Naruto © Masashi Kishimoto
Dearest Flower
A Naruto Fanfiction by Asakura Ayaka
Phase 3 : Haters
.
They never like us at all. They think I was freak enough to have you
.
.
.
.
HOT NEWS!
"UCHIHA SASUKE 'THE SCHOOL PRINCE' TENGAH BERPACARAN DENGAN 'MISS PUBLIC ENEMY'?!"
.
.
Tanganku bersidekap mantap membaca postingan majalah dinding pagi ini. Dahiku terus mengerut membaca kata per kata yang ada, ternyata gosip hubunganku dengan 'dia' sudah merebak ke seluruh penjuru sekolah. Dari semua kalimat berita yang tertulis di bawah judul besar-besar itu, tidak ada satu pun hal positif yang kutangkap.
Sial, siapa yang menulis semua ini? Berani sekali mereka menjelek-jelekkan gadisku. Bukannya apa-apa, aku hanya khawatir dia akan panas melihatnya. Bisa-bisa dia mengobrak-abrik seluruh ruang redaksi mading jika membaca ini.
Mataku lalu berhenti membaca kalimat terakhir dari Hot News kacangan ini. Tertulis, 'Dari survey yang kami lakukan terhadap 360 responden aktif, 96% menyatakan TIDAK SETUJU atas hubungan mereka yang tergolong IMPOSSIBLE! Ini pasti hanya settingan belaka.' Well, baiklah. Setidaknya masih ada sisa 4% atau sekitar lima belas orang yang setuju dengan hubungan kami, itupun pasti gadis-gadis yang berharap aku mendapatkan karma atas kebrengsekanku selama ini.
Sesaat kemudian pantulan bayangan 'dia' hadir di permukaan kaca pelapis mading ini. Aku melihatnya sedang berjalan mendekat di belakangku. Ini gawat, haruskah aku menyembunyikan berita ini darinya? Dia pasti marah besar.
"Sedang baca apa?" tanyanya meyenggol tubuhku. Kutolehkan kepalaku ke arahnya, kini dia sedang mengulum lollipop strawberry kesukaannya.
Ahh ... andai saja...
Yes. Andai saja akulah lollipop itu, mungkin aku sudah berada dalam mulut hangatnya sekarang, merasakan saliva miliknya yang pasti memabukkan itu. Tatapanku semakin fokus ke bibirnya yang sedikit terbuka, ada sedikit liur lengket di sudut kiri sana, itu pasti manis dan rasa strawberry milk ... bolehkah aku merasakannya langsung dari sana?
"Apa-apaan berita ini?! Kurang ajar sekali mereka membicarakanku seperti ini!"
Dan ketika dia menarik gagang lollipop itu dari mulutnya—demi dewi cinta Aphrodite yang secantik dirinya—bibirnya terlihat semakin mengkilap dan menggiurkan. Aaaarrrrrghh! Kau tahu? Aku ingin sekali melahapnya hingga tak bersisa. Kenapa, Tuhan? Kenapa dia selalu saja berhasil menggodaku hingga tak sanggup berkata-kata?!
"Sasuke, kau bawa saputangan? Aku pinjam."
Aku mengeluarkan sapu tanganku sesuai permintaannya. Tidak—jangan bilang dia akan melap bibirnya yang basah itu—aku tidak mau kehilangan pemandangan bagus sedunia akhirat. Sekilas aku melihat sapu tanganku yang mahal itu tengah melapisi jari-jari kanannya yang lentik, mau apa dia—
PRAAAANNGG!
"Kyaaaaaaaaaaa! Seramnya!"
—mataku membulat sempurna seperti tersadar dari mimpi buruk.
"Memuat berita murahan seperti ini sama saja dengan menantangku!"
Hell, apa lagi sekarang? Penuh emosi dirinya meninju kaca mading ini hingga pecah berkeping-keping. Jari berbalut saputangannya kemudian meraih karton mading yang tertempel dibalik frame kaca pecah ini, dia ingin segera menyobeknya tanpa ampun. "Hei hei, tenangkan dirimu, jangan bersikap sok jagoan!" tuturku geram berusaha mencegah aksinya.
