Check my WP

UPDATE
RUMOR, CHANGE & Paranoid
R&R please

[ zknow . wordpress . com]

.


.

Warn: YAOI. Little romance, Slave-master, sex, typo, Real person, awalnya tidak terasa Yunho. Slight!HoMin

Disclaimer : Themself

Rate: M

.

Italic : Flashback

.


.

"Ah... eng, Yun cepat!"

Sosok kokoh diatasnya hanya menuruti perintah pria manis di bawahnya. Menggerakkan pinggangnya dengan liar, menyodok rectum pria manis yang sedang menungging itu dengan penisnya.

Kim Jaejoong nama lengkap pria yang sedang menikmati senasi nikmat yang menjalar di rectumnya. Tangannya meremas-remas bantal di bawahnya. Ini terlalu nikmat... Yunho selalu tahu cara memanjanya.

"Y-yunh... lebih cepat lagi. Tusuk penismu lebih cepat lagi," desah Jaejoong nakal. Dirinya sudah di ujung tanduk. Lagipula sebentar lagi dia harus bekerja. Yunho harus menyelesaikan ini dengan cepat!

Yunho menggeram. Rectum Jaejoong menyempit dan menghimpit penisnya dengan erat. Memaksa pria itu untuk segera mengeluarkan sperma di dalam tubuhnya.

Jaejoong memekik keras. Yunho mempercepat gerakannya. Bunyi bagian belakang tubuhnya bertabrakan dengan tubuh Yunho menambah gairahnya.

"A-aku keluaaar," Jaejoong menjerit keras. Spermanya menyembur membasahi kasurnya. Dan tidak lama Yunho mengerang seperti hewan buas. Seketika rectum Jaejoong disembur dengan cairan kental hangat. Membuatnya mengelinjang nikmat menikmati friksi yang memasuki tubuhnya.

Yunho memejamkan matanya menikmati kedutan rectum Jaejoong. Nafas keduanya terengah. Jaejoong memajukan tubuhnya membuat penis Yunho keluar. Setelah tenaganya pulih, perlahan dia mendekati pria itu dan mencium bibir Yunho ganas. Mereka saling berpelukan membuat tubuh yang lengket bersentuhan.

"Kau terlalu keras Yun. Tiba-tiba rectumku berkedut ngilu," bisik Jaejoong sambil mengelus-elus pipi Yunho. Kepalanya bersandar di pundak pria itu dan tangan Yunho melingkari pinggangnya.

Yunho hanya tersenyum datar. Dia mendekatkan bibirnya ke sisi wajah Jaejoong, "Mian, JJ..." setelah itu kecupan lembut menempel di pipi pria cantik itu.

.


.

Halo

.

YunJae Fanfiction

.

Inspired by : HaloBeyonce

.


.

Selesai melakukan aktifitas rutin dengan slave-nya, Jaejoong bangkit berdiri dan melenggang ke kamar mandi. Mengabaikan Yunho yang masih duduk terengah-engah sambil menatap punggungnya, "Hari ini aku ingin warna biru, Yun," ujar Jaejoong sebelum menutup pintu kamar mandi.

Yunho mendesah pelan. Dia bangkit berdiri dan menggunakan celananya yang berserakan di lantai bersama dengan pakaian milik master-nya. Mengambil seprai baru dan mengganti seprai yang kotor karena ulah mereka barusan.

Memunguti baju kotor dan membawanya keluar kamar. Memasukannya ke dalam mesin cuci yang berada di kamar mandi samping dapur. Sebelum kembali ke kamar Yunho, mengambil sepatu phantofel milik Jaejoong di rak sepatu. Dikamar, dia membuka lemari mereka dan mengambil kemeja biru muda, jas hitam dan celana kain panjang. Meletakannya di atas kasur mereka yang sudah kembali rapi dan menaruh sepatu Jaejoong di bawahnya—diatas marmer.

"Sepertinya ada yang kurang," Yunho meletakkan tangannya di dagu. Berfikir sejenak, "Ah, kaus kaki," segera dia membuka laci di bawah lemari dan menaruh kaus kaki di samping celana Jaejoong.

Cklek

Yunho menoleh dan mendapati Jaejoong dengan bathrobe sedang mengusap rambutnya yang basah dengan handuk. Jaejoong duduk di kursi depan meja rias dan Yunho sudah tahu apa yang harus dia lakukan.

Menyalakan hair dryer dan mengeringkan rambut Jaejoong, sedangkan Jaejoong sibuk mengusap wajahnya dengan krim. Perawatan kulit yang menurutnya penting entah untuk wanita atau pria. Setelah itu membaluri kaki dan tangannya dengan bodylotion agar tidak kering.

"Hari ini pergilah ke supermarket. Sepertinya bahan makanan di kulkas sudah mau habis. Krim wajahku juga,"—Jaejoong menatap wajah Yunho melalui cermin—"Nanti kau cek saja apa yang sudah mau habis. Uangnya ada di laci seperti biasa."

Yunho mematikan hairdryer lalu menyisir rambut Jaejoong, "Aku mengerti, JJ."

Jaejoong mendongak dan menatap langsung mata Yunho, "Panggil aku hyung. Aku 9 tahun lebih tua dari pada kau. Panggilan JJ bukan untuk kondisi seperti ini," segera Jaejoong bangkit berdiri melepas bathrobe-nya.

Yunho dengan sigap membantu Jaejoong menggunakan kemejanya, "Maafkan aku. Tadi tidak sengaja, refleks, hyung."

"Gwaenchana," Jaejoong menggunakan pakaian dalam dan celana kainnya dan lagi-lagi Yunho segera memasangkan sabuk di pinggang ramping Jaejoong.

"Hari ini aku pulang larut. Tidak makan di rumah. Kau belilah makanan di luar," Jaejoong duduk di atas kasurnya. Sedangkan Yunho berlutut dihadapannya untuk memakaikan kaus kaki dan sepatu kepada dua kaki jenjangnya.

"Ne, hyung."

Jaejoong menarik Yunho untuk bangkit berdiri bersamanya. Menarik tengkuk Yunho dan melumat bibirnya, "Yunh..." Jaejoong menelusupkan tangannya di bawah lengan Yunho agar dapat meraba punggung Yunho. Meremas otot yang berada di atas tulang belikat sambil menghisap bibir bawah Yunho.

