"7"
Bulan
" 1"
Raja dan Kaisar
3 kesatria
Badai menunda elang yang tengah berburu untuk kembali ke sarang.
Bila merah telah mengalir, boneka dijadikan tumpuan jiwa.
Bunga sakura yang gugur oleh angin, jadikan nyanyian pengantar tidur.

.

.

"Dibulan ke-tujuh..

Hanya ada satu pemenang dari pertarungan antar Raja dan Kaisar.

Tiga kestria setia akan membantu pertarungan sang Kaisar.

Kejadian tak diduga menimpaku untuk pulang.

Bila kematian telah menjemput sang Kaisar, gunakan boneka yang telah kau simpan untuk menjadikan Kaisar selanjutnya.

Jika kemenangan tak kita dapatkan, anggaplah kekalahan adalah nyanyian pengantar tidur abadi."

"Tidak lagi.." Tsunade membatin, ia meremas gulungan kertas dari Jiraiya. "Tidak lagi. Akan ku lakukan apapun agar kejadian dulu tidak lagi terjadi.." Tsunade menutup matanya, ia menarik nafas lalu menghelanya perlahan.

.

.

Disebuah tempat yang tak diketahui, seorang pria tengah berdiri dihadapan ratusan musuhnya yang berparas sama. Keadaan pria itu tidak bisa dibilang baik, luka dimana-mana, chakranya bahkan mulai terkuras. Harapannya mungkin hanya jadi harapan belaka.

Walau begitu.. Ia yakin.. Ia yakin akan ada, untuk orang yang tengah berjuang saat ini.

Ia ingin melihat anak itu bahagia dengan pilihannya, ia ingin melihat anak itu merasakan indahnya keluarga.

Ia ingin melihat anak itu..

Sekarang..

Tapi.. Dia tak bisa berada disana sekarang.

"Naruto.."

Sebuah serangan tak diduga mengenai punggungnya, darah mengalir lebih deras, penglihatannya mulai mengabur, tapi keyakinannya membuat ia tetap berdiri.

Ia harus pulang.

"Berjanjilah kau akan pulang. Naruto bisa mengamu kalau kau tak ada disaat hari pentingnya nanti."

Ia tertawa miris, darah yang mengucur turun dari dahinya bisa ia rasakan dilidah.

"Berhentilah berusaha, pak tua."

"Maaf saja.. Aku tidak akan berhenti dan kalah untuk orang seperti mu."

Sosok hitam itu menyeringai senang, jubah awan merahnya menyibak terkena angin malam yang kencang.

"Kalau begitu kau mati saja."

"Heh.. Coba saja."

Harapannya hanya satu saat ini.

..pulang.

Jiraiya hanya ingin pulang ke Konoha.

o

o

Pheromones? PHEROMONES!

© Ryuuki Ukara

Naruto © Masashi Kishimoto

Warning: Yaoi/BL, Canon, Lemon, Mpreg, Rame Typo(s), OOC, Bahasa sesuka hati Author dan lainnya..

o

o

Perang telah dimulai..

Pertarungan terjadi disetiap sudut, para shinobi melawan Zetsu putih yang tak terhitung jumlahnya. Mereka mengkloning diri begitu cepat, regenerasi tubuhnya juga membuat mereka tak terkalahkan, dan satu persatu shinobi mulai gugur.

Diarea tempat Naruto berada, para shinobi Konoha dan Suna yang dikirimkan oleh Gaara berjaga ketat. ANBU mengintai disetiap sudut.

Para Genin melanggar aturan, mereka keluar dan ikut menyerang. Diotak bocah-bocah itu hanya ada keegoisan mereka.

"Kami ingin menjadi seperti Naruto!"

"Kami ingin menjadi pahlawan Konoha!"

"Kami ingin menyelamatkan desa kami!"

Menyulitkan para Jounin yang menjaga mereka.

Tak hanya mereka, para jinchuriki yang sejak awal berada di Konoha seperti Utakata dan Gaara—bersiap diri. Saiken dan Shukaku akan berkerja keras untuk menyelamatkan generasi Kyuubi yang akan lahir sebentar lagi.

"Takut, hn? Shukaku?"

"Tutup mulutmu Saiken.. Atau kau mau mati lebih dulu disini."

Menatap kearah bulan purnama yang menderang, Saiken menyipitkan matanya.

"Aku penasaran apa yang terjadi dengan Kurama sekarang."

"Dia terkuat dari yang terkuat, dia akan melindungi Jinchurikinya."

"Kau benar.." Seringai mengembang diwajah tampan Utakata saat matanya menatap sekumpulan Zetsu yang sudah datang. "Pastikan dirimu tak mengenai gelembung elektrikku, Shukaku."

Shukaku form yang mulai terbentuk dari tubuh Gaara—menyeringai lebar. "Heh.. Jangan sok perhatian, Saiken!"

Dan penyerangan yang dilakukan oleh bijuu serta jinchurikinya telah dimulai.

~サスナル~

SRAAK!—BUAGH!

"Tidak berubah sejak dulu, hm? Temari."

Shikamaru yang berada dibelakang Temari menahan Zetsu putih dengan jurus bayangannya, beberapa diantaranya telah hancur karna jurusnya.

"Kau juga tidak berubah, Shikamaru. Berlindung dibelakang wanita,"

"Heh.. Kalau aku tipe penyerang jarak dekat, kau pasti akan mati malu karna berlindung dibelakangku, Temari."

"Dan karna kau bukan penyerang jarak dekat, sekarang kau yang akan mati malu dibelakangku, Shikamaru."

Shikamaru menyeringai, empat Zetsu mati karna jutsunya.

"Itulah kenapa aku tidak menyukai wanita. Sok berdiri didepan laki-laki."

"Jaga bicaramu, Nara-kun. Wanita bisa lebih kuat dari laki-laki.." Temari melebarkan kipasnya, satu kibasan setengah Zetsu mati tertusuk kunai pasir dari Temari. "Yang terpenting, perhatikan pria-mu yang sejak tadi menatap tajam padaku."

Shikamaru mengalihkan pandangannya, ia mendapati Kiba yang tengah memasangraut wajah tak suka pada ia dan Temari.

"Hm.. Kau harus berhati-hati dengannya, Temari. Dia anjing galak."

"Dan kau rusa gila yang mencari urusan dengan anjing galak karna berdekatan denganku."

"Maaf saja.. Kalau bukan perintah, aku tak mau menjagamu, Temari."

"Diamlah.. dan kita kalahkan mereka semua."

Kesekian kalinya, duo ini lagi-lagi berkerja sama dalam keadaan genting.

Tak jauh dari duo ini Kiba dan Akamaru yang sedang berkerja sama sejenak memandang duo serasi itu dengan tatapan tajam. Shino yang ada didekat Kiba Cuma diam dan menyembunyikan rengutan wajahnya dibalik krah tinggi bajunya.

Oh.. Sepertinya Shino tau kemana hati Kiba berlabuh.

"Temari!" Shikmaru menarik gadis itu menghindari serangan Zetsu.

Dengan sebelah tangan yang menggenggam pergelangan tangan Temari dan sebelah tangan lagi berada dipinggang Temari—tubuh mereka menempel dan wajah mereka sangat berdekatan.

Persekian detik—mereka saling terpesona.

Dipihak lain.. Akamaru berbaring dan kedua kaki depannya menutup mata, telinganya pun jatuh kebawah dan ekornya bergerak gelisah.

"Kiba.. Kita juga bermasalah disini." Shino melirik Kiba yang berapi marah memandang sejoli tersebut, dia termangu.

Astaga..

Dia dihiraukan oleh Kiba?

"Hahaha... sepertinya temanmu sedang dilanda cemburu, ne?" Zetsu putih tertawa didepan sana, Shino yang geram karna sindirannya langsung menyerang Zetsu putih dengan serangga-serangganya yang mengerumuni si Zetsu putih.

Balik ke keadaan Kiba, si jabrig tato tiga itu benar-benar berapi cemburu.

Ehem.. Sabarlah Kiba.. Sabar..

~サスナル~

Gelap..

Tak ada satupun cahaya yang menuntunnya..

Tapi ia harus tetap berjalan..

Tap..

Tap..

Air yang mengalir membuatnya harus melawan arus, kakinya berat, dan ia tak bisa melihat satupun cahaya.

"Sasuke?"

Ia memanggil seseorang, memanggil nama kekasihnya.

"Sasuke?"

Kakinya makin berat, tak ada cahaya, tak ada Sasuke.

Langkah kaki berat itu akhirnya berhenti, Naruto memandang sekeliling yang gelap lalu mendongak. Tepat saat ia melakukan itu bulan merah menyambutnya, bulan dengan tiga koma seperti sharingan Sasuke—Uchiha, dan saat ia memandang sekelilingnya sinar bulan merah itu tengah menyinari mayat-mayat yang bergelintangan dimana-mana, suasana disana begitu kacau, hancur. Naruto menundukkan kepalanya dan langsung melotot kalau air yang dikira adalah aliran sungai itu adalah darah.

