roleplay: C. Seung-hyun/ K. Ji-yong

disclaimer: BIGBANG belongs with YG ENTERTAINMENT; One More Night © Maroon 5

warning: OOCnessjust for safety, AU—college life, misstypo(s), BL, yaoi—eksplisit, beware for those swearing words, maybempregorwhatIdon'tknow, M-rated.

summary: Hubungan mereka merenggang tanpa sebab, tanpa kata, dan fakta dibaliknya benar-benar tak terduga oleh Seunghyun—tidak sedikit pun. — TOPGD ‹1/?›

genre: drama & hurt/comfort


xxx

One More Night

i.(un)shocking reality

xxx


You and I go hard, at each other like we going to war
You and I go rough, we keep throwing things and slammin' the door
You and I get so, damn dysfunctional we stopped keeping score
You and I get sick, yeah I know that we can't do this no more


"Ah—jangan di situ—akh!"

Mulutnya penuh oleh milik salah satu pelanggannya dan juga bagian bawahnya. Ia tak bisa meronta mau pun melawan, tubuhnya penuh dengan ikatan tali baik di tangannya, mulutnya, mau pun miliknya.

Ia tak bisa melawan.

Pria paruh baya itu hanya menyeringai dan mulai memaju-mundurkan kepala pemuda yang jauh lebih muda darinya itu. Ekspresi pemuda itu tak tertebak—mual, jijik, dan berbagai perasaan tak menyenangkan mulai terasa di tubuhnya dan membuat perutnya seperti dikocok bagaikan mixer.

Mual.

Jijik.

Benci.

Ia tak bisa melawan. Baik dari mulut dan bawahnya sama-sama di invansi oleh dua paruh baya bajingan iu dengan tanpa ampun. Seluruh tubuhnya terasa sakit, lemas, dan panas akan tamparan dan cambukan yang bertubi-tubi menghantamnya.

Ia benar-benar tak sanggup lagi.

"Mmph!"

Air mata mulai keluar dari manik coklat tua pemuda itu.

"Se—Seunghyun—"

.

.

.

"Aah!"

Ia terbangun dengan peluh membasahi tubuhnya.

Dengan panik ia melihat ke sekelilingnya dengan gugup, mengecek barangkali ada orang. Kosong. Teman sekamarnya—lebih tepatnya teman masa kecilnya sudah berangkat. Oh bagus, ia ditinggal.

Ia menghela napas.

Mimpi apa ia barusan? Kenapa ia bisa bermimpi soal—mungkin terdengar aneh namun ia sendiri tak mengerti—teman masa kecilnya tengah … melayani banyak pria lain dengan desahan dan juga peluh yang terlihat sensual di kulit putih susunya dan juga ekspresi—dan—dan—memanggil namanya—

Oke, ia mulai menggila sekarang.

Ia mulai melihat ke sekeliling untuk memastikan keadaan aman. Merasa sudah aman, ia pun langsung membuka selimutnya.

"Aish, padahal seprainya baru kuganti kemarin …." Ucapnya kesal. Ia menghela napas dan mulai bangun dari ranjang tidurnya, "Sebaiknya kucuci—dan oh, sekalian mandi."

Tak mau buang waktu, ia segera mengganti seprai ranjangnya dengan yang baru dan mulai beranjak ke kamar mandi untuk menata dirinya sebelum berangkat kuliah.


"Pagi Hyung!" Youngbae pun menghampiri Seunghyun yang berjalan dengan kesal dan menepuk bahunya, "Oi, pagi-pagi jangan memasang wajah menyeramkan begitu dong, tidak enak dilihat tahu."

Seunghyun hanya merespon dengan kesal, "Aku mimpi buruk."

Ia menatap pemuda yang setahun lebih tua darinya itu dengan heran, "Oh, benarkah? Mimpi apa?"

Seunghyun hampir saja menjawab—namun ia langsung membungkam mulutnya dan kekesalan dalam dirinya semakin memuncak, "Aish, aku tidak mau membahasnya."

Youngbae menatapnya dengan penasaran, "Ayolah, ceritakan padaku! Baru kali ini aku mendengar seorang Hyung memasang wajah tak enak di pagi hari gara-gara mimpi buruk! Ne, ne?"

