"Karena tidak satu orang-pun bisa mimiliki segalanya.."

.

.

My Dearest

:: Nakazawa Ayumu ::

.

.

.

Kagome menatap nanar pada sosok yang baru saja kembali. Sosok Hanyou yang menghilang semalaman karena ada keperluan tertentu. Dan Kagome tau siapa yang laki-laki itu temui semalam, karena sekali lagi Kagome memutuskan pergi mengikutinya, mengikuti Inuyasha yang berlari tergesa mengejar shinidama milik Kikyo.

"Darimana?" tanya Miroku. Entah kenapa pendeta itu perlu bertanya pertanyaan yang semua orang di dekatnya tau apa jawabannya.

"A.. Aku..," Hanyou itu menjawab terbata tanpa menemukan kata-kata yang tepat.

Kagome tidak lepas memandangnya, tapi Inuyasha tidak bisa menatap Kagome begitu saja setelah percakapannya dengan Kikyo semalam. Inuyasha bukannya tidak merasakan apa-apa. Ia bahkan masih setengah siluman yang memiliki indera penciuman yang peka hingga ia tau kalau semalam tadi Kagome mengikutinya. Dan ia juga tidak tuli saat telinganya mendengar isak tangis dan langkah kaki Kagome yang berpaling pergi.

"Aku lapar. Tidak bisakah kita sarapan dulu sebelum mencari kembali pecahan Shikon no Tama?"

Suara Shippo mencairkan keheningan, membuat Miroku dan Sango menghela nafas, berharap setidaknya siluman rubah kecil itu menyadari suasana yang sebenarnya tengah terjadi saat ini dan memahaminya.

.

.

Sango dan Miroku bingung. Namun, Inuyashalah yang begitu bingung saat ini. Tidak ada yang berubah pada sikap Kagome, ia hanya menjadi sedikit berbicara. Kagome tidak menampakkan wajah masam lalu menyindir Inuyasha atau memarahi Hanyou itu. Gadis itu bahkan menolak tumpangan yang diberikan Sango untuk menaiki Kirara dan lebih memilih tetap bersama Inuyasha.

"Kagome…?"

Kagome diam. Ia ingin melakukan sesuatu, namun ia pikir akan percuma nantinya. Hal semacam ini sudah sering terjadi di dalam hubungannya dengan Inuyasha yang bahkan bisa dikatakan tidak jelas. Ia sudah lelah. Walaupun begitu, Ia akan mencoba tetap bertahan.

"Tak apa. Aku… Aku tidak boleh mengekangmu, bukan?" katanya sambil kembali tersenyum, mencoba menghilangkan rasa khawatir teman-teman di sekitarnya. Tapi Inuyasha tau apa yang tengah ditahan gadis itu pada pelupuk matanya.

.

.

"Lengan kiri atas…" Kagome menunjuk pada cahaya yang dihasilkan Shikon no Tama yang hanya dirinyalah yang mampu melihat.

Satu tebasan Inuyasha lancarkan pada siluman besar itu dan telak memotong lengannya. Dengan cepat siluman itu menjadi abu dan tulang saat Inuyasha mengambil pecahan Shikon no Tama yang ditunjukkan Kagome. Satu lagi pecahan terkumpul. Tessaiga menjadi pedang biasa setelah tugasnya selesai, segera Inuyasha menghampiri Kagome yang tengah meringis kesakitan. Kakinya patah akibat serangan siluman besar tersebut.

"Kau tidak apa-apa, Kagome?" tanya Hanyou itu mencoba menyentuh kaki Kagome. Tanpa diduga, dengan cepat Kagome menepisnya.

"Maaf, kalau saja Aku…"

"Tidak apa. Tak perlu merasa bersalah secara berlebihan," tambah Gadis itu.

Kagome sakit. Tidak hanya kakinya tapi juga fisiknya yang lain. Beberapa hari ini Ia merasa kondisi tubuhnya melemah. Ia merasa cepat kelelahan dan terkadang membuat emosinya naik turun tidak menentu. Tentu saja Ia diam dan mencoba meredamnya.