Naruto tak bisa menahan teriakan ketakutannya...

.

.

Disebuah gua dimana Naruto berada—terdengar teriakan yang begitu memilukan, seluruhnya yang tengah berjaga langsung menghampiri Naruto yang tidak sadar sejak kemarin tiba-tiba berteriak memilukan seperti itu.

"Naruto!" Sasuke yang langsung menghampiri Naruto langsung menggenggam tangan kekasihnya, "Naruto! Sadarlah! Apa yang kau rasakan, katakan padaku!"

Ketiga kunoichi yang merasa kalau sudah waktunya langsung mempersiapkan diri dan Deidara yang juga ada disana langsung membawa ranjang Momoka kesebelah Naruto.

ANBU yang ada disana telah diberitahu oleh Sakura untuk segera memberitahukan ini pada Hokage, dan ANBU itu langsung melaksanakan tugasnya.

Keringat bercucuran dari kening Naruto, genggaman tangannya oleh Sasuke makin erat.

"Naruto.. Naruto..!"

Dan panggilan untuk kesekian kalinya itu akhirnya menyadarkan Naruto.

"Sasuke.." dua suara berbeda saat memanggil nama sang bungsu Uchiha, Sasuke memandang wajah Naruto—kedua mata kekasihnya berbeda warna.

Kyuubi dan Naruto berada dalam satu tubuh.

Mereka berdua pasti sedang merasakan sakit yang sama.

"Sakit.. Sasuke... Sakit.."

Sasuke langsung mencium bibir kekasihnya lalu keseluruhan wajahnya yang berkeringat, "Bertahanlah.. kau bisa.. Kyuubi.. Naruto.."

Senyum miris tercipta diwajah itu.

"Semua bersiaplah!" Tsunade yang baru datang langsung memberikan titah.

Sasuke yang berada disamping Naruto diminta untuk menjauh sejenak, dan tubuh yang terkulai lemas itu diperiksa oleh ketiga kunoichi dan Hokage.

Mata yang memandang wajah gusar itu bergeser menatap seseorang yang berdiri diam dipintu gua. Itachi memandang datar ia.. memandang datar Kyuubi yang mulai melepaskan chakra merahnya.

"Kesempatan ini.. Haruskah?" Kyuubi membatin, haruskah ia menjalankan rencananya yang sudah ia siapkan?

Tapi Naruto membutuhkannya.

"Naruto! Kau bisa dengar aku?!"

Kedua mata yang tengah dikuasai dua jiwa itu memandang Tsunade, "Apa kau bisa meggunakan jutsu mu?" rencana ini.. Rencana ini yang dipakai.

Kyuubi yang melepaskan chakra merahnya meminimalis chakra yang terlepas dan memberikan chakrannya untuk Naruto. Menggunakan oiroke no jutsu menarik banyak chakra Naruto, dan ia butuh chakranya untuk melahirkan.

"O—Oiroke no jutsu!" dengan terbatah menahan sakit, Naruto merubah tubuhnya menjadi wujud wanita.

"AAARGGGHH!" chakra merah makin banyak terlepas, Kyuubi tak bisa mengendalikannya dan juga rasa sakit yang dirasakan Naruto juga dirasakan olehnya.

Sasuke yang memandang kekasihnya berjuang hanya bisa menahan nafas. Kami-sama.. Selamatkan dia..

AAAAAAARRRH!

Sebelah wujudnya yang wanita, Naruto diselimuti chakra merah, Kyuubi tak bisa mengendalikan diri menguasai tubuh Naruto.

"Sasuke—sakit! AAARRGHH!"

"Naruto! Dengarkan aku!" Tsunade merangkup wajah Naruto untuk bisa memandang lurus dua warna mata itu. "Kau dalam wujud wanita, dengar apa yang kuperintahkan padamu! Dan Kyuubi kau harus bisa mengendalikan diri agar tidak keluar! Saat ini, peristiwa tujuh belas tahun lalu kembali terulang, jika kau tak bisa mengendalikan diri untuk keluar—aku akan mengurungmu di tubuh Momoka!"

Kyuubi dan Naruto yang merasakan sakit yang teramat—mengangguk menjawab Tsunade.

"Hinata, Sakura, Ino! Bersiap!"

Ketiga kunoichi segera mengelilingi tubuh Naruto, dan Tsunade menarik celana kebanggaan Naruto dan menyuruh Naruto yang dalam wujud wanita itu mengangkang lebar.

Hinata mengambil bantal, ia meminta Naruto untuk setengah duduk dan ia pun mengganjal punggung Naruto dengan sebuah bantal tebal.

"Naruto-kun atur nafasmu! Tarik nafasmu lalu tekan sesuatu yang kau rasakan untuk keluar!" Hinata memberi bimbingan, Sakura dan Ino membantu dengan pendar hijau yang berada diatas perut buncit Naruto. "Jika kau merasa tidak kuat untuk memakai jutsu ini cepat katakan, mengerti? Usahakan jangan kehilangan kendali saat kau sedang melahirkan! Itu akan membahayakan anakmu!" Naruto mengangguk, "Sekarang tarik nafasmu! Dan tekan! Hembuskan!"

Naruto melakukan apa yang diperintahkan Hinata.

"ARRGHH! SAKIIIT!"

Naruto melempar wajahnya kesamping, matanya yang menyipit kesakitan memandang Sasuke yang berwajah gusar. Demi Kami-sama.. Naruto baru kali ini melihat raut wajah itu. Dan ia tak ingin melihatnya.

"Naruto-kun!" Hinata mengelap keringat diwajah Naruto, rambut panjang yang menempel diwajahnya disisihkan oleh Hinata kebelakang telinga. "Tarik nafas, buang, tekan.. Paksa keluar!"

Didepan Naruto, Tsunade yang bersiap menyambut bayinya meneguk ludah. Air yang terus keluar dari jalan yang akan dilalui bayi itu sudah sangat banyak. Dan ini bisa sangat berbahaya. Darah juga sudah mewarnai ranjang berseprai putih itu.

"BAA-CHAAAN!" Naruto menunduk, ia menggenggam tangan Hinata dengan eratnya. "SAAAKIIT!"

Keringat bercucuran dari kening Sakura, Kunoichi andalan Tsunade itu memandang kedua rekannya dengan pandangan tak tega.

Naruto tak pernah merasakan sesakit ini.

Dan ia seharusnya tak merasakan sakit ini.

"Hokage-sama.." Sakura memandang Tsunade.

Tsunade menatap seluruh penghuni disana, rasa khawatir tak bisa ia pungkiri. Menarik nafas, Tsunade membuat keputusan.

"Uchiha.."

Sasuke memandang Tsunade, ia yakin ia lah yang dipanggil oleh Hokage, "Pilih."

"Naruto atau bayimu?"

Sasuke memandang Naruto yang menggeleng. "Naruto. Apapun.." Sasuke menunduk ia memejamkan matanya, "Apapun! Selamatkan Naruto! Aku mohon!" dan dia membungkuk sedalamnya pada Tsunade.

Airmata mengalir deras dari kedua mata biru Naruto.

"Naruto.. Kau bisa lepaskan jutsumu, kita lakukan operasi—

"TIDAK!"

Perintah Tsunade dibantah oleh Naruto, seluruh mata memandangnya.

"Aku bisa melakukannya! Aku bisa! Aku memang bukan wanita! TAPI AKU INGIN MELAHIRKAN ANAKKU!"

Yang diperintahkan oleh Hinata, Naruto segera melakukannya. Menarik nafas, menahannya, menekan. Terus ia lakukan. Keringat sebesar biji jagung pun segera menetes dari keningnya, ia begitu kesakitan, membuat Sasuke segera menghampirinya dan menggenggam tangan sang kekasih.

"Naruto!"

"Aku bisa! AKU BISA!" airmata dari langit cerah itu mengalir deras, Naruto memandangnya dengan tajam. "KAU SIALAN! KAU MEMBIARKAN ANAKKU MATI?! APA KAU BODOH, SASUKE?!"

"YA, AKU BODOH!" Sasuke tak bisa menahan emosinya, ia merangkup wajah yang kesakitan itu dan membenturkan kedua kening mereka. "Aku hanya takut kehilanganmu, Naruto."

Kejadian dramatis itu.. Airmata tak bisa dibendung oleh mereka.

"Aku tidak mau.." gelengan kuat, "Aku tidak mau dia mati sia-sia!" Naruto menggenggam tangan Sasuke dengan eratnya, "Aku tidak mau—AAARGGHHH!"

"Naruto!"

Sasuke didorong mundur oleh Sakura, mereka saling bertatapan sejenak, lalu Sakura membuang wajahnya. Sebuah maksud yang segera menohok dada Sasuke hingga ia tertunduk dalam. Dengan cepat sang Kunoichi langsung mengeluarkan pendar hijaunya ke perut Naruto, ia berkeringat dingin, khawatir menggrogoti dadanya.