Jaejoong mengendurkan pelukannya dan melepas ciuman antara mereka, "Aku buat sarapan. Sana mandi," ucap Jaejoong dengan nada mengusir. Dan Yunho hanya menurut sambil mengusap bibirnya yang basah karena saliva Jaejoong.

Memasuki kamar mandi, Yunho mengusap wajahnya. Sudah hampir setahun...

.

.

.


.

.

.

[Jung Yunho POV]

Aku Jung Yunho. Slave dari seorang pewaris perusahaan emas. Dia 27 tahun dan sebentar lagi hampir menginjak umur 28 tahun. Ngomong-ngomong hari ulang tahun kami hanya berbeda dua hari.

Aku dibelinya dengan harga murah di sebuah perusahaan yang menjual manusia. Sebenarnya kecewa juga karena hargaku sangat murah. Berbeda dengan rekan-rekanku yang ada disana. Selain itu aku kurang suka saat dia memilih untuk membeliku.

.

"Annyeong Yunho-sshi. Aku YoungYi, mulai sekarang kita teman satu ruangan, kan?"

Aku hanya menatap miris lelaki dihadapanku. Pakaiannya kucel dan ada beberapa lebam di wajahnya. Rambutnya panjang berantakan dan saling melilit—entah sudah berapa lama dia tidak sisiran.

"Salam kenal," balasku singkat.

Dia tertawa dan menepuk-nepuk karpet tipis yang menutupi seperempat dari ruangan kecil ini, "Maaf ya tempatnya buruk sekali. Dan karpet ini menjadi kasur kita," gumamnya.

Aku terkejut dan baru sadar bahwa ruangan ini ternyata tidak memiliki ranjang. Ternyata karpet coklat gelap di sudut ruangan adalah kasur kami. Benar-benar tidak layak dihuni.

Oke aku jelaskan. Dibanding dengan ruangan ini lebih tepat disebut PENJARA! Kami ditempatkan di sebuah tempat sempit berukuran 3x3 meter dengan karpet pengganti kasur. Tidak ada apapun disana dan satu sisi ruangan ini hanya dilapisi batangan-batangan besi persis seperti penjara. Hal itu guna penjaga dapat memantau apa yang kami lakukan.

YoungYi duduk disampingku, "Aku turut berduka cita kau masuk ke sini," ucapnya pelan karena baru saja ada penjaga melintas.

Aku menoleh dan menatapnya, "Waeyo?"

"Perusahaan ini lebih mencari pria manis, kau tahu? Karena mereka lebih laku jika dijual. Budak yang menurut mereka mudah dijual akan di beri tempat yang bagus! Manakan enak dan pelayanan sempurna. Kalau kita sih ya seadanya saja. Makan roti dan kalau kau tidak beruntung, kau akan dijadikan pelampiasan emosi oleh para penjaga itu," matanya menerawang ke depan seolah sedang mengenang masa lalu.

Aku semakin tertarik mendengarkan ceritanya, "Maksudmu?"

"Sex. Mau apa lagi?"

Tubuhku mengejang. Omona, jika tidak beruntung aku akan diperkosa oleh para penjaga itu?! Shit, "Maaf tapi... kau 'pernah'?" tanyaku hati-hati.

Dia tersenyum miris dan menunjuk wajahnya, "Luka diwajahku ini disebabkan oleh mereka. Mereka bermain sangat kasar," ucapnya.

Dia mendekatkan dirinya padaku dan berbisik, "Orang di jeruji depan kita baru kemarin diperkosa oleh mereka," buru-buru aku menoleh dan menatap ke depan. Seorang pria duduk dengan melipat kaki dan mengangkupkan wajahnya di atas kakinya. Punggungnya bergetar, "Dia stress. Aku juga begitu saat pertama kali. Tapi lama-lama tubuhku kebas," bisiknya lirih.

"Ngomong-ngomong berapa umurmu, Yun?" dia mengganti topik dan menoel lenganku dengan sikunya.

"A-aku baru 13 tahun."

Dia membulatkan matanya kaget, "Sungguh? Astaga kau muda sekali. Aku 21 tahun dan orang yang berada di jeruji depan 19 tahun."

Perlahan dia merangkulku, "Kau bisa trauma jika diperkosa. Kau baru 13 tahun!" YoungYi menoleh dan menatap mataku tajam, "Tenang saja. Aku akan melindungimu."

.

.

YoungYi adalah teman pertamaku sejak berada di tempat itu. Dia bercerita banyak hal. Tentang pengalamannya bersekolah, teman-temannya yang seru dan alasan mengapa dia berada di tempat itu. Dia rela untuk menjual dirinya demi membiayai operasi ibunya. Saat itu dia benar-benar terdesak dan bekerja di cafe sebagai pelayan tidak cukup! Penyakit ibunya sudah parah dan harus dioperasi. Dengan kondisi keuangan mendesak seperti itu dia rela menjual diri ke perusahaan ini.

Tapi aku paling suka jika YoungYi menceritakan tentang sekolahnya. Teman-temannya, gurunya yang menyebalkan tetapi kadang lucu juga. Mungkin ini karena aku tidak memiliki kesempatan untuk bersekolah.

Sampai aku berumur 14 tahun aku biasa saja tinggal di tempat itu. YoungYi selalu menjadi sosok kakak yang melindungi. Setiap hari Jumat kami semua pasti disuruh mandi dan akan berdiri berjejer di ruangan putih. Untuk apa? Tentu saja untuk menunggu orang yang mau membeli kami. Dan benar kata YoungYi. Kami tidak laku! Selama satu bulan mungkin hanya 5-8 orang saja yang terjual dari ratusan orang. Saat aku tanya berapa pria tingkat atas—cara kami menyebut pria manis-manis yang mudah dijual—yang dapat terbeli dalam satu bulan, mereka bilang bisa 40-50 orang. Jumlah yang berbeda drastis!

.

.

"Yun, aku penasaran kau tidak pernah cerita. Kenapa kau ada disini?" tanya YoungYi-hyung saat kami mendapat roti keras seperti biasa.

Aku bungkam. Tidak menjawab pertanyaan YoungYi-hyung. Karena aku benci topik ini. Tidak berniat memakan rotiku, aku hanya berjalan ke atas karpet—yang mencakup sebagai ranjang—dan menarik selimut—berhubung sekarang sudah mau memasuki musim dingin, kami mendapat selimut. Aku berbaring menghadap tembok.