"Never gonna happen." Jawabnya sinis.

Pemuda yang setahun lebih muda dari Seunghyun itu hanya menghela napas dan sedikit kesal, "Iya, iya, tidak usah sesinis itu oke? Nanti gadis-gadis menjauhimu lho—" Namun Seunghyun tak mendengarkan dan hanya mempercepat langkahnya agar tak terkena ceramah Youngbae—selalu-suka-seseorang-namun-tak-memiliki-pengalaman-dalam-berpacaran.

"Oi, tunggu Hyung!"


Dan semenjak mimpi itu, Seunghyun selalu memikirkannya tanpa bisa ia kontrol—selalu saja terbayang oleh desah yang menggelitik telinganya, ekspresi yang baru ia lihat, dan juga—keseksiannya (dia tahu teman masa kecilnya itu laki-laki, tapi dia benar-benar tidak bohong) ketika mereka memainkannya—sungguh benar-benar membuatnya gila.

Dia benar-benar dibuat linglung olehnya.

"Hyung."

Suara itu membuatnya sadar dari delusinya.

"Err—oh, ada apa Jiyong?" Seunghyun hampir saja lepas kontrol bila saja ia tidak sadar kalau tengah berada di kamar asramanya.

Ia memiliki teman masa kecil, Kwon Jiyong, selalu bersama hingga sekarang walaupun hubungan mereka sedikit memburuk pada saat mereka masuk kuliah. Yah, Seunghyun tak tahu alasannya, tapi Jiyong sendiri yang menjauhinya.

Tanpa alasan.

"Aku ada perlu, tolong—biasa."

Aah.

"Baik, baik." Seunghyun tersenyum kecil, "Jangan malam-malam."

Jiyong tak merespon dan hanya keluar dengan membawa tas ransel.

Dan Seunghyun hanya menghela napas dan sedikit keheranan kemana sebenarnya Jiyong pergi.


Suara jendela yang terbuka dengan sedikit berisik cukup untuk membuatnya terbangun dari mimpi indahnya.

Sedikit kesal, ia melirik ke sumber suara dengan sedikit mengantuk—dan ia melihat sosok Jiyong yang mulai masuk ke kamar mereka melewati jendela dengan pakaian yang sedikit berantakan.

Ia tak bisa melihatnya dengan jelas—malam sudah sangat larut dan seluruh lampu asrama sudah dipadamkan, tapi semakin ia menajamkan pandangannya dengan susah payah, ia bisa melihatnya.

Rona merah pekat merajalela di bahu Jiyong.

Pada saat ia melihatnya untuk pertama kali, ia mengira dirinya salah lihat, namun semakin jelas ia melihatnya, ia tersadar—itu … bekas ciuman.

Kissmark.

Tubuhnya hampir tersentak tak percaya—namun implusnya lebih cepat dari pikirannya, dan itu cukup untuk membuatnya menahan diri untuk tidak berubah dari posisinya dan berpura-pura tidur sembari tetap melihat Jiyong.

Jiyong terlihat gelisah dengan keadaan sekitarnya—terutama memastikan Seunghyun yang benar-benar sudah tertidur atau belum, dan memastikan pula bahwa keadaannya aman. Setelah memastikan semuanya baik-baik saja, ia segera mengganti pakaiannya—dan Seunghyun melihat banyak bekas ciuman tersebar di balik punggungnya dan terutama lehernya—dan segera tertidur dengan menarik selimutnya.

Dan malam itu, setelah sekian lama, Seunghyun tidak bisa tidur dan kantuknya menghilang begitu saja.


Jiyong terbangun dan melihat tidak ada siapa pun di kamar—singkatnya, Seunghyun sudah berangkat.

Sedikit menguap, ia beranjak dari ranjangnya dan berjalan mendekati cermin besar di kamar mereka. Ia mematutkan dirinya di depan cermin—dan ia hanya bisa menatap kosong cermin.

