah mereka hingga mereka tewas. Kenapa kau bertanya seperti itu, hm?"

"Hanya ingin tahu saja, Sir. Siapa tahu kau juga pernah bercinta dengan para manusia yang telah kau hisap darahnya."

"Bicara apa kau? Aku berani bersumpah jika aku hanya pernah melakukannya denganmu dan—sekali—dengan Edison."

"Oh ya?"

"Kau tidak mempercayaiku, rakyat jelata?"

"…"

"…"

"…"

Cup

Cup

Kris tiba-tiba mengecup bibir Zi Tao kembali, sembari menyunggingkan sebuah senyum menawan kepada pemuda yang baru saja berevolusi menjadi bagian dari spesiesnya tersebut. Ia merendahkan kepalanya hingga berada tepat di depan telinga Zi Tao, dan berbisik pelan sekali lagi.

"Keberatan jika kita melakukannya di sini?"

Bluuush

Wajah Zi Tao kontan kembali merona. Bahkan lebih hebat dari yang pertama tadi. Ia tak bisa mengelak ataupun menolak. Yang bisa ia lakukan hanya menganggukkan kepalanya kecil, dan mulai menikmati malam panjangnya bersama sang vampire tampan.

.

.

::

.

.

02.40

Tik tok tik tok

"Kim Sehun, bisakah kau berhenti berjalan mondar-mandir seperti itu?"

Suara si pangeran tertua di keluarga Wu mulai terdengar nyaring bersamaan dengan suara detik jam yang tergantung di dinding ruang keluarga kastil utama. Wu Yixing, bocah dengan surai berwarna cokelat gelap itu menarik nafas pelan dan menggelengkan kepalanya berulang kali. Heran melihat sang adik sepupu yang tak ubahnya seperti setrikaan berjalan tersebut.

Sedang Kim Sehun—adik sepupunya—yang ditegur hanya menghentikan langkah kakinya sejenak, dan memandang Yixing sekilas sebelum melanjutkan kegiatannya tadi menjadi setrika berjalan.

02.56

Tik tok tik tok tik tok

Srakh

"Kau mau kemana?"

Kali ini giliran Kim Jongin yang bersuara. Bocah tampan dengan kulit sewarna dengan madu itu melirik Yixing yang tampak mulai beranjak dari posisi duduknya, sedang menyeringai kecil.

"Aku kebelet. Mau ke kamar kecil sebentar."

Kim Jongin mendengus kecil mendengar jawaban sepupunya itu. Sedikit tak percaya dengan kalimat yang Yixing keluarkan, seolah-olah itu hanya lelucon yang dibuat belaka.

"Kau baru saja dari toilet lima menit yang lalu. Apa kandung kemihmu sedang bermasalah?" olok Jongin dan menaikkan salah satu sudut bibirnya ke atas.

Bisa bocah itu lihat dengan jelas melalui ekor matanya saat Yixing mulai menggeram kecil dan bersiap untuk meledak seperti petasan.

"Dasar pantat wajan sialan! Kandung kemihku baik-baik saja tahu!"

Tuh kan?

"Kalau begitu buatlah alasan yang bagus untuk mengelabuhiku. Atau setidaknya kau ikuti Sehun saja yang sekarang sedang berguling-guling tidak jelas di atas lantai." balas Jongin dan kembali menyeringai kecil. Membuat Yixing langsung terdiam dan lebih memilih untuk memandangi Sehun yang masih berguling-guling daripada membalas kata-kata adik sepupunya yang satu itu.

03.08

Tik tok tik tok tik tok tik tok

"Mau sampai kapan kau membaca halaman yang itu-itu saja Jongin-hyung? Kau bahkan tidak membalik halamannya sama sekali selama dua puluh menit.."

Kim Sehun yang mulai bosan dengan kegiatannya meniduri lantai—bahasa ambigu—menunjuk sang kakak—yang sedang membaca sebuah buku setebal tiga sentimeter dengan posisi berbaring di sebuah sofa panjang berwarna merah maroon—menggunakan salah satu telunjuk tangannya.

Iris matanya berwarna cokelat terang berkedip polos, dan sesekali menatap sang kakak serta kakak sepupunya bergantian.

"Kau bahkan pernah bilang jika buku itu alur ceritanya aneh. Bukan begitu, Yixing-hyung?" tanya Sehun lagi, dan ganti menatap Yixing.

Wu Yixing hanya menganggukkan kepalanya sekilas. Dan mulai meluruskan kakinya yang kini terasa pegal akibat terlalu lama duduk.

"Kau juga bilang jika Violet Baudelaire itu tidak sepintar yang kau bayangkan. Dia memang sering membuat berbagai macam penemuan baru, tapi tidak pernah berhasil membuatnya lolos dari Count Olaf."

"Hn.."

"Klaus Baudelaire juga tidak secerdas apa yang kau pikirkan. Dia memang sudah pernah membaca semua buku di perpustakaan Baudelaire's Mansion. Tapi dia sama sekali tidak pernah mengerti akan maksud yang tersembunyi di balik teropong milik Sir Baudelaire."

"Hn.."

"Kau bahkan sangat membenci Sunny Baudelaire yang tidak pernah bisa berbicara dengan jelas. Padahal menurutku dia sebenarnya pintar ju—"

"Kim Sehun.."

Merasa namanya dipanggil oleh seseorang. Sehun kemudian mengangkat kepalanya dan menatap sang kakak—Kim Jongin—yang tengah memberikannya glare tajam—lengkap dengan sebelah tangannya yang menggenggam sebuah buku—yang tadi dibacanya—teracung ke atas.

"Ya, hyung?"

"Cepat hentikan ocehanmu sekarang juga atau buku ini akan bersarang di kepalamu!"

"Tapi hyung, aku hanya ingin mengatakan apa yang pernah kau katakan untuk—"

Bletak

Dan Sehun langsung mengunci bibirnya rapat-rapat saat Kim Jongin—yang memang dengan sengaja—melemparkan buku yang tadi dipegangnya, menghantam kepala Sehun keras.

"Ukh—lebih baik aku bermain bersama bibi Josephine saja kalau begitu." keluh si pangeran Wu termuda dan mengusap kepalanya yang terasa sakit setelah terkena hantaman buku yang dilempar sang kakak.

03.35

Tik tok tik tok tik tok tik tok tik tok tik tok tik to

BRAKK

"INI SUDAH KETERLALUAAAAN!"

Kim Sehun berteriak dengan sangat keras. Ia kemudian dengan segera menyambar mantel berwarna hijau pastel miliknya yang teronggok di dekat perapian, dan memakainya dengan asal. Bisa dilihat dengan jelas ada raut khawatir yang muncul di pias wajah tampannya. Siapa juga yang tak khawatir jika pengasuh serta kakeknya pergi dan tak kunjung pulang hingga pagi buta seperti ini?

"Kau tahu kemana mereka pergi?"

Yixing memandang Jongin cepat, dan memakai sebelah sepatu boot miliknya yang masih berada di lantai. Ia lalu mengambil mantel abu-abu miliknya, dan melemparkan sebuah syal berwarna merah tua kepada Jongin.

"Ke dermaga barat. Hanya dermaga itu yang masih buka di jam-jam seperti ini." jawab Jongin singkat, sembari melilitkan syal merah tua yang tadi diberikan oleh Yixing di lehernya.

Begitu mereka bertiga telah siap, mereka kemudian melesat menyusuri koridor kastil menuju ke pintu depan. Suara derap langkah kaki kecil mereka yang terdengar keras mulai bergema memenuhi ruangan.

Yixing yang berada di depan segera mengulurkan sebelah tangannya menggapai gagang pintu kastil. Ia membuka pintu itu sedikit lebih lebar agar Jongin, dan Sehun bisa keluar terlebih dahulu. Dan setelah ia sendiri telah berada di luar, ia kemudian menutup pintu itu sepelan mungkin, berusaha tak membuat suara—walaupun sebenarnya ia sudah lupa bahwa suara langkah kakinya tadi begitu berisik—yang bisa membangunkan seluruh penghuni kastil yang masih terlelap.

