Hola Minna. Ada yang bosen ketemu fic baru (lagi-lagi) saya? Semoga nggak ya.

.

Fic Collab with Searaki Icchy.

.

DISCLAIMER : TITE KUBO

.

RATE : M For Safe

.

Warning : OOC (banget), AU, Gaje, Misstypo (Nongol mulu), Gak karuan, semoga gak ngebosenin ^_^

.

Attention : Fic ini hanyalah fiksi belaka. Apalagi terdapat kesamaan atau kemiripan situasi atau tokoh atau apapun itu dengan cerita lain dalam bentuk apapun itu, adalah tidak disengaja. hehehe

.

.

.

ONLY TIME

.

.

.

It's you and I… just think about it…

.

.

.

Rukia membuka matanya perlahan. Entah kenapa nyaman sekali tidur semalam. Mungkinkah karena dia memang lelah atau karena cuaca semalam memang mendukung sekali untuk terlelap begitu mudah. Rasa pusing yang sempat menyerangnya kemarin sudah hilang. Benar-benar nyaman dan―

Mata Rukia terbelalak saat menyadari dirinya tidaklah seorang diri di kasurnya. Kenapa dia… dipeluk seperti ini?

"Yo, sudah bangun?"

Wajah Rukia memerah begitu nyata saat pria―astaga! Ini pria! Ya Tuhan! Apa yang sebenarnya Rukia pikirkan semalam?

Dia tidur satu ranjang dengan seorang pria bertelanjang dada, dan gawat, dia juga sama saja. Rukia kian merapatkan selimutnya supaya bisa menenggelamkan dirinya sedalam mungkin. Pria tidak tahu diri ini malah mendekatkan tubuhnya kian rapat pada tubuh mungil Rukia. Wajah tegas khas pria itu juga semakin merapat ke wajah Rukia.

"H-hei! K-kau mau apa?!" bentak Rukia. Terdengar aneh kalau kau sebenarnya ingin membentak tapi gugup bersamaan.

Rukia memejamkan matanya seerat mungkin saat telapak besar itu mulai mendekati wajahnya. Dia tidak tahu apa yang diinginkan pria tidak waras dan memang gila ini. Beberapa saat Rukia hanya diam dan memejamkan matanya, entah kenapa dahinya terasa begitu hangat dan anehnya nyaman.

"Tidak lagi panas. Hm… sepertinya kau hanya demam ringan. Kalau sampai demam tinggi, aku yang repot. Sekarang kau bangun dan makan," perintahnya begitu setelah melepaskan tangan besarnya dari dahi Rukia.

Tentu saja Rukia terbelalak mendengar perintah yang seperti itu. Apa-apaan dia? seenaknya memerintah seperti itu. Apa dia tidak tahu kalau sedetik yang lalu dia sudah berhasil membuat Rukia gugup dan panas dingin? Hampir saja jantungnya yang sedari tadi melonjak-lonjak tak karuan ini mau terjun bebas seperti bungee jumping karenanya.

"Oi, tunggu apalagi? Cepat siap-siap," katanya lagi. Masih dengan nada memerintah.

Rukia mulai jengkel dan menggeram. Terpaksa menuruti perintah menyebalkan itu. Tapi sebelum itu terjadi, yang wanita kecil itu lakukan adalah…

BRAAKK!

"Adawww!" Ichigo menggeram kesakitan. "Sakit bodoh! Kau ini kenapa sih?" pria berotot itu sudah tersungkur jatuh ke lantai karena hantaman jam weker dari Rukia. setidaknya tadi Rukia berhasil tepat sasaran. Paling tidak hidung atau dahinya lah…

"CEPAT PAKAI BAJUMU SIALAN! DASAR PRIA CABUL TIDAK TAHU MALUUU!" pekik Rukia nyaring.

"Uhm… Ibu sudah bangun?" pintu kamar Rukia terbuka dan memaparkan Akari yang tengah menunggu di ambang pintu sambil melihat pemandangan yang seharusnya tidak dilihat oleh bocah itu.

Rukia dengan kondisi (hampir bisa dikatakan) telanjang ditambah seorang pria asing berambut jeruk terang dengan keadaan setengah telanjang di atas kasur ibunya. Akari hanya diam menunggu dengan muka polosnya.

Rasanya Rukia ingin terjun saja dari apartemennya…

.

.

*KIN*ICCHY*

.

.

Selagi Rukia membersihkan dirinya―antisipasi diberlakukan mengingat Rukia tidur tanpa pakaian dan dalam keadaan yang tidak bisa dibilang menyenangkan. Semua laki-laki memang suka berdusta. Mana ada laki-laki yang mau jujur apa yang dilakukannya selagi tidur di samping wanita yang hanya mengenakan pakaian dalam?

Awas saja kalau Rukia merasakan sesuatu yang berbahaya. Pria itu tidak akan keluar hidup-hidup dari apartemennya. Paling tidak harus ada salah satu anggota tubuhnya yang cacat. Rukia tidak peduli walaupun dia harus berubah menjadi seorang psikopat sekaligus demi membasmi wabah jeruk yang masih ada di rumahnya.

Hari ini Rukia harus kembali ke kantor. Dia bisa terlambat seperti ini. Apalagi semakin hari, pekerjaan semakin bertambah. Perusahaannya memang sedang sibuk-sibuknya dengan berbagai tamu yang hilir mudik di sana. Jadi mau tak mau Rukia harus bekerja ekstra dengan jumlah tamu yang sering berkunjung ke kantornya. Mau tidak mau, dia harus menjaga kondisi badannya sesehat mungkin.

"Wah, Paman Ichi pintar memasak! Sama seperti Ibu!"

Rukia baru keluar dari kamarnya dan mendengar suara riang Akari dari arah dapur.

Begitu Rukia masuk ke ruang kecil dan sebenarnya sesak karena penuh barang itu, Akari sedang duduk manis di meja makan dengan pisau roti dan garpu di kedua tangan mungilnya. Wajahnya berbinar cerah saat mendapati pancake di atas meja makan. Akari memang suka makanan manis. Tapi karena Rukia sibuk, Rukia jadi jarang membuatkan Akari makanan seperti itu lagi.

Melihat koki baru di dapurnya, Rukia jadi ingin tertawa. Tapi dia tidak bisa. Sepertinya jam weker-nya benar-benar mengenai hidung si kepala orange itu. lihat saja lebam di tulang hidungnya.

"Ah, kau sudah selesai, Nyonya?" sapa Ichigo setelah melihat Rukia yang hanya terpaku di depan pintu ruangan kecil ini.

"Apa maksudmu? Kenapa kau membuat sarapan? Apa kau masukkan racun di sana?" pikiran Rukia sudah berkicau ke mana-mana.

"Astaga, aku benar-benar sakit hati sekarang. Setelah hidungku, kau sekarang menyakiti hatiku. Kau boleh tanya bocah ini kalau pancake strawberry-nya kumasukkan racun. Dia sudah makan setengah porsi tadi," bantah Ichigo.

Melihat Akari yang melambai-lambai ke arah Rukia dengan gerakan yang sepertinya cukup sehat dan riang, sepertinya memang makanan itu tidak dikasih racun. Akari juga sudah siap berangkat. Memang Akari sudah terbiasa menyiapkan diri sendiri kalau Rukia sibuk. Rukia duduk di sebelah Akari melihat gadis kecil itu menikmati sarapan paginya dengan lahap. Berkali-kali dia mengatakan kalau Akari menyukai pancake buatan paman mesum itu. Rukia harus bertindak secepatnya agar Akari tidak terlalu akrab dengan pria mesum ini. Rasanya terlalu berbahaya.

"Makanlah. Setelah sakit, paling enak makan bubur. Aku membuat bubur telur," Ichigo meletakkan semangkuk hangat bubur telur di meja Rukia. Rukia hanya diam terpaku, dalam hati sedikit kaget dan merasa tidak enak karena pria itu membuatkan makanan untuknya.

Bingung karena tidak bisa membalas perbuatan pria itu dengan kata-kata sinisnya, Rukia memalingkan wajahnya ke Akari.