Tak perduli beberapa kali ia berusaha untuk menutupi tanda-tanda merah di tubuhnya, tetap saja masih ada bekas yang terlihat di sekitar daerah telinganya, dan bagian tengkuk—daerah inilah yang paling tidak bisa ia sembunyikan.

Andai ia memiliki rambut yang lebih panjang seperti Seunghyun, mungkin masih bisa ditutupi.

Sekali lagi ia menghela napas.

Tatapan kosongnya masih tertinggal di manik coklat gelapnya. Ia membuka kemeja putih yang ia gunakan untuk tidur dan melihat punggungnya melewati cermin, dan kekosongan di iris matanya semakin memekat.

"… sialan."

Giginya bergemeletuk penuh amarah dan menarik kemejanya kembali dengan kasar. Ia melangkah ke kamar mandi dengan langkah penuh hentakan, amarahnya sudah memuncak, ia benar-benar tidak terima dengan perlakuan yang selama ini ia terima.

Tapi dia benar-benar sudah tidak bisa keluar dari keadaannya sekarang.


Sender: Choi Seunghyun
bae, I gotta need your help.

Sender: Dong Youngbae
oh, oke. apa?

Sender: Choi Seunghyun
kaukenal jiyong kan?

Sender: Dong Youngbae
tentu saja! kita bertiga kan pernah satu sekolah sewaktu smp!
dan dia bahkan sering satu materi denganku di kuliah!
kau lupa? aish, benarbenar pikun.

Sender: Choi Seunghyun
… oh ya, aku lupa.
selesai materi tunggu aku di kafe di depan stasiun.

Sender: Dong Youngbae
kau memang pikun.
oke, waktu pasnya?

Sender: Choi Seunghyun
12.45

Sender: Dong Youngbae
oke, see you there.


"Lama menunggu?"

Seunghyun segera mengambil bangku di depan Youngbae dan duduk dengan kasar. Youngbae hanya menggeleleng pelan dan kembali melanjutkan kegiatannya—mengetik di laptop hitamnya—dengan membiarkan Seunghyun tenang.

Youngbae tahu kalau Seunghyun ke sini sambil berlari karena telat.

"Hh—argh, sungguh, maafkan aku karena telat, Dosen Kang benar-benar menyebalkan." Ia mengatur napasnya yang mulai sesak dengan memukul dadanya pelan. "Mata sipitnya benar-benar menjengkelkan—begitu juga gaya bicaranya."

Youngbae melepas tatapannya dari layar monitor dan angkat bicara, "Begitu-begitu, dia itu lebih muda dariku lho."

Iris Seunghyun membesar, "Serius."

"Dia tahun '89." Terusnya sembari membalikkan laptopnya ke arah Seunghyun. "Dia lulus perguruan tinggi pada umur 15 tahun—dan sudah menjadi dosen senior selama tiga tahun."

Seunghyun melihat data yang disuguhkan Youngbae dan menghela napas, "Terkadang hidup memang tidak adil."

"You can say that."

"Tapi wajahnya seperti om-om."

"Hush, begitu-begitu dia dosenmu Hyung."

Mereka tertawa pelan.

Setelah Seunghyun mengatakan pesanannya ke salah satu pramuniaga di sana, ia melepas mantelnya dan mulai angkat bicara, "Oke, jadi begini. Apa kau menyadari ada sesuatu yang aneh dari tingkah Jiyong akhir-akhir ini?"

Youngbae berpikir sejenak, dan merespon sembari mata tetap mengarah ke layar laptopnya, "Ng … ada sih. Akhir-akhir ini dia selalu memakai pakaian panjang—"

"Sekarang kan memang musim dingin—"

Ia segera melanjutkannya, "—tapi menutup sampai lehernya."

Seunghyun menahan dagunya dengan tangan kanan dan meneruskan, "Menutupi sampai leher?"

Ia mengangguk. "Biasanya dia memang memakai pakaian sesuai musim—bahkan terlihat sangat fashionista, yah, dia memang fashionista sih—dan jarang menutup lehernya, tapi akhir-akhir ini dia memakai pakaian yang seperti membungkus kulitnya."

Seunghyun mulai memperhatikan.