"Naruto! Jika kau yakin bisa melakukannya, maka lakukanlah!" Sakura berseru, kedua rekannya membuka mulut ingin memperingatkan, tapi Sakura memotong lebih dulu. "Kalian boleh menyalahkan ku jika sesuatu terjadi pada Naruto, tapi aku mohon.." ia mengeluarkan seluruh tenaganya, membantu Naruto dengan keahlian jutsu medisnya agar ia bisa melahirkan bayi yang ada didalam. "Ini keyakinan Naruto! Ini kemauan Naruto! Kita harus membantunya!" airmata tak bisa ia tahan, "KARNA AKU YAKIN NARUTO BISA MELAKUKANNYA!"

Ino yang tertohok dengan kata-kata Sakura segera membantu sahabatnya, "Naruto, jika kau yakin dengan cara ini—lakukanlah! Kami ada untuk menyelamatkanmu!" senyum miris tercipta diwajah cantik si pirang, "Hei.. Adik kecil.. Ayo keluar.. Jangan buat ibu kalian kesakitan.." Ino menunduk dalam, pendar hijau ditangannya makin menderang, "Kami ingin melihat mu! Keluarlah!"

Hinata melakukan hal yang sama, ia membantu, kedua temannya, "Naruto-kun! Lakukanlah! Kami ada! Kami ada untukmu!"

Tsunade yang sejak tadi terdiam, segera tersadar. Matanya yang sejak tadi memandang wajah kesakitan Naruto—kini memandang kearah pintu keluar sang bayi dan segera membelalak.

"Naruto! Terus lakukan! Dia sudah akan keluar!" Tsunade bersiap menyambut. Mendengar kata-kata sang Hokage, seluruh yang disana mulai tersenyum dan berdoa berkali-kali.

Sasuke yang tadi sempat terpuruk kini segera kembali mendekati Naruto dan menggenggam tangan kekasihnya. "Naruto berjuanglah.. Aku disini.."

Naruto mendapat semangat dari orang sekitarnya, ia tersenyum, dan makin berusaha agar bayi kecil yang ia dapat dari keajabain Kami-sama—cepat keluar dan bertemu dengannya, juga Sasuke.

"AARRRGGHHHH!"

Keringat makin bercucuran, Naruto makin merasa kesakitan, chakra bisa ia rasakan mulai menipis dan ia pun menunduk dalam..

Berdoa.

.

.

Didepan gerbang dimana ia tersegel, Kyuubi memandang cerminan batin Naruto yang terbaring kesakitan. Sama sepertinya, Kyuubi juga merasakan sakit yang luar biasa. Tapi melihat tubuh itu.. yang tak seharusnya melakukan hal yang hanya bisa dilakukan para wania—Kyuubi merasa bersalah. Andai musim kawinnya terjadi saat ia masih bersama Kushina, mungkin tak sesakit ini. Bagaimanapun jika Naruto menggunakan jutsu dan memaksa tubuhnya menjadi seperti wanita—sosok yang hanya bisa dilihat Kyuubi adalah cerminan Naruto. Dihadapannya tubuh pria yang terbaring kesakitan itu begitu kontras dengan tubuh wanita yang sedang dipakai Naruto untuk melahirkan.

Didepan Kyuubi adalah bentuk asli Naruto.

Kesakitan.

Sakit.

Namun tetap berjuang.

"Naruto.." chakra berbentuk tangan itu keluar gerbang, ia mengulurkan tangannya untuk Naruto. Berharap jika si pirang menyambutnya, dan ia bisa membantu Naruto. Bagaimana pun yang dilahirkan oleh Naruto yang dalam wujud wanita itu—juga anaknya.

Tubuh yang meringkuk kesakitan itu mendongak menatap chakra berbentuk tangan yang menggunggu ulurannya, iris safir dan rubby saling pandang.

Dengan tangan bergetar.. Naruto menyambut uluran tangan Kyuubi.

.

.

"AAAAARRRGGHHH!"

"Tsunade-sama!"

Tsunade menahan nafas, tubuh yang tengah berjuang melahirkan itu kini diselimuti oleh chakra merah Kyuubi, ia tak tau apa yang terjadi.

"Sasuke!" matanya memandang sang bungsu Uchiha, Sasuke menatap wajah kekasihnya yang tertunduk dalam.

"Aku tidak apa-apa.." Naruto mendongak dan tersenyum, "Kurama sedang membantuku.."

Walau begitu genggaman tangan Sasuke tak kunjung melemah.

"Naruto! Terus! Berjuang sedikit lagi!" Tsunade tersenyum lebar, walau airmata tetap mengalir tapi melihat kepala bayi kecil yang keluar dari pintunya membuat dada Tsunade bergemuruh senang.

Sasuke mendengar kata-kata itu bagaikan nyanyian. Ia menunduk dalam, menggengam tangan kekasihnya dan terus berdoa.

Selamatkan..

Selamatkan siapapun yang Kau ke-hendaki, Kami-sama..

Selamatkan..

Tubuh bayi itu akhirnya keluar juga, suara tangis bayi memecah suasana berat yang ada. Seluruhnya bernafas lega, Sasuke tersenyum lebar untuk pertama kalinya, dan Naruto tak berhenti dibuat terpana. Setelah ia berhasil melahirkan, ia juga melihat wajah bahagia Sasuke pertama kalinya.

Hinata menghampiri sang Hokage dan segera membantu Tsunade dengan memotong tali pusar sang bayi dan memeluknya dengan handuk putih yang hangat, lalu membawanya ke airhangat yang ada didekat Itachi. Hinata memandikan bayi kecil itu dengan telaten.

Dengan senyum tipis, Itachi yang bertugas menjaga pintu gua segera menghampiri keponakannya yang ada digendongan Hinata.

"Dia mirip dengan, baka otouto-ku." Hinata tak bisa menahan senyum gelinya.

Masih merasa excited dengan kelahiran cucu pertamanya, Tsunade yang sejak tadi memandang bayi yang ada digendongan Hinata segera tersadar.

"Oh—Astaga!" Airmata bahagia mengalir, "Aku sampai lupa mengatakan padamu, gaki.." Tsunade dan Naruto saling tatap, Naruto tersenyum menatap baa-channya. "Anakmu laki-laki. Dia sehat."

Laki-laki..

Seperti yang diharapkan Sasuke..

"Kaname.." Naruto menggadah memandang wajah Sasuke yang sumringah, "Kaname Uchiha.."

"Siapa yang memberikanmu izin memberikan nama keluargamu padanya, hm?" Naruto tersenyum miring, "Tapi aku suka nama itu.. Kaname.."

Sakura dan Ino yang masih tak percaya karna usaha mereka berhasil—masih terdiam sambil saling pandang.

Bayi yang tertidur dan diletakkan disebuah ranjang tak jauh dari ranjang Naruto oleh Hinata—membuat sang bayi mudah diawasi oleh mereka dari kemungkinan terburuk.

"Hei.." Hinata menepuk pundak Sakura, "Jangan terlalu santai.. kita masih menunggu satu lagi.."

Hening..

Hening..

Hening..

"HAH?!" Sakura menatap Hinata tak percaya, "Apa maksudmu, Hinata?!"

Dengan byakugan yang aktif, Hinata berkedip heran pada Sakura. "Bayi Naruto-kun bukan hanya satu—

Dan untuk pertama kalinya Hinata digeplak oleh Sakura. "KENAPA TIDAK BILANG DARI TADI?! KITA HARUS MENUNTUN BAYINYA!"

Dan sebelum mereka mulai berkelahi, Tsunade melerainya lebih dahulu.

"OKE! Kita hanya bisa menunggu satu lagi—

"Anoo.. yang ku lihat ada tiga—

Dan Hinata sukses dilempar buku kecil yang ada disakunya oleh Ino, "YANG JELAS DONG!"

"TIGA!" Hinata memegang kepalanya, melindungi dari lemparan atau geplakan maut sahabatnya. "Totalnya tiga! Yang ku lihat tiga! Kaname-kun yang lahir pertama, sisanya ada dua lagi!"

Tsunade tak bisa berkata apa-apa.

"KALAU GITU SIAPKAN HANDUK, AIRHANGAT, DAN LAINNYA!"

Perintah mutlak sang Hokage membuat mereka berhamburan.

Menatap sejenak hal yang membuat Naruto tersenyum geli—Sasuke dengan tiba-tiba menarik dagunya dan mencium bibirnya dengan sangat lembut.

"Terima kasih sudah melahirkan anakku, Naruto. Dan terima kasih sudah berjuang." Senyum tipis, wajah yang tadinya kesakitan itu kini merona.

"Aku harus melahirkan dua lagi.."

Satu ciuman lagi.

"Sampai keduanya lahir, aku akan selalu disebelahmu."

"Argh.. Sasuke.." genggaman tangan menguat, "Sepertinya aku akan melahirkan lagi...!"