"Akari, hari ini Ibu tidak bisa mengantarmu. Ibu harus kerja pagi. Bibi Shirayuki akan menjemputmu sebentar lagi. Tidak apa-apa kan?" kata Rukia dengan mimik bersalah. Memang pagi ini dia harus buru-buru.

"Tidak apa-apa. Aku tidak akan nakal dengan Bibi Shirayuki. Ibu jangan khawatir. Tapi Ibu janji tidak akan sakit seperti kemarin kan?"

"Tentu saja… Ibu janji."

Tak berapa lama dari situ, pintu apartemen Rukia diketuk pelan. Sepertinya Shirayuki sudah datang. Setelah menyelesaikan sarapannya, dan mengucapkan terima kasih pada paman koki mesum itu, Akari akhirnya pergi bersama Shirayuki. Pasti Shirayuki akan kaget karena pria tidak tahu diri itu sempat keluar untuk mengantar Akari. Pasti jadi aneh kalau Shirayuki melihat seorang laki-laki di apartemen Rukia di pagi hari. Haaa… apa yang harus Rukia lakukan…

Setelah mengantar Akari dan memastikan putri kecilnya sudah pergi bersama Shirayuki. Rukia mendesah pelan. Entah kenapa setiap kali merasa Akari jauh, dirinya jadi merasa terbebani. Jauh dari putri kecilnya benar-benar―

"Jadi kau punya Kakak?"

Rukia menoleh dengan mimik yang sangat terkejut.

"Darimana kau tahu?"

"Di kamarmu ada fotomu bersama seseorang. Begitu kulihat catatan di belakangnya, kau menulisnya bersama kakak. Fotonya juga sama persis dengan yang ada di ponselmu. Benar kan?"

"Sejak kapan kau diizinkan untuk melihat foto di ponsel orang? Dasar maling…" Rukia menggerutu kesal. Dia hanya beranjak menuju dapur untuk menaruh piring kotor bekas Akari.

Ichigo mengabaikan semua itu dan mengikuti Rukia sampai wanita itu kembali ke tempat duduknya, memakan bubur telur buatannya.

"Lalu dimana dia sekarang? Kalau kau punya kakak, kenapa kau tidak tinggal bersamanya? Apa dia sudah menikah?"

Rukia tetap diam dan konsentrasi pada buburnya. Dia hanya ingin cepat menyelesaikan ini, menendang pria ini keluar dari rumahnya dan pergi bekerja.

"Hei, kau tidak punya sopan santun sama sekali. Memangnya kau boleh mengabaikan orang yang bicara di depanmu?"

Pria itu semakin menyebalkan dengan duduk di depan Rukia. Baiklah. Ini adalah pagi termenyebalkan dalam hidupnya kalau Rukia boleh bilang begitu.

"Tch, selain tidak sopan, pemarah, tidak tahu terima kasih, kau juga tuli ya." Ichigo semakin menjadi-jadi. Habis sudah kesabaran Rukia.

BRAAK!

Rukia menggebrak meja makannya dengan kasar.

"Juga suka memukul," lanjut Ichigo dengan suara rendah.

"Kakakku sudah lama meninggal. Dia belum menikah. Jadi aku hanya tinggal berdua dengan Akari. Lagipula, aku tidak punya kewajiban untuk memberitahukan mengenai keluargaku pada orang asing sepertimu. Kalau kau sudah paham, lebih baik kau diam dan jangan membahas masalah keluargaku lagi. Karena ini bukan kepentinganmu."

Ichigo tidak merespon. Rukia membereskan makan paginya dan segera menyiapkan diri untuk segera pergi ke kantor. Tidak peduli apakah pria sialan itu masih tetap berada di rumahnya atau tidak. Ichigo dengan kurang ajarnya bertanya tentang masalah pribadinya dan itu membuat Rukia kesal setengah mati.

"Dia juga kasar. Wanita macam apa dia itu. pria mana yang mau dengannya kalau sikapnya menyebalkan begitu?" gumam Ichigo setengah keheningan yang cukup lama.

Rukia memutuskan untuk tidak membalas kata-kata Ichigo. Untuk apa meladeni perkataan pria yang tidak ada hubungan dengannya. Rukia juga sedikit menyesal karena sudah terlalu emosi. Ini semua salah pria itu…

.

.

*KIN*ICCHY*

.

.

Rukia sudah berusaha berkali-kali untuk mengusir pria ini. Tetap saja Ichigo tidak bergeming, akhirnya Rukia sendiri yang kewalahan. Dia malah membiarkan pria itu mengikutinya dari belakang sampai mereka tiba di kantor. Sebenarnya Rukia merasa terganggu. Rasanya memang tidak nyaman kalau ada yang mengikuti kita. Tapi kalau orangnya sendiri keras kepala, Rukia bisa apa?

"Kupikir kau sudah cukup kurang waras. Bisakah kau berhenti berbuat aneh?" tegur Rukia ketika mereka sudah tiba di depan kantornya.

"Seharusnya kau senang aku mengantarmu sampai di sini. Memastikan kau tidak akan jatuh pingsan seperti kemarin."

"Aku tidak jatuh pingsan!" bantah Rukia.

"Karena kalau kau begitu lagi, aku bisa repot…"

"Dengar ya, yang merepotkan dirimu itu ya kau sendiri. Aku kan tidak pernah―ah sudahlah! Aku bisa gila kalau begini. Aku akan masuk. Dan kau sebaiknya tidak berulah macam-macam lagi!" Rukia begitu frustasi menghadapi Ichigo. Akhirnya dia memutuskan untuk berjalan cepat-cepat agar menjauh dari pria itu.

Rukia baru saja hendak berbalik ketika pria itu mengeluarkan sesuatu dari saku jaketnya.

"Kau lupa ini ya?"

Mata Rukia langsung berbinar saat melihat benda tipis itu. Bisa saja Rukia kalap dan menerkam Ichigo saat itu juga. Tapi entah kenapa dia merasa kalau pria ini sedang menipunya.

"Kau mau menipuku?"

"Bukankah aku sudah janji kemarin, kalau kau sudah sembuh aku akan mengembalikan ini. Ambillah. Atau kau sudah tidak ingin benda―"

"Tentu saja aku mau!" sergap Rukia langsung mendekati ke arah Ichigo dan merebut ponsel kesayangannya. Begitu yakin benda itu sudah di tangannya, Rukia langsung memeluk benda itu seerat mungkin. Rasanya dia ingin menangis haru. Akhirnya ponselnya kembali.

"Aku sudah mengembalikannya. Bagaimana kalau ucapan terima kasih setelah semua ini?" lontar Ichigo.

"Terima kasih…" balas Rukia, kalau perlu dia akan menunduk hormat kepada Ichigo jika pria itu meminta.

Ichigo mengamati ekspresi Rukia. Tadi wanita itu marah-marah kepadanya, beberapa jam kemudian, wanita itu malah terlihat polos dan lugu dan yang paling aneh… menggemaskan.

Sebenarnya gadis ini punya berapa kepribadian sih?

Rukia mulai merasa pria ini sebenarnya bukan pria jahat. Paling tidak selama Rukia sakit kemarin, Ichigo tidak melakukan hal-hal aneh kepadanya. Pria itu menjaganya tetap nyaman dan aman bersamanya.

Setidaknya, Ichigo berbeda dari beberapa teman premannya yang lain. Dan Rukia—dengan berat hati mengakui—cukup menyukai perbedaan itu darinya.

"Oh, Kuchiki. Kau datang pagi?"

Ichigo tersentak kaget ketika mendengar suara seorang laki-laki. Ternyata dari arah berlawanan dengan mereka, seorang pria bersetelan mahal baru saja turun dari mobil mewahnya. Rukia tersenyum begitu manis sambil menunduk memberikan salam. Awalnya Ichigo agak kaget karena ternyata gadis ini bisa bersikap manis seperti sekarang. Bahkan wajahnya yang tersenyum itu begitu…

"Selamat pagi, Kurosaki-san. Saya ada tugas lebih awal," jawab Rukia dengan suara yang begitu sopan dan lembut. Jauh berbeda ketika dia berbicara dengan Ichigo, suaranya terdengar dingin dan ketus.

