AN: Yeaaaaah... CHAPTER TERAKHIR! \( * ._. * )/

Cyaaz nggak nyangka udah sampai di sini...

Semua ini berkat kalian smua (Readers dan Reviewers)...

Thank you, Thank you, Thank you...

Rasanya berjuta-juta "Thank you" masih belum cukup...

m(_ _)m

Horsy: - Hey, I thought you're focusing on your study? So why were you even here...? :P - Yeah, Flashback Again... :P You know that I love to torture people (including my reader), right? :v - Oii... If you come and rescue her, Athrun would be so useless here. -_-' - Thanks, Horsy, Puppy love you so much... :3

Blondeprincessa: - Dateng nggak ya, si Athrun...? (udah keliatan jawabannya) #Plak! :v - Silahkan menikmati dan Terima Kasih... :)

RenCaggie: - Hehehe. Ya, Cyaaz emang terkenal sebagai Wolfy yg kejam dan suka menyiksa di FB. Hohoho. :v - Selamat menikmati dan Terima kasih Review-nya... :)

Popcaga: - Ya, ini Chap terakhir. - Yah, udah keliatan kan, jawaban dari pertanyaan itu... Maaf, mungkin karena otak Cyaaz terlalu sederhana. Alur dan ide ceritanya jadi biasa, sederhana dan pasaran... (._. ) - Thank you, selamat menikmati... :)

Bunny: -Aihhh... Saking cintanya dirimu padaku, kmu ampe review 2x...? :v #Kidding. - Thank you ya Review-nya... Aku udah perbaiki typo-nya... #Hug. - Abang Athrunnya kmarin cuti. Katanya mau ke PRP beli Kerak Telor... :v - Thank you karna kmu sllu mndukungku & TiI... Slamat mnikmati Chapter terakhir ini... :)

Asuka Mayu: - Thank you, I'm so glad you enjoyed this Fic... :) -This is the Last Chapter, Happy Reading... :D

Aeni hibiki: Hehe. Gpp telat, yg pnting udah bersedia membaca dan mereview Fic ini... Thank you ya, Selamat menikmati... :)

Fuyu Aki: - E-eh, Se-sequel...? :o - I-iya, emang kalo mau dikembangin lg, Cyaaz jg ngerasa kalo msih bnyk hl yg bisa dijadikan bahan. Hehe, tp... Apa bener Fic ini nggak kepanjangan? Fic ini udah 33 Chapter dan... Rasanya datar2 aja. -_-' - Eh...? the real Kira? :o M-masak sih, rasanya smua Char d TiI udah pada OOC semua... T_T - Aah, Thank you, Fuyu-san... Cyaaz terharu karna Fuyu-san menyukai TiI dan bilang kalo Kira di sini sperti Kira yang sesungguhnya. T_T - Nggak, ini bukan flame sm skli... Cyaaz seneng karna trnyata ada reader yg suka TiI sperti Fuyu-san... T_T - Uhh... Cyaaz emang mulai mempercepat alur cerita semenjak di pertengahan Chapter karena Cyaaz pikir TiI alurnya terlalu lambat dan kebanyakan Chapter. Takutnya kalian para Reader udah keburu bosan ama Fic ini... Makanya Cyaaz cepetin alurnya... -_-' - Thank you karna udah mmbca & mereview TiI, Fuyu-san... Selamat menikmati...

Panda: - Thank you buat Review Special-nya, Panda... #Hug. - Bner nih, Chap 31 mmuaskan? Padahal g ada AsuCaganya sama skali kan...? :v - Hahaha. Ya, Athrun emang Baka... :P - Silahkan lihat apa yg akan dilakukan Athrun d Chap ini... :D - Se-season 2...? :o Oh, nooo... Dari awal Cyaaz sama skali g kepikiran soal Sequel ataupun season 2... -_- - Soal penyakit, udah Cyaaz jelasin d FB kan? :v - Hahaha. Iya, ini Chapter terakhir... Selamat menikmati... :)

Kitty: - Hy, Kitty... Lama g mampir k sini. Cyaaz kira kamu udah bosan sama TiI... (._. ) - Akankah Athrun menjadi hero? #Udah jelas jawabannya, soalnya kalo nggak, Cyaaz bisa ditimpukin ama readers... -_-' - Hahaha. Thanks udah baca & ngikutin TiI... Cyaaz seneng Kitty suka TiI... :)


Selamat Membaca…

Disclaimer : GS dan GSD Bukan Milik Author…

This Is Impossible!

Chapter 33

Normal POV

ORB –10/12/2012

Cagali sekarang sedang menghadapi 3 orang preman yang tengah mencengkeram tubuh gadis malang itu. Ketiga preman itu sekarang sudah mulai menarik Cagalli dengan paksa untuk mengikuti mereka.