"Bagaimana aku bisa tenang, hah?! Ini—" kedua tangannya beralih mencengkeram bagian atas karton, "—sangat memuakkan!" bunyi robekan kasar menyusul akhir ucapannya dan karton itu langsung terbelah dua tepat di bagian kata 'BERPACARAN', entah kenapa hatiku sedikit ciut melihat kata indah itu terpisah di tangannya sendiri.
Kembali ia mengulum permennya cuek, lalu menghempaskan belahan karton berwarna oranye itu ke tempat sampah. Semua orang memperhatikan kami penuh waswas, tak terkecuali si ketua komite disiplin culun yang sudah siap berceramah padanya.
"Heh, Kacamata! Tugasmu, bersihkan sampah-sampah ini sekarang juga. Mengerti?!" perintahnya sok kuasa pada Yakushi Kabuto—ketua komite disiplin sekolah kami. Kabuto terlihat agak ragu, ia meneguk ludahnya sendiri dengan keringat yang mengucur menyaksikan keganasan kekasihku barusan. Tak lama kemudian Kabuto bergerak pasrah mengambil sapu dan mulai membereskan serpihan kaca yang pecah.
Tunggu dulu, kenapa si culun ini nurut sekali padanya? Jangan-jangan dia memiliki perasaan terpendam padanya?! Ini tidak bisa dibiarkan.
"Minggir kau, biar aku saja." ucapku merebut sapu yang berada di tangan Kabuto. Harus aku, ya, harus aku yang menuntaskan segala sisa-sisa perbuatan 'dia', tidak ada orang lain yang boleh. Dia kemudian beranjak pergi meninggalkanku, sempat kutarik lengannya keras sebelum ia benar-benar menghilang dari edaran pandangan mataku ini. "Mau kemana?" tanyaku curiga.
"Sudah jelas, 'kan? Aku akan membuat perhitungan dengan kru majalah dinding sialan itu."
Well, dugaanku kali ini tepat sasaran. Dia pasti akan mengacak-acak ruang redaksi mading sekarang juga. Please, don't try this at school.
.
.
#####
.
.
"Dengan Perintah Reformasi Taika pada tahun 645, negara kita semakin gencar melakukan reorganisasi pemerintahan serta menyusun undang-undang pidana yang disebut dengan Ritsuryō. Istilah Nihon juga mulai dipakai sebagai nama negara kita sejak zaman Asuka. Lalu memasuki abad ke tujuh…"
Hah … bicara apa Sensei di depan sana? Aku tidak mendengarkan. Mata tajamku selalu melirik pada makhluk cantik yang duduk di sampingku. Sesekali pandanganku akan merangkak turun ke bawah—melihat paha mulusnya yang dilipat seksi. Kutopang daguku menikmati tontonan ini, melamun di pelajaran sejarah memang saat yang tepat untuk membayangkan sesuatu tentang dirinya.
Sesuatu yang menarik, indah, menyenangkan, dan ... sedikit nakal, mungkin? Aku sampai menelan liurku sendiri membayangkannya. Kalau diperhatikan, dia memiliki pinggul yang agak besar walaupun perutnya langsing. Lehernya jenjang, putih dan bersih—seperti menantangku untuk menorehkan sesuatu di sana. Rambutnya juga selalu terlihat indah dan berkilau, mungkin suatu saat aku akan membuatnya acak-acakan.
Sampai saat ini otakku masih saja tak mampu berpikir jernih jika sedang berada di sampingnya. Selalu saja, bayangan-bayangan keruh yang melintas. Jangan ditanya kenapa aku membayangkan ini, tentu saja semua itu karena aku masih lelaki tulen dan normal. Hanya orang idiot yang tidak menginginkannya. Aku tentu tahu jika di sekolah ini banyak mata lelaki yang selalu memperhatikannya. Mereka semua tak lebih dari seekor pengecut yang tidak berani mendekatinya secara personal—yeah, walaupun secara fakta dulu aku juga sempat menjadi salah satu pengecut itu.
"Sekarang kerjakan secara kelompok sepuluh soal di halaman 286. Aku akan membacakan nama-nama kelompok kalian."