Tiga Kunoichi yang tengah mempersiapkan apa yang dibutuhkan lagi—segera kembali ke tugasnya.

"Gaki, aku yakin kali ini kau bisa!"

Semangat yang diberikan padanya, Naruto berharap semua yang ia perjuangkan membuahkan hasil yang indah.

.

.

"Kita pasti bisa."

Naruto tersenyum lebar pada Kurama yang memberikannya semangat. "Tentu saja!"

~サスナル~

Berbanding terbalik dengan suana haru dan tegang didalam gua—diluar gua keadaan sangat kacau. Tak terhitung berapa jounin dan ANBU yang sudah tewas. Dan ditengah mayat yang bergelimpangan—Kisame berdiri dengan samehada yang kenyang memakan korban.

"Hahh.. Kalian menyerah lah.." ujarnya pada para jounin yang mengelilingi Kisame.

"Menyerah denganmu? Jangan bercanda!"

"Ya sudah.." Kisame melancarkan serangannya, jounin yang berbicara dengannya tadi harus tergeletak tak bernyawa, begitu juga dengan beberapa yang lainnya.

Puas karna sudah mengalahkan musuhnya yang menghalangi jalan—Kisame kembali melanjutkan jalannya menuju gua dimana Naruto tengah melakukan persalinan.

Tapi, baru saja ia tersenyum senang—senyum itu terpaksa memudar ketika pedang besar milik Zabuza menghalanginya. Pemilik baru yang telah merebut pedang itu dari makam Zabuza—menyeringai lebar dibalik pedang besar itu.

"Maaf mengganggu acaramu, Kisame.." ia tersenyum lebar, "Mulai dari sini, akulah lawanmu.." pedang besar itu terangkat, Kisame menyeringai lebar.

"Masih ingin melawanku, hm?"

"Ya. Sebelum kau kalah, aku tak akan puas."

Satu gerakan, dua pedang itu saling berbenturan.

"Kau anak muda yang tak ada sopan santun."

"Hahaha.. apa kau sudah merasa tua, Kisame?" satu loncatan, mereka saling menjauh.

"Tutup mulutmu, bocah tengik!"

Suigetsu berlari, ia mengibaskan pedang besarnya yang langsung berbenturan dengan samehada, Kisame yang cukup kaget dengan serangannya terdorong mundur.

"Boleh juga kau bocah,"

"Heh.. Baru tau?"

SRETT—DAAKK!

Suigetsu terdorong mundur, Kisame menyeringai lebar. Mereka melakukan serangan, tapi disaat-saat keseruan mereka bertarung—suara memekikkan telinga dan membuat kerja otak berhenti sejenak membuat Kisame dan Suigetsu mendongak keatas melihat seseorang yang serba hijau terjun bebas kearah mereka.

Melompat saling menjauh, Kisame sejenak mendecih kesal karna orang itu lagi-lagi datang.

"UWOOOO! MASA MUDA YANG MEMBARA! AKAN KUKALAHKAN KAU!" cengiran lebar dengan gigi memutih mengkilat membuat Kisame merasa.. eneg.

Tebak-tebak jinggo—si Hijau alias guru Gai itu pasti lupa dengannya.

"Kenapa aku harus bertemu denganmu lagi, cih."

"Oh ya? Kita pernah bertemu? Dimana?"

Oh.. Samehada.. Telan lah dia!

"Terserah!" dan samehadapun ditebaskan padanya.

.

.

"Maaf aku terlambat.."

Dua pasang mata yang tengah dikendalikan oleh bijuunya—memandang seseorang yang memakai masker tengah tersenyum pada mereka. Memutar bolamatanya, Shukaku yang baru saja menarik nafas—mendengus.

"Kau memang terlambat, orang-orangan sawah."

"Kami sudah menghabiskan mereka duluan."

Kakashi Cuma bisa menggaruk tengkuknya, "Aku juga sebenarnya baru menghabisi yang ada disana.. jadi karna ku kira kalian membutuhkan bantuan—

"Kenapa kau tidak membantu pacarmu saja?" Saiken memandangnya.

"Pacar—siapa? Haha.. kau bercanda saja!"

"Ya.. Ku lihat tadi.. siapa ya namanya.." Saiken melirik Kakashi yang berkeringat dingin, "Ah! Iruka-sensei! Dia tadi sedang melawan—

Belum sempat ia menyelesaikan kata—Kakashi sudah pergi lebih dulu.

"Apa kalian ini tidak tertarik lagi dengan betina?" Shukaku berkata, wajah dengan wujud setengah ia dan Gaara itu memandang Saiken.

"Entahlah.. Tidak ada rotan, akarpun jadi, kurasa." Saiken meniup sebuah gelembung, "Tidak ada wanita, sesama pria tak masalah. Rasanya sama. Hanya tempatnya saja berbeda.. bukan begitu, Shukaku?" Saiken menatapnya dengan tatapan aneh—Shukaku menyipit tak suka.

"Jangan ingatkan aku pada kejadian Gaara dan Hyuuga itu."

"Aku tidak mengingatkanmu. Kau sendiri yang ingat.."

"BAIKLAH! HENTIKAN! Aku mau istirahat, oke?"

Dan pertengkaran kecil mereka harus dihentikan karna lelah mengeluarkan banyak chakra.

.

.

Shikmaru, Kiba, Shino dan Temari mendapat bantuan dari tim rokie, Neji yang baru datang langsung menghabisi setengah dari Zetsu putih yang beregenerasi dengan cepat dan mengkloning tubuhnya. Dengan byakugan yang selalu aktif, ia mencari akar dari tubuh itu dan menghabisinya. Tugas mereka bukan hanya mengalahkan Zetsu putih sialan ini, mereka juga harus menjaga tempat dimana sang pahlawan tengah berjuang hidup dan mati.

"Lee!" Lee yang sedang melawan—memandang Neji, kolaborasi diantara mereka pun dilakukan dan dalam persekian menit, kloning yang baru saja membentuk tubuh baru—kembali hancur. Kali ini tidak beregenerasi seperti tadi.

Tenten dan Temari berkerja sama, Shikamaru dan Shino dalam dingin bersaing membantu Kiba, dan Chouji—yang baru saja datang setelah membantu ayahnya dengan cepat membantu mereka.

Menemukan akar masalah dari para Zetsu, Neji menghampiri salah satu Zetsu putih dan menghabisinya.

Dan untuk sementara mereka menang.

~サスナル~

Bulan purnama menderang indah, seseorang yang berdiri dan tersenyum lebar dari balik topengnya—memandang Konoha dari tempat tinggi. Warna putih yang mendominasi pertarungan perlahan hilang dan kalah.

Ya.. seperti rencana yang sudah ia susun.

Biarkan mereka tenang.. Tenang dalam kehancuran yang sebenarnya.

"Zetsu.." anggota Akatsuki yang selalu ada disebelah sang ketua—muncul dari dalam tanah. "Kita mulai.."

"Baik.."

.

.

Anak kedua dari Sasuke dan Naruto lahir, tangisannya yang melengking membuat haru kembali tak bisa dibendung. Dan beda seperti yang sebelumnya, ketika mereka bisa merasakan sedikit ketenangan—kali ini mereka langsung bersiap. Karna hanya berjarak dua menit, yang ketiga pun akan lahir.

Tangan bergetar digenggaman Sasuke membuat sang Uchiha bungsu menahan nafasnya, matanya lalu memandang Itachi yang tampak waspada didekat pintu—seperti merasakan hal buruk.

Menepis pikiran itu—Sasuke memandang wajah Naruto yang telah memucat pasi, Kyuubi sepertinya tidak membantu Naruto lagi. Dan genggaman Naruto yang bergetar itu, Sasuke sudah cukup mendapatkan firasat buruk.

"Tsunade-sama! Keadaan Naruto melemah!" Sakura memandang wajah Naruto yang telah memucat, nafasnya mulai tak teratur dan keringat dingin tak lagi mengucur.

"Chakra Naruto-kun menipis!" Hinata memberi informasi, ia yang terus membantu kedua temannya dengan menggunakan byakugan—sejenak lupa cara bernafas.

Tsunade meminta mereka minggir sebentar, ia lalu memeriksa keadaan Naruto dengan cepat.

"Naruto.. Apa kau tidak kuat?"

"Aku—masih—nnh!"

Sasuke menggenggam erat tangan kekasihnya, ia memandang Tsunade. "..."

"Lepaskan jutsu mu Naruto." Tsunade membuat keputusan, "Kami akan mengoperasi mu."

"Tidak!" genggaman tangan itu lepas, "Tidak! Aku masih bisa! Kyuubi masih bisa membantuku!"

Seakan mengatakan hal kosong.. Naruto terdiam sejenak.. Kyuubi.. Ia merasakan keanehan dengan bijuunya.

"Naruto?"

.

.

.