"Tak kusangka angin di bulan Mei bisa begitu dingin." keluh Sehun sembari merapatkan mantel yang dipakainya sembari mengarahkan sinar senternya ke segala arah.

Kaki-kaki kecilnya yang gemetaran menahan rasa dingin dipaksanya untuk menyusuri jalan setapak yang basah terkena embun, hingga membuat rasa dingin itu semakin terasa menusuk sampai ke tulang-tulang.

"Berapa lama lagi kita harus berjalan?"

Kim Jongin bertanya pelan sembari mengarahkan sinar lampu senternya yang menyala lemah ke arah secarik kertas yang bisa di tebak dengan mudah jika itu adalah sebuah peta. Ia kemudian melirik Yixing yang berjalan tepat di depannya, dan mendengus kesal saat tak ada satupun yang menjawab pertanyaannya.

"Setelah ini kita berbelok ke kanan. Aku bisa mendengar suara ombak laut dari sini." ujar Yixing beberapa saat kemudian, diikuti anggukan paham oleh Sehun dan Jongin.

Kini mereka bertiga telah sampai di depan sebuah jalan yang bercabang menjadi dua. Mengikuti intruksi Yixing barusan, mereka kemudian memilih jalan yang mengarah ke kanan, dan langsung menemukan sebuah tempat dengan papan-papan kayu—yang dibangun seolah mengambang di atas permukaan air laut—yang menjorok ke lautan. Itulah dermaga barat pesisir Bakerly Coast.

"Itu mobil milik Luhan-hyung!"

Kim Sehun berseru kecil sambil mengarahkan jemari telunjuknya pada sebuah kendaraan beroda empat yang terparkir tak jauh dari bagian dermaga. Ia lalu semakin mempercepat laju larinya dan menghampiri alat transportasi berwarna putih itu untuk memastikan keberadaan sang pengasuh dan juga kakek buyutnya.

"Tak ada siapa-pun di dalam sini." ujar Yixing yang tengah mengintip bagian dalam mobil dan menggunakan kedua tangannya menjadi teropong.

"Hey! Ada sebuah perahu yang sedang mengarah ke sini!" teriak Jongin tiba-tiba, mengejutkan kedua saudaranya yang lain.

Yixing dan Sehun segera berlari menghampiri Jongin yang berdiri di bagian paling ujung dermaga, sembari melihat ke arah laut yang masih tampak gelap. Sekilas mereka bertiga bisa melihat sebuah titik cahaya berwarna putih dari sana, dan sayup-sayup mereka juga bisa mendengar ada suara deru mesin kapal yang sedang berputar membelah ramainya suara ombak.

"Kau benar! Itu Zi Tao dan kakek!" balas Sehun dengan kedua mata cokelatnya yang berbinar kala dia melihat dua sosok jangkung yang tengah berdiri di atas sebuah boat yang bergerak pelan merapat ke tepian dermaga.

"Anak-anak? Apa yang kalian lakukan malam-malam begini?"

Si pengasuh bermata panda itu mengerjapkan kedua mata merahnya bingung ketika mendapati tiga pangeran Wu cilik tengah berdiri dan seperti sedang menunggu seseorang di dermaga. Yixing sebagai saudara tertua segera mengulurkan tangannya, dan membantu Zi Tao menaiki papan dermaga. Membuat Zi Tao sedikit tersipu karena merasa diperlakukan seperti seorang puteri bangsawan.

"Kami menunggumu tahu! Tidak kah kau sadar jika sudah membuat kami khawatir setengah mati seperti ini?" cerca Jongin dan melipat kedua tangannya di depan dada.

Bocah berkulit kecokelatan itu memandang Zi Tao dan sang kakek tajam secara bergantian.

Greb

"Syukurlah kau baik-baik saja!" seru Sehun senang dan langsung menerjang tubuh Zi Tao untuk ia peluk dengan erat. Aksinya itu kemudian diikuti oleh Yixing dan juga Jongin yang ikut memeluk tubuh Zi Tao sekencang mungkin.

Dasar bocah.

"Hooo, apa tak ada yang ingin memeluk kakek kalian ini?"

Kris yang merasa di acuhkan mulai mendesis kesal. Sedikit cemburu pada Zi Tao, karena para cucu buyut dari para cucu blablabla cucu-cucu buyutnya itu malah lebih memilih untuk memeluk sang sitter ketimbang dirinya yang jelas-jelas kerabat mereka sendiri.

"Aku mauuuu!"

Sehun berseru dengan tiba-tiba, dan hendak memeluk sang kakek yang sudah membuka lebar kedua tangannya. Tapi langkah kakinya sontak terhenti saat Jongin yang dengan brutalnya menarik bagian belakang mantel yang dikenakan Sehun, sehingga membuat Sehun tak jadi memeluk Kris.

"Dalam mimpimu vampire tua jelek berkaki panjang dan mesum sialan!"

Uh, oh, sepertinya sang bocah berkulit madu ini masih dendam karena sang kakek belum mengganti kelima ikannya yang mati.

Baiklah, sekarang kita mari kita tinggalkan sosok Kris yang terjatuh lemas di atas papan dermaga sembari merenungi nasib sialnya, dan kembali pada Zi Tao yang mulai melangkah menuju ke tempat mobil—yang ia pinjam dari Luhan—yang masih terparkir di tempatnya.

"Setelah kita sampai di rumah, kalian harus segera tidur anak-anak. Mengerti?"

"Aye aye, captain!"

.

.

::

.

.

"Aku mencium bau Dragon telah kembali."

"…"

"…"

"Jadi menurutmu, kekuatan itu sudah berada di kastil ini?"

"Entahlah, tapi kurasa demikian."

"…"

"Dan ini artinya, kita sudah bisa mulai bergerak lebih cepat dari apa yang diperkirakan Bossie."

"Apa dia sudah mengetahui hal ini?"

"Jangan bercanda. Hidungnya bahkan lebih tajam daripada hidung anjing. Aku yakin dia pasti sudah mengetahuinya."

"…"

"…"

"Jadi kapan kita mulai bergerak?"

"Setelah Bossie memerintah tentu saja. Atau kau ingin memulainya terlebih dahulu?"

"…"

"Hm, kalau begitu terserah kau saja. Aku pergi dulu—"

"…"

"—Sue Ji."

.

.

::

.

.

Cklek

Grep

"Ya Tuhan!"

Huang Zi Tao yang baru saja menutup pintu kamarnya kontan memekik kaget saat ada sepasang lengan kekar tengah memeluk perutnya erat. Ia bisa merasakan saat ada sebuah benda lunak yang dingin dan basah mulai menjilati lehernya pelan.

Sudah bisa ditebak kan siapa pelakunya?

"Sir Kris, hentikan."

Zi Tao meminta dengan suara lirih. Dan berusaha melepaskan pelukan kuat Kris pada perutnya tersebut. Ketika berhasil terlepas dari kungkungan Kris, pemuda itu kemudian membalikkan tubuhnya dan menatap sang vampire tampan yang kala itu sedang melengkungkan bibirnya ke bawah, tanda sedang merajuk.

"Kau ingat 'kan jika kita sudah tak memiliki waktu lagi sekarang?"

Zi Tao bertanya pelan ditemani senyuman manis saat tangannya mengusap sebelah pipi Kris pelan. Kedua iris matanya yang semerah darah saat sisi lainnya muncul—dalam arti saat ia sedang dalam mode vampire—itu memandang Kris dalam seolah memaksa Kris untuk masuk ke dalam pesonanya.