YoungYi-hyung menghela nafas. Aku bisa mendengar-nya, "Maaf," ucapnya.

Dan karena permintaan maafnya malam ini aku tidak bisa tidur. Merasa bersalah tepatnya. Selama ini YoungYi-hyung telah menceritakan banyak hal kepadaku. Tetapi aku malah tidak mau cerita.

Aku merasa YoungYi-hyung yang tidur di sebelahku memindahkan posisi tidurnya. Dia belum tidur. Deru nafasnya belum teratur.

Beberapa saat aku menimang-nimang, aku memutuskan untuk bercerita.

"Aku dipungut perusahaan ini dari pinggir jalan, hyung."

Aku langsung mendengar grasak-grusuk dari sampingku, "Mwoya?!" YoungYi-hyung segera duduk. Tak lama aku juga ikut, "Jinjja? Hais, aku baru tahu perusahaan ini mengambil anak jalanan juga." YoungYi-hyung mengacak rambutnya.

Aku menutupi kakiku dengan selimut. Dingin sekali, "Keluargaku dibunuh 1 tahun sebelum aku ada disini. Secara bergiliran saudaraku mengasuhku. Hanya saja tidak ada yang mau menerimaku," jinjja! Aku pikir aku akan menangis mengingat hal ini. Karena dulu, hatiku sakit sekali tidak ada yang mau menerimaku. Seluruh saudara dari ayah atau ibu hanya mengoperku kesana-kemari dan beralasan bahwa keuangan mereka tidak cukup untuk menghidupiku.

"Makanya aku kabur saja. Tidur di taman dan mencuri kesana-kemari."

YoungYi-hyung mendengarkan ceritaku dengan seksama dia menompang dagunya dan menatapku.

"Suatu hari aku ketahuan mencuri waktu ada di pasar. Mereka ramai-ramai menghajarku. Waktu itu ada yang bawa pisau,"—aku menaikkan kaus putih kusam yang aku pakai hingga sepinggang—"Dia tidak sengaja menyerempet pinggangku dengan pisau, makanya berbekas seperti ini,"—Aku mengusap-usap luka yang berada di pingganku. Ingat rasa sakit yang mendera pada waktu itu—"Tiba-tiba dua orang berjas datang dan menolongku. Mereka mengganti rugi apa yang aku curi. Dan ternyata mereka adalah orang dari sini," ucapku sambil menurunkan lagi kausku.

Aku melipat tangan di depan dada, "Makanya saat masuk kemari aku biasa saja. Hyung ingatkan aku tidak memberontak atau menjerit-jerit saat dibawa kemari? Tidak seperti beberapa orang yang dipaksa diambil.

Aku merasa hidup disini lebih baik dari pada di jalanan. Disana aku tidak dapat selimut. Makan saja susah sekali. Kalau disini kita sudah diberi makan, hyung. Lagi pula ada hyung yang melindungiku," aku tersenyum kepada YoungYi-hyung dan dia menepuk pundakku ceria.

.

.

Memang awalnya aku pikir aku bahagia. Namun semua berubah saat ada yang membeli YoungYi-hyung. Orang yang membeli YoungYi-hyung adalah wanita yang menjadi kekasih pertamanya. Wanita menangis saat melihat YoungYi-hyung, mereka berpelukan erat. Wanita cantik itu mengatakan bahwa dia sangat merindukan YoungYi-hyung.

Hari itu YoungYi-hyung langsung dibawa pulang oleh sang wanita. Bahkan YoungYi-hyung tidak sempat mengucapkan perpisahan denganku...

.

.

Aku duduk diam di ruanganku. Tidak ada YoungYi-hyung sepi sekali. Aku tidak ada teman. Kerjaanku setiap hari hanya diam dan memperhatikan lumut yang tumbuh di celah-celah batu bata.

Saat malam tiba aku hanya diam menatap jendela kecil yang ada disudut ruangan. Dan perlahan sejak hari itu diumurku yang baru menginjak 15 aku merasa neraka.

.

Aku merasa ada yang membuka sel-ku malam itu. Segera aku bangkit dan mendapati satu penjaga dalam keadaan mabuk. OH TUHAN! Aku sudah tahu apa yang akan dia lakukan terhadapku. Hal ini pernah aku lihat secara langsung karena orang yang tinggal di sel depanku pernah mendapatkan perlakuan yang sama. Saat aku baru melihat separuh dari kejadian itu, YoungYi-hyung segera menyuruhku tidur dan kedua tangannya menutup telingaku.

Dia mendekat dan aku semakin memojok ke tembok di belakangku.

"MinJung-ah... kenapa kau berpaling dariku?" penjaga itu mabuk! Dia memegang tanganku sambil merancau tidak jelas.

Aku takut sekali. Tidak pernah merasa ketakutan seperti ini. Dengan cepat aku menendang perut pria yang lebih tinggi dariku membuat dia mundur dan mengerang kesakitan. Segera aku berlari ke pintu sel dan...

SHIT! Dia mengunci-nya. Detik aku berpaling menatap penjaga itu, maka itu detik yang sama dengan rasa nyeri yang menghantam wajahku. Dia menonjokku tanpa basa-basi dan membuat hidungku berdarah.

"JANGAN MELAWAN BODOH!"

Tubuhku gemetar takut. Dia menindihku. Memukuli dan melukai hampir setiap sudut tubuhku.

Dan tak lama malam gelap itu datang. Dia memperkosaku tanpa memperdulikan aku menjerit-jerit sakit. Berkali-kali dia menabrakkan tubuhku ke tembok dan membuka luka baru. Sekilas aku melihat orang yang berada di sel depanku menatapku dengan iba. Seolah ingin menolong hanya saja tidak bisa

.

.

Jujur saja aku benci jika mengingat masa itu. Selama satu tahun penuh mereka sudah lebih dari 10 kali memperkosaku. Hari-hari tanpa YoungYi-hyung ternyata membawa malapetaka. Aku tidak pernah menceritakan kejadian mengerikan ini kepada Jaejoong-hyung atau teman baruku. Teman yang aku dapat setelah menempuh satu tahun malapetaka ini.

.

.