"Ayolah, cantik… Jangan melawan!" kata seorang pria berambut hijau tua yang memegangi bahu Cagalli dari belakang.

"Itu benar, kami hanya ingin mengajakmu bermain sebentar," sahut pria berambut hijau muda.

"Yang benar saja! Lepaskan aku sekarang!" teriak Cagalli sambil terus berusaha melepaskan dirinya.

"Huh, dasar kau gadi-," kata-kata Clotho terpotong. Cagalli berhasil menyikut pria itu tepat di dagunya. "Sialan kau!"

Dua orang teman Clotho hanya tertawa. Lalu mereka mencengkeram erat kedua tangan Cagalli. "Sepertinya tidak masalah kalau kita melakukannya di sini. Ya, 'kan, Orga?" tanya pria berambut hijau tua kepada temannya yang berambut hijau muda.

"Ya boleh saja, Shani" sahut pria berambut Orga. Kemudian Orga dan Shani menolehkan wajah mereka untuk menatap Clotho.

"Cih… Baiklah kalau kalian bilang begitu," Clotho tersenyum licik. Kemudian ia berjalan mendekati Cagalli. "Kau akan membayar perbuatanmu tadi, Pirang…" bisiknya sambil mengangkat dagu Cagalli dengan tangan kanannya.

Cagalli sangat ketakutan, air mata sudah mulai menggenangi kedua mata amber-nya. Apa ini akhirnya? Tidak adakah orang yang akan menolongnya?

Cagalli akhirnya menutup kedua matanya. Ia tidak ingin melihat apa yang akan dilakukan oleh pria yang ada di hadapannya itu selanjutnya.

Clotho mendekatkan wajahnya pada Cagalli. Hanya tinggal beberapa inchi lagi sampai bibir pria itu bertemu dengan bibir Cagalli. Saat itulah iba-tiba saja ia merasakan seseorang menarik bahunya secara paksa dari belakang. Ketika ia menoleh ke belakang, dilihatnya seorang pemuda berambut navy blue sudah menatapnya dengan sangat tajam.

Punch!

Satu pukulan keras dari seorang Athrun Zala, baru saja mendarat tepat di wajah Clotho.

"Clotho!" teriak Orga dan Shani secara bersamaan. Spontan mereka melepaskan Cagalli dan membantu Clotho yang sudah jatuh tersungkur di tanah.

"Sial! Mau apa kau?!" seru Shani.

Tanpa mengatakan apa pun, Athrun langsung menarik kerah baju Shani dan meninjunya dengan keras, membuat pria itu juga ikut tersungkur di samping Clotho

"Brengsek!" teriak Clotho. Ia berdiri dan berusaha untuk menghajar Athrun, tapi Athrun dengan mudah menepis tinju pria itu dan justru berhasil menghantam perut Clotho dengan lutut kirinya.

"Ayo kita hajar dia, Shani!" seru Orga.

Saat Athrun berbalik untuk menghadapi Orga, dilihatnya pria itu sudah mengarahkan tinju tepat ke wajahnya. Tentu saja lagi-lagi Athrun sukses menepisnya, namun ia melupakan keberadaan Shani yang tiba-tiba datang dan menendangnya dari belakang. Tendangan yang cukup keras itu sukses membuat Athrun jatuh berlutut.

Dalam sekejap Clotho, Shani dan Orga menghajar Athrun bersamaan. Mereka memukuli, menendang dan menginjak tubuh Athrun secara bertubi-tubi. Tindakan ketiga orang preman tersebut membuat Athrun akhirnya jatuh tengkurap di tanah.

Di tengah hujan pukulan dan tendangan yang ia terima, Athrun perlahan-lahan mulai kehilangan kesadarannya. Kedua matanya semakin berat untuk dibuka, rasa sakit di sekujur tubuhnya benar-benar menyiksa.

"Athrun…!" Athrun mendengar suara Cagalli yang lirih memanggilnya. Ia membuka sedikit mata emerald-nya, sekedar untuk menangkap sosok Cagalli yang berdiri tidak jauh dari tempatnya sekarang.

Gadis itu menatapnya dengan mata amber yang sudah meneteskan air mata. Tubuh Cagalli juga sudah bergetar karena ketakutan, melihat Athrun yang dihajar habis-habisan tepat di hadapannya. Cagalli sangat panik. Terlalu panik hingga ia tidak bisa berpikir jernih untuk melarikan diri ataupun mencari bantuan.

Hal yang dilakukan oleh Cagalli adalah melangkah maju dan meninju Orga dengan sekuat tenaga. "Hentikan!" teriak Cagalli.