Khayalanku otomatis tertunda dengan tugas yang diberikan Sensei. Tugas kelompok? Ck, semoga aku tidak sekelompok dengan si dobe bodoh itu. Bisa-bisa aku sendiri yang mengerjakan seluruh soal. Kuputar-putar pensil di tanganku sembari menunggu namaku terpanggil, perasaanku tidak enak manakala namaku tak kunjung disebut-sebut sampai kelompok kedelapan.
"...kelompok sembilan, Nara Shikamaru, Haruno Sakura, Yamanaka Ino, Shimura Sai, Hyuuga Hinata, Uchiha Sasuke, dan Uzumaki Karin."
DEG!
WHAT?! Demi apa? Demi apa aku sekelompok dengan mereka?!
Geramanku keluar menahan kesal. Bagaimana tidak? Pernahkah kalian berada dalam situasi sepertiku? Terjebak dalam satu kelompok dimana di situ terdapat mantan sekaligus kekasih yang saat ini kau pacari? Ini benar-benar sial.
Kulihat 'dia' langsung menoleh horror ke arahku. Tatapannya mulai tidak enak, sepertinya dia juga kesal dengan pembagian kelompok random ini. Sementara mantan kekasihku mulai beringsut mendekat membawa buku-bukunya berlagak manis. Kami duduk membentuk formasi lingkaran bersama dengan anggota yang lain. Mereka berdua saling menatap tidak suka satu sama lain, sedangkan sisa member kelompokku tampak berkeringat dingin dengan atmosfer kelewat mengerikan ini. Tidak mau ikut campur, aku lebih memilih membuka halaman 286 dan mulai mengerjakan soal nomor satu.
"Tidak kusangka Sasuke-kun sekarang pacaran denganmu. Sudah baca mading pagi ini?"
Bagus ... perang dingin mereka dimulai. Aku terus mendengarkan ocehan mereka sambil menulis jawaban soal essay.
"Apa itu masalah buatmu?" tanya dia seangkuh mungkin.
"Tidak juga. Tapi, kurasa hubungan kalian tidak akan bertahan lama."
Kulirik sedikit keadaan mereka berdua. Mereka sama-sama menyilangkan tangan di dada. Harus kuakui, mereka berdua adalah gadis yang masuk dalam kriteria idamanku. Cantik, garang, pintar, sulit ditaklukan dan sanggup membuatku menahan napas jika ... yah—tidak tidak tidak, jangan hiraukan mereka, Sasuke. Lanjut kerjakan nomor dua saja.
"Apa kau tahu? Aku memegang rekor pacaran paling lama dibanding semua perempuan yang pernah Sasuke-kun pacari."
"Oh, ya? Jangan bilang kau bangga dengan semua itu. Apa namamu sudah tercatat di museum Uchiha?" Kudengar dia malah tertawa sinis sekarang. "Paling-paling hanya sebulan saja."
"Ralat, Nona. Dua bulan dua hari. Apa kau bisa bertahan dengan bajingan ini sampai selama itu?"
CK! Apa-apaan ini?! Aku tidak bisa berkonsentrasi mendengar ocehan-ocehan mereka terus. Kuangkat kepalaku menatap mereka angker bergantian, dan sepertinya mereka langsung mengerti apa arti ekspresiku. Seketika tak terdengar lagi sindiran-sindiran bawel mereka, kini aku bisa fokus mengerjakan soal hingga nomor tiga, sisanya, biarkan member lain yang mengerjakan. Sebagai imbalannya kelompokku menjadi kelompok paling tenang di antara kelompok lain.
"….."
"Mau aku bantu?" tawar 'dia' padaku. Aku menggeleng, tentu saja aku takkan membiarkannya susah-susah mengerjakan soal sulit. Apa pun akan kulakukan untuknya meskipun itu berarti harus mengisi seratus essay aku rela. Asalkan dia tetap duduk manis di sampingku.
"Sudahlah jangan sok perhatian. Sasuke-kun bukan tipe yang akan membutuhkan pertolongan dari sembarang orang. Aku sangat mengenal sifatnya itu sejak dulu."
"Talk to my hand, please. Kau hanya iri padaku karena Sasuke sekarang menjadi milikku."