"Gamblangnya, sekarang dia sering pakai pakaian bertipe turtleneck." Youngbae pun menutup laptopnya dan meminum kopi hitam yang ia pesan sebelum Seunghyun datang. "Dan jujur saja, agak kurang cocok untuknya."

Pesanan Seunghyun pun sampai—dan ia mulai memakan kentang gorengnya dengan pelan, "Memang selama ini dia pakai turtleneck ya?"

"Hyung, kau sekamar dengannya—juga teman masa kecilnya—dan tak tahu apa yang dia pakai? Memangnya selama ini pagi kalian bagaimana sih?" Youngbae berkomentar tak percaya.

Seunghyun berhenti dan menjawabnya dengan sedikit kesal, "Memang aku Ibunya atau apa? Aku tidak tahu, selama ini kalau bukan aku, pasti dia yang berangkat duluan. Selalu begitu semenjak aku semester tiga—dan pada saat itu Jiyong masih anak baru."

Youngbae terlihat paham dan mengangguk pelan, "Pantas saja aku tidak pernah melihat kalian berangkat bersama."

"Entahlah, kelihatan sekali kalau dia menjauhiku." Seunghyun pun meminum kopi yang ia pesan dan menghela napas, "Atau aku yang salah, atau—aku tak tahu."

"Dan?"

Ia meneruskan, "Dia sering keluar asrama tanpa izin."

Youngbae menghabiskan kopinya dan berceletuk, "Kau membiarkannya?"

"Aku tidak punya hak untuk mencegahnya." Seunghyun membiarkan kentang goreng yang ia pesan menjadi dingin oleh pendingin kafe. Ia pun menggaruk tengkuknya kasar dan melanjutkan perkataannya, "Dan kau tahu, last night I'm screwed up."

Youngbae menautkan alisnya kebingungan.

Ia menunjukkan beberapa daerah yang kemarin ia lihat di tubuh Jiyong sembari berbicara dengan semakin pelan, "Aku melihat beberapa tanda merah di punggung, bahu, dan … leher."

Adik kelasnya berceletuk, "Kissmark."

Seunghyun mengangguk pelan. "Dan buruknya lagi, aku tidak bisa tidur gara-gara memikirkan soal kissmark itu."

"Gampangnya sekarang kau sangat lelah." Ia melihat Seunghyun mengangguk dengan lemas. "Dan soal mimpi burukmu kemarin—"

"Aku tidak mau menceritakannya."

"—baiklah, jadi maksudmu memanggilku kemari apa?" Youngbae langsung to-the-point. "Kalau kau hanya memanggilku untuk berkeluh-kesah seperti ini, kau harus mentraktirku segelas Jack O'Daniel."

Pemuda yang lebih tua darinya itu menghela napas, "Aah, pasti ada maunya." Ia mengeluarkan dompetnya dan memberikan Youngbae beberapa lembar ribuan won. "Tolong carikan semua hal tentang Jiyong—yang bahkan belum pernah kauketahui."

Youngbae segera mengambil uangnya dan menaruhnya ke dalam saku sembari berkomentar, "Wah, wah, yang uangnya sedang banyak."

"Hanya untuk kali ini saja."

Youngbae mengangguk serius dan mulai membereskan laptopnya dan beranjak dari kursinya, "Kau tidak akan menyesal."

Seunghyun menggelelengkan kepalanya sembari menghela napas, "Pastikan kerjaanmu bagus."

"Baik, baik." Ia tertawa pelan, "Oke, sampai jumpa besok Hyung."

Dan Seunghyun mengangguk untuk melepas kepergian Youngbae.

Setelah Youngbae hilang dari pandangannya, ia menghela napas dan menidurkan kepalanya di meja kafe sembari menggerutu pelan, "Aah, hilang dua puluh ribu won deh."

Tapi kalau untuk Jiyong—sepertinya mau tak mau ia harus merelakan sebagian uang sakunya bulan ini.

Hanya untuk Jiyong—


Rencananya tak semulus yang ia duga.