"Kurama?" Naruto berdiri didepan gerbang Kyuubi disegel. Tangan yang menggenggamnya lepas entah karna alasan apa. "Kurama?" panggilnya lagi, tapi Kyuubi tidak menjawabnya satu kata pun.

Didalam sana, didalam gerbang nan gelap itu Naruto bisa melihat sosok rubah yang tengah meringkuk seakan ketakutan.

"Kurama? Jawab aku.."

Tidak ada respon..

"Kurama.."

Khawatir yang menggrogoti dada Naruto membuat ia berjalan masuk melalui tiang-tiang gerbang besar itu. Naruto memijakkan kakinya hingga dihadapan tubuh Kurama.

"Kurama—

Dan cukup sekilas, ia melihat mata merah itu berubah menjadi sharingan.

.

.

.

"AAAARRRRGGGHHHH!"

"Naruto!"

Chakra Kyuubi keluar begitu banyak, chakra merah itu sontak menyelimuti tubuh Naruto dan merubahnya menjadi Kyuubi berekor satu. Sasuke pun sontak menahan tubuh Naruto yang memberontak.

"Tsunade-sama?!"

BRAK!

Sasuke mengalihkan pandangannya, Itachi menghilang dari sana. Dan seperti dugaannya, sesuatu yang buruk sedang terjadi,

Tsunade yang melihat kepergian Itachi dan Deidara yang merasa siaga langsung memberikan titah.

"Sasuke! Buka segel Kyuubi! Dan Deidara—pindahkan dia kedalam tubuh Ryugazaki!"

Perintah telah dititahkan.

Sasuke memejamkan matanya, merasuki batin Naruto dimana Kyuubi tersegel disana.

Tepat setelah ia menapaki kakinya digua lembab itu—Sasuke mendapati sosok Naruto yang berdiri dihadapan Kyuubi yang kesakitan. Mata sharingan itu.. Sasuke tak bisa tinggal diam.

Uchiha bungsu itu melangkahkan kakinya menuju depan gerbang dimana terdapat sebuah lingkaran yang mengunci gerbang tersebut. Tangan Sasuke sudah ada dilingkaran itu—siap membukanya. Tapi seseorang disebelah Sasuke membuat ia terpana.

"Terulang lagi kah?"

"Yondaime.."

Senyum miris ditunjukkan padanya, "Terima kasih sudah menjaga anakku." Tubuh itu perlahan menipis, "Sasuke.. Aku serahkan padamu."

Dan tepat saat tangan itu menepuk pundak Sasuke—Minato hilang.

SETT—GRAAAKK!

Gerbang itu terbuka, Sasuke segera berlari masuk dan menarik tubuh Naruto kedalam pelukannya. Kyuubi meraung kesakitan, kedua mata rubanya berubah menjadi sharingan. Sasuke mengulurkan tangannya pada sang rubah. Walau ia tau..

Itu akan sia-sia..

"Kurama.." tangannya masih terulur, menunggu rubah besar itu menyambutnya. "Kurama.."

Kyuubi berhenti meraung, ia menatap tajam Sasuke dengan kedua mata sharingannya dan menggeram hingga liur sang rubah menetes menandakan betapa ia marah—benci dengan keadaan ini. Tapi.. melihat kedua sharingan Sasuke yang aktif—bayangan seseorang yang menakutkan dengan menggunakan sharingan, hancur. Bayangan yang menakutkan itu hancur, tergantikan oleh Sasuke.

.

.

"UGOKU TENSEI!*"

Teriakan Deidara yang menggunakan jutsunya menarik Kyuubi dan memindahkannya kedalam tubuh Momoka—langsung membuat sadar Sasuke jika ia harus secepatnya menyegel Kyuubi.

"SHISO FUIN!" Sasuke yang telah melukai jempolnya dan membuat lambang segel segera menyegel Kyuubi yang tak lagi memberontak—didalam tubuh Momoka, Sasuke memandang Kyuubi yang menyeringai lebar dibalik gerbang yang telah ia segel.

"Thanks, Sasuke.."

Sasuke tak tau apa maksud dari ucapan terima kasih Kyuubi tersebut.

~サスナル~

"Kau memasuki wilayah yang salah, Zetsu.."

Itachi menghalangi jalan Zetsu yang telah menghabisi ANBU yang berjaga—kedua wajah yang berbeda warna itu tersenyum lebar menyambut kemunculan Itachi.

"Lama tidak berjumpa, Itachi."

"Aku tak perlu basa-basi busukmu, Zetsu."

"Well.." Zetsu hitam menyeringai lebar, "Kau salah menghalangi jalanku, Itachi."

Dan tak perlu banyak bicara, Itachi telah menggunakan amaterasunya pada Zetsu yang berteriak kesakitan.

"Percuma saja, Itachi. Kau lemah.."

Dan tubuh itu terbakar habis oleh api hitam Itachi.

BRUK!

"Sialan!"

Itachi jatuh tersimpuh, ia memegang kepalanya yang berdenyut sakit dengan kedua matanya yang mengalir darah.

"Jangan sekarang.." lirihnya.

Tapi keadaan tubuhmu Cuma sebatas itu, Itachi.

.

.

.

Kakashi berhadapan dengan pria bertopeng yang pernah ia temui—mantan ANBU itu pun menyipitkan matanya pada sang pemimpin Akatsuki.

"Ara.. Kau tepat pada waktunya, ne?" sindir si pria bertopeng, ia menyeringai senang. "Mungkin jika kau terlambat satu detik saja—Konoha akan berakhir saat ini juga."

"Tutup mulutmu." Kakashi menaikkan haite-atenya, sharingan pemberian Obito itu bertemu pandang dengan sharingan orang itu. "Kau pengacau yang menyebabkan Minato-sensei mati."

"Aku? Dia sendiri yang merelakan nyawanya demi menyelamatkan anaknya, bukan?" Kakashi menggeram kesal, "Jika saja dia memberikan Kyuubi padaku—mungkin dia akan bahagia." Mata sharingan itu menyipit, "Bahagia mati bersama keluarga tercintanya."

"Jangan mengarang cerita sesuka hatimu, tuan." Kayu-kayu yang keluar dari tanah mengurung Madara, Yamato yang berdiri tak jauh dari mereka menggunakan jutsu mutannya yang berasal dari Hokage pertama untuk mengurung Madara.

"Kau berakhir disini, Madara." Kakashi mengaktifkan chidori.

"Sayonara."

BZZZZZZTT!

.

.

.

"WUHUU!" Guru Gai melayangkan tendangan kakinya pada Kisame, tapi samehada menghalanginya. "Hei, kau anak air!"

"A—Apa? Anak air?" Suigetsu yang menahan serangan Kisame memandang aneh si hijau yang penuh semangat muda.

"Semangat lah, nak!" Gai menendang kaki Kisame.

BRUK!

"Dan kita akan memenangkan pertarungan ini!"

Disaat kesempatan yang dibuka oleh Gai—Suigetsu melayangkan pedang milik Zabuza itu ke Kisame.

DAKK!

"Jangan bercanda..

..Kalian tidak tau sedang melawan siapa.."

DUUAAAK!

"UGH!"

~サスナル~

Kyuubi menatap seorang pemuda yang berdiri didepan gerbangnya. Dia bukan Naruto, bukan jinchurikinya yang selalu melihatnya dengan tatapan tajam—tapi Momoka pemuda yang hidupnya kini dibawah kendali Kyuubi.

"Yo.. Momoka.."

Jiwa kosong itu mendongak menatap Kyuubi.

"Siap menjalani kehidupan baru dengan aku yang mengendalikan mu?"

Tidak ada jawaban.

Karna dia memang telah lama mati.

Jiwa kosong yang bisa kau permainkan seperti boneka.

"Yoroshiku ne? Momoka.."

.

.

Kelopak mata itu terbuka, menampakan iris merah yang mengkilat tajam. Beberapa detik kemudian seringai mengembang sempurna diwajah tampan pemuda yang telah lama koma itu.

Kyuubi, yang telah mengambil alih tubuh berjiwa kosong itu memandang keadaan didalam gua yang begitu kacau. Ia memandangi wajah Naruto yang tampak tak kuat lagi untuk bertahan.

Tapi Sasuke ada disampingnya.

Sasuke, hm?

Orang yang ada disisimu, orang yang membantumu berjalan maju jikalau engkau tak mampu lagi menapakkan kaki.

Naruto beruntung mempunyai orang spesial seperti Sasuke.

Menarik nafas..

Kyuubi mempertimbangkan keegoisannya untuk menggunakan tubuh ini dan mendapatkan Itachi. Ya.. seperti rencananya.. Seperti rencana yang sudah ia susun sedemikan rupa.

Tapi..

"NARUTO! JANGAN TUTUP MATAMU!"

"Tsunade-sama! Lakukan operasi! Aku mohon padamu!"

"Tidak! Aku bisa, Sasuke! Aku bisa, Teme!"

Walaupun ia Uzumaki..

Tapi dia tetap manusia.

