Disclaimer : KHR Not Mine –sadly-

Geder, dan alur cerita makin gaje.

Ngak suka? Silakan balik ke halaman utama. Bagi yang baca mohon reviewnya!

.

.

.

.

.

"Hm~~" Enma bersenandung kecil selama perjalanan mereka.

"Kenapa kau kelihatan senang begitu hah?"

"Kenapa ya~?"

"Enma, kau merahasiakan apa dariku?"Tsuna mulai gatal tangannya karena ingin menghajar sahabatnya yang sudah seperti orang gila karena tak henti-hentinya tersenyum sejak mereka meninggalkansekolah.

"Tidakada. Aku hanya senang hari ini tak perlu pasang tampang 'anak payah'."

"Cuma itu?" masih tak percaya, Tsuna melepaskan cengkramannya dari kerah baju Enma. "Apa sebegitu menderitanya dirimu di kelas regular? Padahal anak kelas khusus di kelas regular pasti menghindari masalah denganmu."

"Kalau yang tidak tahukan lain urusan. Tapi kita mungkin akan bertemu beberapa anak regular di Vongola nanti."

"Bodo amat. Akan kuhajar mereka kalau berani menyentuhmu."Mata Enma berbinar penuh haru mendengar kata-kata Tsuna.

"Andai aku masih sendiri, aku akan jatuh cinta padamu…pangeranku!" Tsuna berhasil menghindari terkaman Enma."Pangeran, ijinkan aku memelukmu!"

"Oi, siapa yang pangeran?Dasar cabe rawit!"

"Aw…aku memang mungil dan berbahaya…."

'amit-amit….' Batin Tsuna "Badan bongsor begitu ngaku mungil." Di usianya yang ke 17 tinggi Enma sekitar 178 cm tak cocok di bilang mungil, apa lagi dia masih masa pertumbuhan.

"Kapan kita sampaiiii?" sang brunette mulai bosan berada dalam mobil bersama 'cabe' yang terus memancarkan aura panas.

"Setengah jam lagi nona." Jawab supir yang sejak tadi menahan tawa melihat tingkah keduanya.

"Aku harap Kyouya-nee tidak mengamuk dalam mobil."Tsuna menatap mobil yang ada di belakang mereka.

Mobil kedua di tumpangi oleh Ryouhei dan Hibari, Mobil ketiga ditumpangi oleh Gokudera dan Yamamoto. 2 Mobil lain juga membawa pasangan lain dari kelas senior mereka. Dalam Mobil kedua Hibari terlihat duduk tenang diatas tubuh Ryouhei yang diikat dengan tali tambang. Begitu mereka masuk mobil, tangan Ryouhei sudah mulai grepe-grepe sehingga 'terpaksa' –dengan sangat senang hati- Hibari mengikatnya dengan tali yang sepertinya sengaja dipersiapkan di belakang kursi supir. Yah, salah sendiri mesum begitu. Di mobil ketiga, malah kebalikan dari biasanya, Yamamoto tertidur dengan menjadikan paha Gokudera sebagai bantal. Silvernette itu sesekali melirik Yamamoto dan wajahnya memerah menatap wajah tidur pacarnya, biarkan saja mereka menikmati suasana.

.

.

.

.

.

"Kufufufufu…."

"Apanya yang lucu?"Belphegor agak menyingkir begitu sadar Mukuro ada di belakangnya "Fran, dia kehabisan obat?"

"Kehabisan coklat…hiks…." Fran menangis, coklat yang dia simpan dikamar dihabiskan oleh Mukuro siang tadi. Padahal sudah sengaja disimpan untuk dimakan saat begadang tahun baru!

"Itu sih kamu, nanti pangeran belikan lagi."

"Limited edition, Christmas deluxe Delafee?"

"Memangnya ada?"Kalau urusan coklat jangan Tanya Belphegor, dia bukan penyuka coklat. Mau itu coklat lapis emas atau tabor berlian sekalipun dia tak peduli. Dia lebih suka buah-buahan, kecuali nanas.

"Khufufufufu….akhirnya…bias bertemu langsung."