Kris bahkan tidak pernah tahu sejak kapan sosok si pemuda Huang di hadapannya itu bisa lebih mempesona dan menggairahkan seperti ini. Mungkinkah ini efek yang dialami Zi Tao setelah berubah menjadi vampire?

"Kita harus segera menyuruh seluruh anggota keluarga Wu untuk keluar dari sini. Dan menempatkan mereka sejauh mungkin dari keberadaan kita." lanjut Zi Tao kemudian dan mengecup bibir Kris singkat.

"Jadi kau tahan dirimu sebentar saja ya?"

"…"

"Setidaknya setelah perang ini usai."

Zi Tao berbisik saat ia mengeluarkan sebaris kalimat itu dari dalam bibirnya. Ia menundukkan kepalanya sedih. Seolah ia merasa jika setelah ini ia tak akan bisa bertemu dengan Kris kembali.

Kris termenung mendengarkan kata-kata Zi Tao barusan. Sang tetua di keluarga Wu itu kemudian mengangkat dagu Zi Tao dengan sebelah tangannya. Memaksa kedua mata Zi Tao untuk beradu pandang dengan iris kelam miliknya.

"Kau juga harus ikut pergi bersama mereka. Aku tidak mau melihatmu terluka Zi Tao." ujarnya pelan membuat Zi Tao tersenyum kecil.

Huang Zi Tao menggelengkan kepalanya pelan, dan kembali menatap kedua mata Kris yang masih menatapnya.

"Kau lupa jika Dragon ada di dalam tubuhku, hm? Kau tidak akan bisa berbuat apa-apa jika tidak ada aku di sisimu Sir. Kekuatanmu sekarang ada bersamaku." bisik Zi Tao lirih, tepat di depan telinga Kris karena takut jika ada seseorang yang mendengar mereka.

"…"

"…"

Suasana hening kontan melanda mereka berdua. Terlihat Kris tidak mampu lagi untuk melarang ataupun mencegah Zi Tao agar tak mengikuti dirinya menghadapi bahaya besar yang sebentar lagi menghadang.

Ia masih belum bisa, dan tak akan pernah bisa untuk melihat orang yang dicintainya direnggut kembali dari dirinya.

"Apa kau siap berperang bersamaku?"

Kris bertanya pelan, dan menatap Zi Tao yang menganggukkan kepalanya mantab sebagai jawaban.

"Kapanpun Sir. Aku pasti siap menemanimu."

Sebuah senyuman tipis kontan hadir menghiasi wajah tampan Kris. Vampire tampan itu sontak menarik tubuh Zi Tao, dan membawa masuk tubuh mungil itu ke dalam pelukan hangatnya. Ia merasa bersyukur, benar-benar bersyukur karena memiliki Huang Zi Tao di sisinya.

"Terima kasih.." ujar Kris tulus, dan tetap menyunggingkan senyum tipisnya.

"Hm, kalau begitu aku akan pergi ke dapur dan menyiapkan sarapan untuk keluarga Wu." ucap Zi Tao sembari melepaskan pelukan Kris, dan mulai berjalan menuju ke arah pintu. Hendak berjalan keluar menuju dapur.

Kris yang terdiam hanya bisa tersenyum memandang kepergian Zi Tao. Ia menunggu Zi Tao hingga pemuda tadi benar-benar keluar dari dalam ruangan, dan menutup pintunya saat suara langkah kaki Zi Tao mulai meramaikan koridor kastil.

Sementara itu Zi Tao yang hampir beberapa langkah lagi telah tiba di dapur, dikejutkan oleh bayangan seorang wanita yang tiba-tiba lewat di depannya, membuat jantung Zi Tao hampir melompat saat itu juga.

Ia menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, memeriksa seluruh koridor kastil yang bisa dijangkau pandangan matanya, yang masih dalam kondisi sepi. Mengira itu hanya imajinasinya belaka, Zi Tao kemudian mengangkat bahunya tak peduli, dan kembali melangkahkan kakinya ke dalam dapur. Dimana telah ada sosok renta bibi Josephine yang sedang berdiri di depan kompor.

"Selamat pagi bibi Jo. Apa yang kau buat?" tanya Zi Tao sembari mendekatkan tubuhnya ke arah wanita tua itu. Ia melongokkan kepalanya sedikit, memandangi sebuah panci besar yang berisi cairan berwarna kuning-oranye di atas kompor yang masih menyala.

"Hm, bukankah ini sup labu? Kurasa akan nikmat jika kita menggunakannya sebagai sarapan." ujar Zi Tao dan tersenyum manis, "Mau kubuatkan jus sebagai teman sarapannya?" lanjutnya dan dibalas anggukan oleh bibi Josephine. Membuat Zi Tao yakin jika wanita itu pasti setuju dengan idenya.

"Gutten morgan Huang Zi Tao, bibi Josephine.." sapa sebuah suara, membuat Zi Tao segera menolehkan kepalanya untuk melihat sang kepala keluarga di keluarga Wu, sekaligus ayah dari anak asuhnya, Kim Sehun.

"Selamat pagi Sir Joonmyun. Mau kubuatkan kopi?"

Kim Joonmyun, pria yang tadi menyapa dua pekerjanya itu menganggukkan kepalanya setuju, dan mulai mengambil posisi duduk di salah satu kursi yang tersedia di dalam dapur.

"Pekat, dan tidak terlalu manis."

"Baik, Sir."

Dengan cekatan Zi Tao kemudian meracik kopi pesanan Joonmyun. Ia mulai menuangkan cairan berwarna hitam dengan aroma khas itu ke dalam sebuah cangkir berwarna putih dan memasukkan dua blok gula ke dalamnya. Tak lupa ia juga menambahkan sepiring kecil biskuit gandum yang ia temukan dari dalam lemari penyimpan makanan.

"Silahkan, Sir.."

"Terima kasih Zi Tao. Ngomong-ngomong, semalam kau dan Luhan pergi kemana?"

Huang Zi Tao yang saat itu tengah memotong-motong buah strawberry—yang akan digunakannya sebagai bahan jus—menghentikan kegiatannya sejenak dan menolehkan kepalanya memandang sang kepala keluarga Wu itu bingung.

"Semalam, saya pergi ke dermaga barat bersama Sir Kris. Tapi tentang dokter Luhan, saya tidak tahu kemana beliau pergi tuan." jawab Zi Tao sopan membuat Joonmyun yang ganti mengernyitkan alisnya heran.

"Tapi semalam aku tidak melihat mobil Luhan ada di dalam garasi."

"Oh, saya memang meminjam mobil Sir Luhan semalam."

Joonmyun sekali lagi menganggukkan kepalanya, tanda paham. Hanya saja ia masih tak mengerti kemana dokter pribadi keluarganya itu pergi semalam. Setelah pertemuannya dengan Luhan beberapa hari yang lalu, ia tak pernah lagi mendapati batang hidung dokter muda itu.

Sang kepala keluarga Wu itu kemudian bangkit berdiri sembari membawa cangkir kopinya, dan berjalan menuju ke arah jendela yang berada di sisi timur dapur. Ia lalu berdiri di pinggiran jendela, dan memandangi matahari pagi yang perlahan-lahan mulai naik ke cakrawala dari dalik bukit Bakerly Hills. Angin pagi dirasakannya mulai berhembus pelan, menerpa permukaan wajah tampan sang kepala keluarga yang sedang memejamkan kedua matanya.

Sayup-sayup ia mendengar suara ayam jantan yang berkokok di kandang belakang kastil. Begitu juga dengan suara cicitan burung yang hinggap di dahan-dahan pohon apel yang basah terkena embun pagi.

Kim Joonmyun menyesap sedikit demi sedikit cairan berkafein yang terdapat di dalam cangkir putihnya tersebut. Sembari bernostalgia ria dan mengingat saat-saat yang pernah dilaluinya bersama istrinya kala masih hidup seperti dahulu. Tersenyum kecil, Joonmyun sedikit mengagumi kepiawaian Zi Tao yang bisa membuat kopi dengan rasa seenak buatan mendiang istrinya.