Creak...

Semua mata memandang tubuh Momoka yang berdiri tegap, Sasuke dan Kyuubi bertemu pandang. Dan tak butuh waktu untuk Sasuke tau jika yang mengendalikan tubuh itu adalah Kyuubi.

"Kurama—

Dan sebelum ia menyelesaikan kata-katanya, Kyuubi sudah berlari lebih dulu.

"KYUUBI!" Sasuke refleks ingin mengejar, tapi genggaman ditangannya tak membiarkan ia pergi.

"Sa—Sasuke.."

"Sial!" Sasuke menggenggam erat tangan Naruto. Apapun yang dilakukan Kyuubi—ia harap rubah tua itu tidak melakukan hal bodoh.

"Tsunade-sama.. Saya mohon izin! Kyuubi—

"Kejar saja!" seru Tsunade, ia tak bisa diganggu disaat genting seperti ini.

"Baik!"

.

.

BRUK!

"Ugh.." Kyuubi jatuh terduduk, ia menabrak tubuh seseorang dan saat ia mendongak menatap orang itu—nafasnya sukses tertahan.

"Kau—Kyuubi.." Itachi menebak cepat, tidak mungkin tubuh yang selalu terbaring diatas ranjang rumah sakit itu bisa sekuat itu berlari dan menabraknya. Dan belum sempat ia membuka mulut untuk berkomentar—Kyuubi membanting tubuhnya dan menciumnya dengan ganas.

"Oi—mmnh—ffuah! Kyuubi!" Itachi menahan bahu Kyuubi, pemuda bermata merah itu memandangnya tajam. "Apa maksudmu dengan ini, hah?!"

"Kau diam saja." Kyuubi mengangkat kedua tangannya, ia menarik kepala Itachi dan kembali menciumnya. Lidah itu masuk sukses kedalam Itachi, ia menggoda Itachi agar ikut bermain. Dan tak butuh lama.. Itachi tergoda karnanya, selain ciuman itu—harum manis yang selalu membuat Itachi kehilangan akal sehat, akhirnya yang membuat ia ikut dalam permainan Kyuubi.

Dengan tangan yang menggenggam rambut coklat milik Momoka, Itachi memaksa kepala itu makin maju agar ia bisa menikmati rongga mulut tersebut. Sedangkan Kyuubi, ia memeluk erat leher Itachi. Ia tak ingin melepaskan ciuman ini..

Tidak..

Tidak sekarang..

Tidak sampai ia puas mencium bibir Uchiha sulung dengan tubuhnya. Tubuh yang ia klaim miliknya.

Tak jauh dari mereka, Deidara terpaksa berhenti melangkah. Ia tak tau harus bereaksi bagaimana. Yang ia lihat tadi, dari Kyuubi yang memaksa berciuman dengan Itachi—dan akhirnya Itachi yang mulai tergoda.

Ia tak tau harus bagaimana..

Ciuman itu akhirnya berhenti, Deidara mengalihkan pandangannya ketika dengan jelas bagaimana Itachi menarik lidahnya dari dalam mulut Momoka dan menciptkan benang saliva diantara mereka. Itachi.. menikmati itu.

Kyuubi membuka mata, ia memandang wajah Itachi yang tampak dingin—setelah sadar apa yang ia lakukan padanya.

"Brengsek kau.."

Seringai mengembang diwajah Momoka, "Tapi kau menikmatinya, bukan?" Kyuubi menjauh dari Itachi, "Dan soal mencium mu dihadapannya.." Kyuubi memandang Deidara yang mengalihkan pandangannya dari mereka, "Maaf.." ia kembali memandang wajah Itachi. "Well.. Aku tak menyesal melakukannya, Keriput.." ia terkikik pelan, "Tapi, terima kasih.." pandangan aneh tertuju padanya, "Ini yang terakhir, aku berjanji.."

"Aku tak mengerti apa yang kau katakan.."

"Kau tak perlu mengerti apa maksudku." Kyuubi kembali mendekat, ia menarik baju Itachi hingga wajah mereka berjarak sangat dekat. "Sayonara.. Aishiteru."

Kyuubi meninggalkan mereka begitu saja.

"Itachi.." Deidara mendekat, ia menatap Itachi yang entah kenapa begitu kacau, bekas darah yang mengalir darimatanya membuat Deidara terbelalak, "Itachi!" dan tepat dihadapan kekasihnya, Itachi memeluk erat Deidara.

"Mo.. Aishiteru.." ia memeluk erat Deidara.

"Itachi.."

.

.

Sesaat setelah Kyuubi dan Deidara pergi—keadaan Naruto bertambah parah. Ino, Hinata dan Sakura berkerja sama membantu dengan terus memaksa bayi terakhir didalam tubuh Naruto keluar—tapi tak kunjung berhasil dan Naruto makin melemah.

"Hokage-sama!"

"Sasuke!" Tsunade menatap lurus mata Sasuke, wajah tampan Uchiha bungsu benar-benar gusar, "Sekali lagi.. Naruto atau bayimu?!"

"Bayi—

"NARUTO! AKU MOHON SELAMATKAN NARUTO!"

Keputusan sudah diambil oleh Sasuke, Naruto menatapnya tajam penuh kebencian.

"PAKSA! PAKSA BAYI ITU KELUAR!" perintah Tsunade.

"Tidak bisa, Hokage-sama!" Hinata yang menggunakan byakugan melihat keganjalan yang membuat bayi itu sulit keluar, "Ada yang melilitnya!"

"Sakura!"

Sakura yang diperintahkan Tsunade pun menjalankan tugasnya. Pendar hijau ditangannya berubah biru, chakra medis yang ia ubah menjadi chakra biasa itu ia bawa ke perut Naruto. "Hinata, dimana posisinya?"

"Dibawah pusar Naruto-kun, agak kekiri, ia terlilit dibagian tubuh hingga keleher!"

"Baik!"

Dan dengan tuntunan Hinata, Sakura dengan chakranya yang menembus kedalam tubuh Naruto—memotong sesuatu yang melilit bayi didalam sana.

"Berhasil?"

"Sudah terpotong! Naruto-kun! Kau bisa? Ayo sekali lagi!" Hinata memberi dukungan, tapi Naruto hanya mengangguk lemah. Tak bisa lagi.

"Paksa! Paksa keluar bayinya!"

Ketiga kunoichi itu saling pandang sebelum akhirnya menyatukan pendar hijau jutsu medis mereka dan menggerakkannya kebawah hingga kepintu dimana bayi itu keluar.

Tepat saat Kyuubi masuk kembali ke ruangan itu—bayi itu lahir.

Byakugan Hinata yang aktif dan memandang bayi itu—menangis.

Ditangan Tsunade..

Bayi itu telah tak bernyawa.

"Perempuan.." airmata Tsunade menetes ke bayi yang masih terbalut darah itu, "Maaf.."

Kyuubi tak bisa menahan tubuhnya yang jatuh terduduk, dan Naruto yang sudah sangat lemah—menangis tak bersuara.

Sasuke sudah memutuskan.

"Maafkan aku.." genggaman ditangan Naruto ditepis oleh sang jinchuriki tersebut.

Sakura yang memandang bayi mungil yang begitu cantik ditangan Tsunade—segera merebutnya dari tangan sang Hokage. Ia pun segera membawa bayi itu kesebuah box inkubator. Bayi kecil itu diletakkan olehnya disana, ia pun segera memasang oksigen kecil kehidungnya dan memasang alat pendeteksi detak jantung. Dilayar mesin itu tak ada perubahan. Garis lurus yang datar.

Tak ingin putus asa, Sakura menggunakan chakranya serta jutsu medisnya pada sang bayi. Berusaha.. terus berusaha hingga keringat dingin mengucur deras dan nafasnya terengah karna chakra yang makin menipis. Ia yakin.. bayi ini masih bisa diselamatkan.

"Sakura.. hentikan.."pinta Ino, tapi Sakura tak mendengarkannya.

"Apa kalian merelakannya begitu saja?! Apa kalian tak ingin melakukan sesuatu agar bayi ini tetap hidup?! Aku yakin dia bisa! Karna dia adalah keturunan Uchiha dan Uzumaki! Dia kuat! Bayi ini kuat! Kita harus terus membantunya hidup!"

Hinata adalah yang pertama kali menyetujui kata-kata Sakura, putri Hyuuga itu pun langsung membantu temannya.

"Kau bisa, sayang! Kau harus hidup!" Hinata dengan airmata yang terus mengalir, membantu Sakura. Byakugannya pun kembali aktif meneliti apa yang terjadi dalam tubuh kecil itu.

Ino menunduk dalam, ia mengepalkan tangannya dan akhirnya menyusul kedua temannya. "Hei kau nona Uchiha! Kau tak bisa menyerah begitu saja, nak!" Ino yang mempunyai chakra yang cukup besar mengerahkan seluruhnya agar bayi itu selamat. "Kau satu-satunya Putri Uchiha dan kau harus kuat!"