"Sudah cukup," leraiku tersirat, aku sungguh tidak tahan lagi dengan tingkah mereka. "tolong kau kumpulkan ini ke depan." Kuberikan lembar jawaban yang sudah terisi penuh tulisanku itu pada Sai. Aku bersandar pada kursiku dan menghela nafas jengah, kulihat hanya kelompokku saja yang sudah selesai. Sudah pasti, karena kami mengerjakannya buru-buru sambil berharap mereka tidak adu jotos di depanku. Formasi lingkaran kelompokku langsung bubar begitu saja, mereka kembali ke tempat duduknya masing-masing disertai muka masam.
"Hei," sapaku pada makhluk cantik di sampingku. Kuutaskan satu senyuman simpul padanya, aku tahu dia sedang kesal sekarang. "Jangan dengarkan dia, kita pasti bisa lebih lama dari dua bulan dua hari." sambungku menghibur dirinya.
"Masa bodoh." Dia justru mengalihkan wajahnya dariku, entah raut apa yang disembunyikannya sekarang. Sementara diriku masih terus menatap helaian rambutnya yang tergerai halus, aku pun kembali melanjutkan khayalanku yang sempat tertunda. Sampai tahap mana, tadi?
.
.
#####
.
.
Pip!
'So kiss me and smile for me, tell me that you'll live for me. Hold me like you'll never—'
Pip!
'Hey baby when we are together, doing things that we love—'
Pip!
'That should be me, feeling your kiss. That should be me—'
Pip!
Lagi, terus, silakan kau pencet sesuka hati pemutar musik mobilku ini sampai rusak. Sejujurnya, isi kepalaku juga sudah hampir meledak mendengar lagu yang terpotong-potong itu. Bagaimana kalau aku yang menyanyi saja?
'We found love in a hopeless place, we found love in a—'
Pip!
"Hei, berhenti menggonta-ganti lagu. Sebenarnya kau mau dengar lagu apa?" tanyaku tak sabar. Ini sudah cukup menyebalkan. Melihatnya terus cemberut selama perjalanan pulang kian membuatku sakit kepala.
"Aku sedang tidak mau dengar lagu cinta-cintaan." ujarnya ketus. "Tidak adakah lagu tentang persahabatan? Permusuhan? Atau apalah itu selain lagu cinta?! Lagu anak-anak atau lagu rohani juga tidak apa-apa."
Mulai lagi dia. Aku tidak akan menjawab kata-kata anehnya lagi. Biar saja dia menggerutu sendiri, bagiku itu lebih baik daripada dia terus diam.
"Omong-omong, apa semua gadis yang pernah kau pacari selalu memanggilmu 'Sasuke-kun' dengan manja?"
Nah ... akhirnya dia membahas masalah tidak penting lagi.
"Memangnya kenapa?" tanggapku malas.
"Aku hanya merasa ... aneh. Kenapa orang-orang bisa begitu bangganya pernah pacaran denganmu saja, padahal apa bagusnya dirimu?" Sial, mataku nyaris keluar mendengar ini. "Di sekolah kita kan masih banyak putra pengusaha konglomerat lainnya. Tapi kenapa perempuan-perempuan itu merasa spesial seakan-akan sudah berhasil menjadi mantan istri Presiden? Apa yang mereka pikirkan tentangmu itu sama sekali tidak masuk—"
"Kau cemburu?" kusela ucapannya tanpa aba-aba. Dia langsung terdiam menatapku tak percaya. Tak ada suara lagi dalam mobilku ini, hanya dengusan nafasnya saja yang keluar keras.
"Buat apa aku cemburu pada mereka? Konyol." pungkasnya dengan ekspresi mual.
"Lalu kenapa kau memikirkannya? Biarkan saja apa yang orang bilang tentang kita. Itu tidak akan membuatku berubah pikiran." Aku mengatakannya jujur. Tidak kulihat lagi apa raut wajahnya saat ini, aku fokus pada jalanan di depan. Keheningan segera memenuhi jarak di antara kami, lagi-lagi. Dia selalu tak menanggapi setiap ucapan seriusku mulai keluar.
"Sepertinya kau salah jalan, Sasuke. Jalan rumahku 'kan tidak lewat sini."