Pria itu tiba-tiba menolehkan kepalanya sekilas, dan terkejut saat mendapati perubahan kecil yang terjadi pada sosok sang pengasuh salah satu puteranya.

"Ini mataku yang sedang bermasalah, atau memang rambutmu berubah warna menjadi biru kehijauan seperti itu Zi Tao?" seru Joonmyun kaget sembari mengucek sebelah matanya pelan. Berusaha memastikan jika indera penglihatannya sedang tidak bermasalah.

Sedang Zi Tao sendiri kontan memegangi rambut bagian poninya, dan ikut terkejut ketika mendapati rambutnya telah berubah warna seperti warna laut.

"Err—yah, aku mengecat rambutku Sir. Menurut Jongin hal yang seperti ini sedang tren." kilah Zi Tao saat ia sudah tak tahu lagi harus menjawab apa.

Joonmyun hanya tersenyum kecil dan mengangkat bahunya tak peduli. Beberapa saat kemudian, pria itu lalu pergi keluar dari dalam dapur setelah mengatakan bahwa sarapan harus siap dalam waktu dua puluh menit lagi.

.

.

::

.

.

"ZI TAO!"

Merasa jika namanya dipanggil dengan begitu kerasnya, Zi Tao segera menolehkan kepalanya, dan mendapati sosok mungil Byun Baekhyun yang tengah berlarian di sepanjang koridor, langsung menerjang tubuhnya kuat hingga ia hampir saja jatuh terjungkal.

"Baekhyun? Ada apa?"

Zi Tao bertanya dengan cemas ketika tubuh mungil itu mulai memeluknya erat. Ia bisa merasakan tubuh Baekhyun yang berada di pelukannya bergetar hebat, seperti sedang menangis.

"Chanyeol, dia—dia hilang."

Begitu mendengar penuturan Baekhyun, Zi Tao hanya bisa membelalakkan kedua matanya kaget. Ia pun segera melepaskan pelukan Baekhyun, dan memandang wajah pemuda berambut cokelat itu telah basah dipenuhi air mata.

"Hi—hilang? Bagaimana bisa?"

"Kemarin—kemarin aku dan Chanyeol bertengkar. Setelah itu—setelah itu yang aku tahu, Sutradara Park memanggilnya.."

"Lalu?"

"Lalu, aku sudah tidak pernah bertemu Chanyeol lagi sama sekali. Aku sudah mencarinya di seluruh penjuru mansion ini, tapi aku tetap tidak bisa menemukannya dimana pun. Zi Tao bagaimana ini? Tolong aku, tolong aku. Aku takut—takut sekali Zi Tao."

Zi Tao terdiam memandangi Baekhyun yang mulai terisak pelan di depannya. Ia bisa melihat dengan jelas jika raut wajah Baekhyun dipenuhi dengan ekspresi kekhawatiran dan perasaan cemas yang berlebih.

"Kita harus menanyakannya pada Tuan Park, Baekhyun. Hanya itu satu-satunya cara agar kita bisa tahu keberadaan Chanyeol."

"Tapi—tapi aku takut Zi Tao. Tuan Park adalah orang yang hanya memandang rendah pada bawahannya."

"Jangan takut, Baekhyun. Biar aku yang bertanya. Aku termasuk orang yang kebal terhadap caci-makian."

Usai berkata seperti itu, Zi Tao kemudian mulai menarik tangan mungil Baekhyun, dan mengajak pemuda mungil itu untuk pergi menemui orang yang dimaksud. Mereka berdua lalu menyusuri lorong kastil bagian timur—yang disewa oleh rombongan milik tuan Park—yang masih sepi, dan tiba-tiba saja langsung mendapati dua sosok manusia yang salah satunya menjadi target mereka berdua.

Drap

Drap

Drap

"Tuan Park."

Zi Tao memanggil salah satu sosok dari kedua orang yang ditemuinya dengan suara pelan. Ia sekilas melirik ke arah seorang gadis yang berdiri di sebelah tuan Park, dan tak begitu mempedulikannya saat gadis itu hanya memalingkan wajahnya ke arah lain. Seolah-olah keberadaan Zi Tao itu bagaikan kutu rambut yang kehadirannya tak begitu diinginkan.

"Hn.."

Pria paruh baya bernama Jinyoung Park—atau biasa dipanggil JYP atau tuan Park saja—menolehkan kepalanya sekilas dan memandangi Zi Tao—serta Baekhyun—dari balik kacamata yang dipakainya.

"Boleh aku tahu dimana keberadaan salah seorang pegawaimu yang bernama Park Chanyeol?"

"Maaf?"

"Park Chanyeol, tuan. Kudengar dari Baekhyun, terakhir dia pergi bersamamu." ujar Zi Tao pelan berusaha sabar, mengingat betapa menyebalkannya pria yang dipanggilnya tuan Park saat berbicara.

"Oh, yah. Aku memang memanggilnya ke ruanganku. Tapi—"

"…"

"—kau tentunya tak ingin tahu apa yang terjadi setelahnya kan, anak muda?" tanya tuan Park pelan sembari menatap ke arah Baekhyun yang ada di belakang tubuh Zi Tao tajam. Membuat pemuda mungil itu tersentak kaget dan membelalakkan kedua matanya tak percaya.

Gyuuut

Zi Tao terdiam, dan ikut terkejut ketika dirasakannya Baekhyun mencengkeram sebelah lengannya kuat. Ia bahkan lebih kaget lagi saat mendapati Baekhyun kembali menangis meski dalam diam.

"Toh manusia yang sederajat dengan sampah seperti mereka memang lebih pantas untuk dimusnahkan saja. Bukan begitu, Byun Baekhyun?"

Whuuuush

Angin pagi tiba-tiba saja berhembus dengan cukup kencang, sehingga mampu menimbulkan daun-daun apel yang jatuh berguguran di halaman depan kastil timur berterbangan dan melayang-layang hingga ke bagian koridor.

Suara berderak yang cukup keras mampu menyadarkan Zi Tao yang masih terdiam untuk bisa melihat saat sebuah patung tentara berbaju zirah bergerak-gerak dan hampir saja roboh menimpa dirinya dan juga Baekhyun.

Sraaakh

"BAEKHYUN AWAS!"

Zi Tao berteriak cukup keras, dan hal yang terjadi setelahnya sungguh berada di luar akal sehat manusia. Pemuda itu membuka kedua belah bibirnya tak percaya ketika mendapati waktu seolah berhenti. Tak hanya itu, dedaunan yang tadinya berterbangan mengitari tubuh Zi Tao sontak berhenti bergerak, dan diam membatu mengambang di udara. Tuan Park, Baekhyun, dan gadis yang Zi Tao lihat tadi pun seolah menjadi patung di tempat mereka masing-masing.

Hingga kejadian tadi hanya menyisakan seorang Huang Zi Tao yang dilanda kebingungan dengan apa yang terjadi dan menimpanya.

"I—ini.."

Di tengah kebingungannya, Zi Tao kemudian menarik tubuhnya dan Baekhyun menjauhi patung besi tadi, dan berdiri di tempat yang dirasanya jauh lebih aman. Ia lalu melepaskan genggaman tangannya, dan memandangi dedaunan yang mulai kembali bergerak, menandakan pengaruh kekuatan yang ia tidak ketahui apa namanya itu telah menghilang.

Whuuuuuush

PRAK

"Zi Tao!"

Baekhyun memekik kecil, dan memandang horor patung besi berbaju zirah itu telah jatuh tepat di belakang tubuhnya hingga pecah menjadi beberapa bagian.

"Zi Tao—apa yang, apa yang telah terjadi?"