Pagi itu saat aku baru mendapat sarapan berupa sebuah apel, dan dikejutkan oleh penjaga yang datang membuka pintu sel-ku. Melempar seorang laki-laki kedalam. Sontak aku melupakan apel yang baru separuh aku makan dan membantu laki-laki yang kini tersungkur.

"Gwaenchana?" aku mengajaknya untuk duduk dan terkejut melihat wajahnya yang penuh lebam.

Dia meringis dan mencengkram tanganku, "Appo."

Hais dasar penjaga kurang ajar! Sudah tahu laki-laki ini terluka masih diperlakukan seperti itu. Buru-buru aku bangkit, melepas bajuku dan membasahinya di wastafel yang memang tersedia di setiap sel. Wasfatel ini berguna untuk mengalirkan air yang setiap harinya kami minum.

Aku mengusap wajahnya yang penuh luka dengan bajuku. Membersihkan noda darahnya.

"Siapa namamu?" tanyaku sambil duduk dihadapanya. Dia hanya diam dan menatapku. Sepertinya aku harus memperkenalkan diri terlebih dahulu, "Aku Jung Yunho."

Perlahan bibirnya bergerak, "Shim Changmin," dia berbisik pelan. Setelah itu dia menundukan wajahnya. Aku kembali diam menatapnya.

"Kau muda sekali."

Changmin kembali mendongakkan wajahnya.

"Aku baru 16 tahun. Sudah 3 tahun berada disini. Kau?"

Changmin menatapku sebentar, "A-aku baru 12 tahun."

Wah?! Dia muda sekali. Bahkan lebih muda dibandingkan pertama kali aku masuk ke tempat ini. Aku memperhatikannya dengan terperinci. Kakinya tidak menggunakan alas dan menggunakan celana tiga perempat yang sudah aus. Dia menggunakan hoddie yang sudah lusuh dan wajahnya penuh luka. Rambutnya juga berantakan sekali. Lalu jika semakin diperhatikan tubuhnya kotor sekali.

"Kau mau mandi? Aku bisa membujuk penjaga dan mengantarmu mandi."

Changmin menatapku horror dan memundurkan tubuhnya. Hais, kenapa dia bertindak aneh?

"Kau bau," ups, aku refleks~ tapi, ngomong-ngomong aku jujur! Aku mencium bau yang tidak sedap.

Changmin memainkan jarinya, "Aku habis terjatuh di kubangan air."

Oh, pantas saja! Segera aku bangkit dan mengoncang-goncangkan jeruji sel, "Penjaga!"

Tak lama seorang penjaga datang dan menatapku sinis, "Apa?"

Aku menunjuk Changmin, "Dia habis terjatuh di kubangan air. Aku tidak tahan dengan baunya. Izinkan aku mengantarnya mandi, ya?"

Penjaga itu mendengus dan tidak menjawab. Dia membuka pintu sel dan aku segera mengajak Changmin bangkit berdiri. Changmin merintih saat aku mengajaknya berjalan keluar.

"Kau kuberi waktu 15 menit."

"30 menit kumohon," aku menatap sang penjaga saat kami sudah berada diluar sel.

"Kenapa?"

"Kami juga harus mencuci bajunya. Ciumlah dia bau sekali," aku sedikit mendorong Changmin kearah penjaga dan penjaga itu bergerak mundur.

"Iya aku tahu! Sudah sana cepat!"

Aku mengandeng tangan Changmin dan mengajaknya pergi ke sudut lorong lalu belok kiri. Disana ada kamar mandi. Hanya kamar mandi kecil dengan shower yang mencakup toilet. Ada mesin cuci juga didalamnya.

"Hihihi, aku juga mau mandi, ah~" aku ikut Changmin memasuki kamar mandi. Dan aku menautkan alisku melihat reaksi Changmin. Dia mundur dan menjauhiku. Kenapa sikap dia seperti itu? Bukankan wajar saja? Kami sama-sama pria.

Jangan-jangan dia berfikir yang aneh-aneh lagi, aku mendekatinya dan memukul kepalanya, "Kau tahu, disini kami hanya mandi satu minggu sekali. Mumpung ada kesempatan aku juga mau ikut."

Changmin hanya diam dan mengangguk takut.

Aku berjongkok di depan mesin cuci. Membukanya dan melepas seluruh pakaianku. Aku menoleh ke Changmin yang masih menatapku horror, "Kenapa diam saja? Kemarikan bajumu. Mau dicuci tidak?" ucapku sambil memasukan bajuku ke mesin cuci.

Changmin masih terlihat ketakutan tetapi dia menurut. Dengan gemetar dia memberikan pakaiannya kepadaku dan setelah itu mundur menjauh. Aku mengangkat bahuku. Tidak mengerti dengan sikap Changmin.

.

.

Memang awalnya Changmin bersikap aneh. Dia selalu membenci sentuhan atau pertanyaan-pertanyaan yang terkesan intim. Namun pada akhirnya dia menyerah dan menceritakan semuanya. Ternyata, pada umur 10 tahun dia sudah dijual oleh orang tua angkatnya—menurut pengakuannya kedua orang tuanya telah meninggal dan dia diangkat oleh sebuah keluarga yang tidak memiliki anak laki-laki, namun tak lama ibu angkatnya mengandung anak laki-laki dan Changmin sudah tidak diperlukan lagi. Changmin dijual ke sesosok pria aneh—menurut pengakuan Changmin—dan dia dijadikan gigolo disana. Karena dia masih kecil, dia menjadi sasaran empuk orang-orang pedofil entah itu pria maupun wanita. Hal itu yang membuat Changmin trauma.

Pada akhirnya Changmin kabur dan ternyata bertemu dengan banyak preman. Dia dihajar di sana karena tidak punya uang dan kembali orang dari perusahaan datang dan menolongnya.

Awalnya aku bingung kenapa Changmin di masukan kedalam sel. Padahal setelah sembuh wajahnya termaksud manis. Setelah aku pikir-pikir mungkin orang perusahaan mengira wajah Changmin buruk karena mereka bertemu saat Changmin babak belur.

Aku merasa beruntung dengan kedatangan Changmin. Para penjaga itu tidak ada yang menyentuhku lagi. Aku merasa tenang.

Tapi apa kalian tahu? Changmin kembali ceria setelah menceritakan apa yang mengganjal dihatinya. Dia bercerita bahwa diluar sana dunia semakin maju. Dia menceritakan banyak hal yang tidak aku tahu dan itu menyenangkan. Aku terkurung disini 3 tahun, pantas saja tidak mengetahui banyak hal.