"Memangnya siapa yang bilang mau ke rumahmu?" balasku cepat.
"Terus kita mau ke mana?"
Aku mengulum senyum miring. "Tentu saja ke rumahku."
"Ha? Kau sudah gila?! Berhenti sekarang juga!" teriaknya super duper nyaring di samping telingaku. "Stooooooppp stop stop stop di sini atau aku akan membunuhmu!"
Ckiiiiiiittt!
Aku menginjak rem mendadak hingga kepala kami terhuyung kuat ke depan. Aku sungguh tak percaya dia berani memukuli lenganku yang sedang menyetir ini. "Ada masalah apa denganmu? Bukankah kemarin kau sudah setuju untuk menginap di rumahku? Kenapa sekarang mengamuk begini?" cerocosku lancar bak lalu lintas jalan tol.
Dia sempat terdiam sebentar mencerna kata-kataku barusan, tak lama kemudian dia menepuk jidatnya sendiri seolah baru teringat sesuatu. Hah, aku sudah dapat menduganya, dia pasti lupa akan rencana menghabiskan hari ini bersamaku di rumah. LUPA! Padahal aku sudah menyiapkan segala sesuatunya dengan maksimal—termasuk gelaran karpet merah sepanjang sepuluh meter di garasi rumahku.
"Aku lupa ada undangan acara ulang tahun Rock Lee hari ini! Ya ampun, bagaimana aku bisa lupa, sih!"
"Siapa? Rock Lee?"
Saat itu juga, darahku seakan berhenti mengalir dan—oh ya Tuhan, siapa lagi itu Rock Lee? Aku benar-benar tidak mengerti lagi soal dirinya.
"Sasuke, antarkan aku ke Odakyu-sen sekarang juga! Sebentar lagi acaranya akan dimulai!" Dia merengek panik padaku sementara aku tetap bergeming, masih tidak percaya kalau dia sepenuhnya lupa dengan ajakanku kemarin sore. Jujur saja, ini sulit untuk diterima. Apakah ada orang lain yang lebih penting baginya daripada diriku?
"Tidak." Aku menjawab penuh tekad. "Kau sudah menyetujui tawaran untuk datang ke rumahku. Kau tidak bisa membantahku kali ini."
"Tidak sekarang, Sasukeee! Lee akan sangat kecewa kalau aku tidak datang!"
Lalu apa kau pikir aku tidak kecewa kali ini? Aku tidak bisa menahan amarahku untuk naik setiap mendengar lantunan kata-katanya. Nyatanya aku paling benci dengan orang yang ingkar janji. Siapa pun itu. Aku tidak suka dengan orang yang tidak bisa memegang kata-katanya sendiri.
"Bagaimana? Kau mau antar aku atau tidak? Kalau tidak aku turun di sini saja!"
Aku membuang napas lelah dan mengatupkan kedua onyx-ku perlahan. Percuma saja kularang, dia pasti akan tetap pergi bagaimanapun juga. "Terserah. Pergilah kalau kau mau." Aku memalingkan wajahku darinya.
Tanpa ada kata-kata perpisahan, dia langsung turun dari mobilku buru-buru berlari ke halte yang jaraknya hanya beberapa meter di depan. Pikiranku mengosong begitu saja memperhatikan dirinya menghentikan taksi yang lewat. Sungguh, kekecewaanku kali ini berhasil membuat tubuh terasa lemas tanpa daya. Bahkan mencegahnya pergi pun aku tak sanggup. Sampai kapan aku harus selalu mengalah padanya?
.
.
#####
.
.
"Lets start the game-ttebayo!"
Seperti yang kubilang di chapter lalu, keluargaku akan pergi ke luar kota selama tiga hari penuh untuk menghadiri wisuda Itachi di Kyoto. Kakakku itu baru saja menyelesaikan pendidikan S3 di sebuah Universitas ternama, tak heran bila orang tuaku lebih memilih meninggalkanku sendiri di rumah dibanding tidak memberi selamat pada Itachi atas kelulusannya.