"Aku makin tak mengerti apa yang kau katakan…Rokudo Nappo." TRING! Belphegor menghalau serangan cinta Belphegor dengan beberapa pisau andalannya, jelas dia masih saying kepalanya.

"Hoi, dasar gerombolan sampah, sampaikapan kalian mau di sini?" Xanxus menghentikan pertarungan keduanya dengan mencengkram kepala kedua remaja yang sudah bagai api dengan air "Hanya untuk sehari ini aku takkan menghajar atau mengikat kalian di kolam alo jadi jangan merusak moodku." Mendapat peringatan halus, Cuma deathglare membuat keduanya malah takut. Hey, mereka lebih memilih perlakuan ala beast master kali ya?

Dina datang dengan gerombolannya serta bersama seorang perempuan yang juga diikuti oleh beberapa…orang…nyentrik…mungkin…, never mind_menghampiri Xanxus dan anak asuhnya (?)"Fufufu… jarang-jarang aku melihatmu begitu senang, Xanxus."

"…." Xanxus memilih mengacuhkannya dan menyeret kedua pengacau masih dengan mencengkram kepala mereka. Fran menatap perempuan yang diajak Dina, matanya memicing kurang suka tanpa alas an. Sepertinya mereka takkan pernah cocok meski perempuan itu tampak tersenyum ramah tanpa niat buruk.

"Yah~ aku dicuekin. Jahat bangetkan?!" dengan senyum manis menghiasi wajahnya, pemilik surai putih itu melempar seloyang cake ke arah Xanxus. Kesambet apa juga, sang Decimo tidak menghindari serangan kue lezat itu dan tetap melangkah meninggalkan ruangan.

"B-boss?" Belphegor dan Fran dilepas sebelum mereka keluar dari pintu. Keduanya saling bertukar pandangan penuh Tanya tentang isi kepala boss mereka.

"Hihihi… mungkin saja Squalo sedang sembunyi di suatu tempat karena kau terus saja mendesaknya." Dan jauh di dalam kamarXanxus di lantai atas Squalo merasa sekujur tubuhnya merinding seperti ada mata yang mengawasinya. Melihat ke segala arah, dia yakin hanya dirinya yang ada di ruangan itu, lagi pula CCTV di kamar ini kan sudah di matikan. Sang Rain Guardian sengaja bekerja di ruangan Bossnya supaya tak ada yang mengganggunya. "Hm…sepertinya memang begitu."

"Hey, beritahu aku dia ada di mana?"

"Orangnya tak mau di ganggu."

"Ayolah sahabatku yang cantik! Aku akan memberimu sebuah ciuman penuh cinta!"

"Tak butuh ciuman dari makluk yang sedang dalam musim kawin di waktu yang salah."Dina merasa ada palu menghantamnya dengan tulisan "stalker pervert". "Jika kau memang berjodoh, dimanapun kalian pasti bertemu."

"Yah, yahhh, kau dan kotbah tuamu itu. Dia itu selalu menolakku mentah-mentah…" Perempuan itu merasa jika Squalo melihat wajah sahabatnya saat ini, mungkin laki-laki itu akan merubah pikirannya. Sahabatnya yang manis ini sebenarnya masih sangat polos, hanya saja dia terlalu terpengaruh sifat buruk gurunya. Terkutuklah Reborn!

.

.

.

.

.

.

.

.

"Selamat datang di Vongola Headquarter." Sambut kepala pelayan Vongola Famiglia pada para undangan dan murid Sekolah Mafia yang baru saja sampai. "Oh-" kepala pelayan nyaris menyapa Tsuna, tapi yang bersangkutan memberi tanda untuk diam. "Silahkan masuk dan nikmati pestanya."

"Wao! Ini pesta natal dan tahun baru paling mewah yang pernah aku datangi!" kagum Ryouhei, dia sampai berteriak tertahan karena kagum. Yamamoto memiliki reaksi yang tak jauh beda tapi untung dia berhasil menahan suaranya untuk berteriak. Hibari terkesan bosan, hell dia bahkan baru beberapa detik menginjakkan kakinya. Gokudera menggenggam erat tangan Tsuna yang dibalas oleh sang brunette, dia bias merasakan pandangan tak suka orang-orang padanya. Enma yang menyadari kegelisahan Gokudera menepuk bahu gadis itu, memberi sebuah ciuman kecil di pelipis Gokudera. Tentunya Yamamoto nyaris mencekiknya karena kesal, Tsuna keburu menatapnya dengan tatapan membunuh yang membuatnya ciut_ hey, Tsuna sudah janji siapapun tak boleh menganggu Enma malam ini.