Namun perlahan cara Changmin berinteraksi denganku perlahan berubah...

.

.

Musim gugur dan mulai dingin. Aku semakin masuk kedalam selimut dan tertidur lagi. Namun tak lama aku merasa ada tangan yang melingkar di pinggangku. Hmm, pasti Changmin. Akhir-akhir ini dia suka tidur sambil memeluk. Mungkin karena dingin.

"Hyung... sudah tidur?"

Aku menoleh ke arah Changmin, "Kau menggangu tidurku."

Sontak Changmin melepas pelukannya, "Maaf..."

Diam sejenak, aku berbalik menghadap Changmin, "Tak apa. Ada apa, Min?"

Changmin tidak menjawab. Dia malah menatapku dengan intes, "Hyung, jantungku berdetak cepat," ucapnya pelan.

Tentu saja aku sontak kaget, "Mwo? Apa sakit?" refleks aku memegang dadanya. Takut dia terkena penyakit, "Perlu aku panggil penjaga?" ucapku was-was.

Changmin menatapku kecewa, "Kau tidak mengerti, hyung?" Perlahan tangan Changmin bergerak untuk menyentuh tanganku yang masih ada di depan dadanya, "Saranghae."

Syok!

.

.

Ya, dia mencintaiku. Aku tidak menjawabnya tetapi tidak menghindarinya. Aku hanya meminta maaf kepada Changmin karena tidak sanggup menjawabnya dan Changmin hanya tersenyum kecil. Setelah itu dia segera berbalik dan menangis kecil. Aku tahu dia kecewa. Dia masih 12 tahun, sangat muda dan terkena cinta monyet. Selain itu perasaanya sangat labil maka dari itu aku hanya mengelus punggungnya saat dia menangis.

Setelah hari itu aku berusaha memperlakukannya seperti biasa. Mengajaknya ngobrol, bercanda, bermain permainan anak-anak lalu berbagi makanan. Tidak pernah mengungkit tentang perasaannya.

Dan yang membuatku awalnya bergidik adalah sifatnya. Setelah dia menyatakan perasaanya, semakin hari dia semakin gamblang menunjukan bahwa dia mencintaku. Tiba-tiba memeluk, bermanja dan kadang bertingkah aegyo.

.

.

Changmin mencolek pundakku malam itu. Aku yang terbangun dan sedang meminum air tidak menyangka dia masih sadar. Sekarang sudah lewat tengah malam sepertinya. Aku pikir dia sudah tertidur.

Changmin tidak menjawab malah memilih duduk diatas karpet. Dia menepuk-nepuk tempat kosong disampingnya. Aku menurut dan duduk disebelahnya.

"Kenapa, Min?"

Changmin tidak menjawab. Dia malah menatapku lama.

"Min?"

"Aku serius mencintaimu, hyung. Tidak perduli kau laki-laki."

Tentu saja aku syok! Tidak menyangka dia akan menyatakan perasaanya lagi. Dan yang membuatku lebih syok adalah dia perlahan mendekatiku. Menahan kedua kakiku yang terjulur dengan cara mendudukinya.

Dan yang membuat tubuhku bergidik tiba-tiba dia mengangkup wajahku dan melumat bibirku. Sangking syoknya aku sampai tidak bisa berbuat apapun! Tangannya bergerak menekan dada sebelah kiriku. Changmin melepas ciumannya, "Detakkannya cepat sekali," bisiknya seduktif sebelum kembali menciumku.

GILA! Aku dibuat tidak berkutik olehnya. Dia masih 12 tahun dan sudah berani menyerangku. Omona! Dunia benar-benar gila!

Changmin melepas tautan kami dan menempelkan hidung kami, "Hyung, apa kau mencintaiku juga?" bisik Changmin.

Tidak tahu. Aku tidak bisa merasakan apa aku mencintainya atau tidak. Ta-tapi jujur saja aku merasa nyaman bersama Changmin di sisiku. Refleks aku menunduk dan membenamkan wajahku di pundak kecilnyanya, "Tidak tahu," balasku.

Kami diam dan sepertinya Changmin berfikir panjang. Namun tak lama aku merasa ada tangan melingkar di leherku, "Gwaenchana," bisiknya pelan, "Aku mencintaimu, hyung," perlahan dia mengecup bibirku intes.

Dan entah setan apa yang membuaiku hingga malam itu aku membuat Changmin sepenuhnya menjadi milikku! Tubuhnya wangi, kakinya yang panjang, bibir tebalnya, semuanya membuatku gila! Dan hal yang baru aku sadari... aku gay? Omona...

.

.

Setelah hari itu aku semakin gila! Aku akui, aku mulai menatap Changmin dengan cara yang berbeda. Merespon sentuhannya dengan cara yang berbeda. Kami terlihat seperti sepasang kekasih yang tinggal di ruangan yang sama. Benar-benar lengket! Kami tidak mau kehilangan satu sama lain.

Tapi kami tidak pernah menyatakan bahwa kami sepasang kekasih. Aku tidak pernah memintanya menjadi kekasihku, begitu juga sebaliiknya. Hanya saja tanpa status seperti itu kami tahu bahwa kami saling memiliki. Aku yang baru 16 tahun dan Changmin masih 12 tahun. Kami seperti remaja muda yang dimabuk cinta. Walau dikurung ditempat seperti ini aku merasa senang bila ada Changmin bersamaku. Terlihat bodoh dan gombal memang. Tapi ini yang aku rasakan.

Tapi hari bahagia kami terputus pada hari itu. Hari genap kami sudah satu tahun berkenalan. Dua minggu setelah hari ulang tahunku yang ke-17 dan dua hari setelah ulang tahun Changmin yang ke-13. Hari dimana kami berkumpul pada hari Jumat seperti biasa.

Aku dan Changmin berdiri berdampingan. Kami diam berbaris seperti biasa dan datang seorang pembeli dengan salah satu orang perusahaan yang memegang buku tebal—kami biasa menyebutnya si kacamata karena dia menggunakan kacamata aneh berbentuk bulat tebal. Buku yang berisi data-data kami. Ada lima bodyguard berjaga di belakang pria itu dan berpuluh-puluh penjaga menjaga pintu masuk dan keluar.

