Minna-san, stelah hiatus super duper panjang selama 1 tahun ane malah kembali dengan fic baru (hutang lama aja belum lunas). Songfic ini untuk Zoccshan, gomen udah menunggu amat lama sampe berlumut (?) m(_"_)m. Rencana mau dibikin oneshoot, tapi ane jadiin twoshoot deh, hohohoho #digeplak massa

Bagi SH lovers mungkin belum pernah melihat pennameku (ane author archive tetangga) salam kenal guys...

Disclaimer: Naruto by Masashi Kishimoto, Esperanza by Kana Nishino, and this fiction by me

Pairing: SasuHina slight NaruSaku

Warning: Songfic, OOC (maybe) Gaje (benar sekali). Typo (Pasti ada) Ide pasaran. DON'T LIKE JUST GO BACK!

Happy reading...

x0o0o0x

Esperanza

x0o0o0x

Hinata's POV

Terik sinar mentari musim panas menerpa wajahku. Menampakkan efek berwarna kuning cerah yang menyilaukan mata. Kulitku terasa perih terbakar, namun hatiku sekarang jauh lebih perih. Mengingat seseorang yang kucintai akan segera menikah dengan gadis pujaannya.

"Tenang Hinata, kau pasti bisa! ini hanyalah hal yang sederhana." Aku berusaha memberi semangat untuk diri sendiri. Kugenggam ponselku, berusaha mengumpulkan keberanian hanya untuk mengiriminya pesan, namun perasaan ragu menghalangiku. "Mungkin lain kali saja..." Gumamku dalam hati. Ah, aku memang payah. Memberi ucapan selamat untuk Naruto-kun saja tidak mampu.

Untuk sekedar menenangkan diri, aku memasang headset di telinga dan memilih-milih lagu. Cukup lama memilih salah satu lagu dari list yang panjang, akhirnya aku dapat memutuskan.

"Esperanza..." Seulas senyuman pahit terulas si bibir mungilku-entah tersenyum pada siapa. Pada diri sendiri mungkin? Aku memang patut dikasihani. "Dunia ini memang tidak adil, sepertinya aku memang tidak ditakdirkan untuk memilikinya..."

The sun burns my feelings for you
I want you to keep making my heart beat violently
I don't want to think this i a hopeless love
Because i want to change the future someday

My midsummer love is freezing
I want to feel your warmth
Let me be with you a little longer
Look at no one but me

Aku menengadahkan kepala menatap langit. Warna yang senada dengan mata safir Naruto, orang yang kucintai. Aku membayangkan senyumannya yang hangat seperti matahari, namun kini senyuman itu tidak lagi ditujukan kepadaku. Senyuman itu hanya untuk gadis yang sebentar lagi menjadi pendamping hidupnya.

Flashback

1 Bulan lalu...

Ponselku berbunyi menandakan pesan masuk. Aku tidak bisa mengeceknya langsung karena aku sedang mandi. Kebetulan adik perempuanku sedang berada di kamarku, jadi aku minta tolong padanya.

"Hanabi-chan, bisa kau lihat sebentar siapa yang mengirimiku pesan?"

"Hmm... ini dari Naruto."

Pipiku merona merah mendengar nama si pengirim SMS. Tentu saja aku kaget karena pesan itu dari orang yang kusukai. Karena tidak sabar membaca isi pesannya, aku buru-buru keluar dari bak mandi. Kuraih handuk berwarna biru muda yang digantung di sebelah bak mandi. Seketika uap air hangat mengepul keluar saat kubuka pintu kamar mandi.

"Nih." Hanabi menyodorkan ponsel padaku. Tidak peduli dengan tanganku yang masih basah, tanganku terulur menerima ponsel tersebut.

Ia mengangkat bahu-heran melihat tingkahku yang sepertinya terburu-buru. Dengan berdebar-debar aku menekan tombol open message dan tampaklah sebuah pesan singkat.

Hinata-chan! coba tebak apa yang terjadi padaku hari ini?
From: Naruto-kun

"Kira-kira apa ya?" segera kubalas SMSnya dengan menekan tombol reply.

Aku menyerah. Aku sama sekali tidak bisa menebaknya.
From: Hinata-chan

Lima menit kemudian kuterima balasannya. Entah kenapa aku mempunyai firasat buruk ketika menekan tombol open message untuk kedua kalinya.

Kau percaya? Sakura-chan menerima lamaranku! Kami berencana menikah bulan depan :-D
Kuharap kau datang saat pesta pernikahanku...
From: Naruto-kun.

Firasat burukku ternyata menjadi kenyataan. Kuharap ini hanyalah sebuah mimpi buruk dan akan segera terbangun, namun yang sedang terjadi ini adalah kenyataan pahit. Tanganku gemetar hingga tanpa sengaja aku menjatuhkan ponselku.