Terakhir kali Youngbae mengabarinya yaitu dua hari yang lalu, sehari setelah pertemuan terakhirnya dengannya. Kata-kata yang ia dengar darinya benar-benar membuatnya frustasi. Bukannya ia tidak percaya dengan Youngbae, hanya saja kata-kata dari yang mahasiswa kampusnya bilang informan handal itu benar-benar tidak pernah terbesit di pikirannya.

Dia bilang kesempatan mendapat hal-hal tentang Jiyong nyaris tidak ada 10%.

("Serius, Hyung, baru kali ini aku menemukan kemungkinan yang sekecil ini." Suara dari telepon yang ia angkat benar-benar nada putus asa, bukan nada suara tenang yang biasa Youngbae pakai. "Aku sudah hampir seharian mencari dan—aku nyaris tidak bisa menemukannya."

Seunghyun sedikit menjauhkan ponselnya dan melihat sekeliling. Merasa aman, ia mulai menjawab, "Kau pasti bercanda."

"Ha, buat apa aku bercanda untuk sekarang?" Ketenangan Youngbae sudah hancur dengan keputusasaannya mencari data. "Aku tidak menyangka mencari data Jiyong bisa sesusah ini."

Seunghyun menghela napas, ia memang sudah menduganya, belum tentu rencana bisa semulus yang ia mau.

"Aku akan minta bantuan Seungri."

Alisnya bertautan, kebingungan, "Siapa?"

"Aku punya kenalan yang kemampuannya hampir sama sepertiku. Kalau sudah ada kabar nanti kuhubungi lagi. Dah Hyung."

"Ha—hei! Tung—"

Bip.

"—brengsek.")

Tapi setelah pembicaraan mereka diputus tanpa sebab oleh Youngbae, ia hanya bisa menunggu dengan tak pasti.

Ya sudahlah. Toh ia sedang tak dikejar waktu.

Ia berguling-guling tak jelas di ranjangnya, gelisah dengan apa yang harus ia lakukan hari ini—berhubung ia tak ada jam kuliah dan sekaligus jam kerja sampingan, singkatnya ia nganggur.

Dan tentu saja, kebosanan mulai menyerangnya.

"Aish …." Ia mengerang pelan dan bangun dari ranjangnya. "Jiyong belum pulang ya—"

Belum selesai berbicara, ia mendengar ketukan pelan dan suara pintu terbuka.

"—Selamat datang." Sambutnya spontan.

Dan ia menemukan Jiyong—dan kata-kata Youngbae benar, ia memakai pakaian turtleneck—masuk ke kamar mereka dengan ekspresi kosong.

Ia benar-benar menggunakan pakaian yang sangat menutupi setiap inci kulitnya—terkecuali wajah dan telapak tangannya, dan, dari sudut pandang Seunghyun, ia sangat tahu betapa tidak nyamannya menggunakan pakaian serapat itu meskipun sekarang musim dingin.

"Aku pulang."

Tanpa babibu, Jiyong meletakkan ranselnya di meja belajarnya dan segera berjalan menuju klosetnya dan mengambil ciput abu-abunya—dan meninggalkan Seunghyun yang menatapnya dengan lekat. Setelah ia merasa semuanya sempurna, ia segera keluar dari kamarnya—

"Sebentar."

Dan ia menghentikan langkahnya.

"Bukannya aku mau mengganggu kehidupan pribadimu," Seunghyun mulai beranjak dari ranjangnya dan berjalan mendekati Jiyong, "Tapi, sebenarnya selama ini kau kemana saja?"

Jiyong mulai bergerak menjauhi Seunghyun—dan posisinya tak beruntung, punggungya terantuk tembok dan membuat gerakannya terkunci.

Seunghyun tetap berjalan mendekatinya dan menahan bahu Jiyong agar tak kabur, "Jiyong, jawab. Aku Hyung-mu kan?"

Ia tetap tak mau menjawab dan hanya membalasnya dengan tatapan kosong.

"… berisik."

Jiyong mulai melepas cengkraman hyung-nya itu dan tanpa memperdulikannya, ia langsung keluar kamar mereka tanpa mengucapkan salam dan menutup pintu dengan keras.

blam!

"Ji—sial!"

'There's no man's land, no man ever survived. Invisible hands are behind you just now—'*

Seunghyun langsung mengangkat ponselnya dan menjawab tanpa melihat nama yang tertera di layar, "Choi Seunghyun di sini."