Hari itu aku dan Changmin berdiri di barisan paling depan. Entah kenapa... biasanya dengan YoungYi-hyung kami selalu berdiri di belakang.

Dan hari itu berbeda. Banyak sekali yang membeli kami. Kini sudah pembeli ke-enam masuk ke ruangan ini. Aku takut sekali jika ada yang mengincar Changmin. Dan oh Tuhan, dugaanku salah bukan Changmin yang diincar...

.

.

Pembeli ke-5 memasuki ruangan. Aku hanya bisa menarik nafas. Ini benar-benar rekor! Biasanya paling hanya 1-3 orang pembeli perminggu. Pembeli yang masuk bukan pria gendut dengan pakaian mahal atau wanita tua dengan banyak perhiasan. Melainkan seorang pemuda yang menggunakan kaus dan celana jins biasa.

"Tuan muda Kim!" si Kacamata menyambut pria itu dengan segala kerendahan hati. Tanpa basa-basi dia menunduk ke arah pria itu. Eoh? Siapa pria itu? Aku dan Changmin hanya saling memandang bingung.

Tuan muda Kim itu hanya tersenyum kecil dan menepuk bahu si Kacamata.

"Ada yang bisa kami bantu tuan Kim? Anda ingin mencari yang seperti apa? Kenapa datang kemari? Tidak tertarik melihat koleksi kami diatas?" si Kacamata berucap panjang lebar dan tidak bisa aku mengerti.

Tuan muda Kim mengangkat bahu, "Aku tidak tertarik pria berwajah manis," ujarnya sambil tertawa pelan.

Si Kacamata mendekap buku yang berisi buku kami, "Anda mencari yang seperti apa, tuan?"

Tuan muda Kim tidak menangapi. Dia malah berjalan santai menyusuri barisan pertama. Barisan kami! Dia menyusuri pria dari ujung. Beberapa dia lewat dan beberapa dia datangi sambil berbisik kecil didepan pria itu. Tampak seperti menanyakan sesuatu. Saat beberapa pria menjawab wajahnya selalu menampakan tidak puas dan pergi ke pria lain. Dan sekarang dia mendekatiku. Menatapku dari atas ke bawah. Refleks aku mengenggam tangan Changmin yang berdiri disebelahku.

Pria itu mendekatkan wajahnya ke sebelah telingaku, "Kau punya keluarga?" bisiknya intes.

Wajahku mengeras dan rautku penuh keterkejutan. Aku tidak suka mengungkit-ungkit soal keluarga.

Pria itu melipat tangannya di depan dada melihat aku tidak menjawab. Dan aku merasa kakiku diinjak oleh si kacamata karena lama dalam menjawab.

"Keluargaku meninggal karena kecelakaan," jawabku pelan.

Tuan muda Kim tampak senang dengan apa yang aku katakan, "Ayah, ibu dan saudara kandungmu meninggal?"

Aku mengangguk pasrah.

Dia menjentikkan jarinya, "Lalu kau punya saudara, kan? Saudara sepupu..."

Aku menunduk dan menatap tanganku yang semakin erat menggengam tangan Changmin. Perasaanku tidak enak, "Mereka tidak ada yang menyukaiku. Makanya aku berada disini."

Pria itu diam sejenak. Dia menoleh ke kacamata, "Berapa harga dia?"

Syok. Aku segera menatap pria yang lebih tinggi dariku itu. Dia mau membeliku?! Oh Tuhan... JANGAN! Bagaimana dengan Changmin nanti?

Si Kacamata mengoprek-oprek buku di tangannya. Dan mendesah pelan, "Harga dia murah tuan. Sudah empat tahun disini tetapi tidak laku," ujarnya sinis sambil menatapku.

"Sungguh?" pria itu menatap si Kacamata tidak percaya. Tangannya terulur dan mengelus sisi wajahku, "Padahal dia tampan sekali."

Tangan itu mengelus-elus wajahku dengan intes. Aku tidak suka ada orang lain yang menyentuhku selain Changmin. Dan disisi lain aku bisa merasakan tangan Changmin balas mencengkram tanganku. Seolah tidak ingin kehilangan.

Pria itu menoleh kebelakang dan menatap bodyguard yang ada di belakangnya, "Bawa dia ke ruangan administrasi" dan detik itu aku tahu bahwa dia serius ingin membeliku! Dua bodyguard memegang lenganku dan membuat tanganku dan Changmin terpisah. Segera aku menoleh ke arah Changmin.

Dadaku berdenyut sakit. Changmin menatapku dalam. Bibirnya terbuka dan bergumam pelan, "Kajima..."

.

Aku masuk ke dalam sebuah apartement dengan majikan baruku berjalan disamping. Namanya Kim Jaejoong. Kami baru berkenalan saat perjalan ke tempatnya.

Aku masuk ke apartement ini dengan wajah bodoh. Semuanya serba moderen. Membuka pintu hanya dengan password, kompor listrik, sofa yang bisa diubah menjadi ranjang. Aku tidak pernah melihat hal-hal ajaib seperti ini sebelumnya.

Jaejoong melemparkan handuk dan baju kepadaku, "Mandi dan ganti dengan itu. Kamar mandi ada di dapur."

Aku diam dan menatap pakaian yang ada di tanganku, "Baik tuan."

Jaejoong berputar dan menghadapku, "Jangan memanggilku tuan. Memangnya aku terlihat tua? Panggil aku hyung! Aku masih 27 tahun. Berapa umurmu, huh?"

He? Dia berumur 27? Aku pikir masih sekitar 20-an. Wajahnya masih terlihat muda, "A-aku 17 tahun."

Dia berdecak, "Ternyata aku membeli bocah. Sudah sana mandi."

Yah! Tadi di perusahaan dan diperjalanan dia terlihat baik. Kenapa sekarang tiba-tiba menjadi ketus? Tapi aku tidak banyak berucap. Hanya menuruti kemauannya. Pergi ke kamar mandi dan mandi! Dan lihat! Baju yang dia berikan bagus sekali. Kaus biru tua besar dan celana longgar tiga perempat.

Sampai di kamar mandi aku seperti orang tolol. Aku bingung setengah mati kenapa ada tiga kran di bawah shower? Mana yang harus aku nyalakan agar airnya keluar? Mau bertanya kepada Jaejoong-hyung juga enggan.