Zi Tao membisu. Bingung akan menjawab apa. Dan tak tahu harus menjelaskan mengapa hal yang diluar nalar itu bisa terjadi. Bahkan ia sendiri tak menyadari, bagaimana cara sebuah noktah hitam lain yang berbentuk layaknya segitiga kembar telah muncul dan menodai permukaan kulit lengan kirinya.

.

.

::

.

.

"Kau melihatnya sendiri 'kan, Bossie?"

"Hn."

"…"

"Apa pendapatmu tentang ini?"

"…"

"…"

"Chorono sudah menemukan induk semangnya."

"Dan aku tidak menyangka vampire baru seperti dia bisa mendapatkan kekuatan itu juga."

"Vampire baru? Maksudmu bocah itu juga—vampire?"

"Hn."

"Dragon benar-benar sudah membawa perubahan. Kekuatan itu bisa semakin kuat dari waktu ke waktu. Kau harus bertindak cepat Bossie, sebelum semuanya terlambat."

"…"

"…"

"Kalau begitu lakukan apa yang seharusnya kau lakukan, Fei."

"…"

"Bawa Huang Zi Tao ke ruanganku. Dan lakukan hal yang biasa kita lakukan di sana."

"…"

"Dan jangan lupa, suruh Park Chanyeol untuk kembali menemuiku."

"…"

"…"

"Aku mengerti, Bossie."

.

.

::

.

.

"Luhan-hyung?"

Kim Sehun berseru kecil ketika ia yang baru saja hendak melangkahkan kakinya menuju ruang makan—karena tadi ayahnya menyuruhnya untuk mengikuti sarapan—langsung mendapati sosok sang dokter manis yang sangat dikaguminya itu tengah berjalan menyusuri koridor kastil utama dengan raut wajah pucat pasi.

Dokter yang sering dikenal dengan nama "Xi Luhan" itu menghentikan langkah kakinya sejenak, dan memandangi si pangeran Wu terkecil.

"Pagi Sehun. Kau tak sekolah hari ini?"

Bocah berambut kecokelatan yang ditanya itu sedikit mengernyitkan dahinya heran ketika Luhan menyapanya dengan nada bicara yang tak biasa. Ia juga lumayan terkejut ketika melihat sang dokter pribadi keluarganya itu telah memiliki rambut yang berwarna baru.

"Madam Sophie memberikan libur musim semi hingga bulan Mei berakhir hyung. Dan, aku tidak menyangka kau akan menghabiskan waktumu semalaman di kota hanya untuk mengubah warna rambutmu seperti itu." Sehun berujar pelan sembari menunjuk kepala Luhan. Ia sedikit iri juga melihat sang dokter dengan dandanan rambut seperti itu.

Luhan mengangkat kedua alisnya ke atas, dan menyentuh helaian rambutnya. Ia sedikit berdecak kesal ketika mendapati rambutnya yang berwarna light orange itu ada digenggaman tangannya.

"Oh, ini, yeah, aku sedang menggemari buah jeruk akhir-akhir ini. Ada apa? Kau keberatan Sehun-ah?"

Jawaban dan pertanyaan yang dilontarkan dokter bermarga Xi itu tak membuat Sehun senang. Apalagi menurut Sehun, sikap dan perilaku Luhan pagi ini sangat berbeda dari hari biasa. Ia terlihat jauh lebih ketus, dan lebih dingin. Dan wajah Luhan yang terlihat datar tanpa ekspresi itu, membuat Sehun jadi sebal sendiri.

"Ada apa hyung? Apa sesuatu telah terjadi padamu?"

"Kenapa?"

"Kau terlihat sangat—berbeda."

"Benarkah?"

"Yah, kau hanya lain dari biasanya."

"Ya sudah. Kalau kau merasa terganggu ataupun tak suka dengan keberadaanku. Lebih baik menjauh saja."

"A—apa?"

"…"

"…"

"Jauhi aku, dan jangan pernah menemuiku lagi Kim Sehun."

.

.

::

.

.

"Kau tahu—tadi itu, aku seperti sedang berada di sebuah ruangan yang, aneh sekali." celetuk Baekhyun pada Zi Tao ketika mereka berdua sedang melanjutkan perjalanan mereka mencari keberadaan Park Chanyeol, si pemuda tinggi berambut cokelat ikal.

"Jadi, kau juga—merasakannya?"

"Eh?"

"Kau juga merasakan apa yang aku rasakan, Baekhyun?"

Zi Tao bertanya dengan suara lirih. Memastikan jika tak ada orang lain yang bisa mendengar mereka berdua. Ia melangkahkan kakinya pelan, menyusuri koridor yang yang masih tampak sepi meski hari sudah beranjak siang. Pemuda itu tak mendapati satupun kru film yang biasanya berjalan mondar-mandir di kastil.

"Well—aku sebenarnya tak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi Zi Tao.."

Baekhyun menghentikan langkah kakinya, dan meraih sebelah tangan Zi Tao untuk ia genggam dengan erat sebelum melanjutkan kata-katanya.

"..tapi aku—sangat berterima kasih kepadamu."

JDAK

Dan tiba-tiba saja semuanya tampak hitam dimata Huang Zi Tao.

.

.

::

.

.

Para penghuni kastil utama, yang juga merupakan anggota dari keluarga Wu itu terlihat sedang duduk rapi mengelilingi meja makan. Semuanya terdiam tak bersuara, hanya saja terkadang mereka bisa mendengar suara dentingan sendok yang berasal dari Lady Tiffany ketika wanita cantik itu tengah memasukkan sebuah blok gula ke dalam teh hijaunya.

Sang kepala keluarga Wu sendiri juga masih terdiam. Ia hanya menunggu Jongin serta Yixing menghabiskan sup labu mereka sebelum mempersilahkan kakek buyutnya berbicara.

"Aku sudah selesai." seru Jongin, bocah dengan kulit seindah madu itu sembari mengusap permukaan bibirnya dengan kain serbet.

Disusul kemudian Yixing yang juga ikut berucap lirih, tanda ia telah menyelesaikan sarapannya.

"Silahkan, Sir Kris." ujar Joonmyun kemudian.

"Apa yang membuatmu menyuruh kami semua berkumpul di sini selain menyuruh kami untuk sarapan?"

Kim Joonmyun bertanya kepada sosok pria tampan berambut pirang itu sambil menyesap kopi dari cangkir putih miliknya. Kedua bola matanya memandang tenang ke arah sosok pria yang ia ketahui adalah leluhurnya di masa lampau.

Kris berdehem kecil kemudian. Ia tampak belum berminat untuk menjawab pertanyaan yang dilontarkan Joonmyun. Sehingga akhirnya ia hanya saling menautkan jemari kurus—pucat—panjangnya itu, dan balas memandangi anggota keluarganya satu persatu.

"Kalian semua—"

"…"

"—harus segera keluar dari sini."

"…"

"…"

"…"

"…"

Hening kontan melanda. Jongin dan Yixing hanya bisa saling adu pandang sama lain dan secara kompak mengangkat kedua bahu mereka, tanda tak mengerti dengan ucapan sang kakek buyut. Joonmyun sendiri masih terdiam. Dan menyisakan Tiffany yang kini melempar tatapan tak terima ke arah Kris.

"Maaf—"

Wanita yang dibalut gaun tidur berwarna satin itu kontan berdiri dari posisi duduknya. Kedua alisnya bertaut sebal, dan mata sipitnya semakin menyipit tajam.

"Maaf jika aku lancang. Tapi asal kau tahu saja tuan—Sir Kris, mansion ini, kastil ini, adalah satu-satunya rumah—atau bisa juga kau sebut harta—yang dimiliki oleh keluarga Wu secara turun-temurun. Jadi akan sangat tidak mungkin sekali jika anda menyuruh kami semua untuk keluar dari bangunan ini, karena kami tidak akan tahu harus tinggal dimana lagi jika kami meninggalkan tempat ini."