"Ini jimatku untukmu, jangan pedulikan siapapun yang meremehkan hanya takut kau akan melangkahi mereka dan aku harap kau akan melakukannya."

"Kau sok sekali." Gerutu Gokudera dengan wajah bersemu "Thanks."

"Omong-omong Enma…. Siapa tuh yang menatap kita dengan aura mengerikan?"Tsuna menyela, menunjuk perempuan yang tadi author sebut diikuti oleh gerombolan orang nyentrik. Perempuan yang bersurai putih panjang dengan gaun putih bersih dengan berlian berkilau seakan baru keluar dari buku dongeng sang ratu cahaya.

"Ugh, she got me!" pekik sang rednette.

"Enma~~~, can you explain 'that' to me?"

"Wao, pacarmu cantik ya, dan kau masih menggoda pacar orang."Goda Hibari yang entah kenapa malah senang setelah mendapat tontonan menarik barusan.

"Kyouya!" pekik Enma histeris, makin panic setelah perempuan itu pergi "Akan kuhajar kau besok, mata sipit!" ejekan yang ngak ngaruh, Hibari terkekeh melambai pada Enma yang buru-buru mengejar perempuan yang sepertinya memang 'pacar'nya.

"Pacarnya cuantik!"Tsuna terpesona, kalau disandingkan, Enma yang bagai api sementara perempuan itu bagai salju!

"….Byakuran Gesso…." Gumam Gokudera "Che, dia dapat perempuan yang sangat berbahaya."

"Eh?" perhatian teralihkan pada Gokudera.

"Diamond Queen of Mafia World. Belum lama sejak dia membuat famiglianya, dia mendapat dukungan dari Giglionero sehingga hanya dalam 5 tahun mampu bersaing dengan 10 keluarga terkuat di dunia."

"Kerenkan? Siapa sangka perempuan bisa menjadi pemimpin sebuah famiglia besar!" Tsuna tampaknya memang sudah terpesona.

"Terus Dina apa kalau kau anggap dia hebat?"

"Kuda rabies, dia juga hebat bisa meneruskan apa yang sudah ada tapi orang yang memulai dari awal pastinya lebih hebat." Semuanya sweatdrop gede.

"Tsuna, kamu memujinya tapi sadar ngak kalau perempuan itu adalah salah satu kandidat dari calon istri Xanxus?"

"Eh, kalau dia memang hebat apa boleh buat."

'Anak ini otaknya rusak' batin semuanya. Akhirnya mereka berpencar untuk melihat sekeliling, meski author bilang berpencar, hanya Tsuna dan Hibari yang keliling sendirian. Ryouhei bertemu Lussuria dan mereka malah meninggalkan Ballroom untuk latihan tinju! Gokudera dan Yamamoto sepertinya mojok entah dimana. Hibari sendiri seperti induk bebek yang diikuti anak-anaknya, ehem, dalam hal ini para lelaki sepertinya ingin mengajaknya ngobrol atau dansa tapi yang bersangkutan tak mengindahkannya dan memilih berjalan kemanapun kakinya ingin melangkah.

.

.

.

Tsuna menikmati waktunya sendiri dengan cara mencicipi aneka makanan yang terhidang di meja yang ada di salah satu sudut ruangan.

"Ah, coba dari dulu aku ikut ayah kesini, tiap tahun pasti asyik." Hei, hei, kan kamu yang menolak ikut ke Italia dulu! "Tapi kalau aku jadi tak kenal mereka, apa gunanya? Pasti tak asik juga."

"Nona, anda keberatan aku duduk di sebelahmu?" Tsuna menoleh pada asal suara yang menyapanya. "Apa kau menikmati pesta ini?" Tsuna mengangguk pada pria yang mungkin usianya sudah lebih dari 70 tahun yang mengenakan setelan putih dan abu-abu yang sederhana.