Ya usah asal saja. Aku menyalakan yang sebelah kanan, yang memiliki warna merah di tengahnya. Tapi tunggu... kenapa airnya tidak keluar? Berarti aku salah kran, kan? Tanganku bergerak memutar yang di tengah. Ah airnya keluar! dan...

"WAA! PANAS!" aku menghindar dari kucuran air panas itu dan karena terlalu buru-buru kakiku terlepeset, dan terjatuh dengan tidak elitnya. Tanganku sempat menggengam sisi wastafel saat terjatuh. Hanya saja yang ku pegang malah handuk yang ada di atas wastafel, alhasil aku terjatuh dan benda di atas hantuk itu ikut jatuh dan menimbulkan bunyi yang berisik.

Pantatku rasanya remuk. Sakit sekali. Dasar rumah aneh! Penuh benda aneh! Di perusahaan tempat aku tinggal 4 tahun ini tidak ada yang seperti ini. Kalau mau pakai shower hanya ada satu kran dan mengucurkan air dingin! Tidak seperti ini.

Pintu terbuka dan menampakan Jaejoong-hyung yang tampak panik. Dia sepertinya terkejut mendengar aku berteriak dan bunyi barang-barang berjatuhan.

"Ada apa?" tanyanya was-was.

"Kran itu mengeluarkan air yang sangat panas," ujarku polos. Tentu saja! Aku tidak mengerti apapun.

Jaejoong-hyung mengacak rambutnya, "Kau ini bodoh atau apa, sih?" dia berjalan ke arah shower sambil menghindari kucuran air panas. Dia memutar kran yang ada di tengah. kucuran air panas seketika berhenti. Setelah itu dia memutar kran berwarna merah juga.

Dia menatapku kesal, "Perhatikan aku! Kran yang ditengah itu untuk mengatur jumlah air yang keluar,"—dia mempraktekannya dengan memutar kran yang ada ditengah. Tidak ada air yang mengucur, tuh—"Tidak ada air yang keluar karena kamu belum mengatur air panas atau dingin yang keluar. Untuk air dingin kau harus putar kran biru"—dia memutar kran yang biru dan seketika air keluar—"Kran tengah untuk mengatur jumlah air. Ingat itu. Jika aku putar"—dia memutar kran yang ada di tengah, dan seketika air dari shower itu mengalir lebih banyak dan deras—"Rasakan! Ini air dingin," dia mencipratkan air itu ke tubuhku.

Jahat sekali! Dia menjelaskan kepadaku yang tidak mengerti apa-apa dengan nada membentak.

"Kran merah ini untuk mengeluarkan air panas! Kau harus mengatur kran biru dan kran merah agar suhu yang keluar sesuai dengan keinginanmu. Kau harus menggunakan rasio yang tepat agar yang keluar air hangat,"—dia memutar kran merah sedikit dan tak lama dia kembali mencipratkan air shower ke tubuhku—"Ini air hangat, kan?"

Aku kesal. Terlihat bodoh dihadapannya.

Jaejoong-hyung menatapku kesal, "Sudah mengerti?!" dia berkacak pinggang di hadapanku.

Aku mendesah dan bangkit berdiri, "Terima kasih, hyung," apapun yang dia lakukan terhadapku, aku hanya bisa menurut pada akhirnya. Melawanpun percuma!

Jaejoong-hyung menghela nafas, "Membuat orang khawatir saja," cibirnya. Setelah itu dia berjalan melewatiku. Hendak keluar kamar mandi. Namun sebelum dia keluar aku merasakan ada tangan yang menepuk bokongku. Karena kaget aku refleks menoleh dan menatapnya.

"Tubuhmu bagus juga..."

Shit!

.

Ini hari pertama aku dibeli oleh Jaejoong-hyung. Dan sekarang aku sudah benar-benar merindukan Changmin. Dia pasti sedih karena aku meninggalkannya tiba-tiba. Oh Tuhan, aku meninggalkan cinta pertamaku di tempat terkutuk itu. Aku benar-benar takut jika ada orang yang menyentuh Changmin!

Aku berguling di atas kasur mewah ini. Jaejoong-hyung menyuruhku untuk tidur di kamar ini. Sedangkan dirinya sendiri jam delapan tadi tiba-tiba ada kerjaan penting dan meninggalkanku.

Rasanya aku ingin Changmin mencoba tidur di kasur empuk ini. Dia sering mengeluh punggungnya sakit karena tidur di tempat yang keras seperti itu. Aigo, aku benar-benar merindukan Changminku...

Aku menjulurkan tangan ke atas. Membayangkan wajah Changmin, "Changmin, bogoship-"

"Yah, apa yang kau lakukan?" mendengar suara Jaejoong-hyung aku sontak duduk diatas kasur.

"B-bukan apa-apa, hyung," ujarku gugup.

Jaejoong berjalan mendekatiku dan duduk di hadapanku, "Siapa Changmin?"

Aku menggaruk tengkukku, "Dia kekasihku."

Jaejoong-hyung membeku mendengar ucapanku. Setelah itu dia tertawa keras. Aku heran. Orang ini gila?!

Dia menepuk dahinya sendiri seolah telah melakukan kesalahan bodoh, "Aigo, aku lupa bertanya tentang kekasih. Terlalu sibuk bertanya tentang keluarga... hahaha!"

Aku menatapnya takut, "W-waeyo, hyung?"

Jaejoong-hyung berhenti tertawa. Dia menatapku, "Kau tahu kenapa aku mengambilmu?"

Aku menggeleng.

"Karena kau tidak memiliki hubungan dengan siapapun!" Jaejoong-hyung menaikkan nada suaranya, "Aku mengambilmu karena kau tidak memiliki keluarga dan tidak ada saudaramu yang perduli denganmu!" Jaejoong memukul kasurnya keras seolah kesal.

"Me-memangnya kenapa, hyung?"

Jaejoong-hyung menatapku kesal, "Kau ini bodoh atau apa? Tentu saja aku mencari orang setia yang akan menjadi bawahanku sampai aku mati!" dia berujar marah, "Jika kau tidak memiliki hubungan dengan siapapun aku bisa memonopolimu dan menggunakanmu untuk membantuku. Kau juga akan terus memihakku karena tidak ada orang lain yang dekat denganmu selain AKU!" ujarnya cepat karena kesal, "Tapi sekarang kau memiliki orang yang kau cintai, eoh?! Ini merusak semuanya! Jika berjumpa dengannya aku bisa-bisa mendustaiku dan mencampakan aku—orang yang telah membelimu dari tempat terkutuk itu!" nafasnya terengah-engah setelah membentakku dengan rentetan kata tajam.