Tanpa sadar, Ichigo memandang sinis pria yang dipanggil Rukia dengan sebutan Kurosaki. Rasa membakar kian memanas di dalam hatinya.

Apakah Ichigo merasakan jealousy untuk Rukia dan pria Kurosaki itu?

Tidak, seharusnya tidak begini…

"Oi, aku pergi dulu."

Hanya mengatakan kata-kata itu dan Ichigo langsung berbalik dan meninggalkan Rukia tanpa sempat mendengar gadis itu berucap padanya.

Rukia merasa agak aneh saat melihat Ichigo tadi. Kenapa pria itu jadi begitu dingin lagi? Padahal tadi dia terlihat menyebalkan dan… yah entahlah.

Kaien mengamati punggung Ichigo yang menjauh. Pandanganya tidak pernah lepas saat punggung itu sudah menghilang dari tangkapan matanya. "Dia siapa, Kuchiki?"

"Ahh, cuma seseorang yang kukenal," ujar Rukia. "Kenapa?"

"Oh, aku hanya merasa dia mirip dengan adikku yang hilang. Kau tahu siapa namanya?"

"Yang kutahu, dia sering dipanggil Ichigo. Ah, aku menyesal mendengar tentang adikmu, Kurosaki-san." Rukia berkata dengan tulus sekaligus kaget karena ternyata Kaien mempunyai seorang adik.

Kurosaki Kaien tidak merespon. Setelah mendengar penjelasan Rukia, sepertinya angannya melayang dengan pemikiran baru yang tak pernah dia duga.

.

.

*KIN*ICCHY*

.

.

"Yang kutahu, dia sering dipanggil Ichigo."

Benarkah ada pria lain yang memiliki nama Ichigo?

Apakah di dunia ini begitu banyak pria yang memakai nama Ichigo? Tapi melihat keperawakannya, wajahnya, benar-benar mirip. Dan kenapa pria itu bisa berhubungan dengan Kuchiki Rukia?

Apa mungkin hanya mirip saja? Apa mungkin dia tidak ada hubungannya dengan adiknya yang sudah lama menghilang itu? Benarkah ini hanya kebetulan?

Kaien nyaris frustasi memikirkan ini.

Ada begitu banyak beban yang berada di pundaknya. Dan rasanya… semua ini sudah mencapai batas. Apakah Tuhan sudah memberikannya… petunjuk?

Kau mau berjanji pada Ayah? Kau akan menemukan adikmu apapun yang terjadi? Apa kau akan memenuhi permintaan Ayahmu ini, Kaien?

Kaien meraih gagang telepon ruangannya. Menekan beberapa nomor penting dan menunggu sambungannya. Rasanya sudah lama Kaien terus menunggu. Sudah waktunya dia untuk bertindak secepatnya.

"Aku ingin kau menyelidiki seseorang. Bisa kau lakukan itu?"

.

.

*KIN*ICCHY*

.

.

"Ayo kita minum!" bujuk Hinamori setelah pekerjaan mereka selesai hari ini.

"Tidak bisa. Aku harus segera pulang," tolak Rukia halus. Dia tidak mau melakukan kesalahan yang sama. Meski badannya sudah agak mendingan, Rukia belum sembuh total dari demamnya. Dia tidak mau jatuh sakit lagi dan membuat Akari khawatir.

"Kau ini kenapa sih selalu menolak begitu? Aku mulai curiga. Atau jangan-jangan karena… dia?" selidik Hinamori.

"Dia…?" ulang Rukia bingung.

Hinamori menunjuk seorang pria yang berdiri di depan gedung kantor mereka sembari memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jaket, memakai jeans kusam acak-acakan, dan sepatu boots hitam.

Pria berambut terang itu tampak mondar-mandir di sana. Sesekali dia akan mengintip ke dalam kantor lalu duduk berjongkok di depan sana. Kadang juga dia menyandar ke dinding gedung sambil memperhatikan orang-orang berlalu lalang. Dia akan mangkal di sana pada pagi hari dan pada jam pulang kantor.

"Sudah seminggu ini kuperhatikan dia selalu ada di sana. Dia datang menjemputmu kan?" tebak Hinamori.

Yah, sudah seminggu ini preman tidak jelas itu tiba-tiba datang pagi hari ke rumahnya, dengan dalih mau mengantar Akari yang sialnya sudah berteman akrab dengannya. Kadang juga dia membawakan pancake kesukaan Akari entah darimana, dan—anehnya—tanpa racun. Sorenya dia akan datang lagi kemari entah menunggu apa, dan ketika Rukia keluar kantor menjemput Akari, dia akan ikut menjemput Akari lalu pulang setelah memastikan Akari dan Rukia sampai di apartemen.

Jelas saja ini membuat Rukia bingung setengah mati. Ketika didesak alasannya, pria itu hanya menjawab dia ingin bertemu Akari.

"Dia tidak begitu!" balas Rukia sebal.

"Ehh kenapa? Tapi dia kelihatan keren meski dandanannya sedikit mengerikan. Apa dia preman?"

"Sudahlah. Jangan dibahas. Aku pulang dulu," jawab Rukia.

"Kau mau berkencan dengannya ya?!"

Sialan Hinamori! Sifat kepo-nya sedang keluar…

Kenapa kau tidak berlari keluar saja sambil membawa pengeras suara dan membuat pengumuman konyol itu? Dasar bodoh.

"Wah, kau cepat keluar hari ini ya?" sapa Ichigo ketika gadis mungil itu sudah keluar dari kantornya.

Rukia tidak memperdulikannya dan langsung berjalan lurus ke depan. Dasar orang aneh! Apa yang dia mau dari Rukia, sih?!

"Hei! Pelan-pelan!" teriak Ichigo.

Kenapa pria itu tidak mengerti juga, sih? Rukia tidak ingin diikuti olehnya! Seminggu penuh dia datang menjemput dan mengantar Rukia, apa pria itu tidak mengerti semua tindakannya akan memicu gossip di kantornya?

Ah, mana dia mengerti. Otaknya kan bodoh, tidak bisa dibuat berpikir selain untuk memikirkan cara bagaimana dia akan mengambil ponsel Rukia atau menggodanya. Dengan mengantarnya seperti ini setiap hari! Wanita mana yang tidak akan salah tingkah dengan perhatian seperti ini? Contohnya…

"Kau tadi makan siang apa? Jangan makan yang pedas lagi, Akari bilang kemarin kau makan kari pedas. Maagmu jadi kambuh lagi, kan?"

Akari memang bocah polos yang tidak bisa diajak bekerja sama! Sudah puluhan kali Rukia menyuruh putrinya itu menjauhi pria tidak jelas ini, tapi entah kenapa malah tambah semakin akbrab saja. Apalagi Rukia harus 24 jam jadi ekstra terjaga supaya pria ini tidak mencuri kesempatan mengambil ponselnya lagi. Dia kan sakit jiwa!

"Ah ya, kau tidak punya teman pria ya? Kulihat semua teman wanita di kantormu selalu dijemput oleh teman pria mereka. Bahkan ada yang terang-terangan berkencan begitu. Masa kau tidak tertarik dengan pria? Apa jangan-jangan kau ini gay atau karena kau tidak laku?"

Rukia tidak tahan untuk tidak membalas omongan Ichigo yang bilang dia tidak laku. Enak saja!

"Berhenti menggodaku! Aku bukannya tidak tertarik pada pria atau tidak laku—terlebih lagi, aku masih normal! Aku hanya belum berpikir ke arah sana. Aku masih harus merawat Akari tahu! Jadi berhentilah memikirkan yang aneh-aneh tentang—"

"Dasar wanita kuno," Ichigo menertawakannya. "Masa karena menjaga anak saja kau sampai harus mengorbankan masa mudamu? Memangnya kau mau seumur hidupmu tidak pernah berkencan dengan pria, huh?"