"Aku sudah menemukannya."

Suara Youngbae di sore itu seperti cahaya di balik keputusasaannya.

"Temui aku di tempat biasa, aku akan langsung ke sana."

Tanpa menunggu jawaban lawan bicaranya, ia segera menutup ponselnya dan bergegas ke luar kamarnya dan mengunci pintunya.


Dalam waktu lima menit, ia sampai di kafe depan stasiun dengan napas terengah-engah—dan yang tidak ia duga, Youngbae sudah sampai di sana dengan bersandar di dinding kafe sembari beberapa kali menggosok telapak tangannya agar tak dingin.

"Kau cepat juga, Hyung." Sapanya sembari beranjak dari posisinya.

Seunghyun hanya bisa bernapas dengan terengah-engah.

Youngbae hanya menghela napas dan menepuk punggung Seunghyun pelan, "Aku tahu kau lelah, tapi kita harus cepat."

Ia segera mengatur napasnya dan beberapa detik kemudian, ia menghela napas.

Benar, ia memang harus cepat.

"Kau ikuti aku," Youngbae mulai berjalan menjauhi kafe—dan diikuti Seunghyun yang mulai mengejar langkahnya. "Kutebak dia baru saja keluar asrama—berarti masih belum jauh."

Seunghyun mulai bertanya sembari menganalisis situasinya, "Apa yang berhasil kautemukan?"

"Ceritanya panjang—" mereka pun mulai naik bis yang kebetulan berhenti di halte. "—dan jujur saja aku kaget ketika mengetahuinya, terima kasih untuk Seungri, ternyata ada celah kecil yang kasat di mataku."

Mereka langsung mengambil duduk di dekat pintu. Sebelum Youngbae meneruskan, Seunghyun memotong, "Maaf memotong, tapi Seungri itu—siapa?"

Youngbae memukul telapak tangannya, teringat. "Ah, aku lupa mengenalkannya padamu. Namanya Lee Seunghyun, tapi sering dipanggil Seungri. Dia baru kelas dua SMA, tapi kemampuannya hampir sama denganku dalam membobol informasi." Ekspresi kagum terlukis di wajah Seunghyun, "Oke, bisa kuteruskan Hyung?"

Seunghyun mengangguk kecil.

Mimiknya berubah drastis, "Sebelum kuceritakan, aku ingin Hyung janji kalau tidak akan terkejut ketika mendengarnya. Bisa?"

Untuk sesaat, keraguan menghampiri Seunghyun—ia mulai menebak-nebak kejadian terburuk yang memungkinkan pas dengan situasi Jiyong, namun ia segera membuangnya jauh-jauh dan mengangguk pelan.

"Jadi …." Ia mendekatkan bibirnya ke telinga Seunghyun dan mulai berbisik, "Dia bekerja sebagai prostitusi."

Iris gelap Seunghyun membesar.

Youngbae meneruskan perkataannya mengenai informasi yang ia dapat, "Jiyong memulai pekerjaannya tepat pada semester dua awalnya. Mungkin Hyung tidak akan terlalu heran bila ia melayani perempuan, masalahnya, yang ia layani itu … laki-laki dari seumuran dengannya hingga pria paruh baya."

Memori tentang mimpi teman masa kecilnya yang melayani banyak pria itu mulai berterbangan di pikirannya.

"Dan kebetulan, yang memiliki tempat prostitusi itu kenalanku."

Kata terakhir Youngbae membuat Seunghyun tersentak dan hampir berteriak—namun adik kelasnya itu langsung menutup mulutnya dan menahannya agar tak berbicara.

Dan reaksi mereka cukup mendapat respon heran dari beberapa penumpang yang berada di bis situ.

Ia menghela napas. "Hyung, kan kubilang kebetulan, tidak usah merespon seheboh itu." Setelah melihat respon penumpang mulai mereda, ia kembali meneruskan dengan melepas tangannya dan mengakhiri laporannya, "Begitu."

Sandaran Seunghyun mulai menurun seiring dengan perasaan berat menindih hatinya.