Aku diam menatapnya. Dari nada bicaranya aku tahu dia kesepian dan telah dilukai banyak orang. Maka dari itu dia mencari orang yang memenuhi kriteria-nya agar tidak terluka lagi, "Hyung, kau yang membeliku, bagaimanapun aku harus menurutimu."

Jaejoong-hyung tercekat dan menatapku, "Sungguh?"

Aku mengangguk ragu.

"Kau tidak akan membuangku?"

Aku mengangguk lagi.

"Berjanji setia padaku?"

Aku mengangguk yakin. Lihat dia tampak kesepian. Seolah tidak ada yang dia percayai.

Jaejoong-hyung terdiam lama. Perlahan dia bergerak mendekatiku, "Akan kubuat kau melupakan kekasihmu dan menjadi milikku," desisnya. Dan dia segera menimpaku.

Malam itu aku merasa bersalah terhadap Changmin. Disaat aku masih mencintainya, aku bersetubuh dengan orang lain yang kini menjadi majikanku. Changmin-ah maaf... maaf aku mengkhianatimu.

.

.

Aku ingat jelas setelah persetubuhan kami. Jaejoong-hyung mencengkram kedua sisi wajahku sambil berkata, "Kau milikku! Kau harus setia padaku! Mentaatiku! Jangan pernah meninggalkanku apapun yang terjadi" dan itu memaksaku menurut.

Oh, God... Aku hanya bisa menutup mata jika meningat masa lalu. Kalau boleh jujur sampai sekarang pun aku masih merindukan Changmin. Apa kabarnya? Dimana dia sekarang? Apakah dia baik-baik saja? Banyak pertanyaan berkecamuk dikepalaku. Hanya saja sekarang aku sepenuhnya milik Jaejoong-hyung. Membantunya dalam banyak hal.

Dan apa kalian tahu, Jaejoong-hyung memiliki kekasihi yang sangat cantik. Aku lupa siapa namanya... aku cemburu? Tentu tidak. Aku tekankan dari awal, aku tidak pernah mencintai Jaejoong-hyung. Hatiku masih dipegang oleh Changmin. Hubungan aku dan Jaejoong-hyung hanya sekedar master dan slave-nya.

Oh ya, sekarang hampir malam dan aku belum beli makan. Aku sibuk membeli kebutuhan untuk bulan ini sehingga lupa dengan makananku sendiri.

Sebelum pulang ke apartement mewah Jaejoong-hyung aku mampir ke restoran kecil yang ada dipinggir jalan. Membeli ramen pedas dan kimchi. Masukkan kimchi kedalam ramen dan mencapurnya. Walau terlihat aneh tapi ini enak, kok... mumpung Jaejoong-hyung pulang malam aku bisa bersantai sambil memakannya.

.

Aku melirik jam yang ada direstoran itu. Hampir jam sembilan. Aku pergi belanja jam 4 dan baru mau pulang jam segini. Bisa-bisa baru sampai apartement Jaejoong-hyung jam setengah sepuluh. Omona aku terlalu santai makan sambil berbincang dengan pemilik kedai.

"Bibi, aku pamit pulang dulu. Ini uangnya," aku meletakkan uang di atas meja. Mengambil semua barang belanjaanku dan buru-buru berlari kecil mencari taxi. Tidak sempat jika harus menunggu bus di halte.

.

Memasuki apartement Jaejoong-hyung, suasanaya sudah terang. Padahal saat aku tinggal aku belum menyalakan lampu. Oh! Jaejoong-hyung sudah pulang sepertinya.

Aku mendengar suara gaduh dari dapur, "Dari mana?" Jaejoong-hyung muncul dari dapur dan berjalan mendekatiku.

"Aku baru selesai belanja dan makan malam di kedai ramen. Hyung bilang akan pulang lembur," aku membawa belanjaan ke dapur. Berniat menyusunnya terlebih dahulu, mandi lalu tidur.

Jaejoong-hyung tidak menanggapi, "Rapatnya tadi batal," gumamnya, "Aku ingin kopi buatanmu. Aku tunggu di ruang kerja."

Aku mendesah dan patuh. Membuat kopi untuknya terlebih dahulu dan membawanya ke ruang kerja Jaejoong-hyung. Aku melihat Jaejoong-hyung menggunakan kacamatanya dan fokus dengan laptop yang ada di hadapannya.

Jaejoong-hyung tidak menoleh saat aku meletakkan kopi di atas mejanya, "Kau tidur saja dulu. Aku banyak kerjaan," gumam Jaejoong-hyung.

"Ne, hyung."

Huft, sibuk sekali dia menjadi direktur perusahaan pusat emas di Seoul. Sebenarnya ayahnya yang memiliki perusahaan itu dan memegang kendali penuh atas semua perusahaan ini. Jaejoong-hyung hanya mengawasi satu cabang di Seoul saja. Katanya nanti dia yang akan mewariskan perusahaan ini.

Tapi apa urusanku? Aku hanya slave-nya dan bekerja jika dia mengkehendaki.

Aku keluar dari ruang kerja Jaejoong-hyung dan melakukan apa yang tertunda.


TBC


My longest prologue

Please respon this fanfiction. It's hard to make the plot.

.

Yunho baru 17 tahun dan mau 18 tahun. Sedangkan Jaejoong 27 menuju 28. Changmin masih 13 menuju 14. Ingat ulang tahun mereka berdekatan.

Prolog panjang kubuat dengan berpacu pada masa lalu Yunho agar tidak menganggu di tengah cerita. Aku mohon komentar dan kritik. Ide didapatkan setelah puluhan kali mendengar lagu Halo-Beyonce hingga jengah.

P.S Halo adalah lagu yang Jaejoong sukai.

.

Ah, ya... SELAMAT ULANG TAHUN KIM JAEJOONG...

Kami sangat-sangat mencintaimu. Mendoakan kebahagianmu dan mengharapkan yang terbaik terjadi padamu.

.

Decided Mytha & Nabila.

Thanks membelikan & membantu aku membeli single HUG-DBSK

.

Review, please?