Orga mengusap bekas luka yang ditimbulkan oleh Cagalli. Lalu ia menatap gadis itu dengan Death-glare-nya. "Dasar gadis dungu!" serunya. Kemudian ia mencengkeram kuat tangan Cagalli. "Seharusnya kau lari saat kami sedang sibuk dengan si bodoh ini!" kata Orga sambil melirik ke arah teman-temannya yang masih sibuk menghajar Athrun. "Tapi sekarang sudah terlambat untuk itu," tambahnya sambil menatap Cagalli.

Cagalli berusaha melepaskan dirinya, namun apalah daya? Sekuat apa pun Cagalli berusaha, ia hanyalah seorang gadis yang kekuatannya jauh di bawah kekuatan pria di hadapannya. Cagalli kemudian mencoba untuk menendang perut Orga, namun berhasil dihindari dengan mudah.

"Nikmati saja malam ini, gad-," Kata-kata Orga terpotong. Athrun tiba-tiba saja muncul dan langsung meninju wajah pria itu.

Orga terdorong hingga beberapa langkah ke belakang. Saat ia membuka matanya, ia melihat Athrun sudah berdiri tegap dan mendekap erat bahu Cagalli. Kemudian ia menoleh ke sampingnya. Terlihat Clotho dan Shani sudah jatuh tersungkur dengan beberapa luka memar di wajah mereka.

"Bocah sialan!" Orga menatap Athrun dan Cagalli denga Death-glare-nya. "Awas kalian nanti!" tambahnya. Ia segera menghampiri kedua temannya yang sudah berdiri dengan susah payah. Lalu mereka bertiga lari meninggalkan taman itu.

Athrun terus menatap kepergian ketiga preman itu sampai sosok mereka tidak terlihat lagi oleh mata emerald-nya. Selama itu juga, ia terus mendekap erat tubuh Cagalli. Ia sangat takut jika gadis di sampingnya itu tiba-tiba saja menghilang lagi dari sisinya.

"A-Athrun?" Athrun tersentak ketika namanya dipanggil oleh Cagalli.

Athrun menolehkan wajahnya ke arah Cagalli dan mendapati gadis itu sudah memandanginya dengan tatapan yang dipenuhi dengan kekhawatiran. "Kau tidak apa-apa, Cagalli?"

Cagalli menganggukkan kepalanya. "Athrun, a-aku…" air mata Cagalli mulai menetes lagi, mengalir membasahi pipi gadis itu.

"Shh… Tenanglah, ada aku di sini…" ujar Athrun sambil menghapus air mata di pipi Cagalli dengan ibu jarinya. Kemudian ia memeluk erat Cagalli dan membelai rambut pirang gadis itu dengan tangan kirinya. Ia membiarkan gadis itu menangis di dalam pelukannya untuk beberapa saat.

=.-.-.-.-.-. C .-.-.-.-.-. Y .-.-.-.-.-. A .-.-.-.-.-. A .-.-.-.-.-. Z .-.-.-.-.-.=

Setelah beberapa menit berlalu, Athrun dan Cagalli pergi meninggalkan taman. Cagalli meminta Athrun untuk singgah di sebuah mini market, di mana Athrun pernah membeli ice cream untuk mereka. Ia bermaksud untuk membeli cairan anti septic dan berbagai perlengkapan pertolongan pertama lainnya. Gadis bermata amber itu ingin segera mengobati luka memar Athrun.

Setelah keluar dari mini market, Athrun dan Cagalli duduk berdampingan di sebuah bangku yang ada di depan mini market tersebut. Cagalli mengeluarkan sebuah sapu tangan kecil dari dalam sakunya. Ia melumuri sapu tangan berwarna khaki itu dengan cairan anti septic. Kemudian ia menggosokkan sapu tangan itu ke pipi Athrun yang memar dengan lembut.

Saat Athrun sedang menahan rasa perih yang ditimbulkan oleh cairan anti septic di wajahnya, samar-samar ia mendengar suara isakan dari Cagalli. Suara itu membuat Athrun membuka matanya perlahan dan mendapati Cagalli sedang merawat lukanya sambil menangis.

"Cagalli…" panggil Athrun lirih. Ia tidak tahan jika harus melihat Cagalli menangis seperti ini. Pemandangan ini membuat hatinya merasakan sakit yang lebih menyiksa dibandingkan dengan rasa sakit akibat luka memar di sekujur tubuhnya.

"Maafkan aku, Athrun," ucap Cagalli di sela-sela isakan tangisnya.

Cagalli baru akan menurunkan tangannya dari wajah Athrun, ketika Athrun menggenggam pergelangan tangannya dengan erat. "Akulah yang seharusnya meminta maaf padamu, Cagalli..."

Cagalli menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kau jadi seperti ini kar-."