"Sudah kubilang itu bukan urusanmu!" geram Rukia.

Ichigo masih tertawa geli melihat gelagat salah tingkah gadis mungil ini.

Saat suasana menggelap begini memang menyebalkan. Berkali-kali Ichigo mendengar suara langkah kaki yang begitu samar. Langkah suara itu selalu terdengar setiap kali mereka melangkah. Langkah kaki itu bukan milik orang-orang yang berjalan melewati mereka. Langkah ini akan berhenti ketika Ichigo dan Rukia berhenti.

Sepertinya Ichigo harus melakukan sesuatu untuk langkah misterius itu. Dengan cepat dia melepaskan salah satu sepatunya. "Ah, sepatuku kemasukan debu!" pekik Ichigo. Cukup berlebihan.

"Debu?" ulang Rukia heran.

Ichigo menunduk ke bawah, melepaskan sepatu boot-nya dan mengguncangnya untuk mengeluarkan debunya, tapi kemudian dia berbalik dan melempar sepatu boot-nya begitu tinggi.

BUUUUGHH!

"Apa yang kau lakukan?!" pekik Rukia ketika berbalik ke belakang ternyata sepatu Ichigo mengenai seseorang yang berjalan di belakang mereka. Bukannya orang itu memarahi Ichigo tapi dia malah kabur begitu saja.

Rukia jadi heran sendiri. Seharusnya dia memarahi Ichigo karena melempar sepatunya sembarangan begitu.

"Maaf ya Paman!" teriak pria itu santai. Tidak peduli pendaratan sepatunya mungkin menimbulkan korban benjol.

"Hei, kau ini―" Rukia berusaha untuk mengomeli Ichigo. Tapi dia langsung mengurungkan niatnya karena tak sengaja melihat kilatan serius di mata cokelat pria itu.

Aneh…

"Tunggu sebentar di sini ya, aku akan mengambil sepatuku dulu," kata Ichigo berbalik.

Rukia diam tak merespon.

Kalau diingat lagi, malam kemarin juga Ichigo begitu. Dia melempar sepatunya sembarangan juga, dan anehnya sepatu itu juga mengenai seseorang. Yang lebih aneh lagi, orang yang terkenal lemparan sepatu itu tidak protes kepadanya. Dia langsung pergi seakan takut tertangkap oleh Ichigo. Ada apa sebenarnya?

.

.

*KIN*ICCHY*

.

.

"Aku tidak tahu siapa sebenarnya yang mereka incar. Aku atau Rukia…" gumam Ichigo setelah memastikan Rukia dan Akari selamat di rumahnya.

Sebenarnya, tanpa sepengetahuan Rukia, alasan Ichigo selalu datang menjemput dan mengantar Rukia adalah karena sudah seminggu ini dia melihat keadaan kantor Rukia setelah Ichigo tak sengaja melihat sekawanan kelompok tak dikenal terlihat mengawasi Rukia. Tapi tampaknya setelah seminggu penuh Ichigo menemani Rukia, tidak ada hal yang terjadi. Semuanya masih aman-aman saja. Tapi tidak menutup kemungkinan bahaya akan muncul jika dia lengah.

Saat ini Ichigo sedang berada di kediamannya, mansion megah yang berdiri di tengah-tengah kumuhnya Rukongai. Bersama dengan pengawal sekaligus temannya, Renji dan Grimmjow, Ichigo membicarakan tentang situasi yang dia hadapi baru-baru ini.

"Kau yakin ada yang mengikuti kalian?" tanya Grimmjow.

"Ya, selama seminggu ini sudah dua kali. Tapi sampai saat ini belum ada yang mencurigakan."

"Kalau begitu, bagaimana kalau besok kau tidak usah datang dulu. Kalau memang orang-orang itu mengikutimu, mereka tidak mungkin mengikuti Rukia jika wanita itu tidak bersamamu, kan?" sahut Renji memberikan usul.

Ichigo menimang-nimang usul itu. "Ya. Semoga saja…"

Semoga memang begitu keadaannya…

.

.

*KIN*ICCHY*

.

.

"Akari kau darimana?"

Rukia sempat panik saat melihat Akari tak ada di kamarnya pagi ini. Biasanya memang seperti ini sih. Sudah seminggu ini Akari begitu senang pagi sudah datang. Ketika bangun tidur dia akan berlari ke pintu apartemennya. Setelah mandi dia akan mengecek kembali pintu apartemen itu. memang terlihat aneh.

Dengan mimik lesu, ternyata Akari sudah kembali dari pintu apartemen.

"Ada apa?" tanya Rukia, heran melihat gadis ciliknya merengut.

"Rukia-chan, apa Paman Ichigo tidak datang hari ini?"

Rukia melirik jam dinding di ruang tengah. Memang tidak biasanya Ichigo belum datang di jam seperti ini. Dia tidak pernah datang setelat ini. Akari bahkan sudah sarapan dan tinggal menunggu Rukia berangkat saja.

Apakah Ichigo sedang tidak bisa datang karena ada urusan? Ataukah Ichigo sudah bosan mengunjunginya?

Dahi Rukia mengernyit. Sepertinya dia ketularan Akari…

"Mungkin dia sedang ada urusan. Besok pasti dia akan datang lagi," bujuk Rukia.

"Benarkah? Aku ingin pancake Paman Ichigo…"

Rasanya sedih melihat wajah Akari yang seperti ini. Rukia jadi tidak tega.

"Nanti di kantor Ibu akan coba menghubunginya untuk menjengukmu lagi. Karena itu, Akari jangan sedih ya…"

"Benarkah? Terima kasih, Ibu…" mata cerah Akari yang berbinar itu membuat Rukia semakin tidak tega.

Kemana pria itu? Tumben sekali…

Rukia sudah mengabari Shirayuki kalau malam ini dia akan terlambat menjemput. Mendadak kantornya memintanya untuk lembur. Karena itu, Rukia meminta Shirayuki untuk menemani Akari sampai dia datang. Akari juga sudah tahu kalau hari ini dia akan pulang bersama Shirayuki.

Hari ini, Rukia juga tidak melihat bayangan pria menyebalkan itu. tampaknya Ichigo benar-benar tidak datang hari ini. Cukup langka pria itu bisa menghilang seperti ini, mengingat bakat istimewanya itu adalah seorang penguntit.

Apa terjadi sesuatu kepadanya?

Halah, dia kan ketua preman, mana mungkin terjadi sesuatu padanya. Kalau pun ada, pasti sudah dia habisi sekali teguk kan?

Tapi Rukia sudah berjanji akan menghubungi orang itu, sedangkan Rukia sendiri tidak tahu bagaimana cara menghubungi orang itu. Rukia tidak tahu nomor ponsel pria itu, dan Rukia tidak ingin kembali ke sarang penjahat itu untuk yang ketiga kalinya.

Sudahlah! Yang perlu Rukia lakukan adalah tidak mengungkit tentang Ichigo ke Akari. Dia yakin anaknya pasti akan melupakannya secepat Akari melupakan rasa lapar.

.

.

*KIN*ICCHY*

.

.

Malam semakin larut, Rukia terlalu keasyikan lembur sampai lupa waktu.

Kantor juga sudah sepi. Sebaiknya dia segera pulang kalau tidak ingin Akari khawatir. Meskipun sudah terbiasa lembur, hari ini Rukia bekerja terlalu malam. Shirayuki pasti sudah mengantar Akari pulang ke rumah. Rukia jadi tidak enak dengan Shirayuki yang selalu tidak pernah menolak permintaannya untuk menjaga Akari. Lebih baik Rukia pulang secepatnya, apalagi hari ini Rukia lelah sekali. Rasanya dia ingin cepat-cepat tidur dan meregangkan tubuhnya. Terlalu banyak pekerjaan juga bisa membuatnya lelah seperti ini. Lelahnya bahkan bukan main.