"Hum, makanannya enak."

"Syukurlah kau menikmatinya. Orang-orang lain terlalu sibuk saling menyindir dan mencari perhatian sampai melupakan makanan yang sudah disiapkan oleh koki."

"Kalau lapar nanti juga mereka makan, Nonno."

"Hehehe… benar juga, tapi kalau aku perhatikan kau sudah besar ya. Sekarang kau benar-benar seperti perempuan, Tsuna."

"Kata-kata anda sama saja dengan Xanxus, Vongola Nono." Tsuna pasang tampang datar sembari melahap potongan terakhir Foie Grass –nya. "Semua orang yang melihatku saat SD mengatakan hal yang sama sih."

"Ngomong-ngomong apa benar kau tidur dengan Xanxus?" bisik Vongola Nono.

"OHOK!" Tsuna seketika tersedak makanan yang akan ditelannya. Beberapa orang yang ada di dekat mereka menoleh dengan pandangan heran. "Kakek! Siapa yang bilang begitu?!"

"Mammon."

"…." Tsuna mengingatkan dirinya untuk membakar jaket krudung Mammon lain kali.

"Berarti benar ya? Awalnya aku tak percaya, tapi gelagat Reborn dan yang lain membuatku percaya. Ternyata putraku itu menunggumu dewasa, pantas semua yang aku sodorkan padanya di tolak mentah-mentah."

"Sepertinya kakek putus asa sekali ya untuk membuat Xanxus menikah."

"Hei, aku ini sudah tua, semua anak-anakku yang lebih tua dari Xanxus mati tanpa meninggalkan anak. Wajar kan aku ingin melihat wajah cucuku sebelum mati?" percaya ngak percaya Tsuna melihat ada aura dramatis lebay penuh mawar di sekitar Vongola Nono. Berasa komik jaman 80an saja.

"Memang aku bukan cucumu kek?"

"Iya, tapi aku ingin lihat seperti apa anaknya Xanxus , melihat wajah menantuku."

'Maksa banget ini kakek, makin tua makin nyebelin.' batin Tsuna "Sabar saja kek."

"Kapan kalian akan memberiku cucu?"

"Huh?" makin inginlah Tsuna membenturkan kepala kakek peot satu ini ke lantai marmer, kalau tidak merasa dia sedang bicara dengan boss ayahnya juga ayah Xanxus sekaligus kakek baginya "Kakek ini ngomong apa?"

"Dia gagal ya? Memang masih amatir."

"Kakek, sudah kangen nenek ya? Mau aku anterin ketemu?" Vongola Nono agak merinding dengan aura membunuh dari Tsuna tapi pada dasarnya dia memang kakek Bengal.

"Tenang saja, anak jaman sekarang kan sudah biasa seperti itu. Lebih baik hamil dulu, dari pada menikah tapi lama nunggunya."

'Ugh, siapa saja tolong aku!' Tsuna menjerit dalam hati, dia sudah mulai tak bisa mengontrol dirinya karena ucapan Nono yang seenaknya. Matanya menyapu sekitarnya, siapapun yang bisa dia jadikan alasan untuk pergi.

"Sebaiknya berhenti bicara tak karuan, pak tua. Kau mempermalukan dirimu sendiri."

"Huh, memang kau tak pernah belajar menghormati orang tua!" Tsuna terkejut, dia tak menyadari seseorang telah ada di belakang sofa tempat mereka duduk. Pemuda yang sepertinya seumuran Hibari dan Ryouhei dengan surai panjang diikat pita hitam, mengenakan seragam butler "Lagi pula bajumu kenapa?"

"Kufufufu, tadi ada masalah sedikit jadi pinjam saja yang ada. Tapi maaf saja ya. Sejak aku mengingat semuanya orang tuaku tak ada. Hanya Vendice yang aku tahu."

"Vendice?" Tsuna hanya pernah dengar soal Vendice di sekolah Mafia, kelompok netral yang berbahaya "Um…"

"Bisa ikut aku sebentar?" Tanya pemuda itu agak berbisik.