"Kalau sampai terjadi sesuatu yang buruk padamu, aku tidak akan bisa memaafkan diriku sendiri," ujar Athrun. Ia menggenggam tangan Cagalli yang sedikit gemetaran dengan kedua tangannya. "Jangan menyalahkan dirimu sendiri karena aku pantas mendapatkan semua ini."

Perkataan Athrun membuat Cagalli tersentak. Lalu ia menatap pemuda itu. "Athrun?"

"Akulah yang menyebabkan semua ini terjadi," Athrun menarik nafas. "Andai saja aku tidak mengambil kesimpulan sendiri seenaknya dan berlaku kasar padamu tadi sore," Athrun memejamkan matanya dan sedikit menunduk. "Semua ini tidak akan terjadi…"

Cagalli hanya terdiam untuk beberapa saat. Kemudian ia meraih pipi kanan Athrun dengan tangan kirinya. "Athrun…" panggilnya lirih.

Athrun yang merasakan sentuhan tangan Cagalli di wajahnya, membuka matanya dan langsung menatap mata amber Cagalli dalam-dalam. Tatapan mata amber Cagalli terasa seperti menghipnotis Athrun untuk masuk jauh kedalamnya, ke dalam surga keemasan yang sangat indah dan mendamaikan hati.

Perlahan-lahan Athrun mendekatkan wajahnya ke arah Cagalli, menutup kedua mata emerald-nya dan akhirnya bibir mereka menyatu. Athrun mencium Cagalli dengan penuh perasaan. Ia ingin mencurahkan semua perasaan yang saat ini melanda hatinya. Dilepaskannya tangan Cagalli, lalu ia raih kedua sisi wajah gadis pujaan hatinya itu. Athrun memperdalam ciumannya, ketika ia merasakan Cagalli merespon ciumannya dengan intensitas yang sama dengan dirinya.

Tangan kanan Cagalli yang sejak tadi menggenggam sapu tangan, kini beristirahat di dada Athrun. Ia benar-benar bisa merasakan dan mengerti segala macam perasaan yang Athrun curahkan. Ia akhirnya membalas ciuman Athrun dengan ikut mencurahkan semua perasaannya ke dalam ciuman itu.

Setelah beberapa saat berlalu, Athrun akhirnya mengakhiri ciuman mereka. Ia tidak menyingkirkan tangannya dari wajah Cagalli, menjaga agar jarak di antara wajah mereka tetap dekat.

"Apa ini artinya…" Athrun tersenyum dan menatap Cagalli dengan lembut. "Kita pacaran?"

Cagalli mengedipkan mata amber-nya. "Bukankah kita memang sudah pacaran? Kau yang mengumumkan hal itu di kantin 'kan?" lalu ia tersenyum usil.

Athrun tertawa kecil, lagi-lagi ia merasakan déjà vu. "Iya, tapi itu 'kan hanya pernyataanku secara sepihak…"

Sekarang giliran Cagalli yang tertawa kecil. "Jadi…?"

Athrun tersenyum lebar. "Jadi… Cagalli, maukah kau menjadi pacarku?"

Lagi-lagi Cagalli tertawa kecil, lalu ia menyentuh kedua sisi wajah Athrun dan mendekatkan wajah mereka hingga kening dan hidung mereka saling bersentuhan. "Dasar bodoh! Mana bisa aku menolak tawaran sebagus itu, My Red Knight…"

Mendengar itu, Athrun langsung tersenyum lebar. Kemudian ia kembali mencium gadis yang ada di hadapannya dengan mesra. Mencium bibir gadis berambut pirang yang pada akhirnya resmi menjadi miliknya.

'I love you, Cagalli…'

=.-.-.-.-.-. C .-.-.-.-.-. Y .-.-.-.-.-. A .-.-.-.-.-. A .-.-.-.-.-. Z .-.-.-.-.-.=

Epilogue

Cagalli's POV

ORB – 24/12/2012

"Cagalli-San? Sekarang sudah hampir jam 7," aku mendengar suara Manna-San memanggilku dari lantai 1. "Kalau tidak cepat-cepat, nanti bisa terlambat."

Mendengar panggilan Manna-San, aku menghentikan sejenak kegiatan menyisir rambutku dan menjawab, "Iya, sebentar lagi aku siap, Manna-San."

Setelah itu aku menatap ke arah cermin di hadapanku, berusaha mengamati sosokku yang terpantul di cermin berukuran besar itu. Sesaat kemudian aku menghela nafas panjang, merasa sedikit resah dan tidak nyaman. Saat ini aku mengenakan sebuah dress berwarna merah dengan korset hitam melingkar di perutku. Dress ini memang nyaman dipakai, tapi tetap saja aku merasa aneh.