"Putri seorang Uzumaki itu kuat!"

Monitor itu menampakkan sebuah perubahan, garis datar itu mulai melengkung tiap detiknya, dan angka yang awalnya 0 berubah berkali-kali mengikuti detak jantung pelan yang begitu lemah. Hinata yang berhenti menangis, tersenyum tipis, mereka.. mereka hampir berhasil.. hanya saja..

"Chakra! Bayi ini—

BLAAAAAARR!

Kata-kata Hinata terpotong dengan suara ledakan, mereka memandang horor ke pintu gua—berharap sesuatu yang buruk tak terjadi.

Sharingan Sasuke langsung aktif, ia memandang keadaan yang sangat kacau diluar sana—dan ia tak bisa tinggal diam.

Tsunade yang tau bakal begini—berjalan keluar, tapi tangan Sasuke menahannya.

"Mau apa kau, bocah?!"

"Biar aku saja.. Aku mau Anda jaga Naruto." Dan ia pergi begitu saja.

Saat ia melewati Kyuubi, kedua mata itu saling bertatapan, Kyuubi segera memutuskannya dengan menunduk. Ia merasa bersalah.

Kyuubi yang sejenak terlupakan oleh mereka kini berdiri disamping ranjang rawat Naruto yang diwarnai oleh merah dibagian bawah si pirang. Mereka bertatapan cukup lama, menatap satu sama lain sampai akhirnya tangan Kyuubi menepuk kepala Naruto.

Dan setelahnya ia pergi ketempat bayi perempuannya yang sedang berjuang itu berada. Sakura, Ino dan Hinata yang heran dengannya, memandang Kyuubi.

"Bisa kalian minggir sebentar?"

Ketiga Kunoichi yang melihat tubuh tegap pasien yang selama ini terbaring tak sadarkan diri itu—memberikan ruang pada Kyuubi.

Senyum tipis mengembang diwajah dingin Momoka, Kyuubi memandang anaknya—sel telur yang ia berikan pada Naruto dan dibuahi oleh sperma Sasuke. Ini anaknya.. Anak Naruto dan Sasuke.

Begitu cantik..

Andai ia seorang manusia—Kyuubi pastilah yang melahirkan bayi cantik ini.

Ia helus pipi chubby bayi itu.. begitu sayang, begitu cinta. Ia lalu memandang kedua bayi laki-laki yang tak jauh darinya. Sama seperti mereka.. bayi perempuan ini juga pasti kuat. Karna ini adalah anaknya.. anak dari seekor bijuu. Anak dari seorang Uzumaki klan berchakra besar dan anak dari seorang Uchiha, klan terkuat sepanjang masa.

Helusan Kyuubi turun kedada dan perut bayi kecil itu, bekas darah yang belum dibersihkan oleh Sakura dan lainnya itu—ia bentuk sebuah lambang segel.

"Kau kuat.. Karna aku ibumu.. Kyuubi." Dan chakra merah milik Kurama mengalir cepat kedalam tubuh bayi kecil itu.

Dan detik kemudian—tangis bayi perempuan itu pecah melengking mengisi keheningan gua itu.

Ketiga Kunoichi itu tersenyum lebar, Tsunade tersenyum tipis memandang Kurama—dan Naruto tersenyum padanya.

"Aku sudah selamatkan dia, gaki.." tubuh Momoka dibawa oleh Kurama kehadapan Naruto. "Dan sekarang giliranmu."

Kurama menggigit jempol milik Momoka itu hingga berdarah dan membawa darah itu keperut yang telah ia sikap atasannya—lalu membuat sebuah lambang segel. Kelima jari itupun mengeluarkan chakra kecil ditiap jarinya dan Kyuubi menempelkan chakra itu keperutnya dan memutar—membuka segel yang telah dibuat oleh Sasuke.

.

.

Pintu gerbang dihadapan Kurama terbuka, ia melangkah keluar dan melewati Momoka yang masih diam berdiri disana.

"Kau bisa memilih sendiri kehidupanmu sekarang, Ryugazaki." Kurama melirik tubuh tegap yang berdiri sambil menatapnya tersebut. "Kau bisa mati. Dan kau bisa hidup. Itu pilihanmu."

Setelahnya ia pergi begitu saja meninggalkan Momoka.

"Mati.. Adalah ketenangan abadi yang kubutuhkan, Kurama.."

.

.

Bruk!

~サスナル~

Sasuke tak bisa menahan amarahnya. Tepat setelah ia keluar dari gua tempat Naruto melahirkan—keadaan Konoha begitu berantakan nan kacau. Matanya memandang tubuh-tubuh yang tak bernyawa, ia lalu memandang ke teman-teman dan kakaknya yang tengah melawan seseorang disana.

"Chikuso!"

"Uchiha!" kedua jinchuriki menghampiri Sasuke, "Bagaimana—?" Saiken tak bisa berkata lebih, Sasuke sedang didalam keadaan marah besar.

"Saiken! Kita langsung melindungi Kurama saja!"

Sasuke ditinggal pergi, mata sharingannya menyipit tajam ke arena pertarungan.

Tunggu—

Sasuke menyipit tajam, ia memandang ketengah-tengah kepungan teman-temannya dan juga kakaknya—itu bukan orang bertopeng yang Itachi katakan. Itu.. Pria besar mantan partner kakaknya.

Kalau bukan dia—

"Mencariku, Sasuke?"

DEG—

DUUAAAK!

Sasuke ditendang oleh orang yang ia cari, pria bertopeng tanpa jubah Akatsuki itu—membuatnya tersadar jika kelalaiannya berakibat fatal.

Sasuke reflek menggunakan Chidori Eiso atau chidori yang seperti tombak dan memanjang—sayang ia tak mengenai sedikitpun tubuh orang itu.

Melompat jauh, Sasuke yang hampir jatuh dari tebing gua—menahan dengan kakinya lalu melompat kembali ke pintu gua tepat saat pria brengsek itu masuk kedalam gua.

Menggunakan sebuah lambang dibawah tangannya—Sasuke mengeluarkan kusanaginya dan segera menyerang orang itu.

TRAAANG!

Kusanagi dan kunai bertemu.

"Jangan kau mendekati Naruto-ku barang sesenti saja.. Kau akan mati!" mendorong kuat kusanaginya, Sasuke lalu melayangkan kusanaginya yang teraliri chidori ketubuh tersebut.

Sayang beribu sayang, serangannya sia-sia.

"Kuso!"

Sasuke tak mundur begitu saja, ia kembali menyerang dengan kusanaginya.

TRAANG!—TRAANG!—SRETT—BRAK!

Serangan membabibutanya membuat Madara terpojok dan ia pun membantingnya ke dinding gua. Sasuke yang tak ingin kehilangan kesempatan langsung menggunakan chidorinya dan menghantam ke orang itu.

Tapi reflek orang sialan itu sangat bagus.

"Kau butuh waktu ratusan tahun untuk mengalahkan ku, Sasuke."

DUAAK—BRAK

"Ugh!"

Ia terbanting ke dinding dengan cukup keras, walau begitu ia kembali bangkit dan menyerangnya lagi.

"Kau bukan seperti Sasuke yang biasanya, ne?" ia menghindar dengan mudah, hanya dengan sebuah kunai—serangan Sasuke dengan kusanaginya, terhenti. "Apa kau menjadi lemah hanya karna Naruto-mu itu, hm?" Madara menekan kunainya, Sasuke terdorong mundur. "Ah—Atau kau memang lemah? Matamu menyedihkan sekali, Sasuke."

"Uruse!"—TRANG!

"Mata yang tak berkembang sedetik pun.. lemah!" Madara tertawa, "Uchiha macam apa kau, hah?! Uchiha tidak pernah lemah! Apalagi hanya karna hal omong kosong seperti cinta!" Sasuke menggenggam erat kusanaginya, "Harusnya kau membunuh Naruto-mu, dan mata yang seperti kau impikan akan tercapai!" ia tertawa sangat keras, Sasuke tak menahannya dan langsung menyerangnya dengan shuriken.

TAAK!

Dan tak diduga shuriken yang ia lempar tepat mengenai topeng Madara.

"Kau mengganggu ketawa setan ku, Sasuke."—TAP

"—ARGH!"

Dengan kecepatan yang luar biasa, dan tak bisa dihindar—Madara mencekik Sasuke dan menganggkat tubuh itu keatas.

"Kau tau? Aku sudah lama tak sesenang ini.. Bertarung dengan anggota klan ku sendiri, dan kau mengganggu tawaku.."

Sasuke mengaktifkan Chidori dan akan menempelkan ketubuh Madara—tapi sharingan Madara lebih dulu melumpuhkannya.

"Nikmati mimpi burukmu, Sasuke."

BRUUK!

"AAAAARGGGGHHH!"

~サスナル~

"Naruto... Apa kau yakin?"