Dan harusnya, malam ini 'dia' menemaniku di sini. Setidaknya, dia akan menginap sampai hari Minggu dan membuatku tak kesepian di rumah. Tapi, kenyataan pahit menjawab ekspektasiku padanya, dia justru memilih untuk datang ke acara ulang tahun entah siapa itu Rock Lee aku tidak kenal. Gara-gara lelaki itu pula jadilah Naruto yang menginap di sini sampai tiga hari ke depan. Sahabatku satu itu selalu siap hadir kapanpun aku membutuhkan. Meski hanya bermain game di sini pun dia akan betah.
Naruto dan aku adalah teman sejak kecil. Kami tumbuh bersama layaknya saudara kandung. Rumah kami hanya terpisah beberapa blok jauhnya. Uniknya, aku selalu tahu apa yang Naruto sedang pikirkan, apa kesulitan yang sedang dia alami, tidak akan sulit untuk menebaknya. Begitu juga dengan Naruto, meskipun bodoh di akademik namun dia bisa dengan mudah mengerti isi pikiranku. Aku yang introvert ini amat tidak pernah bercerita masalah pribadi pada siapapun, tetapi Naruto bisa membaca gerak-gerikku dalam setiap hal. Dan orang ini tidak pernah segan-segan mengutarakan isi pikirannya padaku.
"So, apa rencanamu selanjutnya, Teme? Sudah jelas kan dia memperlakukanmu seperti itu."
Well, apa rencanaku selanjutnya? Aku bahkan belum berpikir ke sana. "Yang jelas aku harus mencari tahu siapa itu Rock Lee? Apa dia jauh lebih tampan dariku sampai-sampai kekasihku lebih memilih dirinya?"
"Rock Lee itu yang pernah ikut kejuaraan taekwondo sebagai perwakilan sekolah kita. Masa kau tidak tahu, Teme? Kebanyakan pacaran, sih ... yang diperhatikan wanita terus."
Hm, berarti dia anak klub taekwondo. Ingatkan aku untuk mencatatnya nanti.
"Yaah mungkin sebagai solidaritas terhadap anggota klub yang dia pimpin, makanya ulang tahun Rock Lee tidak boleh terlewatkan. Bagaimanapun juga, si alis tebal itu kan pernah mengharumkan nama sekolah kita di tingkat nasional. Dia sudah dua kali dapat medali emas di kejuaraan." Naruto menjelaskan lebih jauh sementara tangannya masih sibuk dengan stick Play Station yang tengah memainkan game balap mobil denganku. "AGH, SIAL! Sejak kapan ada palang di situ!" dengan ngotot ia menunjuk-nunjuk layar televisi kamarku.
"Tapi, Dobe, aku ini kan pacarnya." tanggapku kesal. "Kurasa dia benar-benar tidak ingat tentang ucapanku kemarin. Apa dia benar-benar tidak menganggap itu serius?"
"Tuh 'kan, ada palang lagi. Kayaknya salah ambil jalan, nih!"
Ck, dia tidak menyimak. Sudahlah, aku kehilangan konsentrasi pada permainan ini. Baru main sepuluh menit saja rasanya sudah bosan. Aku meletakkan stick di tanganku ke atas karpet. "Mungkin ... aku memang sudah salah mengambil jalan."
"Oi, kenapa berhenti? Belum selesai lap-nya! Ayo lanjutkan." Naruto menendang kakiku yang meringkuk. Untuk pertama kalinya dalam hidupku aku merasa galau. Jadi begini rasanya. Antara sedih, resah, gelisah dan ingin marah tapi tidak ada pelampiasan. Ingin rasanya aku menonjok Rock Lee karena sudah berani mengundang kekasihku ke acara ulang tahunnya. Tapi kalau dipikir dua kali, itu sama saja dengan bunuh diri. Dia jawara taekwondo nasional, men … lah aku mah apa atuh? Main futsal aja pingsan.
"Dobe, apa aku jelek?" Aku mulai terpikirkan hal ini. Mungkin dia pergi sendiri karena aku tidak cukup keren untuk digandeng ke acara ulang tahun orang lain.
"Sudahlah, Teme. Jangan berlebihan. Wajar bagi anak perempuan menghadiri acara temannya. Mereka itu 'kan suka merasa tidak enak kalau sudah diundang tapi tidak hadir."