Rukia merasa aneh. Biasanya seminggu ini ada seseorang yang akan menggodanya… menjahilinya… bertanya macam-macam padanya, atau paling tidak mengikutinya dari belakang. Tapi sekarang, bahkan kehadiran orang itu saja tidak ada.

Suaranya yang selalu mempunyai intonasi berat ketika mengucapkan namanya. Mata yang selalu menatapnya menggoda. Aroma tubuh pria itu yang selalu Rukia cium ketika pria itu mendekat. Tanpa sadar Rukia merindukan pria itu.

Kemana dia…?

Dia terlalu asyik melamun sampai-sampai tidak sadar dengan keadaan di depannya.

BRUUKK!

Astaga, Rukia sudah selelah ini masih juga ada yang berani menabraknya.

Rukia memfokuskan pandangan. Ketika dia sudah sadar sepenuhnya, Rukia menubruk—ditubruk lebih tepatnya—oleh seseorang. Tunggu dulu! Rukia ingat pria itu, Ichigo pernah melemparnya dengan sepatu.

Tidak diberikan waktu untuk berpikir lebih jauh. Tas tangan Rukia berhasil diambilnya dengan begitu mudah. Sialan! Orang itu ternyata perampok! Terpaksa Rukia kembali mengumpulkan tenaganya untuk mengejarnya.

Rukia rela kehilangan tasnya, dia masih bisa menggantinya dengan yang baru.

Rukia rela kehilangan dompet beserta uang yang ada di dalamnya, uang masih bisa dicari.

Tapi Rukia tidak akan pernah rela kehilangan ponselnya. Tidak ada ponsel paling canggih manapun yang bisa menggantikan ponsel pemberian mendiang Kakaknya itu.

Cukup sekali ponsel itu hilang dari dirinya, Rukia tidak akan menoleransi lagi lebih dari dua kali!

Rukia terus berteriak selagi mengejar orang itu. Kalau saja ada yang bisa menolongnya. Karena larut malam, orang-orang yang berada di luar hanya sedikit. Jalan layang yang selalu Rukia lewati saja sudah sepi saat jam segini. Tidak akan ada yang bisa membantunya sekarang, Rukia harus mengandalkan kekuatannya sendiri.

"Kembalikan tasku! RAMPOK!" pekik Rukia berulang kali.

Sebisa mungkin Rukia mengejarnya hingga berakhir di gang sempit yang gelap ini. Terlalu fokus pada pengejarannya membuat Rukia tidak sadar kemana perampok itu membawanya.

Gawat…

"Wah, wah… bukan hanya tasnya, kau membawa orangnya serta?"

Rukia sontak berbalik mendengar suara pria lain. Matanya tidak berkedip ketika melihat 3 orang lain yang sepertinya kawan perampok itu menyudutkannya di lorong sempit itu.

"Bersenang-senang dengannya boleh juga kan?"

Tubuh Rukia gemetar. Kilatan yang muncul di mata pria itu bukan hal yang menyenangkan.

"K-kalian…" suara Rukia begitu tercekat sekarang. Dia harus segera lari dari sana jika ingin selamat!

Merasa keadaan tidak menguntungkan, Rukia berusaha menerobos tiga orang yang menghalanginya. Tapi sayang, dua orang segera memegangi tangan Rukia dan menahan tubuh mungilnya untuk bergerak. Rukia berusaha berteriak meminta tolong, tapi satu orang yang menahan tangannya membekap mulutnya.

Satu lagi, yang tidak memegang apapun, kecuali tas tangannya, segera menjatuhkan hasil rampokan itu ke tanah dan mendekat ke arah Rukia.

Tangannya yang besar dan mengerikan itu mulai meraba tubuh Rukia. Karena Rukia terus memberontak, akhirnya pria itu kesal dan merobek pakaian Rukia sedemikian kasarnya hingga tidak mampu lagi menutupi tubuhnya sendiri.

Rukia sudah menjerit histeris, mencoba melakukan apapun. Dia sudah berusaha menggigit tangan yang membekapnya itu, tapi malah dihadiahi tamparan menyakitkan di wajahnya. Rukia bisa merasakan cairan asin dan amis di mulutnya. Kesempatan kabur hilang sudah ketika tubuh mungilnya terhempas begitu kuat ke aspal.

Ke-empat pria itu semakin buas ketika melihat kondisi Rukia yang seperti ini.

Kepala Rukia pusing luar biasa.

Apakah hidupnya berakhir sesingkat ini?

Apakah dia akan mati konyol seperti ini?

"Mari kita bersenang―"

Rukia menutup matanya rapat-rapat. Tidak ingin melihat hal yang mungkin sebentar lagi terjadi pada dirinya. Kalau memang ini rencana para dewa kepadanya, Rukia tidak perlu melihatnya. Dia akan kehilangan semuanya dan mati dengan tenang. Dia tidak perlu menjadi arwah gentayangan karena menjadi korban pemerkosaan yang dibunuh di sudut gang. Pikirannya menerawang jauh, membayangkan Akari yang mungkin akan menangis histeris karena mendengar kabar tentang kematiannya. Rukia yakin Shirayuki akan menjadi pengganti dirinya dengan baik, Rukia tahu wanita keibuan itu selalu menyayangi Akari seperti anaknya sendiri. Rukia bisa mempercayakan Akari kepadanya. Rukia bisa mati dengan tenang.

Semenit berlalu, tapi Rukia tidak merasakan apa-apa di tubuhnya. Dia masih belum berani membuka mata karena takut akan melihat hal yang menyeramkan. Tapi sentuhan tak senonoh itu tak kunjung muncul. Dia malah mendengar suara gigi yang patah, lalu sedetik berikutnya bunyi suara terjatuh keras tepat di sampingnya.

Apa yang terjadi?

Entah suara apa itu, tapi yang jelas satu persatu suara orang jatuh mulai bermunculan. Sepertinya Mereka tengah sibuk sendiri dengan suara pukulan dan hantaman yang begitu kuat. Akhirnya dengan takut-takut Rukia membuka setengah matanya. Dia melihat para perampok yang sudah berganti alih sebagai calon pemerkosa itu sepertinya sedang sibuk menghadapi seseorang.

Peduli amat! Ini kesempatan Rukia untuk kabur! Dengan sigap Rukia bangkit dan meraih tasnya yang jatuh tidak jauh dari tempatnya. Rukia berusaha menutupi keadaan tubuhnya seadanya. Perampok sialan itu benar-benar merobek kemeja kerjanya dengan sukses, hasilnya sebagian tubuh Rukia terpampang dengan mulus dan memaparkan bra putihnya.

"Kau tidak apa-apa?"

Sebuah mantel dengan wangi khas seseorang melingkar di sekeliling tubuhnya. Mantel itu mampu menutupi seluruh tubuh Rukia yang tidak sanggup ditutupinya tadi.

Rukia mengenali suara parau itu. Dengan penuh harap dia berbalik dan mendapati Ichigo menatapnya dengan kekhawatiran yang tidak dibuat-buat.

Entah kenapa, hati Rukia senangnya bukan main. Khusus untuk hari ini, dia begitu gembira melihat Ichigo.

"Syukurlah kau tidak apa-apa. Maafkan aku…" Ichigo mendesah menyesal.

Rukia menggeleng pelan. Ichigo tidak perlu meminta maaf kepadanya. Pria itu sudah menolongnya dari kejadian mengerikan yang hampir menimpanya. Rukia menitikkan air mata ketika pria itu menjulang dihadapannya, membungkuk untuk merapikan sekilas mantel hitam yang dia sarungkan untuk Rukia.

Lalu, matanya menangkap bayangan.

"Awas Ichigo!" pekik Rukia.

Satu orang berhasil menghantamkan sebuah botol pada Ichigo yang lengah hingga kepalanya berdarah. Tapi Ichigo tidak tumbang begitu saja, dia masih sanggup menghabisi pria itu hingga tak berkutik lagi.

Kepala Ichigo mengucurkan darah, namun pria itu tidak begitu saja tumbang.