'Seperti bukan aku saja…'

Sekali lagi, aku menghela nafas pasrah. Lalu aku merapikan ujung dress, beberapa centi di atas lututku. Dress ini cukup unik, bagian bawah roknya menggelembung. Kalau tidak salah, Lacus menyebutnya bubble dress.

"Cagalli-San?" lagi-lagi Manna-San memanggilku.

"Iya, aku turun sekarang," jawabku sambil mengambil tasku di atas tempat tidurku yang terletak di seberang cermin.

"Kenapa lama sekali?" tanya Manna-San, begitu ia melihatku turun dari lantai 2.

"Tidak usah khawatir begitu, Manna-San," ujarku berusaha menenangkan Manna-San. "Masih ada waktu sebelum pestanya dimulai."

"Tapi, Cagalli-San…" Manna-San menghampiriku, kemudian menyerahkan sebuah tas kertas berwarna putih kepadaku. "Ah, ya sudah, yang penting anda sudah siap sekarang."

"Kau pergi dengan pakaian itu?" tiba-tiba aku mendengar suara ayah dari arah ruang tamu.

"Ayah?" aku menoleh ke ayahku untuk sesaat, menunduk untuk mengamati pakaianku, lalu kembali menatap ayahku yang duduk di sofa. "Me-memangnya kenapa dengan pakaian ini?" aku merasakan pipiku sedikit memanas. "Tidak cocok ya? Sudah kuduga…"

Aku mendengar ayah berdehem, lalu berkata, "Bukannya tidak cocok, tapi…" ayahku bangkit dan menghampiriku. "Apa yang membuatmu mau memakai pakaian feminim seperti ini?"

Jelas saja, pipiku semakin memanas setelah mendengar pertanyaan ayah. Baru aku ingin menjawab pertanyaan itu, tapi Manna-San sudah mendahuluiku dengan berkata, "Bukan 'apa', tapi 'siapa', Uzumi-Sama…"

Dan ya, wajahku pasti sudah semerah kepiting rebus sekarang. "Ma-Manna-San…!"

Manna-San langsung tertawa, sedangkan ayah menaikkan alisnya. Lalu ia bertanya, "Apa yang? Kau punya pa-."

"Aaaaah, su-sudah ya, Ayah, Manna-San," aku memotong pertanyaan ayah dan bergegas menuju pintu rumah. "Aku pergi dulu!"

Sesaat setelah aku menutup pintu pagar rumahku, aku langsung menghela nafas lega. Untung saja aku bisa lari tepat waktu, sebelum pembicaraan dengan topik 'itu' dimulai.

"Ahh, sudah kuduga…" suara orang yang sangat familiar di telingaku membuatku kaget dan langsung menoleh ke belakang.

Seorang pria dengan jas hitam dan kemeja putih sedang berdiri tidak jauh dari tempatku. Dia menatapku dengan tampang sok serius dan tangan kiri menyangga dagunya.

"A-apa?" tanyaku gugup. Entah kenapa, tatapan sepasang mata emerald-nya terasa seperti bisa menembus kulit sampai ke tulangku.

Sebuah senyuman kecil tiba-tiba terukir di wajah pria itu. "Pilihanku tepat," katanya. Lalu ia melangkah maju dan berhenti di hadapanku. Lalu ia meraih tangan kananku. "Kau sangat cantik mengenakan gaun ini, Princess…" ujarnya. Lalu pria berambut navy blue itu mengecup punggung tanganku.

"A-Athrun!" seruku, menyebut namanya. Kenapa dia harus melakukan hal-hal semacam ini? Bukannya aku tidak suka, tapi… Ini membuatku malu.

"Hahaha. Aku hanya berkata jujur, Princess…" ujarnya sambil mengaitkan jari-jarinya di antara jari-jariku. "Ayo berangkat?"

Aku tersenyum padanya, lalu mengangguk. "Di mana mobilmu?"

Athrun mengedikkan bahunya. "Di rumah."

Aku menaikkan alisku. "Lalu? Kau bawa motor?"

Athrun menggeleng. "Tidak," jawabnya singkat, lalu ia mulai melangkah dan menarikku bersamanya.

"Eh? Kau tidak bawa kendaraan?" tanyaku bingung. "Kenapa?"

Sambil terus berjalan, Athrun menjawab, "Rumah Kira 'kan tidak jauh dari sini. Tidak apa-apa 'kan kalau kita jalan kaki?"

Aku sempat terdiam sejenak, sampai akhirnya menganggukkan kepalaku. Memang rumah Kira tidak jauh dari rumahku. Aku juga tidak keberatan kalau harus jalan kaki, tapi tetap saja aneh. Kenapa orang kaya seperti Athrun tidak membawa mobil mewahnya dan memilih untuk berjalan kaki. Apa mobilnya sedang rusak?