Jujur saja, ia tidak mengira Jiyong akan melakukan tindakan sejauh itu—bahkan sampai menjual dirinya kepada para bajingan yang hanya menginginkan kenikmatan dan kepuasan dari tubuh mungilnya. Jiyong yang ia tahu ialah selalu tersenyum kepadanya, yang selalu melakukan hal yang mereka suka bersama-sama, dan selalu berada di sampingnya meskipun mereka memiliki masalah.

Ia tak pernah menyangka Jiyong, teman masa kecil yang paling ia sayangi, berjalan ke arah yang salah dan terjerumus dalam tangan kotor orang brengsek di sana.

Hal seperti itu bahkan sama sekali belum pernah terbesit di pikirannya, tidak sedikit pun.

"Katakan ini mimpi." Keputusasaan mulai merambah di dalam tubuhnya.

Youngbae hanya bisa melihat ke luar jendela dan merespon dengan pelan, "Sayangnya, dengan sangat menyesal kunyatakan apa yang kukatakan barusan itu benar."

Seunghyun menghela napas dengan panjang, dan menutup matanya dengan tangan kirinya, "Dunia benar-benar tidak adil …."

Dan mereka hanya terdiam, tenggelam dalam keriuhan kota Seoul yang semakin malam semakin ramai akan para penduduk yang hanya sekedar melepas lelah dengan keglamoran kota atau bahkan berbelanja menghabiskan gaji yang baru mereka dapat.

Youngbae sendiri tidak percaya dengan informasi yang ia dapat, namun informasi itu ia dapat dari sumber yang terjamin keasliannya. Sungguh, dia bahkan hampir memukul pemberi informasi itu karena tidak percayanya dia dengan apa yang ia dengar—dan bahkan yang ia lihat.

Ia sudah melihat bukti foto teman lamanya itu melayani para penghaus hasrat bajingan di luar sana.

Dia sebenarnya bisa saja langsung menunjukkan foto yang tengah ia genggam di balik saku kiri jaket parasitnya untuk memperkuat bukti—tapi sekali lagi, ia tak tega melihat reaksi Seunghyun yang lebih buruk lagi dari sekarang.

Dengan sekali gerakan, ia meremas fotonya dengan kasar hingga tak terbentuk lagi di dalam sakunya tanpa suara.

Pandangannya terhenti pada palang penunjuk arah di kanannya. Ia sedikit tersentak dan segera menepuk bahu Seunghyun agar segera bangun dari bangkunya dan berbisik, "Ayo Hyung, kita sudah sampai."

Sedikit malas, ia pun beranjak dari posisinya dan mulai mengikuti Youngbae turun dari bis. Pada saat pertama kali ia menapakkan sol sepatunya ke ubin, ia tak terlalu memperhatikan sekelilingnya, namun ketika ia mulai menengadahkan kepalanya dan melihat apa yang ada di hadapannya, keterkejutan perlahan-lahan menyesap dalam jutaan syarafnya.

Gangnam-do.

Dewanya kota 'underground'.

"… Bae, kau serius Jiyong di sini?" Nada keterkejutan sudah tidak bisa ia sembunyikan lagi dari suaranya. "Ini kan—"

Youngbae mengangguk kecil, "Mm, dia di sini."

Seunghyun mulai melihat ke sekeliling mereka, dan—

"Selamat datang di surga para pelarian dunia."

Ia benar-benar tidak tahu bagaimana ia harus merespon Youngbae dan pemandangan yang disuguhkan tepat di matanya.

Youngbae menepuk bahunya pelan, "Persiapkan dirimu Hyung."

Ia menelan ludahnya dengan paksa sembari mengangguk kaku.

Perlahan, mereka melangkahkan kaki mereka memasuki salah satu turunan tangga dan mulai masuk ke dalam bar kecil yang ditunjuk Youngbae. Kesan pertamanya ketika masuk bar itu adalah—dalamnya tak sekecil luarnya.

Dalamnya bisa dibilang luas, beraksen minimalis namun mewah.