"Nee-chan kenapa" Hanabi masih memandangiku dengan heran.

"T-tidak ada apa-apa, H-Hanabi-chan." Buru-buru aku memungut ponselku agar dia tidak curiga.

"Tapi... raut wajah nee-chan aneh dan pucat, seperti ketakutan?"

"Sudah kubilang tidak apa-apa Hanabi-chan, tak perlu mencemaskanku. Aku hanya... ingin sendirian sekarang..."

'Mencurigakan...' Batin Hanabi. Kemudian ia memutar badannya dan keluar dari kamarku.

Setelah Hanabi keluar, aku mengetik balasannya. Sebenarnya aku ragu, 'apakah aku akan sanggup menghadiri pernikahan orang yang kusukai?'

Akhirnya aku membalas pesannya lagi. Mungkin aku akan datang, semoga saja aku bisa melakukannya.

Maaf Naruto-kun, sepertinya aku sibuk dengan pekerjaanku. Tapi kuusahakan datang...
From: Hinata-chan

Aku merasa sedikit lega setelah mengirim pesan itu. Artinya aku tidak harus datang bukan? lagipula aku memang sibuk menjadi penulis novel setelah lulus kuliah.

Tapi... entah bagaimana perasaan Naruto-kun kalau aku tidak datang. Senang atau sedihkah ia? Ah, aku perlu waktu untuk memikirkannya sendiri. Meratapi nasibku yang tidak beruntung sambil menangis di kamar.

Sejenak aku memandangi jendela kamarku yang terbuka. Baru kusadari bahwa diluar sedang gerimis. Mungkinkah langit ikut menangis untukku?

"Naruto-kun... kenapa kau tidak pernah memberiku kesempatan?" lirihku sambil mengusap mataku yang basah setelah menangis.

Flashback off

Your smile is too dazzling
It shines like the summer sun
Could i have made you mine
If we had met sooner?
I keep checking for messages
With a sad glance
I want to become that girl
My heart is shouting

My midsummer love is freezing
I want to feel your warmth
How much longer until i can cry?
I want to be loved by you, only you

Lagu itu mengalun dengan indah di telingaku, namun terasa seolah menyindirku. Yah, lagu itu memang sesuai untuk orang yang sedang patah hati. Tinggal tiga hari lagi semua harapanku hancur karena saat itu adalah hari pernikahannya. Lalu setelah menikah dia akan melupakanku.

Setidaknya aku tidak bertemu dengan 'dia', aku sama sekali tidak siap jika bertemu secara mendadak.

"Hinata-chan"

DEGG

Demi Kami-sama... Tanpa menoleh sekalipun aku sudah tahu siapa pemilik suara itu. Orang yang sedang tidak ingin kutemui sekarang. Dengan luar biasa gugup aku memberanikan diri menoleh ke belakang.

"Ohayou, N-Naruto-kun..."

Sialnya aku tidak hanya bertemu dengan Naruto-kun. Ada dua orang lain yang bersamanya. Sakura-chan, calon istri Naruto dan err... Sasuke.

Sasuke Uchiha, sahabat Naruto-kun. Aku tidak terlalu mengenalnya walaupun pernah bertemu beberapa kali. Ia pemuda yang dingin dan cuek menurutku. Padahal, menurut kabar dari siswi-siswi seangkatanku dulu, Sasuke-kun sangat populer dan dijuluki pangeran kampus.

Terakhir kali aku bertemu dengan Sasuke saat lulus kuliah. Saat itu aku tidak menyangka seorang Uchiha yang terkenal dingin bisa bersikap 'sedikit' ramah terhadapku. Kami hanya sempat terlibat dalam obrolan ringan, namun tiba-tiba ia menahan tanganku-seperti ia hendak mengatakan sesuatu. Sayang sekali, kakak sepupuku-Neji-nii datang di saat yang tidak tepat dan mengajakku pulang. Terpaksa aku meninggalkannya sendirian di kampus.

Sekarang aku bertemu lagi dengannya. Ia tengah menatapku dengan sorot mata seperti... kasihan? Aku benar-benar tidak mengerti.

Suasana hening sejenak karena tidak ada satupun yang bicara. Kulepaskan headset di telingaku, lalu membuka percakapan untuk mencairkan suasana.

"Umm... se-selamat berbahagia N-Naruto-kun, S-Sakura-chan..."

Syukurlah, pada akhirnya aku bisa mengatakannya walaupun dengan terbata-bata. Mati-matian aku memasang senyum palsu untuk menutupi perasaanku sebenarnya. Mungkin terlihat ganjil bagi Sakura dan Sasuke, namun bagi Naruto aku terlihat biasa saja.