"…"

"…"

Kris kembali terdiam, dan mulai melepaskan tautan jarinya satu persatu. Vampire pirang itu mulai beranjak berdiri dari posisi duduknya, dan berjalan sedikit menjauh dari meja makan.

"Kekhawatiranmu itu tentu bisa aku mengerti, Stephanie Wu. Tapi akan lebih baik lagi jika kau mau menuruti perintahku untuk meninggalkan mansion ini sebelum kalian semua ikut terseret dalam bahaya."

Semua anggota Wu kontan mengernyitkan dahi mereka bingung. Tiffany yang baru saja hendak membuka mulutnya, langsung terdiam ketika ia mendengar suara adik sepupu laki-lakinya—Kim Joonmyun—mulai terdengar.

"Kalau begitu bisa anda jelaskan lebih rinci lagi mengapa kami semua harus keluar dari kastil ini, Sir Kris?"

Kris kembali melangkahkan kakinya pelan, dan kemudian menautkan kembali tangannya di belakang tubuhnya. Vampire itu mulai berjalan, dan berhenti tepat di bawah sebuah lukisan besar yang tergantung di sisi dinding ruang makan.

"Saat ini, ada sebuah organisasi jahat yang ingin mengambil sesuatu dari diriku. Mereka mengadakan perjanjian terkutuk dengan para iblis, dan menjadikannya sebagai sekutu mereka."

"…"

"Dan sekarang ini, mereka semua ada di sini. Di kastil kita dengan berpura-pura menjadi bagian dari orang-orang yang menyewa tempat ini."

"Omong kosong!"

Suara teriakan Tiffany itu tentu saja membuat Kris terkejut. Sang tetua Wu itu langsung memandang wanita tersebut dengan ekor matanya, dan mendapati sang wanita tengah menggeram kesal seperti tak terima.

"Won Bin-ku bukan orang jahat! Dia tak mungkin melakukan hal yang anda katakan tadi." seru Tiffany keras, dan memandang leluhurnya dengan tatapan tajam.

"Aku tak bilang jika Wun Jin-mu yang ingin mengambil sesuatu dariku itu, madam Steph. Yang jelas organisasi jahat itu ada di antara mereka."

"Won Bin, namanya Won Bin."

"Oh, iya. Maksudku itu."

"…"

"…"

"…"

"Lalu Sir, kemana kami harus pergi? Kami semua tak memiliki sanak saudara di sini.."

Sang tetua Wu kembali terdiam. Dan ganti memandang pria yang sekarang menjadi kepala keluarga Wu dengan kedua iris kelamnya.

"Aku tahu sebuah tempat yang aman—"

"…"

"…"

"—kita bisa meminjam puri milik keluarga Huang, dan tinggal di sana untuk sementara waktu."

.

.

::

.

.

Srakh

Srakh

Srakh

Di sudut lorong gelap itu terlihat sesosok pemuda bertubuh jangkung yang berjalan dengan sedikit membungkuk menyusuri lorong sebuah kastil bergaya Eropa kuno. Park Chanyeol—pemuda tersebut—secara terseok-seok melangkahkan kakinya secepat yang ia bisa begitu ia mendengar bahwa ia sedang dicari oleh seseorang yang sering disebut-sebut dengan nama "Bossie".

Langkah kaki Chanyeol semakin tergesa ketika ia melihat sebuah pintu terletak tak jauh dari tubuhnya berada. Ia mengulurkan sebelah tangannya yang pucat pasi, dan menyentuhkannya pada kenop pintu yang berbentuk seperti bola.

Cklek

Begitu Chanyeol melangkahkan kakinya dan masuk ke dalam. Hanya suasana gelap dan suram-lah yang ia terima. Ruangan itu bahkan dipenuhi bau anyir—dan amis—yang bisa dia pastikan dengan jelas bahwa itu adalah bau darah.

Kaki jangkungnya kembali ia langkahkan, dan tubuhnya ia bawa untuk mendekati sesosok makhluk kecil berwarna merah yang sedang bertengger di atas sebuah tiang pendek berbentuk "T".

"Selamat pagi, Phoe. Tidurmu nyenyak akhir-akhir ini?"

Park Chanyeol bertanya pelan ketika sebelah tangannya menyentuh bulu-bulu halus berwarna merah kusam yang menyelubungi makhluk kecil itu. Di dalam keremangan Chanyeol bisa melihat dengan jelas makhluk yang berwujud seperti perpaduan ayam dan burung itu hanya mengangguk-anggukkan kepalanya yang berjambul dan mengeluarkan bunyi "uhu" pelan.

Sekilas, jika ada orang lain yang melihat. Mereka pasti mengira bahwa makhluk itu adalah hewan yang sejenis dengan burung hantu.

"Uhu.."

"Ada apa Phoe?"

"Uhu.."

"Hm, begitu ya? Ada orang lain di sini? Kenapa kita tidak menyambutnya?"

"Uhu.."

"Oh, apakah ini sudah waktunya?"

"Uhu.."

Park Chanyeol menyunggingkan senyum tipis seolah-olah ia bisa memahami dengan baik apa yang makhluk berwarna merah itu katakan. Ia kemudian mengulurkan tangannya lagi, dan mengelus pelan leher renta makhluk kecil itu.

"Chan—yeol? Kau 'kah—kau 'kah itu?"

Pemuda jangkung itu menolehkan kepalanya sejenak, dan sedikit terkejut ketika iris gelapnya mendapati sesosok pemuda yang ia kenal sedang terikat secara terbalik di sudut ruangan. Chanyeol memejamkan matanya sekilas, dan mengeluarkan secuil api di telunjuk tangannya berusaha membuat ruangan pengap itu sedikit lebih terang.

"Huang Zi Tao."

Chanyeol mengucapkan nama itu dengan suara lirih. Ia perlahan mendekati sosok pemuda itu, dan berjongkok dengan salah satu kakinya saat ia telah berada tepat di hadapan Zi Tao.

"Jadi mereka sudah berhasil membawamu kemari ya?" tanya Chanyeol pelan, membuat Zi Tao—pemuda yang berada di depannya tadi—hanya mengernyitkan dahinya tanda tak mengerti.

"Apa maksudmu? Dan—bisakah kau melepaskanku dari sini?"

Huang Zi Tao menggerak-gerakkan tubuhnya sekilas, dan berusaha melepaskan ikatan tali yang menjerat pergelangan tangannya kuat. Pemuda itu tak bisa mengingat apapun kenapa ia bisa terikat seperti ini dan berada di ruangan gelap dengan makhluk berwarna merah kusam yang tengah sekarat di sudut ruangan yang lain.

Yang jelas, dia hanya bisa mengingat sosok Baekhyun yang mengucapkan terima kasih kepadanya. Itu saja.

"Melepasmu?" tanya Chanyeol sekali lagi, dan menyentuh sebelah pipi Zi Tao pelan. Ia menyeringai tipis sebelum akhirnya ia kembali bersuara. "Kau ingin aku mati kalau begitu."

"H—hah?"

"Asal kau tahu saja Zi Tao. Ini adalah kesempatan yang kami tunggu-tunggu selama ini."

Zi Tao terdiam, dan menatap pemuda jangkung itu kembali menegakkan tubuhnya dan berjalan ke arah makhluk kemerahan di sudut ruangan.

"Kami berhasil menangkapmu dengan mudah, dan tak perlu bersusah payah merebutmu dari tangan vampire sialan itu. Bukankah ini hebat?"

'Saat ini ada tujuh anggota Knight yang hidup. Empat di antaranya adalah wanita dan dua lainnya adalah iblis pria—'

Kedua mata Zi Tao terbelalak lebar, begitu ia mengingat kata-kata yang semalam dikatakan oleh arwah Edison kepadanya.

"Mungkinkah, kau salah satu dari mereka? Anggota—Knight?" tanya Zi Tao terbata. Ia sedikit tak percaya, jika Chanyeol adalah salah satu anggota dari organisasi jahat yang sedang mengincar kekuatan Dragon milik Kris.