Setelah yakin orang-orang itu tidak bergerak dan menyerangnya, Ichigo segera menarik Rukia pergi menjauh dari tempat mengerikan itu. Berkat hantaman botol, Ichigo merasa pusing.

Dia mendengar Rukia panik di sampingnya. "Ichigo, kau berdarah!" Ichigo tidak pernah mendengar suara Rukia sepanik itu. Panik karena dirinya.

Ichigo malah meyeringai. Ternyata begini yah rasanya dikhawatirkan seseorang…

Dengan panik dan berusaha tenang karena mengalami serangan jantung mendadak, Rukia berusaha mengobrak-abrik isi tasnya mencari apapun yang bisa menghentikan laju darah yang keluar. Untungnya kini mereka sudah menjauh dari tempat terkutuk itu. Mungkin ini bisa dijadikan pelajaran untuk Rukia agar naik taksi saja kalau dia pulang larut malam. Padahal apartemennya tidak terlalu jauh dari kantornya dan selama ini Rukia selalu tidak apa-apa ketika pulang sendiri. Well, yang namanya musibah itu memang tidak bisa ditebak, kan?

Ichigo duduk membungkuk, mungkin sedang berusaha menyembuhkan lukanya sendiri dengan menundukkan kepalanya. Tetes-tetes darah mengucur dengan tenang dari balik rambut orangenya. Rukia harus melakukan sesuatu.

Dia merobek kemeja putihnya sebagian untuk membalut luka Ichigo. Biarlah kemejanya rusak, Rukia bisa beli yang baru. Kepala orang tidak bisa dibeli dengan yang baru, kan?

"Sakit tahu!" protes Ichigo melepaskan tangan Rukia yang sedang mengelap darahnya. Karena terkena hantaman sangat keras, denyut di kepalanya semakin menjadi-jadi. Di sentuh sedikit saja sudah bisa membuat Ichigo kelinyengan.

"Kalau kau masih sayang dengan kepalamu, sebaiknya kau diam. Aku sedang berusaha membalut lukamu," kata Rukia mencoba untuk sabar.

Melihat tingkah Rukia yang tidak biasa, membuat Ichigo jadi ingin menggodanya. "Hooo… ternyata kau bisa bertingkah seperti wanita juga, yah? Padahal kukira tadi kau akan cerewet tidak jelas seperti biasanya."

Rukia tidak membalas.

"Oh yah, aku lupa! Kau ini wanita bodoh yang senang membahayakan diri sendiri. Lihat saja seperti malam ini contohnya, sudah tahu wanita tidak boleh pulang selarut ini, tapi kau tetap saja ngotot kerja lembur."

Rukia berusaha untuk tetap sabar.

"Mungkin kadang-kadang kau memang perlu diberi pelajaran supaya jera. Seharusnya—"

Dan PLAK! Dengan mulus tangan Rukia mendarat sempurna di wajah Ichigo. Cukup sudah Rukia berdiam diri.

"Sebenarnya apa maumu sih?! Kalau memang aku harus dapat pelajaran seharusnya tadi kau tidak usah membantuku! Biarkan aku diperkosa ramai-ramai oleh para bajingan itu!" suara Rukia bergetar. Sarat akan emosi.

Ichigo memiringkan kepalanya. Mendengar teriakan Rukia sanggup membuat pusing dikepalanya menghilang. Akhirnya wanita itu sudah tidak ketakutan lagi. Meskipun cara Ichigo sedikit keterlaluan tadi, setidaknya Rukia sudah bisa berteriak marah kepadanya.

Itu lebih enak dilihat daripada melihat Rukia yang ketakutan. Wanita itu terlihat rapuh, tak berdaya, dan lemah. Dan Ichigo tidak bisa tidak menolongnya.

Membiarkan Rukia diperkosa? Bisakah Ichigo membiarkannya.

Melihat Rukia disentuh laki-laki lain saja membuat Ichigo ingin mematahkan tangannya.

"Siapapun yang berani melukaimu akan langsung berhadapan denganku… tidak peduli dia presdir sekalipun…" tanpa sadar Ichigo bergumam.

"Apa kau bilang?" tanya Rukia tidak dengar.

Ichigo tersenyum singkat, menertawakan keanehannya sendiri. Sudah seminggu ini dia bertingkah aneh. Dia tidak ingin berubah jadi orang gila lebih lama lagi. Berkat wanita di hadapannya sekarang ini, Ichigo berubah menjadi orang lain.

Ada sesuatu dari Rukia yang bisa membuat Ichigo merindukan sesuatu.

Hal yang dia sadari telah lama hilang dari dalam dirinya.

Sebuah keluarga

Cih, sialan! Kesal karena emosinya yang tidak biasa, Ichigo bangkit berdiri. Lebih baik dia pulang ke mansionnya cepat-cepat sebelum pria itu bertingkah lebih aneh lagi. Toh Rukia sudah aman kan sekarang, apartemennya juga tidak terlalu jauh dari sini, Rukia tidak akan diserang lagi dari jarak ini. Jalanan disini lumayan ramai sehingga Rukia bisa aman pulang.

"Hei, mau kemana kau?" tanya Rukia bingung.

"Pulang," jawab Ichigo sekenanya. Tidak berbalik.

"Menginaplah di rumahku," kata-kata Rukia menghentikan langkahnya. "Lukamu harus segera diobati secepatnya," buru-buru wanita itu menjelaskan maksud kata-kata pertamanya. Rukia sendiri bingung kenapa dia berkata begitu.

Bingung dengan perhatian tiba-tiba wanita itu, Ichigo berbalik dan mengejeknya. "Heee, tumben sekali kau bersikap baik begini, pasti ada apa-apanya~" ledeknya. "Lagipula, kalau semua luka bisa diobati sendiri, tidak akan ada yang namanya rumah sakit."

Dahi Rukia mengerut. "Seharusnya aku yang mengucapkan kata-kata itu saat aku sakit kemarin. Kalau memang aku bisa sembuh hanya dari pelukanmu saja, tidak akan ada yang namanya rumah sakit."

"Jadi kau ingin memelukku seperti aku memelukmu, eh?" goda Ichigo.

Kontak wajah Rukia merah padam. Sialan! Pria itu selalu berhasil membuatnya salah tingkah!

"Siapa yang bilang ingin memelukmu, bodoh! Aku hanya ingin membalas jasa yang kau lakukan tadi kepadaku! Aku tidak mau ada utang apapun kepadamu! Aku tidak sudi berhutang dengan penjahat!" serunya penuh tekad.

Penjahat… satu kata yang selalu mengingatkan Ichigo akan siapa dirinya yang sebenarnya. Dia hidup di dalam lingkungan yang jauh berbeda dengan Rukia.

Rukia mungkin pernah hidup dengan berbagai masalah ketika dia berjuang seorang diri membesarkan Akari, anak kakaknya. Tapi, hati wanita itu terlalu bersih, terlalu putih, terlalu polos. Berbeda dengan dirinya.

Hatinya terlalu pekat. Terlalu banyak dipenuhi dengan berbagai macam kejadian yang menyakitkan. Terlalu banyak kebohongan dan dendam yang disuguhkan kepada hidupnya.

Kalau dipikir-pikir, Ichigo dan Rukia hidup dengan cara yang berbeda jauh.

"Kau mau atau tidak?" suara Rukia kembali membuat Ichigo kembali ke dalam realita. "Aku tidak akan memberikan kesempatan istimewa ini dua kali!" jelasnya.

Tidak akan memberikan kesempatan dua kali, yah…?

Ichigo tersenyum. Baiklah, dia akan mengambil kesempatan itu.

"Kau harus merawatku sampai sembuh! Awas saja kalau tidak!" ancam Ichigo. Pria itu terkekeh saat berjalan menghampiri Rukia yang berbalik sambil menggerutu sebal.

Sepertinya Rukia akan menyesal dengan keputusan yang dia buat…

.

.

*KIN*ICCHY*

.

.