"Hehehe, makasih Hinata-chan." Ia membalas senyuman palsuku dengan cengiran lebar. Entah kenapa ekspresi Sasuke-kun berubah menjadi aneh.

"Hinata, Apakah kau akan datang ke pernikahan kami?" Sakura merangkul lengan Naruto-kun dengan manja. Sebuah pemandangan yang menyebalkan untukku.

"A-aku tidak tahu, aku b-benar-benar sibuk."

Raut wajah mereka berubah kecewa. "Kami akan menunggumu, Hinata-chan. Ah, sebentar lagi kami akan makan siang bersama, kau mau ikut?" Ajak Naruto.

"T-tidak usah, a-aku ingin segera pulang. Jaa, Naruto-kun..."

"Jaa, Hinata-chan..." Naruto dan Sakura berbalik meninggalkanku pergi. "Oi Teme, kau tidak ikut?"

"Hn, aku tidak ikut. Aku ingin ngobrol sebentar dengan Hinata." Aku dan Sakura terbelalak. Sementara Naruto-kun tersenyum penuh misteri.

"Semoga sukses, Teme..." Naruto-kun berbisik di telinga Sasuke kemudian menggandeng tangan Sakura. Aku masih bisa mendengar bisikannya tapi tidak mengerti maksudnya.

Kupandangi punggung Naruto yang semakin menjauh dariku. Padahal tadi jarak antara kami begitu dekat, namun aku tidak bisa menyentuhnya...

Whenever you confide in me
I hide my broken heart
Whenever you complain about her
I get my hopes up. Is that mean?

You are so close but i can't reach you
I can't become that girl
My heart is breaking

Walaupun sudah melepaskan headsetku, lagu tadi masih terngiang di telingaku. Esperanza adalah lagu patah hati, tapi aku tak menyangka akan bernasib sama seperti makna liriknya.

"Hinata..."

Tak kusangka tiba-tiba ia memanggilku. Aku yang dari tadi melamun langsung tersentak. "Y-ya, a-ada apa?"

"Kau menyukai Dobe?"

Sebuah pertanyaan aneh yang mendadak, namun tepat sasaran. Apa karena dari tadi wajahku memerah seperti kepiting rebus?

"B-bagaimana k-kau bisa tahu?"

"Tentu saja dari ekspresimu. Kau tidak sadar mukamu merah sekali? sejak dulu kau sering salah tingkah, bahkan pingsan ketika bertemu Dobe." Jelasnya.

Aku menunduk-menyembunyikan sepasang lavenderku dibalik helaian poni. "T-tapi... Sudahlah Sasuke-kun, N-Naruto-kun s-sebentar lagi menikah..." Masih dalam keadaan menunduk, aku tidak berani menatap langsung matanya.

"Hn." Sasuke tiba-tiba menyeringai. "Hinata, datanglah ke pesta pernikahan Dobe."

Pupil mataku membulat. Apa yang ia pikirkan sih? memberi ucapan selamat saja rasanya seperti mengangkat sebuah batu besar, apalagi datang ke acara pernikahannya!

"Ah, t-tapi..."

"Sudah, datang saja!" potongnya cepat.

Kaget dengan reaksi Sasuke, tanpa berpikir panjang aku langsung menyanggupinya. "B-baiklah."

Beberapa detik kemudian Sasuke-kun sudah menghilang dari hadapanku. 'Apa yang sebenarnya kau inginkan, Sasuke-kun...' Batinku penuh rasa penasaran.

End of Hinata's POV

.

.

.

.

Sasuke's POV

Kini aku bersembunyi di balik pohon sambil menatap gadis berambut indigo panjang itu dari kejauhan. Aku haus mengatur napas, lagi-lagi jantungku berdetak dua kali lebih cepat setelah bertemu Hinata. Padahal aku sudah tertarik dengannya sejak kuliah, tapi aku tidak cukup bernyali mendekatinya karena dia menyukai Dobe-sahabat sekaligus rivalku.

Beruntung, kali ini aku sudah cukup bernyali untuk melakukan pendekatan. Senang, puas, bangga? itulah yang kurasakan sekarang. Dulu aku menolak para fansgirl-ku hanya untuk Hinata. Hanya untuk seorang gadis pemalu yang sudah menyukai orang lain. Hinata, seandainya kau tahu perasaanku, kuharap kau akan berpaling padaku...

Flashback

"Hinata-chan, ikutlah dengan kami! kami akan ke karaoke loh!" ajak seorang gadis berambut cepol dua yang mirip dengan panda.

"M-maaf Tenten, sebentar lagi Neji-nii akan menjemputku. Aku tidak bisa ikut."