"Lagipula dengan begini…" suara Athrun mengembalikanku ke alam nyata. Kulihat ia sudah menoleh ke arahku sambil tersenyum. "Waktu kita berduaan jadi lebih banyak 'kan?"

'Ahh… Si aneh ini…'

"Ah, kau ini!" seruku. "Kau meninggalkan mobilmu hanya untuk alasan itu?"

"Hahaha. Apa pun akan aku lakukan supaya bisa menghabiskan waktu berkualitas bersamamu, Princess..." jawabnya dengan senyum lebar di wajahnya.

Lagi-lagi pipiku memanas. "Athrun… Sampai kapan kau mau memanggilku begitu?"

"Sampai akhir hidupku…"

Ya Tuhan… Kalau begini terus, wajahku bisa jadi lebih panas daripada air mendidih. "Hentikan itu, Athrun…!"

"Kau benar-benar manis kalau sedang tersipu begini," komentarnya.

"Athrun!" aku sudah tidak tahan lagi, wajahku benar-benar sudah panas sekarang.

"Ahahaha. Iya, iya, baiklah…" jawab Athrun. Lalu ia sempat terdiam hingga beberapa saat kemudian ia bertanya, "Jadi, hadiah apa yang kau bawa?"

Aku melirik ke tas kertas yang aku bawa, terlihat sebuah kotak mika berhiaskan pita berwarna biru di dalamnya. "Hanya kue kering buatan rumah."

Malam ini adalah malam natal. Kira mengundangku, Athrun, Lacus dan yang lainnya untuk merayakan pesta natal di rumahnya. Pesta ini bukan pesta natal yang megah dan mewah. Hanya sebuah pesta natal sederhana yang dihadiri oleh teman dekat saja.

Kami harus membawa hadiah natal untuk saling bertukar hadiah di sana. Kepada siapa hadiahmu akan diberikan dan siapa orang yang akan memberimu hadian, sudah ditentukan sebelumnya dengan cara diundi. Aku dan yang lainnya sudah melakukan tradisi bertukar hadiah natal semacam ini semenjak beberapa tahun terakhir.

"Kau sendiri? Apa yang kau bawa untuk Dearka?" tanyaku penasaran sambil melirik ke bingkisan berwarna oranye di tangan kanan Athrun.

"Oh, ini?" Athrun mengangkat sedikit bingkisan yang ia bawa. "Aku membelikannya sweater."

Aku menganggukkan kepalaku untuk merespon Athrun. Beberapa saat kemudian aku melihat dia menghela nafas dan wajahnya jadi sedikit lesu. "Ada apa?"

Athrun hanya diam untuk sesaat, kulihat ekspresi wajahnya sekarang jadi cemberut. "Kira… Dia benar-benar beruntung."

Aku menaikkan alisku. "Hm, kenapa?"

Athrun mengusap-usap punggung tanganku dengan jarinya, lalu menjawab, "Dia dapat hadiah kue kering buatanmu."

Sontak aku memutar bola mataku dan menghela nafas. "Kau ini… Ini cuma kue kering biasa…"

"Tidak biasa…" kata Athrun. "Karena kau yang membuatnya, jadi kue itu luar biasa…"

"Hhh… Mulai lagi…" kataku bosan. "Dasar tukang gombal!"

"Hahaha. Maaf…" Athrun melembutkan pandangannya. "Sulit sekali menahan diri kalau kita hanya berduaan begini."

Aku hanya bisa tertawa kecil mendengar ucapannya. Mungkin dia memang sudah ditakdirkan untuk terlahir sebagai tukang gombal. "Di rumah masih ada sedikit kue yang tersisa. Besok akan aku bawakan untukmu."

Athrun mengeratkan kaitan di antara jari-jari kami, lalu menjawab. "Terima kasih," sambil tersenyum lebar.

Aku ikut tersenyum ketika mendapati senyumannya. Betapa aku menyadari nilai keindahan senyuman di wajahnya saat ini. Senyuman indah dan mempesona yang selalu ia tunjukkan padaku.

"Kau tahu…" Athrun memulai pembicaraan lagi. "Aku benar-benar senang karena akhirnya kita pacaran," Athrun memberi jedah. "Aku masih ingat waktu aku mendengar pembicaraanmu dengan Kira tentang Shinn," Athrun menghela nafas. "Kau membuatku hampir mati waktu itu, Princess…"

Aku langsung tertawa setelah mendengar kalimat terakhirnya. Aku benar-benar tidak percaya saat ia menceritakan alasan, kenapa ia berlaku kasar padaku waktu itu. Athrun menjelaskan kalau ia merasa cemburu pada kedekatanku dengan Shinn dan mengira kalau aku menyukai bocah bermata ruby itu. Dasar Athrun bodoh!