Inuyasha melirik wajah Kagome. Wajah cantiknya begitu pucat. Apakah separah itu lukanya? Tanyanya dalam hati. "Lebih baik Kita segera menemui yang lain di pondok Kaede," tanpa meminta izin dan peduli pada bantahan Kagome, Inuyasha segera menggendong gadis itu pergi.

.

.

'Bau tanah makam… Kikyo!'

Inuyasha tersentak, membuat teman-temannya memandangnya dalam heran. Tanpa membuang waktu Inuyasha mengambil Tessaiga dan berdiri. Baru saja Ia akan keluar meninggalkan pondok, suara Kagome menahannya.

"Mau kemana? Ada apa?" tanya gadis itu lembut, melihat kekasihnya tergesa seperti itu tidak mungkin tidak membuatnya khawatir.

Inuyasha terpaku. Bagaimana bisa ia menjawabnya, lagipula kenapa disaat-saat seperti ini? Di saat Kagome terluka dan butuh perawatan ataupun perhatian ekstra darinya? Tapi Kikyo… dia merasakan perasaan yang sangat tidak enak menerka keadaan cinta pertamanya itu.

Kagome terheran melihat Inuyasha terdiam. Sedetik kemudian matanya teralihkan pada sesuatu di luar jendela, bergerak tidak teratur seperti menghindari sesuatu. Kagome terbelak. Shinidama Kikyo. Jadi ini alasan Inuyasha ingin pergi? Disaat dirinya dalam kondisi seperti ini, Inuyasha masih sempat-sempatnya memikirkan dan mencemaskan Kikyo di luar sana?

"Kau mau bertemu Kikyo?!" Kagome bertanya dengan nada tak biasa. Amarah mulai menguasainya perlahan.

"Kau mau bertemu dengannya lagi?! Untuk kesekian kalinya?!" suara Kagome meninggi. Kedua iris matanya menatap tajam pada Inuyasha. Kilat kecewa dan marah terlihat jelas di sana. Yang lain; Miroku, Sango, Kaede juga Shippo memutuskan untuk diam. Tidak ada satupun dari mereka yang tau bagaimana cara menenangkan keduanya. Lagipula mereka tidak berhak ikut campur lebih jauh.

"Aku mendapat perasaan tidak enak kali ini, Kagome. Aku akan memeriksanya sebentar," sergah Inuyasha. Mata Hanyo itu berpaling menatap Shinidama yang pergerakannya makin tidak beraturan, membuatnya semakin cemas.

Kagome menggeram. Ia gigit bibirnya kuat-kuat, meminimalisir emosinya. Bagaimana caranya? Apalagi yang harus gadis itu lakukan agar Inuyasha melihatnya?!

"Apa perasaanmu juga akan seperti itu kalau Aku meninggalkanmu?" tanyanya meremas rok seragam sailornya. Baku tangannya memutih akibat kepalan yang terlalu keras.

"Apa maksudmu Kagome?"

Kagome menghirup nafas dalam-dalam. Ia akan mendapatkan penjelasan dan jawaban dari semua ini, dengan ini semuanya akan jelas. "Kau maju selangkah saja untuk mengejarnya Inuyasha, …. Aku yang akan pergi meninggalkanmu!"

Semuanya terperangah, tanpa terkecuali Inuyasha. "Kagome-chan!" Sango berseru tidak terima pada keputusan sahabat baiknya itu.

"…."

"Jadi sekarang, Kau pilih-," jeda sejenak,

"Aku atau Kikyo?" tanya Kagome melanjutkan.

Semuanya terdiam. Inuyasha merasakan jantungnya berdegup lebih cepat. Baru kali ini Ia melihat Kagome marah seperti ini, baru kali ini emosi gadis itu naik setinggi ini. Dan mendengar apa yang menjadi pertanyaan ataupun pernyataan Kagome membuatnya timbul perasaan takut. Ia mencintai Kagome, ia tidak akan pernah mau kehilangannya.

"Kagome, dengar-..,"

Inuyasha menangkupkan kedua tangannya pada wajah Kagome. Ia berusaha mencari kata-kata yang tepat, berusaha untuk menyelesaikan semuanya tanpa menyakiti satu orangpun di pondok ini. Inuyasha menatap Kagome dalam, mencoba mencari pengertian yang selalu ia dapatkan dari gadis berbeda dimensi itu.