"Yaah... sekali ini saja, bilang pada Neji kalau kami yang mengantarmu pulang." Seru Tenten dengan memelas. Pandangan matanya yang berkaca-kaca dapat meluluhkan hati Hinata, namun ia teringat dengan ayahnya dan Neji. Tentu saja Hinata lebih baik memilih tidak ikut daripada teman-temannya harus berurusan dengan keluarganya.

"Betul, kau kan tidak pernah ikut setiap kami mengajakmu. Apalagi ini accara perpisahan kita." Tambah Ino-gadis pirang berkuncir.

"T-teman-teman, aku tidak boleh pergi begitu saja. Ayah dan Neji nii pasti akan marah." Tolak Hinata dengan halus.

"Hu-uh, ayah dan sepupumu itu benar-benar overprotektif!" keluh Ino sambil mengerucutkan bibirnya.

"Sudahlah, terpaksa kita pergi tanpamu. Jaa Hinata-chan, kami pergi dulu..." Tenten dan Ino melambaikan tangannya sambil berjalan menjauh.

"Jaa..." Hinata balas melambaikan tangannya. "Haah, akhirnya aku tinggal seorang diri..."

Dari kalimat yang dilontarkannya tadi, sepertinya gadis itu tidak menyadari bahwa aku sedang berdiri tepat dibelakangnya. Tadi aku sedang duduk dibawah pohon mapple dan berpura-pura cuek padanya, namun tanpa kusadari aku malah mendekatinya.

Sebenarnya aku sudah bertekad untuk menyatakan perasaanku, karena setelah lulus kuliah belum tentu kami akan bertemu lagi. Walaupun gugup, aku harus berani meyapanya.

"Hai." Dia masih belum sadar walaupun sudah kusapa. Entah dia sedang sibuk melamun atau...

"S-Sasuke-kun?" beberapa detik kemudian, ia baru menyadari kehadiranku. Wajahnya menurutku semakin manis ketika dia menatapku.

"Hn?"

"Se-sedang apa? kenapa tidak ikut dengan yang lainnya?" tanyanya sambil menautkan kedua jari telunjuknya.

"Menunggu aniki menjemputku, kau sendiri?" dengan sengaja aku beralasan untuk menghabiskan waktu bersamanya. Padahal baka-aniki sedang ke luar kota mengurusi perusahaan keluarga.

"Ah, a-aku juga s-sedang menunggu Neji-nii, kita tunggu saja sama-sama."

"Hn." Hanya itu yang bisa kukatakan.

Keheningan meliputi kami dan menciptakan kecanggungan. Kami-sama, apa yang harus kulakukan sekarang? padahal aku terkenal jenius dalam segala mata pelajaran, kenapa aku begitu bodoh soal cinta?

GREPP

Tanpa sadar, tanganku bergerak menggenggam tangan mungil Hinata. "..."

Payah, aku tak tahu apa yang harus kulakukan selanjutnya. Ia menatapku dengan bingung seperti patung batu. Disaat seperti ini...

"Hinata!" seorang pemuda berambut coklat yang mirip dengan Hinata datang menghampiri kami. Tindakanku seketika terhenti, kulepaskan tanganku darinya.

"N-nii-san..."

"Apa yang kau lakukan pada sepupuku, Uchiha?" Iris lavendernya menatapku tajam seakan mengintimidasi.

"N-Neji-nii, kami hanya..."

"Mengobrol sebentar..." aku melanjutkan kalimatnya tanpa rasa takut. "Tidak ada masalah kan?"

Tiba-tiba aura disekitar kami berubah. Seakan ada perang dunia ketiga antara aku dan lelaki berambut panjang ini. Hinata yang menyadari perubahan suasana itu hanya menunduk pasrah, tidak tahu harus berbuat apa.

"Ayo pulang, Hinata-sama!" Ia menarik Hinata dengan paksa.

"B-baik nii-san! m-maaf Sasuke-kun, a-aku pulang duluan..." Gadis indigo itu hanya menatapku dari jauh. Ia tidak bisa berbuat apa-apa saat Neji menyeretnya menjauh.

"Kuso! padahal tinggal sedikit lagi aku bisa mengatakannya!" batinku frustasi sambil memandangi mereka berdua yang semakin menghilang dari pandangan.

.

.

.

Tuberculosis (?)

.

.

.

Huwahahahaha... #ketawa laknat gara-gara frustasi# akhirnya setelah 1 tahun fic ini membusuk di netbook akhirnya dipublish. Nah, Zo, utang ane lunas yah? Gyahahaha #dibantai massa# okeoke, masih ada lanjutannya, tapi jangan bunuh ane (baru di ressurect padahal).

Nah, buat readers silakan tinggalkan jejak (?) di kolom review.

~Thanks for reading~