Beberapa jam setelah Rukia mengobati luka Ichigo, pria itu benar-benar memanfaatkan Rukia dengan menyuruh wanita itu melakukan macam-macam. Mulai dari mengobati luka, membalut luka itu dengan perban persediaannya, menyuruhnya untuk menyiapkan makanan, bahkan sampai menyuruh Rukia untuk menyuapinya.

Rukia sudah bersusah-payah sabar menghadapi sifat manja yang entah darimana muncul dengan pemikiran dia sudah berutang budi kepada Ichigo. Tapi tetap saja, setiap perintah yang semakin tidak masuk akal itu semakin membuat kepalanya siap meledak.

Dan…

"AKU BUKAN BUDAKMU!" teriak Rukia frustasi. Dia sangat ingin mencekik pria sial itu.

Ichigo benar-benar memanfaatkannya habis-habisan.

"BERHENTI MEMINTA YANG ANEH-ANEH, SIALAN!"

Rukia semakin gregetan ketika melihat tingkah Ichigo berguling manja ketika Rukia mengeluarkan protesnya. Sial, kemana pria stress yang tadi melindunginya.

Rukia tidak sempat menjemput Akari, sepertinya bocah kecilnya itu lebih baik menginap di sana daripada harus melihat tingkah laku tidak normal Ichigo. Karena kesibukan dan kejadian yang terjadi akhir-akhir ini, Rukia sampai lupa membersihkan apartemennya. Seharusnya dia mengganti seprai kasur hari ini. Tapi karena banyaknya pikiran dan mengalami mimpi buruk yang hampir menjemput ajalnya membuat Rukia berhenti berpikir.

Lebih baik dia istirahat dari semuanya. Setelah mengobati luka pria gila ini, Rukia akan tidur sepulas-pulasnya.

Ichigo menyalakan televisi di depannya. Sepertinya dia sudah cukup menggoda Rukia. Lebih baik dia mengalihkan perhatian dengan mendengarkan berita yang sedang tayang. Tidak ada hal yang menarik dari layar tv, Ichigo pun tidak fokus ketika Rukia menggerutu pelan saat merapikan piring-piring kotor yang berserakan.

Ichigo mengamati punggung Rukia. Ichigo sadar masih ada rasa ketakutan dari Rukia. Sepertinya wanita itu belum sepenuhnya pulih dari kejadian tadi.

"Hei," Ichigo memanggilnya. "Nanti aku tidur di mana?" tanyanya ke punggung Rukia.

"Yang pasti tidak di kamarku," jawab Rukia tak acuh.

"Heeeee~?" pria itu mulai merengek. "Kau tahu kan hari ini dingin sekali!" serunya.

Rukia masih sibuk membersihkan ruang tv yang belum sempat dia rapikan. "Nanti aku ambilkan selimut. Kau tidak usah bawel," katanya tegas.

"Tapi tidur di sofa tidak enak. Tidur di karpet keras," ujar Ichigo keras kepala.

Urat Rukia pun berbentuk segi empat. "INGAT UMURMU! DASAR TUA BANGKA BERKELAKUAN BOCAH!"

Ichigo hanya terkekeh-kekeh, masih merengek manja pada Rukia seakan-akan wanita itu adalah Ibunya. "Aku ingin tidur di kamar!"

"Tidak boleh!" tolak Rukia masih berkeras.

"Kalau begitu," Ichigo bangkit dari posisinya, mendekati Rukia yang masih belum berbalik menatapnya. "Kau harus tidur bersamaku di sini," dengan sigap Ichigo mengambil piring-piring yang masih berada di tangan Rukia, lalu menarik wanita itu ke dalam pelukannya.

Rasa hangat tubuh wanita itu membuainya. Rasanya lebih enak daripada memeluk guling paling empuk manapun yang terbuat. Hidungnya menangkap aroma shampoo yang Rukia pakai. Wangi apa ini? Citrus? Anggur? Persik?

"Shampoo apa yang kau pakai? Baunya wangi sekali," bisik Ichigo masih tidak menjauh.

Rukia membatu sejenak. Lagi-lagi sentuhan Ichigo membuatnya terkena serangan jantung. Lengan pria itu merengkuhnya dengan begitu kuat namun tidak menyesaknya. Anehnya, Rukia tidak berusaha memberontak. Hari ini benar-benar hari yang aneh… dan makin aneh karena Rukia menjawab pertanyaan pria itu.

"Ini rasa vanilla. Kebetulan aku membelinya saat sedang diskon."

Hidung Ichigo menggelitik ujung kepala Rukia. Sepertinya pria itu memang menyukai wangi rambutnya. Ada sedikit perasaan senang dalam diri Rukia karena dia membuat seorang pria jadi menyukainya.

Gawat, sepertinya otak Rukia bergeser karena terkena tamparan perampok-perampok tadi.

Selama beberapa saat, tidak ada suara yang menyambut. Hanya ada suara tv yang masih mengalun pelan, dengan bunyi gemercik air yang menyusup dari keran. Detik jarum jam bergeser dengan sangat pelan dan mereka berdua masih berada dalam posisi yang sama.

Lama-kelamaan kaki Rukia bisa kesemutan. Dia dipeluk Ichigo dalam keadaan kaki masih menekuk. Dan karena terlalu salah tingkah dan terlalu malu untuk menghancurkan suasana yang masih terasa hening, akhirnya Rukia bergumam lirih.

Semut-semut mulai merayap di sekitar kakinya, membuatnya mati rasa.

"Ada apa?" tanya Ichigo melihat gerakan tidak nyaman Rukia.

"Kesemutan…" jawab Rukia tidak berdaya. Kakinya mulai terasa kaku, satu gerakan sedikit saja membuatnya berteriak lirih.

Bukannya kasihan, Ichigo malah menggodanya dengan menyentuh kaki Rukia tanpa merasa bersalah. "Kesemutan di mana? Di sini?" tanyanya sambil menyentuh pelan.

Rukia mengerang frustasi. "Hentikan!" dengan panik Rukia menghindarkan kakinya dari jari Ichigo, namun yang ada dia malah berteriak karena semut-semut di kakinya itu membuatnya kesakitan.

Karena kasihan melihat ketidak-berdayaan Rukia, Ichigo membaringkan wanita itu di atas karpet hitam di depan tv. Membiarkan kaki Rukia beristirahat. Setelah kesemutan itu hilang, pria itu tertawa karena Rukia bernafas lega begitu jelas.

Rukia mengerut heran karena Ichigo juga berbaring di sampingnya.

"Apa yang kau lakukan?"

"Bukankah tadi kau bilang aku harus tidur di sini?"

Tidak ingin salah tingkahnya terlihat oleh pria itu, Rukia berusaha untuk bangkit. Namun, tangan Ichigo mencegahnya untuk duduk. Lengan Ichigo menggapai tubuhnya dengan mudah dan membuat Rukia kehilangan keseimbangan. Wajahnya menghadap Ichigo ketika dia kehilangan keseimbangan.

Pria itu menangkapnya dengan bibirnya. Dengan sukses mendarat di bibir Rukia.

Kaget karena gerakan itu, Rukia berusaha untuk melepaskan diri. Namun, tubuhnya sudah terperangkap erat di atas tubuh Ichigo. Pria itu menciumnya singkat, menggoda Rukia dan menunggu reaksi wanita itu.

"Lepaskan aku, Ichigo. Berhenti menggodaku!" pinta Rukia dengan susah payah. Dia sudah tidak bisa menyembunyikan gugupnya.

Ichigo terkekeh pelan, menikmati tindihan Rukia. Wangi wanita itu benar-benar membuatnya gila. Sentuhan tubuh Rukia menghimpit dirinya, membuatnya bergairah. Kalau saja Ichigo tidak menjaga sikapnya, mungkin saat ini dia akan meniduri Rukia sekarang juga, tak peduli apakah wanita itu menyukainya atau tidak. Wah, kalau memang begitu, dia tidak ada bedanya dengan perampok tadi.

Diamatinya pelan wajah Rukia dari dekat. Ichigo baru menyadari begitu besarnya mata Rukia. Kristal berwarna biru gelap itu menyihirnya, membuat matanya tak bisa menoleh ke arah yang lain. Dia menyukai cahaya yang berpendar dalam mata itu. Cahaya yang cantik, begitu jernih, tak tersentuh.