"Ayolah, paling Xanxus yang mau menemuinya kan?"

"Bukan urusanmu, kek." Sahut pemuda itu ketus meski senyum masih menghiasi wajahnya. Tangannya terulur pada Tsuna "Bersediakah?"

Tsuna tak berpikir lagi menerima uluran tangan pemuda yang bahkan belum dikenalnya itu, toh dia memang ingin kabur dari Vongola Nono. Pemuda itu menuntun Tsuna meninggalkan Ballroom, melewati koridor panjang hingga keluar dari mansion. Tsuna agak bertanya-tanya mau kemana mereka, pemuda itu hanya tersenyum dan menempelkan telunjuknya di bibir sebagai tanda untuk ikut tanpa banyak Tanya. Mereka melewati taman belakang Vongola, hingga sampai di sebuah Paviliun kecil. Pemuda itu menciptakan tongkat dari kabut dan api biru, mengayunkannya di depan pavilion hingga muncul lorong bawah tanah.

"Whoah! Ruang rahasia?"

"Tempat ini memang khusus untuk para Guardian, orang luar dilarang masuk tanpa ijin. Aku adalah Rokudo Mukuro, Mist Guardian." Pintu segera tertutup begitu mereka masuk, Tsuna memaksakan matanya untuk awas karena di dalam lorong cukup gelap.

"Bukannya Mist Guardian Xanxus itu Fran dan Mammon?"

"Ah, Aku bukan bertugas di Vongola." Mereka akhirnya keluar dari lorong gelap memasuki ruangan luas dengan beberapa sofa merah anggur mengelilingi meja kaca sekaligus aquarium piranha putih. Selera yang agak gila untuk ruang tamu. Dihadapan mereka ada 4 pintu dan mereka menuju ke pintu pertama dari kiri.

"Ini…Varia?" Tsuna menyadari panji Singa hitam emas yang tersemat di dinding.

"Yep. Markas lama kami sebelum didirikan kastil terpisah. Nah silakan masuk, Boss ada di dalam." Tanpa menunggu jawaban, Mukuro pergi ke pintu lain, menghilang dengan senyum dan lambaian tangan yang agak menyebalkan.

"Apaan sih ini?" Tanya Tsuna begitu memasuki ruangan yang ditunjuk Mukuro "Xanxus?"

"Welcome." Tsuna mendapat Xanxus sedang menuang minuman di dalam ruangan "Kau kesulitan lepas dari pak tua itu ya?"

"Kakek agak menyebalkan, kupingku sampai panas."

"Hehe, Mukuro datang tepat waktu ya."

"Orang tadi tidak seperti orang jepang, namanya kok jepang?"

"Karena dia sendiri yang memutuskan namanya begitu."

"Ngak ada yang waras disini." Xanxus angkat bahu, disodorkannya gelas wine untuk Tsuna "Lalu, apa maumu menemuiku?"

"Makin lama makin menyebalkan saja."

"Salahmu."

"Mananya?"

"Semua." Gumamnya ketus sembari menenggak separuh isi gelasnya.

"…." Xanxus pusing sendiri karena disalahkan atas apa yang tidak dia tahu telah lakukan atau tak sengaja dilakukannya. "Mau obat PMS?"

"Sialan." Tsuna melempar Xanxus dengan gelas wine yang masih terisi separuh. "Jangan menghindar!"

"Aku baru selesai mandi untuk ke 3 kalinya hari ini jadi maaf saja. Cukup si Byakuran saja yang seenaknya membuat kemejaku lengket karena kue."

"Oh, kamu akrab dengan banyak perempuan cantik yang hebat ya."

"Dari pada akrab aku lebih setuju disebut sasaran kekesalan mereka karena setiap mereka bermasalah dengan pacar dan laki-laki yang mereka sukai, aku yang jadi sasaran amarahnya."

"Hebat masih hidup sampai sekarang." Puji Tsuna dengan sinis. Sang Vongola Decimo tak ambil pusing karena sudah terbiasa dengan emosi Tsuna yang labil, saat seusia Tsuna dirinya malah lebih parah.