"Kikyo… Kikyo dalam bahaya, ini pasti ada hubungannya dengan Naraku, ada hubungannya dengan Shikon no Tama. Kumohon, Aku harus menolongnya. Kau tau, Aku… Aku tidak bisa membiarkannya begitu saja…." Inuyasha tidak tau apa penjelasannya salah dan akan berakibat fat atau tidak.

Alis Kagome bertaut, ditepisnya tangan Inuyasha kasar, dengan emosi yang memuncak dan melupakan sakit dari kakinya yang patah, didorongnya keras tubuh Hanyo itu.

"Jadi Kau bisa membiarkanku begitu saja? Dengan tenang? Sendirian?!" teriaknya sarkastik.

Shippo yang mendengarnya merangkak ketakutan memeluk Sango. Wanita yang telah dilatih menjadi pembasmi siluman itu, menatap pendeta laki-laki dan Kaede di sampingnya, memohon pada mereka, atau sorang dari mereka bisa bergerak maju meredam pertengkaran di hadapannya. Kaede menggeleng dengan wajah bersalah, begitu juga dengan Miroku.

"Kau tidak sendirian, Kagome, ada Mereka! Tenanglah sedikit dan Aku meminta pengertianmu!" Inuyasha menunjuk keempat orang yang berada di pondok. Ia merasa kesabarannya sudah habis menghadapi Kagome kali ini.

Kagome tersenyum mengejek. "Selalu! Aku selalu memberimu pengertianku! Tapi sampai kapan aku menunggu untuk mendapatkan pengertianmu!"

"…."

"…."

"…."

"Jadi kukatakan sekali lagi. Kau tinggal di sini, atau Aku yang akan pergi?!"

Tidak ada yang berniat untuk membuka suara. Semua tepaku di tempat. Semua benar-benar tidak menyangka Kagome akan menyatakan ancaman seperti itu. Dan baru saja Kaede akan mengambil suara, suara ledakan besar terdengar begitu keras memecahkan keheningan. Semua menoleh ke luar, asap hitam tebal membumbung di udara dengan beberapa percikan api menghiasinya.

'Kikyo!' itulah nama yang pertama kali muncul dalam benak Inuyasha. Tanpa diperintahkan, kenangan lamanya terlintas di pikiran, detik-detik kematian Kikyo, saat-saat dimana ia akan terpisah dengan gadis miko itu.

"Maaf Kagome. Kumohon, Aku.. Aku akan segera kembali, secepatnya," serunya berlari menjauh, tanpa menoleh lagi ke belakang, menyusul tempat dimana Kikyo berada.

'Kenapa ia bisa setega itu pada Kagome-sama?' pikir Miroku sambil menatap lekat punggung Inuyasha yang semakin menghilang dalam pandangan. Inuyasha sudah keterlaluan saat ini, dan Miroku yakin Sango dan kaede bahkan Shippo setuju akan pendapatnya.

"Jadi… ini jawabannya?"

Kagome menunduk, pertahanannya runtuh. Air mata yang sedari tadi ditahannya, tumpah saat itu juga, menetes tanpa bisa lagi dihentikan. Ia lalu berbalik mengambil ranselnya dan segera membereskan semua benda-benda miliknya.

Sango yang melihat itu semua segera mendekati Kagome. Disentuhnya pundak gadis itu dan dirasakannya bahwa tubuh Kagome gemetar. "Kagome-chan jangan pergi.. kumohon.."

"Inuyasha akan kembali sebentar lagi, seperti biasanya, Kagome-sama. Kau.. kau tidak perlu pergi.." Miroku mencoba membujuknya.

"Inuyasha hanya terlalu bodoh, Kagome.." lanjut Kaede yang juga mengkawatirkannya.

Kagome bersikeras mengahapus jejak air matanya, namun tetap saja tanpa bisa ditahan, cairan itu kembali mengalir tiada henti di sisi wajah cantiknya. "Aku akan pulang sekarang," ucapnya datar.

Shippo mendekatinya dan memelukanya dari belakang, "kau akan pulang sebentar, kan, Kagome? Kau akan kembali lagi? Kau akan kembali setelah.. setelah tugas, festival, istirahat atau ulangan-ulangan itu, kan? Atau..atau..," Shippo tidak bisa lagi menemukan alasan lain. Ia hanya tidak ingin Kagome pergi.

