Sesampainya di pelabuhan Aberdeen, Wei mengirim pesan elektronik pada salah satu kontak melalui PDA-nya.
Sedangkan Ada menopangkan tangan kirinya pada lekuk biola pinggang, selama berjalan mengamati pemandangan jejeran kapal dan kesibukan sosok-sosok, dimana di antaranya terdapat para penjaja makanan yang terus berseru menawarkan barang dagangan.
"Kamu lapar?" Tanya Wei tiba-tiba.
Ada mengalihkan pandangan ke Wei yang membuka pintu rumah kapal.
"Tidak terlalu," sahutnya seraya berjalan masuk dan melihat-lihat situasi ruangan yang simple dan tidak banyak barang sesuai khas sebuah tempat tinggal sementara.
"Lagipula aku tidak ingin menarik perhatian," imbuhnya sewaktu membuka tali holster yang melingkar pada paha kanannya. Kemudian jemari lentik menyusuri sisi gaun yang terdapat sedikit garis sobek.
Wei memperhatikan penampilan Ada sesaat.
"Bagaimana kalau kita ke Central dulu? Belanja sekalian melihat-lihat situasi kota?" Tawarnya sambil membuka kulkas, mengambil dua kaleng 'Dragon Punch'.
"Apakah itu akan baik-baik saja? Mengingat aku baru saja mendapatkan fans," kata Ada saat menerima kaleng minuman yang disodorkan oleh si Tuan Rumah.
Sementara Wei tersenyum.
"Tidak perlu terlalu berkeringat soal itu. Sejelasnya mereka akan berpikir dua kali kalau berniat memperpanjang urusan dengan Sun On Yee.
Toh aku tidak pernah keberatan menemani. Sudah tugasku untuk mengenalkan Hong Kong padamu, orang luar, dari sisiku," jawaban klise darinya.
Tentu inisiatif-nya berbeda, dan rencananya dengan berjalan-jalan adalah mengawasi sekaligus menyamarkan teknik mengorek info.
Ada membuka penutup kaleng sembari melirik Wei.
"Oh, senangnya. Kini, kamu membuatku bertanya-tanya. Tugasmu di dalam Sun On Yee selalu sebebas ini? Sebatas errand boy?" Tanyanya, terdengar sedikit sinis. Atau dalam versinya, menginterogasi.
Setelah menegak seluruh isi kaleng minuman dan membuang kaleng kosong tersebut, Wei memasang raut sok berpikir.
"Hm~ entahlah. Tergantung saja. Dan saat ini, aku milikmu," ucapnya dengan ekspresi manis.
Ada pun tersenyum kala meneguk isi kaleng minuman yang dipegangnya.
'Tampaknya semua pilihanku selalu berakhir pada mereka yang ber-lencana. Kalau pun tidak, pasti antara bajingan atau bangsat sekelasnya,' batin Ada tepat besit ingatan tentang sosok Leon S. Kennedy dan sosok Albert Wesker.
'Tapi pria ini... Apakah pantas menyita waktu dengannya?' lanjut benaknya saat Wei memberikan signal padanya agar mengikuti.
Pemikiran untuk berhati-hati mulai menjadi prioritas Ada, semenjak kesadaran bahwa Detektif Wei Shen sangat pandai baik dalam verbal maupun EQ. Berada di sisi baik pria ini harus dijalaninya sampai permasalahan disini tuntas.
Dan Ada tidak mau angkat kaki dari Hong Kong sebelum mendapatkan hadiahnya.
Maka tanpa banyak bicara, Ada berjalan keluar rumah kapal, mengikuti langkah Wei menuju ke garasi parkir.
...
..
.
20 menit berkendara, diteruskan 10 menit mengetes pakaian.
Wei kini menatap sosok molek yang telah berpakaian ala sekretaris elit.
"Tidak buruk," komentarnya, disertai berdiri dari sofa.
"Kuanggap itu sebagai pujian," kata Ada sambil memasang pose di depan kaca.
"Dan... terima kasih, Sayang," lanjutnya kala melihat Wei telah membayarkan set pakaian pilihannya ini. Kemudian Ada berjalan menuju ke mobil sport Velocita merah, kendaraan mereka.
Sedangkan fokus kedua mata Wei sempat 'mengecek' bokong milik Ada, sebabnya rok ketat disana memberikan pemandangan seksi dan wanita molek itu melangkah bak seorang model, semudah itu berani dan ahli dalam memukau. Kelihaian selayaknya berkah alami, atau memang... terbiasa bermain api.
Wei harus menggeleng dikemudian atas konklusi berbeda di benaknya. Tapi tidak disanggah terdapat sesuatu yang misterius dengan sosok itu.
Sejelasnya Ada Wong berbeda dengan Jane Teng yang sangat patuh pada sistem.
Sewaktu hendak membawakan tas belanjaan, PDA-nya berbunyi.
Wei pun menerima telepon itu, lalu tertegun saat mendengar kalimat demi kalimat yang dijuruskan padanya bak komando.
Sesudahnya, Wei menutup pembicaraan dan mengembalikan PDA ke kantung celana.