"Tidak ada pelukan kangen untukku?" Tanya Xanxus kalem dengan kedua tangan terbentang lebar, memberi tanda agar Tsuna yang memeluknya. Kenapa? Karena sang Decimo yakin jika dia yang menyentuh duluan maka Tsuna akan ngamuk. Tsuna menatapnya tajam beberapa detik, akhinya menghampiri Xanxus dan memeluk sang Decimo dengan erat hingga Xanxus meringgis kesakitan, tak menyangka Tsuna jauh lebih kuat dari terakhir kali mereka bertemu "Patah rusukku jika kau peluk lebih kuat dari ini."

"Kau yang minta, PAMAN."

"Aw, manis sekali." Xanxus membalas pelukan Tsuna "Tidak tambah tinggi ya? ADUH!" Tsuna mencubit pinggang Xanxus dengan kesal. Tsuna tak memperdulikannya, gadis mungil itu memilih menikmati pelukannya dengan sang Decimo.

"Sekolah mafia itu gila."

"Memang. Pasti berat untukmu ya." Xanxus membelai punggung Tsuna, memberi kecupan lembut di ubun-ubun gadis kecil kesayangannya.

"Tapi aku sekarang masuk 10 besar murid terbaik kelas khusus." Lanjutnya.

"Itu hebat, artinya tak percuma Reborn memberimu latihan kilat."

"Aku hampir mati gara-gara paman Reborn. Aku benci anak-anak di kelas reguler itu yang selalu menganggap kami tak berguna karena kami tak tahu apapun soal mafia."

"Hm…nanti akan kuurus mereka."

"Biarkan saja, aku sudah menghajar mereka kok." Xanxus terkekeh, Tsuna memang selalu bergerak cepat "Kyouya dan Enma bersaing untuk peringkat satu."

"Mereka memang punya bakat alami soal bertarung. Kecuali Cozart yang juga pandai acting."

"Aku benci Dina Cavallonne, dia selalu membuatku dan Hayato kesal."

"Kau pikir aku suka dia? Aku masih waras." Tak ada lagi yang keluar dari bibir mungil Tsuna. Xanxus melepaskan pelukannya. "Kali ini dengarkan aku." Tsuna mengangguk pelan. Xanxus mengeluarkan dua buah kotak sebesar genggaman tangannya dari saku kemejanya dan meletakkannya ke tangan Tsuna. "Untukmu, hadiah ulang tahunmu ke 17 terlambat setahun."

"….Ulangtahunku ke 18 pun sudah lewat." Tsuna menghela nafas kesal.

"Karena itu aku memberimu 2, ini untuk tahun lalu. " Kotak pertama berwarna orange Tsuna menatapnya penuh tanya "Buka dulu kalau mau tau, bego!"

"Sampai kapan sih orang mau mengataiku begitu!"

"Cepat buka!" perintah Xanxus tak sabaran, dia bahkan menodongkan Scorpio D'ira di kepala Tsuna.

"Uasem! Psikopad!" Tsuna buru-buru membuka pita yang mengikat kotak ditangannya "Ngapain ada kotak dalem kotak?!" walhasil hadiah tambahan didapatnya, sebuat jitakan. "SAKIT!"

"BUAT APA KAU SEKOLAH DI TEMPAT MAFIA KALAU TAK TAHU WEAPON BOX?!"

"AKU CUMA BERCANDA PAMAN KAMFRET! PANTES AJA LOE NGAK LAKU KALAU KASAR SAMA PEREMPUAN!"

"BOCAH BAU KENCUR MASIH PERAWAN JANGAN SEENAKNYA NGOMONG YA!"

"NGAPAI BAWA-BAWA SOAL ITU?! MASALAH BUAT LOE EMANGNYA?!" emosi, Tsuna menyambar weapon box hadiahnya beserta cincin. Tanpa mikir dia memakainya dan menyuntikkan api kedalam kotak yang baru saja didapatnya. "Apapun kamu di dalam kotak, serang paman sialan itu!" Api orange melesat dari dalam kotak, menyerang Xanxus. Raungan Singa pun membahana ke penjuru ruangan.