'Sini.' Youngbae berbisik sepelan mungkin. Seunghyun segera mengikutinya dan berdiri di sampingnya. Dengan perlahan, ia membuka tirai yang menjadi penghalang antara resepsionis dan ruang 'negosiasi' dan mulai menunjuk ke suatu arah. 'Lihat ke sana.'

Perlahan, iris gelapnya mengikuti arah yang ditunjuk Youngbae.

Dan sekali lagi, kedua bola matanya melihat sesuatu yang mustahil—yang bahkan tidak pernah terbesit dalam pikirannya sedikit pun.

"Jiyong—"

—berada di dalam kandang besar yang biasa rombongan sirkus gunakan dengan laki-laki lainnya.


But baby there you again, there you again making me love you
Yeah I stopped using my head, using my head let it all go
Got you stuck on my body, on my body like a tattoo
And now i'm feeling stupid, feeling stupid crawling back to you
So I cross my heart, and I hope to die, that I'll only stay with you one more night
And I know I said it a million times
But i'll only stay with you one more night


to the next issue!
ii. unspoken truth

- "Memang semua ini ada hubungannya dengan Hyung? Tidak ada, kan! Memang selama ini kau menganggapku apa? Kau hanya memberiku titel 'teman masa kecil' dan dengan tanpa bersalah menyakiti hatiku secara tidak langsung! Puas kau sekarang?!"

- "Aku benar-benar tidak mengerti jalan pikiran Jiyong."

- "Sudah hampir seminggu Jiyong pergi dari asrama dan membolos kuliah, apa kautahu kemana dia pergi, Bae?"


halohalohalo~ :D

sudah lama ga buat multichap—jadi … agak gugup juga sewaktu buatnya. ahaha. :3

ehem, saya langsung saja ya. mungkin ffic ini agak sedikit mengecewakan bagi yang hanya mencari hal-hal berbau M maupun mreg, tapi jujur saja, saya sendiri kebingungan sewaktu membuat beberapa adegan itu di dalam ffic ini—berhubung umur saya sendiri juga di bawah umur. /dor

soal adegan lemonnya, saya akan berusaha untuk memuaskan hasrat para hyung dan noona di sini /heh. jadi … mohon bantuannya!

rencananya ffic ini akan saya buat sebanyak 3 – 5 chap dan ditargetkan selesai januari ini. doakan saya agar targetnya tercapai! amin! u/\u

special thanks to: ShikiTeito yang sudah membimbing saya dalam memperluas plot sekaligus memberi saran tentang tempat prostitusi yang cocok untuk gambaran saya. thank you so much!

sampai jumpa di chapter berikutnya!

Adieu!


Characters:

[1] Choi Seunghyun
- 20th, semester 4.
- gaya rambut seperti pada tahun 2008 (yang pakai masker merah berduri silver itu lho :o).
- mahasiswa di fakultas teknik.
- teman masa kecil Kwon Jiyong, selalu bersama dengannya hampir 19 tahun.

[2] Kwon Jiyong
- 19th, semester 2.
- gaya rambut 2008, fashionista.
- mahasiswa di fakultas seni.
- teman masa kecil Choi Seunghyun semenjak ia lahir.

[3] Dong Young Bae
- 19th, semester 2.
- gaya rambut tetap sama, mohawk.
- mahasiswa di fakultas seni.
- dikenal sebagai informan handal.
- satu sekolah dengan Seunghyun dan juga sekelas dengan Jiyong ketika SMP.

[4] Kang Daesung
- 18th, dosen.
- lulus perguruan tinggi pada umur 15 tahun, langsung menjadi dosen di fakultas teknik—kelas yang diambil Seunghyun.
- sering mendapat ejekan dari mahasiswa mau pun mahasiswinya 'om-om' dikarenakan matanya yang sipit.

[5] Lee Seunghyun (Seungri)
- 17th, SMA kelas 2.
- gaya rambut 2008.
- terlihat polos dari luar, namun sebenarnya jenius dalam bidang informatika.
- sering diandalkan Youngbae bila hyung-nya itu dalam kesulitan.

[6] /coming soon/

[7] /coming soon/


* : Burn My Dread – Lotus Juice.


2013 © Miharu Koyama
All right reserved.