"Itu salahmu sendiri, menuduh orang seenaknya," kataku.

Athrun tertawa kecil. Lalu melepaskan tanganku, melangkah maju dan berdiri di hadapanku. "Ya, kau benar. Aku memang bodoh…" ujarnya sambil menatapku.

Aku hanya bisa tersenyum tipis penuh pengertian. Lalu menundukkan sedikit wajahku sambil melirik ke arahnya. Mataku menangkap sebuah liontin batu berwarna merah muda menggantung di dada Athrun. Seketika itu juga, senyuman di wajahku semakin melebar daripada sebelumnya.

- Flashback…

Setelah aku selesai merawat luka memar di wajah Athrun, aku mengeluarkan sebuah kotak merah berukuran kecil dari tasku.

"Ini, ambillah!" ujarku sambil menyodorkan kotak itu pada Athrun.

Athrun berkedip beberapa kali, lalu bertanya "Apa ini?"

"Sudah, ambil dan lihatlah sendiri!" jawabku.

Athrun mengambil kotak itu dan membukanya perlahan. Sesaat kemudian, ia mengeluarkan sebuah kalung dengan liontin batu berwarna merah muda dari dalam kotak itu.

"Ini…?" gumam Athrun sambil memandangi hadiah dariku.

"Itu Haumea Stone…" aku merasakan pipiku sedikit memanas. "Tadinya aku ingin memberikannya padamu sebagai hadiah natal," aku memejamkan kedua mataku dan menghela nafas panjang. "Tapi sepertinya kau membutuhkan jimat itu sesegera mungkin agar bisa melindungimu dari masalah."

Athrun tersenyum lebar setelah aku menyelesaikan kalimatku, lalu ia segera mengalungkan jimat yang aku berikan tadi di lehernya. "Arigatou, Cagalli."

Aku tersenyum mendengar ucapan Athrun barusan, tapi senyumanku itu langsung memudar saat aku melihatnya menundukkan kepalanya. "Athrun? Ada apa?"

Athrun hanya diam untuk sesaat, lalu ia mengangkat kepalanya dan berkata, "Cagalli, mengenai hadiah natal... Bolehkah aku meminta sesuatu darimu?"

"Eh? Memangnya kau ingin hadiah apa dariku?" tanyaku balik. Semoga saja Athrun tidak meminta hadiah yang aneh-aneh, apalagi mahal. Mengingat seleranya sebagai orang kaya dan... Uangku yang sudah semakin menipis.

"Boleh aku meminta tanganmu?" tiba-tiba aku mendengar Athrun bertanya begitu.

"A-apa? Tanganku?" tanyaku kaget. "Apa maksudmu? Kenapa kau meminta tanganku?" tambahku sambil mengangkat dan menyatukan kedua tanganku di depan dada.

'Apa yang sedang dia pikirkan?'

Beberapa detik kemudian, aku mendapati senyuman lebar di wajah tampan Athrun. Senyuman yang baru aku sadari nilai keindahannya sekarang. Pantas saja banyak gadis yang luluh dan meleleh saat melihat ia tersenyum. Athrun memang sangat tampan dan mempesona saat ia tersenyum seperti ini.

"Supaya cintaku padamu tidak bertepuk sebelah tangan."

'Eh?'

"Cagalli?"

"..."

"Cagalli? Kau tidak apa-apa?"

Tanpa berkata apa-apa lagi, aku langsung bangkit dari kursiku dan beranjak pergi meninggalkan si aneh itu sendirian di tempatnya. Dengan wajahku yang pasti sudah memerah karena malu, sekaligus kesal padanya.

'Sekali tukang gombal, tetap saja tukang gombal...'

- End of Flashback…

"Oya, Cagalli," panggilan Athrun membuatku kembali ke alam nyata.

"Hm?" responku.

Tanpa berkata apa-apa, Athrun langsung memeluk erat tubuhku. Tindakannya itu tentu saja membuat mataku melebar, jantungku berdetak kencang dan pipiku memanas seketika.

"A-Athrun? Ada apa?" tanyaku gugup, masih di dalam pelukannya yang hangat.

"Terima kasih…" bisiknya. "Terima kasih karena kau sudah mau menerimaku dan membalas perasaanku…"

Mendengar suaranya yang lirih di telingaku, aku melembutkan tatapan mataku. "Athrun…" aku membalas pelukannya. Membalas pelukan hangat yang ia berikan padaku dengan melingkarkan kedua tanganku di punggungnya dan mengeratkan pelukan kami. "Akulah yang harus berterima kasih padamu," ujarku. "Terima kasih karena kau sudah mencintai gadis sepertiku dengan tulus…"

Kami tetap bertahan dalam posisi kami yang saling berpelukan selama beberapa saat, sampai akhirnya Athrun melepaskan pelukannya dan menatapku lekat-lekat. "Aku mencintaimu, Cagalli…" ujarnya pelan, lalu ia mencium keningku dengan lembut.