Lucu sekali. Aku juga mengundangnya kemarin ke sini dan dia sudah setuju. Tapi dia melupakan semuanya seolah tidak ada apa-apa hari ini.
"Aku punya ide!" seru Naruto membuatku menoleh. "Kita pantau sekarang lewat handphone. Mari kita cek latest update dari Rock Lee. Hari ini 'kan hari spesial baginya, tidak mungkin dia tidak meng-update apa-apa di SNS-nya." Naruto mengeluarkan ponsel terbarunya dari kantong dan itu sukses membuatku tertarik untuk mengintip seperti apa wajah Rock Lee. "Lihat, dia sudah upload foto ulang tahun bersama klub taekwondonya."
"Mana?" Aku sontak menempel pada Naruto dan foto yang terpampang di layar justru membuatku mengerutkan dahi. "Rock Lee yang rambut merah ini?"
"Bukan, Bodoh! Itu Gaara kakak kelas kita dulu. Rock Lee yang ini!" dan dahiku kian mengerut begitu tahu sosok Rock Lee yang mana. Naruto terus melihat foto itu satu persatu sementara aku terus mencoba menggali ingatan tentang sosok laki-laki berambut merah di foto. Gaara…? Oh, Gaara kakak kelas kita yang terkenal gagal naik kelas berkali-kali? Kenapa dia ada di situ? Dan kenapa dia berpose sebelahan dengan pacarku di setiap foto? "Sepertinya acara ini tidak terlalu meriah ya, Teme?"
Aku memundurkan kepalaku untuk berpikir sejenak. Perasaan tidak nyaman menggeluti hatiku. Aku akan jauh lebih ikhlas jika melihat 'dia' berfoto di samping Rock Lee. Tapi kenapa, dia bisa secuek itu dirangkul oleh lelaki lain yang tak lain adalah mantan kakak kelas kami dulu. Aku benci mengakui ini, tapi—
"Sepertinya kita harus menyelidiki Gaara. Aku merasa curiga dengan kehadirannya di sini."
—bisa saja 'kan, mereka bermain api di belakangku?
.
.
.
To be Continued
.
.
.
Entah kenapa Aya ingin sekali update fic ini hkhkhk tiba-tiba aja ide dan mood-nya datang saat pikiran lagi riweuh. Maaf kalo update-nya sangat lamaaa. Aku kangen nulis seperti dulu, bisa punya banyak waktu cari inspirasi untuk jadi bahan bacaan kalian. Sekarang, aku mah apa atuh… #udahlogausahcurhatdisini
Yap, senang sekali Aya bisa temu kangen sama kalian lewat fic ini! Apa kabar kalian semua? Semoga sehat selalu dan baik-baik saja yaw. Jangan bosan membaca fiksi meski Naruto sudah tamat! Moga-moga di kesempatan lain juga cepet dapet wangsit untuk melanjutkan fic multichapter lain, aku tahu kalian menunggu hiks. Maaf untuk review fic lain dan PM-PM yang belum kubalas.
Juga terima kasih untuk reviewer chapter lalu:
FuraHeart, Haruno Saki, queensakuraaa, skyesphantom, Silver is Gin, Novriani S, Criminal-S, Kitsuhime Foxy, Rinko Mitsu, Tsurugi De Lelouch, Dwi345, Lhylia Kiryu, Mizuira Kumiko, Aihara Misaki, Saga desu, Fara-chan, ponikadewi, Yoruichi, dwinakwonjiyong, SSasuke 23, cinta, iya baka-san, Mayu Kuroki, HaruYuna ssi, aitara fuyuharu, namikaze yakonahisa, alianaS, endless night, Akyeminee,Rha Draw, Hima Maa, SehoonZey, Sasusaku's fans, salsabiilaaaaa, YashiUchiHatake, riyu, sakurai lily, akaro-chan, IzumiChiaki, Jian, Neria Mera, pitalica, shawol21bangs, uchihafenny, Cherry Blooming, Narumi Miharu, Rei Rei Reichan, Yuzuru Tenshi, sakura-chan, soeun ah 3, Syalala Lala, AoRizuki, jf, dan para Guest yang non login.
Your great support to me would be highly appreciated. Thank you very much for reading! ^v^