"Bagus banget, baru dapat langsung dipakai nyerang yang ngasi?! NGAK TAU TERIMA KASIH!" Xanxus menghalau serangan itu dengan kedua pistolnya dan mementalkan bola api mungil itu ke kaki Tsuna.

"Whoah!" setelah api yang menyelimutinya hilang, yang tersisa adalah singa kecil, yang dari ukuran sepertinya anak singa. "Kau jahat sekali paman!"

"Yang mulai duluan siapa, bocah bego?"

"Sky Lion, kau tahu kan elemen langit adalah yang paling langka."

"Tau, tapi kasihan anak ini." Tsuna menggendong singa kecilnya "Kau manis sekali."

"Namanya-"

"Natsu!"

"Huh?"/"Gao?" keduanya menatap Tsuna.

"Namanya Natsu."

"Hoi, bukan itu-"

"Aku yang putuskan!"

"….what-e-ver-lah."

"Lalu yang kedua apa?" tunjuk Tsuna pada kotak hitam yang ada di meja.

"Masih punya muka buat nanya, ya?" Tsuna manyun, Singa mini yang akhirnya diberi nama Natsu kembali ke dalam kotaknya. "Ngak jadi saja."

"IYA,IYA! Aku minta maaf paman!"

"BERAPA KALI KUBILANG AKU BUKAN PAMANMU!"

"Kalau begitu tuan Xanxus yang tampan?"

"Entah kenapa aku malah merasa disindir."

"Banyak banget maunya, om sialan ini." Tuai yang kamu tanam Tsuna, Xanxus melempar kepala Tsuna dengan kotak hadiahnya. "WOI! DARI TADI MAIN JITAK LEMPAR MULU!"

"Huh, aku sungguh harus mengirimmu ke psikiater. Emosimu itu terlalu naik turun seperti orang hamil."

"Hamil dari mana coba?" Tsuna manyun, kotak kedua pun di bukanya, kali ini isinya sebuah cincin platina berhiaskan permata senada dengan warna matanya. "Cincin flame?"

"Bukan! Walau memang bias dialiri flame, sayangnya bukan."

"Terus? Aku lebih suka kalung, paman!"

"Tahun depan saja minta itu."

"Lalu buat apa dua cincin tapi kotaknya Cuma satu? Cincin cadangan kan ngak perlu."

"Itu cincin pertunangan untukmu."

"Tapi aku belum punya pacar paman, apa lagi tunangan! Nyindirnya keterlaluan nih."

"Yang akan bertunangan denganmu bukan orang lain, tapi aku." Xanxus menyambar cincin itu dari tangan Tsuna dan memasangkannya di jari manis kanan Tsuna. "Kau akan menjadi calon istriku dan pemimpin Varia."

"Pa-"

"Dilarang menolak. Aku yang putuskan kali ini karena kamu seenaknya mengganti nama animal weapon box itu."

"….nego dikit boleh?" Sweatdrop berjatuhan dari kepala Tsuna.

"Ngak!" Dengan kasar diraihnya tangan tsuna dan menariknya hingga menabrak dada bidangnya "Tidak ada nego, kita akan menikah begitu kamu lulus sekolah Mafia tahun depan."

"Egois sekali, kau pikir kau siapa?"

"Hum…." Xanxus mengeratkan pelukannya "Aku Boss ayahmu, calon Bossmu, calon suamimu, dan satu-satunya pria yang pernah memelukmu."

"Baru calon, tak ada jaminan aku takkan jatuh cinta pada orang lain dalam setahun ini." Tangan mungil Tsuna mencubit pipi Xanxus dengan kesal "PD sekali paman jones ini."

Diciumnya Tsuna dengan kasar, tangan Xanxus yang besar memegang bagian belakang kepala sang Brunette agar tak bisa menepis ciumannya. Xanxus melepaskan Tsuna begitu sadar gadis dalam pelukannya hamper kehabisan nafas. "Ingatlah bocah sialan, kau milikku."

.

.

.

.

.

Siapa yang ngarep lemon? Mungkin chapter depan yah? –mungkin- #dilemparobor

Sekian dulu dari author, sampai jumpa chapter depan! –yang entah kapan-.