"Ya, aku tahu…" jawabku sambil tersenyum. "Aku juga… Aku juga mencintaimu…"

Saat itu, aku kembali mendapati wajah Athrun yang dihiasi oleh senyuman memukau miliknya. Senyuman yang mampu melelehkan hati setiap gadis yang melihatnya. "Ayo jalan? Kira dan yang lainnya pasti sudah menunggu," katanya.

Aku tersenyum dan menganggukkan kepalaku. Sesaat kemudian, aku merasakan Athrun meraih dan menggenggam tangan kananku lagi. Lalu kami berdua kembali melanjutkan perjalanan kami menuju rumah Kira.

Aku benar-benar merasa bahagia, akhirnya aku menemukan orang yang aku cintai. Betapa beruntungnya aku bisa bertemu denganmu, Athrun Zala. Betapa beruntungnya aku bisa bersama dengan seseorang yang sangat baik dan begitu mengagumkan seperti dirimu.

'I love you, Athrun…'

=.-.-.-.-.-. C .-.-.-.-.-. Y .-.-.-.-.-. A .-.-.-.-.-. A .-.-.-.-.-. Z .-.-.-.-.-.=

The End


AN: Yay... Sekian, Fic Geje ini akhirnya berakhir juga... Setelah berbulan-bulan menodai halaman FFn...

Sekali lagi, trima kasih buat semua Readers... Kalian udah mau mengikuti Fic ini sampai akhir... m(_ _)m

Maaf kalo Chapter 33 ini nggak memenuhi harapan kalian, bahkan mengecewakan kalian. Cyaaz sudah berusaha sebaik mungkin, tapi hasilnya... Ahh, Gomenasai, Minna... m(_ _)m Apalagi di bagian Epilogue... Cyaaz bener-bener buat dengan SKS (Sistem Kebut Semalam). Jadi, mohon maaf kalo hasilnya aneh...

BTW, TiI sejak awal tidak Cyaaz disain sebagai Fic dengan Sequel. Jadi Cyaaz shoc berat waktu ada yang menyinggung soal Sequel/part 2 dari Fic ini. Karena Cyaaz berpikir kalau Fic ini sudah terlalu panjang dan isinya datar-datar aja. Pasti kalian udah bosan ama Fic ini... (._.')

Thank you buat yg udah Review:

Popcaga, Cloli-san, Panda, Hoshi Uzuki, Guest (Maaf, g bs nyebut satu per satu), Airin Yukibara, G Punya Akun, FTS-Peace, Kitty, Gita Zahra, JoEdgardHom, Ffionn, Mizuka, TheHouseOfAthhaZala, Lezala, Blondeprincessa, Miliuna Rash, Bii (Reader yg curang, udah baca duluan :v), Ojou Rizky, Lya Awlya, AlyaZala, Aine Hibiki, RenCaggie, Nitameicya, Fuyu Aki, Bunny, Asuka Mayu, Horsy, NN, Minami Kururu, Ax & Nachi.

Thanks juga buat yg udah memfavoritkan Fic ini:

Hoshi Uzuki, Cagali Cutez, Mizuka, Blondeprincessa, Miki Hibiki, Ojou Rizky, Kitty, Lya Awlya, Ren Caggie, Namja ELF, Bunny dan Hamster.

Dan tak lupa,Thanks buat yang mempollow TiI:

Hoshi Uzuki, JoEdgardHom, Cagali Cutez, Miki Hibiki, Ojou Rizky, Blondeprincessa, Kitty, Lya Awlya, RenCaggie, Bunny dan Hamster.

Tanpa kalian smua, TiI nggak akan bisa mencapai Chapter akhir ini...

Maaf jika TiI bukanlah Fic yang bagus, membosankan dan malah mengecewakan kalian smua... Tapi biar pun begitu TiI adalah Fic yang sangat berarti buat Cyaaz. Karena di samping Fic ini adalah Fic pertama Cyaaz, sebagian dari Fic ini sebenernya bisa dibilang merupakan buku harian Cyaaz. Banyak scene dalam Fic ini yang memang diambil dari kisah nyata Cyaaz...

Oke, sekian curhatan Cyaaz yang panjang tak terkira ini... Cyaaz masih harus berusaha dan belajar lebih keras lagi. Karena itu... Cyaaz mohon agar kalian tidak bosan2nya untuk membimbing Cyaaz ke jalan yg benar... :)

Again, Thank you and see ya..

- Cyaaz / DK