Chanyeol kontan terkekeh kecil, dan memandang Zi Tao dengan seringaian lebarnya. Ia kemudian membuka lebar-lebar telapak tangannya, dan membuat tangannya itu diselubungi cahaya api berwarna kuning-kemerahan.

"Kenapa kau begitu naif Zi Tao? Apa kau tak bisa merasakan sedikit keanehan saat aku ada di sekitarmu?"

"…"

"Kau bilang kau memiliki kekuatan magis bawaan. Oh, atau jangan-jangan kau tidak bisa membedakan yang mana manusia dan yang mana iblis karena kekuatanmu itu ya?"

"Tch…"

"Hm, sepertinya kata-kata Bossie ada benarnya juga."

"…"

"Kau terlalu polos Huang Zi Tao. Pantas saja Dragon mau bersarang di tubuhmu."

"…"

"Dan kau punya daya tarik tersendiri untuk memanggil kematian."

"Apa maksudmu Park Chanyeol! Berhenti berbicara jika itu semua hanyalah omong kosong!"

"Omong kosong?"

Chanyeol bertanya sinis, dan semakin melebarkan seringaiannya ke arah Zi Tao. Pemuda berambut cokelat ikal itu kemudian mendekatkan tangannya yang membara ke arah makhluk merah kusam di depannya.

"Jika ini hanya omong kosong belaka, kau pastinya tidak akan lupa bagaimana seorang Edison mati secara sia-sia kan? Huang Zi Tao?"

"Apa yang kau bicarakan—? Hentikan ocehanmu sekarang juga!"

"Hm, aku yakin jika Edison pasti telah memperlihatkannya kepadamu bagaimana dan kenapa dia mati Huang Zi Tao. Dan asal kau tahu saja—"

"…"

"Itu semua, disebabkan oleh Dragon yang sekarang berada di dalam tubuhmu."

"A—apa?"

"Kau mungkin tak akan percaya dengan kata-kataku. Tapi vampire sialan itu telah menipumu, dan hanya menjadikanmu sebagai wadahnya agar ia tak bisa musnah."

"A—aku sama sekali tak mengerti dengan apa yang kau bicarakan!"

"…"

"…i—itu tidak mungkin."

"Kris hanya menjadikanmu—dan Edison—sebagai tempat untuk menyimpan kekuatannya. Seolah menyuruh kami—para anggota Knight—agar hanya memburu dan membunuh kalian, mengingat yang kami perlukan hanyalah kekuatan Dragon."

"Tidak mungkin. Itu tidak mungkin—Kris, dia bukan orang yang seperti itu. Kris mencintaiku dan juga Edison. Dia tidak mungkin berbuat setega itu kepada kami."

Park Chanyeol terkekeh geli. Dan memandangi tubuh makhluk merah kusam itu telah tersulut api yang berasal dari tangannya serta tengah mengeluarkan suara lengkingan yang keras. Seolah ingin menunjukkan kepada siapa saja bahwa ia sedang kesakitan sekarang ini.

Blarr

Tak memerlukan waktu yang lama, tubuh makhluk kemerahan itu telah terbakar habis dan hanya menyisakan abu yang tercipta dari tubuhnya.

"Vampire tidak pernah merasakan cinta, Zi Tao. Mereka tak tahu apa itu cinta"

"…"

"Mereka bahkan tak punya hati."

Chanyeol kemudian mengulurkan sebelah tangannya ke arah setumpukan abu yang masih panas tersebut. Dan dari genggaman tangannya timbul-lah seekor burung cantik dengan warna merah-oranyenya yang gagah, dan bertengger di atas lengan Chanyeol dengan kuku-kuku kakinya yang mengeluarkan percikan api kecil.

Seekor Phoenix. Yang melambangkan kekuatan api abadi bagi pemiliknya. Burung ajaib yang mampu mengangkat beban seberat dan sebanyak apapun. Serta tetesan air matanya dipercaya bisa menyembuhkan luka separah apapun.

"Kau—pembohong! Kris mencintaiku! Dia mencintaiku!"

"Tidak Zi Tao."

"…"

"Kau salah."

"…"

"Cinta itu tidak ada."

"…"

"Tidak pernah ada kata cinta dalam hidup kita. Itu hanya sebuah perasaan konyol yang melanda manusia-manusia idiot. Dan kau harus mengingat hal ini dengan sangat baik Huang Zi Tao."

"…"

"Bahwa kita—"

"…"

"—bukan lagi manusia."

Zi Tao lagi-lagi terdiam, dan menatap Chanyeol menggunakan kedua matanya yang tiba-tiba saja terasa basah. Chanyeol memang benar. Ia bukan lagi manusia. Tapi apakah salah, jika ia mencintai Kris? Lagipula saat ia mulai mencintai Kris, bukankah waktu itu ia masih berwujud sebagai manusia?

"Kau mengerti 'kan Zi Tao?"

"…"

"Jadi jika kau sudah memahami kata-kataku tadi. Aku harap, setelah ini kita bisa bekerja sama dengan baik. Oke?" tanya Chanyeol dan menyunggingkan senyuman tipis, sebelum akhirnya ia menghentakkan tangannya. Dan membuat burung api yang tadi bertengger di sebelah tangannya itu mengepakkan kedua sayap apinya dengan sangat indah.

Burung itu kemudian terbang mengitari ruang tempat Chanyeol dan Zi Tao berada. Tubuhnya yang diselimuti api kontan membuat ruangan itu tampak mulai terang benderang, dimana ratusan lilin yang berada di sana sontak menyala dan menerangi ruangan gelap tersebut.

Beberapa saat kemudian burung itu terbang dan melesat keluar dari ruangan melalui salah satu jendela yang terbuka. Dan terbang menyusuri langit kota Bakerly Port yang mendadak gelap karena tertutupi awan mendung.

Park Chanyeol perlahan berjalan pelan mendekati jendela ruangan. Menengadahkan kepalanya, ia menatap langit di atas sana dengan senyuman mengerikan yang belum pernah Zi Tao lihat sebelumnya. Sesekali Chanyeol bergumam pelan, sembari terkekeh geli seperti orang gila.

"Mereka akang datang. Iblis akan datang. Mereka akan datang. Iblis akan datang."

Sebelah tangan Chanyeol teracung ke atas. Dan entah kenapa tiba-tiba saja cahaya matahari di langit sana tampak meredup, dan mulai tertupi oleh sebuah benda bulat yang berada di langit. Orang-orang awam mungkin berpikir telah terjadi gerhana matahari. Tapi sebenarnya, hal itu adalah pertanda bahwa pasukan iblis dari neraka telah tiba dan sampai ke bumi.

"Api yang terlelap, kupanggil engkau dari tidurmu. Buatlah malam secerah siang. Buatlah kegelapan menjadi terang benderang. Dan bakarlah semua yang menghalangi jalanmu."

Zi Tao terperangah kaget. Ia bergidik ketakutan saat melihat sebuah kilatan api mulai keluar dan menyembur dengan kuatnya dari tangan Chanyeol yang teracung tadi. Sayup-sayup ia bisa mendengar ada sebuah suara ledakan keras, diikuti teriakan orang-orang yang berasal dari ujung kastil.

"Api yang terlelap, kupanggil engkau dari tidurmu. Buatlah malam secerah siang. Buatlah kegelapan menjadi terang benderang. Dan bakarlah semua yang menghalangi jalanmu."

"Tidak—jangan! Kumohon hentikan! Hentikan Chanyeol…"

"…Dan bakarlah semua yang menghalangi jalanmu. Bakarlah. Menyalalah…"

"HENTIKAN—!"

.

.

::

.

.

"Hyung, katakan padaku. Apa yang sudah terjadi?"

"…"

"Kau bukan dokter Xi Luhan yang ku kenal hyung."