Ichigo tahu, dari sikap Rukia dan gerak-gerik wanita itu, Rukia sama sekali belum pernah dicium oleh siapa pun.

Dan itu membuatnya senang.

Belum ada yang mencium Rukia.

Hanya Ichigo yang mencium Rukia. Hanya dirinya

Ichigo mendekatkan wajahnya. Mendekatkan bibirnya menggesek bibir Rukia. Meneguk setiap rasa bibir wanita itu. Menciumnya dengan penuh kelembutan yang menggoda, menyiratkan makna yang sanggup membuat Rukia diam tak bergerak.

Untungnya, Rukia tidak menolak ciumannya. Hal yang aneh mengingat wanita itu selalu mencak-mencak ketika bersamanya. Tapi saat ini, Rukia tidak menolak—meski tidak merespon—ciuman Ichigo. Dan itu membuat Ichigo semakin ingin menyerangnya.

Pria itu berguling dan membalikkan kedudukan posisi mereka. Kini Rukia berada di bawah penjara tubuhnya. Mata indah itu menatapnya tak percaya. Wajahnya memerah memancarkan gairah yang tak dia mengerti. Bibirnya merekah seakan menarik Ichigo untuk terus menciumnya.

Ichigo melakukannya. Kali ini dia mendesak Rukia untuk merasakannya. Ichigo memaksa Rukia untuk membuka mulut dengan lidahnya. Mencari-cari di setiap sudut wanita itu, memaksa wanita itu tanpa diberikan kesempatan untuk bernafas.

Rukia tidak bisa tidak mengeluarkan sebuah suara berupa erangan pelan. Dadanya seakan mau meledak ketika lidah-lidah Ichigo memaksanya untuk menghisap pria itu.

Ada sebuah rasa tak dikenal yang mulai merayap di dalam diri Rukia. Ada sebuah kebutuhan yang masih tidak dia mengerti Rukia rasakan ketika Ichigo mencumbunya.

Anehnya, dia membiarkan pria itu menyerangnya dengan cumbuan.

Dan salju pun turun dari balik pekatnya malam…

.

.

~ TBC ~

.

.

Kin's Note = Maaf gak bisa update, tapi kalo waktunya udah pas saya pasti update fic yg udah dalam waiting lish, hehehe... jaa nee~

Icchy's note = Selamat malam semuanya :D Berhubung Kin lagi sakit, jadi akhirnya saya yang menggantikan Kin untuk update Fic ini... Maaf banget karena udah lama sekali ga diupdate. Gara2 itu saya sempet lupa sama jalan ceritanya *pikun*

Ohh yah, untuk adegan kiss terakhir itu, asli deh, Icchy sama Kin agak beda pendapat gitu. Kalo menurut Kin rasanya ada yg kurang. Kalo menurutku jg sebenarnya memang ada yg krng, tapi aku ga tahu dimananya. Bagaimana pendapat kalian? Hehehe... ^^

Sesi balas reviewnya, Icchy yg balas. Cek it out~ :D

uzumaki kuchiki: makasih reviewnya :D Hehe jawabannya akan segera terjawab nanti di chapter selanjutnya. Direview lg yah :D

SaSakuToCherry : makasih reviewnya :D ini sudah dilanjut, direview lg ya :D

Toyama Ichiru : makasih reviewnya :D syukurlah humornya ga garing jadinya, hehe. Direview lg yah :D

Seo Shin Young : makasih reviewnya :D Mungkin tanda2nya udah bisa dilihat di chap ini... Hehe, tunggu aja kelanjutannya gimana nantinya... Direview lg yah :D

Kiki RyuEunTeuk : makasih reviewnya :D hehe,maaf ya kalo updatenya lama ^^a Si Ichigo memang gengsinya kegedean kyknya neh *plak!* Direview lg yah :D

Chappy : makasih reviewnya :D ini sudah dilanjut, direview lg ya :D

ika chan : makasih reviewnya :D syukurlah kalau km suka ceritanya, semoga tdk bosan nunggunya yah ^^ Direview lg yah :D

Keiko Eni Naomi : makasih reviewnya :D wah, buat itu jawabannya nanti keluar kok seiring berjalannya cerita ^^ direview lg yah :D

Shouju ji dae : makasih reviewnya :D ada kok cara nyembuhin demam orng dengan cara pelukan gitu, jdi yang meluk itu ceritanya nyerap panas si penderita demam. Tapi memang itu kyknya cm akal2annya Ichigo aja buat bisa meluk Rukia *digampar Ichigo* Haha, direview lg yah :D

g : makasih reviewnya :D Ditunggu yah lemonnya :) review lg yah :D

Naruzhea AiChi : makasih reviewnya Eva :D Kata Ichigo, "Ga enak dong kalo ga pake baju, ga bisa nempel ama Rukia." (Authornya dibuang ke laut) xD Haha, Ga bisa update kilat sih, tapi ini sudah diupdate J Direview lg yah :D

Nyia : Makasih reviewnya :D Hehee, walaupun (sangat) lama sudah diupdate nih, Direview lg yah :D

Kaneko Aki : makasih reviewnya :D Aku jg mau dipeluk Ichigo~ *ngarep* ini sudah diupdate, direview lg yah :D

Voidy : Makasih reviewnya Rui (aku selalu manggil km Rui, tapi bener ga sih?) :D Untuk adegan pelukan di kasur itu sebenarnya dapet ilham dari beberapa komik shoujo sih... Hahaha, memang agak klise, tapii tetep bikin mupeng pas baca *plak!* haha, dan mungkin jg ga sempet kepikiran sama klinik ato RS karena khawatir sama keadaan Rukia kali. Bentar deh, nanti aku coba tanya ke Ichigo-nya langsung J Direview lg yah :D

MR. KRabs : makasih reviewnya :D Untuk pertanyaan2 kamu pasti terjawab kok dengan berjalannya cerita ini, hehe... Ini sudah diupdate. Direview lg yah :D

nailil teefa: makasih reviewnya dear :D Hehehe, gomen, memang lama updatenya ^^a Sempet ngestuck sama cerita ini gara2 lupa sama alur ceritanya *author pikun* Huaaaa...aku jg pengen bgt ngeliat jadi anime *obsesi terpendam* Untuk scene itu jg sebenarnya aku dapet ide dari beberapa komik shoujo yg aku baca, mungkin komik yg kita baca komik yg samakah? xD Untuk rahasia Hisana ma Ashido ditunggu aja yah~ Direview lg yah~ :D

Hime No Rika : Makasih reviewnya Rika :D Eh? Coba km tanya Kin lg deh, mungkin dia ga tahu sama penname barumu ^^a Direview lg yah :D

Guest : Makasih reviewnya :D Ahhh, nanti aku coba tanya Kin deh kapan dia update fic2nya ^^ Ini sudah diupdate, direview lg yah :D

Aisanoyuri : Makasih reviewnya n salam kenal jg yah :D semoga betah baca fic ini sampai selesai yah, hehe... Direview lg yah :D

hendrik widyawanti : Makasih reviewnya :D Kyknya Byakuya ga kebagian peran disini... Tapi tunggu ide dari Kin jg sepertinya, hehe. Direview lg yah :D

aaaaaaa : makasih reviewnya :D ini sudah dilanjut, direview lg ya :D

shiro ardiwinata : Makasih reviewnya :D Sudah dilanjut kok, meskipun lama. Semoga km ga bosan yah J Direview lg yah :D

Guest, ms chappy , white moon uchiha : makasih reviewnya :D ini sudah dilanjut, direview lg ya :D

Terima kasih banyak buat kalian semua yg membaca dan mereview fic ini.. Kritik dan saran yang membangun akan membantu Icchy dan Kin untuk terus berkarya lebih baik lagi. (P.S = Doakan Kin cepat sembuh yah :D)

Ada yang mau lanjut? Boleh review?

Jaa nee!