"Berita bagus, undangan sudah dibuatkan khusus bagimu," ucapnya secara padat saat mengambil semua tas belanjaan, membuka pintu mobil dan memasukkan barang-barang tersebut ke kursi penumpang belakang.
"Aku jadi tidak sabar," jawab Ada tepat mengambil duduk.
"Sebaiknya jaga sikapmu. Aku tidak mau menerima masalah dengan 'chairman'," wanti-wanti Wei kala duduk di kursi pengemudi.
"Tsk-tsk, Sayang. Menurutmu kenapa aku memilih pakaian ini, hm?" Pertanyaan berlantun goda dari Ada...
Wei melirik ke kursi sebelah.
'Hmph. Profesional...' sahutnya dalam hati, berlanjut menutup pintu mobil.
...
..
.
15 menit perjalanan menuju ke kota Kennedy.
Wei kini menemani Ada memasuki tempat tinggal 'Broken Nose' Jiang.
Saat bertatap muka dengan wanita setengah baya itu, Ada langsung mengutarakan duduk permasalahan.
Dan...
"...Aku tidak bisa membayangkan apa yang bisa diharapkan dengan senjata masal seperti itu," komentar Jiang.
Ada mengambil cangkir yang tadi disuguhkan.
"Sungguh besar, Nyonya. Jika Anda mengerti bagaimana mendistribusikannya, atau memutarkannya dengan dua sisi efektif. Probabilitas menaikkan pamor adalah salah satu opsi karena komoditi semacam ini selalu berkutat untuk mengatasi berbagai penyelesaian, sekaligus," pancingnya.
Sedangkan Wei yang berdiri di samping Jiang kini menaikkan kedua alisnya atas kalimat bertema 'anjuran' tersebut.
"Begitu? Tapi permasalahan di dalam Sun On Yee adalah permasalahan yang selalu diatasi secara pribadi, bagi kami, jika kamu mengerti maksudku.
Untuk perdagangan sendiri, kami sepatutnya bermain dalam lintas yang 'aman' karena kami tidak berharap bersikap terlalu... mencolok," terang Jiang sambil menuang teh kembali pada cangkirnya.
Sementara Ada menyeruput teh.
"Aku akan menyelidiki 18K dan kelompok Triad lainnya. Kurasa kamu sebaiknya ikut denganku, Ada," sela Wei segera, berharap Ada mengerti bahwa pembicaraan ini telah usai.
Kefasihan Ada sejujurnya mengkhawatirkannya. Senjata bio beserta kemungkinan tentang Ada yang tidak berhasil digalinya. Selain itu, semakin terjerumus ke dalam seluk beluk dunia Triad tidak akan membawa hasil apapun selain kematian dan mimpi buruk seumur hidup.
Wei sesungguhnya cukup beruntung Jiang masih menghargai loyalitasnya.
Jiang melirik Wei, lalu tersenyum pada sifat protektif salah satu 'Red Pole' Sun On Yee ini terhadap Ada Wong.
Tidakkah ini menarik?
"Wanita secantik Nona Ada mengingatkanku. Kemarin Sandra mencarimu, Wei, hingga kemari. Mungkin sebaiknya kamu menemuinya. Tidak baik membuat seorang wanita menunggu. Lagipula, relasi berarti... koneksi. Bukankah begitu, Detektif?" Ucap Jiang penuh indikasi.
Wei kini menatap sosok wanita yang telah memegang posisi 'chairman' Sun On Yee, namun tidak bisa berkata lebih atas itikad pembicaraan 'personal'.
"Mobilku kutinggalkan untukmu," kata Wei, seraya mengalihkan pandangan ke Ada dengan arti: 'Tolong berhenti memancing permasalahan.'
Ada tidak membalas signal itu, membiarkan saja tepat pria itu berjalan pergi tanpa menoleh lagi, sepatuh itu...
"Baiklah. Sepertinya Anda menginginkan detil," ucapnya sewaktu meletakkan cangkir dan menatap serius pada lawan bicaranya.
"Antara ya dan tidak. Aku sendiri tetap terbuka untuk 'investasi' baru. Selain itu..." Jiang menaruh jeda pada kalimatnya selama mengamati sosok Ada dengan ekspresi dingin.
"Kamu seorang Asia-Amerika, mempunyai 'prospek' dengan Wei Shen dan aku sangat menyukai ketangguhan seorang 'naga' di dalam Sun On Yee," tekan Jiang dikemudian.
Ada mengangkat kedua alisnya.
Mencermati bahwa wanita setengah baya ini berniat 'memanfaatkannya', lalu inti dari percakapan ini...
Jawaban Ada juga mudah, "Tidak masalah, Nyonya Jiang. Jika 'naga' yang Anda inginkan, aku pun se-fleksibel seekor kupu-kupu. Pastinya warna juga mempengaruhi arti, harafiah maupun konotasi.
Bermain sisi adalah keahlianku. Anggap ini adalah rekonsiliasi, kita saling 'membantu'. Demi sebuah 'koneksi', benar?"
'Broken Nose' Jiang pun melebarkan senyum.
...TBC.
A/n: ah, semakin panas. Apakah maksud Nyonya Jiang disini? *ehem*