"…"

"…"

"…"

"Tolong ceritakan padaku, ada apa sebenarnya?"

Kim Sehun melangkahkan kakinya pelan mendekati Xi Luhan yang masih berdiri tak jauh dari tubuhnya. Sebelah tangan mungilnya mulai menggapai lengan Luhan, dan menggenggam jemari pucat dokter itu erat.

"Kau tahu sesuatu Sehun-ah?"

Tersenyum tipis, Luhan mulai mengangkat sebelah tangannya dan mengusap pipi Sehun sayang. Bisa Sehun lihat dengan jelas saat tatapan mata Luhan yang meredup dan berubah menjadi pandangan sendu.

"…"

"Sebagian orang mengatakan bahwa darah itu lebih kental daripada air.."

"…"

"Dan hal itulah yang membedakan kita—"

"…"

"..mengekang kita.."

"…"

"..mengutuk kita."


.

.

::

.

.

To Be Continued

.

.

::

.

.


Cuap-cuap author dan lakon epep:

Kris: HOMINA HOMINA HOMINA HOMINA HOMINA HOMINA! *tebar menyan*

Jongin: Mbah! Mbah ente kenapa mbah? *pegangin dahi Kris*

Kris: Mbah lagi seneng cu'. Author sableng ini ternyata sudah sadar dari masa labilnya *tunjukin author autumnpanda* *usap brewok*

Gue: Ga nyangka yaowoh. Ane dikangengin juga akhirnya *usap air mata buaya* *nangis terhura*

Jongin + Kris: NAJIS!

Gue: *pundung*

MD: EBUSEEEEET! MANIAK BERBI AKHIRNYA BALIK JUGA! *high five*

Gue: Oyeah, AP's back! AP's back! I'm so curious yeaaaah~ *joget Sherlock*

Taemin: Hoooo, SHINEEEEE!

Minho: SHINEE in the house! Yeah!

Tiffany: Let me break it down! 1 2 3 4! *nyaut*

Tao: Geurae Oolf, naega Oolf! Awuuuu! *ga mau kalah*

Gue: AH, SARANGHAEYO!

Tao: NAJIS!

Gue: *kembali pundung*

Chanyeol: ANJRIT! PANTAT GUE, DOH! SIAL! *lirik chapter 8*

Gue: Yeol, ternyata kau sudah tidak perawan lagi ya? *senyum miris*

Chanyeol: YANG NGEBIKIN GUE SAMPE GA PERAWAN KAYA GITU SIAPA COBA? *cekek MD*

MD: Ta-tapi Yeol, yang minta entu NC si makhluk labil entu tuh..

Chanyeol: JADI ELO?

Gue: Tenang sayang, tenang. Jika sesuatu hal terjadi padamu. Aku pasti akan segera bertanggung jawab dan menikahimu saat itu juga! *acung jempol*

Chanyeol: NAJHEEEEESSSS!

Gue: BUNUH AJA DIRIKU INIIIII! *lenjeh* 3 KALI DIBILANG NAJIS! EMANG GUE MANUSIA APAAN? *ngesot*

All: Emang situ manusia?

Gue: Njirrrr~ (-_-) *pulang tutup lapak*

Tao: Eh, eh, mau tanya deh. Itu kenapa rambut ane kadang merah, kadang biru kaya bulao gitu? *bulao apaan?*

Gue: Gini lho beb *dipentung Kris*, jadi rambut ente itu bakalan berwarna merah kalo malem, dan jadi biru kalo siang. Yah, anggap aja itu efek gegara ente jadi vampire. Nah, ente pan juga punya kekuatan baru tuh? Itu juga termasuk salah satu efek gegara ente berevolusi jadi manusia setengah nyamuk, oh-Kai? *wink*

Luhan: Termasuk gue juga dong?

Gue: Lah? Ente emang kenapa Lu?

Luhan: Lho? Kan gue juga sa—MMPPH!*tiba-tiba dibekep MD*

MD: Jangan buka rahasia sekarang ya sayang? Tunggu waktu yang tepat. Entar juga kedok lu bakal kita buka setajam silet kok *bisik-bisik*

Sehun: Eto, terus buku yang dibaca si makhluk kegelapan—lirik Jongin—yang dilemparin ke kepala kece gue ini, judulnya apaan yak?

Gue: Oh, itu buku punyanya eyang Lemony Snicket. Yang judulnya A Series of Unfortunate Events. Pelemnya juga ada loh. Keren gilaaaa! *heboh*

MD: Tumben ga ngebanggain berbi?

Gue: Lah? Sapa bilang? Saya masih demen nonton entu pelem kok. Apalagi yang Nutracker, sama Swan Lake. Eh Mariposa juga keren. Yang seriesnya, Live in The Dream House juga kece. The Diamond Castle agak aneh sih pelemnya, tapi tetep bagus kok.. *ngoceh sendiri*

MD: Lupain aja kalo gue pernah tanya ke dia (-_-)

Chanyeol: Eh, gue salut deh sama reader yang udah nebak-nebak siapa aja anggota Knight termasuk Bossie. Kece badai deh mereka. Jawabannya bikin authornya keki gegara udah ketahuan.

Gue: Berisik lu ah! *gaplok Chanyeol* *tutup muka karena malu*

MD: Kayanya mereka semua turunan Holmes (-_-)

Gue: Setuju (y)

Luhan: Authornya speechless. Terlalu shock gegara ide ceritanya bisa ditebak reader *ngakak*

Gue: Ga denger! Ga denger~ *tutup kuping*

Tao: Apa bae lah~

Gue: Eh, mbak Dyn~ Chap depan langsung mulai aja ya?

MD: Apanya?

Gue: Itunya!

MD: Oh, oke beb (y)

Kris: Gue bisa mencium bakalan ada adegan ranjang di chapter depan. Gue yakin itu *usap brewok lagi*

MD: MESUM LO MBAH! INGET UMUR WOIY! *tonjok Kris*

Gue: LAGIAN BUKAN ITU KOK YANG KITA MAKSUD! SOTOY! *toyor Kris*

Kris: KEPSLOK WOIY KEPSLOK!

Jongin: ELO JUGA MAKE SOMPLAK!

Luhan: ELO NGAPAIN IKUTAAAAN?

Kris: KALIAN JUGA SAMA AJAAAA!

Sehun: Yaudahlah, tutup wae lapaknya. Mulai nggak jelas ini *geleng-geleng*

Tao: Lah? Kagak balesin ripiu?

Gue: Ah, Ini udah kepanjangan berooo! Harga tinta pada naik! Maklum, ekonomi kita pada labil! *apa hubungannya coba?*

MD: Iya, apalagi konstroversi hati kita malah membuat kudeta *mulai gila*

Jongin: Jadinya konspirasi kemakmuran sedang mengalami statusisasi yang bisa mempersuram dan mempertakut keadaan *ikut gila*

Luhan: Basicly aku kan seneng musik *udah gila*

Kris: 29 MY AGE YU NOOOO? *memang gila*

Yixing: Wong edan (orang gila)! Udahlah, sekian ya pemirsa. Semoga tayangan barusan—abaikan adegan yang terakhir tadi—bisa bermanfaat bagi kita semua. Sekian dari kami sebagai kru film "The Sucker", undur diri terlebih dahulu. Wassalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh!

Luhan: Jamaah~

Kris: Woiiiiy!

Luhan: Oh, jamaah!

Tao: Ooooiiii~

Jongin: Alhamdu—

All: —lillaaaaah.

.

.

.

Sepesial matur sembah nuwun untuk para readers, silent readers, reviewers, viewers, and YOU! Who love this fanfiction so much! *gaplok* *narsis kumat*

Tetep stay tuned ya beb, dan nantikan kehadiran kami di episode selanjutnya. Salam sayang dari kami kru film "The sucker".

See you babaaaaiiiii :*