Sakura menatap Naruto yang berbaring disebuah ruangan yang dikhususkan untuk tahanan kelas atas, yang penjaranya tak punya celah untuk ia kabur dan juga diketahui orang lain, yang ada hanya celah untuk ia bernafas. Si pirang yang masih berwajah pucat dan juga masih dalam sosok wanita dari dirinya—mengangguk. Inilah cara untuk dia memulihkan diri.

"Tolong jaga mereka, Sakura-chan." Safirnya menatap Sakura, membuat si merahmuda itu menggigit bibirnya, "Jika 'dia' menemukan ku, aku tak bisa memperkirakan apa yang akan terjadi. Jadi.. Ku mohon.. Jagalah mereka untukku. Berjanjilah.."

Sakura menintikkan airmata, Naruto tersenyum padanya. "Aku janji.. Dan kau juga harus berjanji untuk baik-baik saja, Naruto!"

Safir itu menatap kelangi-langit gua, ia mengabaikan kata-kata Sakura. Perlahan, ia menutup matanya. "Tutup pintunya, Sakura-chan.."

Sakura mengepalkan tangan, dengan berat hati ia melangkah mundur dan menutup pintu tahanan itu. Meninggalkan Naruto dengan kegelapan didalam sana.

"Kurama.. Aku siap."

Didalam batin si pirang, ia berhadapan dengan Kyuubi yang menglurukan kepalan tangannya pada Naruto.

"Kita akan menghabisi 'dia'." Naruto tersenyum miring, ia pun meninju kepalan tangan Kurama.

"Dan aku akan menghentikan 'peristiwa 17 tahun yang lalu'!"

Diluar batinnya, tubuh Naruto diselimuti chakra merah Kurama dan juga sosok wanitanya telah kembali ke sosok semula Naruto yang sebenarnya. Ia memulihkan dirinya sendiri.

.

.

Sakura masuk keruangan dimana Hinata dan Ino berada didalamnya. Si merah muda mengernyit, mencari sosok gurunya yang tadi ada didalam sana. Dan ketika ia menatap dua kunoichi dihadapannya—mereka menunduk menahan tangis.

"Ada apa? Ino? Hinata? Bayi-bayi Naruto baik-baik saja 'kan?" mereka mengangguk, Sakura menghela nafas, "Syukurlah.. Aku kira terjadi sesuatu—jadi kenapa kalian menangis?"

Ino mengepalkan tangan, sesegukannya menjadi, membuat Sakura makin tak mengerti.

"Hei! Ada apa sih?! Kalian bisa mengatakannya padaku 'kan?! Jangan buat aku khawatir! Dan... Mana Hokage?"

"Sakura-chan.." Hinata memberanikan menatap Sakura, "Hokage-sama—

"...mempertaruhkan nyawanya untuk kita."

Suara lemah Ino bisa didengar jelas ditelinga si murid kesayangan Tsunade tersebut. Raut wajahnya berubah horor, kakinya bergetar hingga ia tak bisa menahan diri untuk jatuh terduduk dan menangis.

Wanita yang menjadi sosok panutannya, merelakan diri untuk mati didalam peperangan ini.

Tak bisa berdiam diri, Sakura berdiri dan melangkah keluar ruangan. Tapi genggaman tangan Ino membuatnya memincing tajam pada sahabatnya.

"Lepaskan aku, Ino!"

"Hokage meminta kita menjaga mereka, Sakura! Jangan gegabah! Ini adalah tugas kita!"

"Aku tak bisa membiarkan dia melawan orang yang telah membunuh Hokage ke-4, Ino!"

"DIA BUKAN WANITA LEMAH SEPERTI KITA!" Ino berteriak penuh emosi didepan Sakura. Ia yang tak bisa menahan emosinya lalu memukul pipi Sakura hingga si pinky itu tertoleh kesamping, "Tsunade-sama itu kuat! Dia salah satu dari 3 sannin legendaris, Sakura! Dan dia punya Shizune-neesan disampingnya! Dia... Dia pasti bisa!"

"JIKA DIA BISA MELAWAN, KENAPA KALIAN MENANGIS HAH?!" Sakur a mendorong Ino hingga si pirang itu jatuh terduduk.

"Sakura-chan..." Hinata meneguk ludahnya, "Kami menangis... Karena..." ia tak bisa menatap lurus pada emerald Sakura, "Hokage-sama telah mengucapkan perpisahan..."

.

.

BRRAAK!

Dinding gua yang tebalnya tak terkira itu runtuh oleh bogeman Tsunade yang telah menacapai puncak emosinya. Dinding yang telah bolong itu menampakkan sosok pria bertopeng yang sempat bergidik melihat dinding itu hancur dengan mudahnya.

"Jangan berpikir kau bisa lari, Uchiha Madara." Hokage yang telah melepaskan jubah kebanggaannya, dan telah mengalami luka di lengan kirinya—menatap tajam sosok bertopeng itu. "Kau akan mati disini.."

SIIIIIIING—

Shizune muncul dibelakang Madara, menjeratnya dengan benang tajam yang kini melilit tubuh si pelaku dan ribuan jarum siap ditancapkan ke sisi leher ketua Akatsuki tersebut.

"Menganggap aku remeh, hm?"

Detik-detik yang terjadi saat itu seolah mimpi buruk yang dialami Tsunade.

.

ーつづくー

-To Be Continue-

.

Yo! Saya kembali xD

Err.. Setahun lebih ya ni fic ga diapdet? xD

Sorry, sorry.. Banyak kendala yang buat Ryuu sempet hiatus, dari masalah pribadi, anak kemarin sore yang coba kerja tapi rupanya lebih nikmat jadi pengangguran/eh/ lalu ending fandom ini yang... menyedihkan. Chk..

Ya berterima kasih buat beberapa orang yang telah membangkitkan kembali semangat Ryuu buat lanjutin. Walau Ryuu tau... Tau banget kemampuan tulisan Ryuu turun drastis, jadi Ryuu bakal ga heran kalo banyak yang ngeluh 'ga nyambung', 'kurang greget', atau kritik pedes sepedes cabe kering musim panas—Ryuu maklumin.

Juga, berterima kasih buat reviewer yang Ryuu peratiin masih ada yang review walo udah setahun ni fic ga lanjut hhahaha :''v mau nulisin pennamenya satu-satu Ryuu ga kuat—apalagi ngebalas—

Tapi berjuta terima kasih, arigatou, kanshamnida, xie xie, gracias, mokasih, thank you, Ryuu persembahkan untuk kalian yang sudah nyempatin waktu buat baca fiksi Ryuu ini :'3

Nah, sesi curhat ini Ryuu tulis juga disini...

Ehem... Ryuu pernah janji mau buat proses kelahirannya Dobe itu dalam sosok pria.. nah itu Ryuu udah nyari sumbernya :'v dari cara supranatural, terus ada juga gambar yang jelasin kalau MPreg itu bisa terjadi.. tapi—sisi normal Ryuu yang 30% ga bisa ngolah gimana harus buat seorang Naruto-Dobe yang ngaku cowo /eh/ bisa melahirkan :" terus, mau buat cara operasi nih ya—lah saya ga ada pengalaman sekolah kedokteran :''v mana tau gimana mau jelasinnya :'v cesar pada wanita aja saya ga tau—hiks :'(

Lalu, niat Ryuu pas selesai chapter 12 lalu, mau buat chapter 13 ini langsung perang besar, maunya macam di manganya Sasu sama Naru versus Madara/Obito, Cuma ya.. jadinya Cuma segini :" mau buat Naru dan Sasu ikut perang langsung kok rasanya kurang pas.. Tapi saya udah niatin ini fic bentar lagi selesai :" ya, Ryuu usahain chapter depan sudah perang besar, lalu chapter depannya lagi penyelesaian. Dan mungkin ada, omake :"

Oh ya! Ryuu ada rencana buat cerita anak-anak SasuNaru.. Well—tentu Ryuu ga mau kalah sama Mas-Sashi yang bisa membuat cerita Naru dan Sasu serta keluarga kecil mereka. Ryuu juga mau buat keluarga kecil SasuNaru diceritain juga /ih dia iri

Udah kejawab kan anaknya ada berapa? xDD Naruto tsuyoi— bisa ngandung 3 sekaligus—Si Sasuke juga spermanya bisa kagebunshin kali ya xD langsung jadi 3 xDD dia ngikik sendiri kalo ingat itu

Baiklah, :" maaf buat sesi cuap-cuapnya yang ternyata lebih lancar dari pada ngetikin ceritanya :''v kalo aja ada sekolah jadi novelis, saya ikut beneran :" /udah

Berniat ninggalin Review buat Cerita yang saya usahain mati-matian tetap greget ini? :" kalo banyak silent readernya, mungkin Ryuu bakal apdet lagi chapter selanjutnya tahun depan :" review kalian itu penyemangat loh buat Ryuu :''3

Sampai jumpa-ssu! ;;w;;)/

/Ryuuki Ukara/28 September 2015