"Tidak, Shippo. Aku tidak akan kembali lagi ke sini… setahun, lima tahun atau selamanya. Aku tidak.. peduli..," jawab Kagome tersendat, dirinya masih disibukkan untuk memasukkan barang-barang ke dalam ransel.

"Kumohon Kagome.. Aku.. Aku sudah kehilangan Kohaku… Aku sudah menganggapmu saudara perempuanku, Jangan pergi Kagome, Aku tidak mau kehilangan keluarga lagi…," kini Sangopun ikut menangis.

Mendengar itu, hati Kagome tergerak. Ia yang akrab dengan Sango tentu juga menganggap Sango sudah seperti keluarganya. Tapi keputusannya sudah bulat. Dengan pedih, ia memeluk Sango dan membiarkan Sango menangis dipundaknya.

"Terima kasih Sango dan maafkan aku.. Ini keputusanku karena Ia telah memilihnya juga.. Kau tau? Aku lelah sekali.."

Sango mendengarkannya baik-baik. Iapun menetapkan hati dan mengangguk memahami. Ia tidak ingin Kagome pergi, tapi Ia juga tidak mungkin melihatnya kesakitanya seperti ini, bebannya terlalu berat hingga membuatnya lelah. "Jaga dirimu kalau begitu.." bisiknya pada Kagome.

Kagome mencoba tersenyum, diangkatnya ransel itu dan berjalan keluar dengan tertatih. "Jaga Sango dan Shippo untukku, Miroku.. Aku tidak akan memaafkanmu, kalau Kau melirik… gadis lain," ucap Kagome mencoba bercanda terakhir kalinya. Miroku tersenyum getir.

"Jaga kesehatannmu, Kaede," Kaede mengangguk pasti mendengarnya. Ya, ini keputusan Kagome, mereka tidak berhak menjadi penghalang apapun untuk gadis itu.

"Sayonara…," bisik Kagome lirik, tanpa menghiraukan teriakan Shippo yang menangis memanggilnya. Semuanya sudah berakhir, setidaknya bagi Kagome. Ia akan menyerah kali ini.

"Selamat tinggal Inuyasha…"

.

.

To Be Continued

.

.


A/N: Halo! untuk Kalian yang sudah mengenalku dan Salam kenal! untuk Kalian yang belum kukenal. hehehe... Aku kembali menumpang lewat di fandom Inuyasha ini, dan buat cerita kembali :-) Aku tidak tau apakah cerita ini bagus atau tidak, kalau pembaca tidak suka atau banyak 'silent readers', aku tidak akan melanjutkannya. Aku menerima semua kritik dan saran ataupun flame (yang membangun tentunya) ;-).

Salam untuk kalian semua, Semoga hari Kalian menyenangkan!

Kedip centil, dari orang 'unik' yang difitnah aneh,

Diinaa Ajeng Puspita.


NEXT CHAPTER:

Dicoba berapakali-pun percuma, sekuat apapun Ia menghentakan kakinya keras-keras, Sumur itu tidak lagi terbuka untuknya. Dan Inuyasha tidak bisa lagi bertemu dengan Kagome.


Anak laki-laki berumur sekitar empat tahun itu duduk di samping Shippo, perhatian tertuju pada perapian di pondok rumah Kaede. Inuyasha menatapnya. Tubuh anak itu tidak kurus juga gemuk, wajahnya begitu manis dengan mata dan rambutnya yang hitam. Bibir merah yang mengerucut serta pipi putihnya yang bulat membuat Sango menahan diri untuk tidak segera memeluknya erat.

Miroku mengusap rambut anak itu yang begitu halus, "Siapa namamu? Kenapa bisa ada di sini? Dimana ibumu?" tanya pendeta itu beruntuk.

Anak itu mengedarkan pandangannya menatap satu persatu orang asing yang baru saja ia temui. Berusaha menahan tangisnya, dengan gemetar ia menjawab, "Namaku Kakeru... eum.., Ji-san...," jawabnya takut-takut.

"Higurashi... Kakeru..."


RnR, Onegai?