Title: One More Chance to Love You.

Disclaimer: Naruto milik Masashi Kishimoto.

Warning : OOC, Yaoi, Alternatif Reality (di sini Sasuke tidak pergi dari Konoha), Rated M for later chapter. Don't like, don't read!

Pairing: SasuNaru slight SaiNaru, SasuIno

.

.

.

Ini seharusnya menjadi hari yang menyenangkan untuk kami berdua, tepat tiga tahun semenjak kami resmi menjadi sepasang kekasih, namun kata- kata yang baru saja keluar dari mulut kekasihku yang berdiri di depanku ini membuat duniaku serasa berhenti seketika.

"A-Apa… Maksudmu, teme? Ke-Kenapa?" aku menatap mata Sasuke Uchiha, kekasihku, meminta penjelasan dari kata-katanya.

Dia diam menatapku, lalu mengatakan lagi, "Naruto… Maafkan aku… Aku mencintaimu, kau tahu itu kan? Tapi sudah saatnya aku memilih… Aku satu-satunya klan Uchiha yang tersisa, aku harus mengembalikan klanku, kau mengerti itu kan?"

Sekali lagi aku mencoba memahami kata-katanya. Ya, dia benar, kami sama-sama laki-laki, dan memberikan seorang anak adalah hal yang tidak mungkin aku lakukan.

"Jadi… Maksudmu…"

Sasuke mengangkat wajahku, sehingga dia menatapku langsung ke mataku "Naruto, aku ingin bersamamu, sungguh. Sampai detik inipun, aku membayangkan kita bisa menjadi keluarga, mempunyai anak, dan bahagia bersama mereka, tapi kita tidak bisa selamanya menolak kenyataan…"

Dia menghela nafas sebentar, lalu kembali melanjutkan "Kau tahu, jika mungkin, aku akan memilih bersamamu, tapi aku tak bisa egois. Aku sadar, aku tak bisa mendapatkan semua yang aku mau, bagaimanapun aku harus memilih… dan akan lebih baik kalau kita… kembali menjadi sahabat, seperti dulu…"

Aku menatapnya tidak percaya, namun ia menatapku dengan senyum lemahnya, "Naruto, aku mohon… Ini demi kebahagiaan kita berdua… Aku tahu ini sulit… tapi kita pasti bisa meraih kebahagiaan kita masing-masing… Mungkin kita memang tidak ditakdirkan untuk bersama… Aku mohon Naruto…"

Aku menunduk, berusaha sebaik mungkin untuk menahan tubuhku yang semakin bergetar ketika mendengar setiap kata yang memasuki gendang telingaku. Seandainya saja aku adalah seorang gadis, mungkin aku akan menangis meraung-raung dan memohon kepada pria di hadapanku ini untuk tidak meninggalkanku. Tapi tidak untukku. Aku adalah seorang pria. Aku adalah shinobi Konoha yang kuat dan tangguh, yang selalu ceria dan pantang menyerah dalam hal apapun.

"Naruto?"

Kuangkat wajahku dan aku memberanikan diri untuk menatap sepasang mata onyx yang selalu aku kagumi itu. Dia benar. Sejak awal, hubungan kami memang salah. Kami sama-sama laki-laki. Bagaimana mungkin kami bisa memperoleh keturunan dari hubungan yang menyimpang ini? Bagaimana mungkin aku bisa mewujudkan impian Sasuke untuk mengembalikan klannya? Bagaimana mungkin aku bisa melupakan semua ini dan malah dengan seenaknya menjalin hubungan seperti ini dengannya?

Kau memang bodoh, Naruto!

"Naruto? Kau tidak apa-apa kan?"

Susah payah aku membentuk senyuman di wajahku. "Ya, kau benar, Sasuke. Sejak awal, hubungan kita tidak seharusnya seperti ini… Aku mengerti. Terima kasih Sasuke… Aku senang kau mau berkata jujur padaku. Kau tidak perlu khawatir… Setelah ini, kita akan tetap menjadi sahabat, seperti dulu."

Sasuke hendak membuka mulutnya, namun aku terlebih dahulu menepuk pundaknya dan berlari meninggalkan dirinya. Aku tidak ingin kehilangan kontrol diriku jika aku lebih lama bersama dirinya… Hei, apa ini? Kenapa aku malah menangis? Sial! Kau tidak boleh menangis! Kau ini laki-laki, Uzumaki Naruto!

.

.

.

Aku mencoba mengejar Naruto yang tiba-tiba saja berlari meninggalkan aku. Tapi sia-sia, dia sudah menghilang jauh dari pandanganku. Aku berhenti berlari dengan nafas yang masih terengah-engah. Akhirnya aku membaringkan tubuhku di lapangan tempat dimana tim 7 biasa berlatih dan tempat dimana aku biasa menghabiskan waktu bersama Naruto.

Angin yang bertiup perlahan memberiku sedikit kesegaran. Aku terduduk merenung memikirkan semua keputusan yang baru saja aku buat. Sebenarnya aku sangat menyesali perkataanku pada Naruto, aku menyesal telah membuatnya terluka. Tapi bagaimanapun, aku sudah memilih… memilih untuk mengakhiri hubungan kami sebagai kekasih dan kembali menjadi sahabat. Meskipun, aku sendiri tidak tahu, apakah aku benar-benar bisa memandangnya hanya sebagai sahabat?

Aku mencoba menenangkan pikiranku sejenak dengan menutup mata. Entah kenapa aku merasa lelah… Sangat lelah…

"Sasuke?"

Aku terbangun begitu mendengar suara itu dan menoleh ke belakang. Ternyata, seorang kunoichi berambut pirang panjang yang diikat, Ino Yamanaka. Dia tersenyum, kemudian dia mendekatiku dan menepuk pundakku pelan.

"Tidak biasanya kau tidur di sini, Sasuke. Apa kau tidak latihan?" tanyanya dengan senyum yang masih terukir di wajahnya.

Aku hanya tersenyum tipis kemudian menggeleng dan menjawab singkat, "Tidak."

"Kalau begitu boleh aku duduk di sampingmu?" belum sempat aku menjawab, dia sudah mengambil tempat di sampingku.

"Hmmm, anginnya sejuk sekali." ucapnya sambil memegangi rambutnya yang tertiup angin. Aku hanya diam, tidak menanggapi ucapannya. Aku masih memikirkan masalahku dengan Naruto.

"Sasuke, kau kenapa? Kau sedang ada masalah?" Pertanyaannya yang tiba-tiba itu membuatku terkejut. Aku langsung menoleh ke arahnya, dia memandangku dengan tatapan serius.

"Kalau kau mau, kau bisa menceritakannya padaku." katanya lagi.

Aku menggelengkan kepala. Apa wajahku terlalu mudah ditebak sehingga dia tahu kalau aku sedang dalam masalah?

"Tidak, aku tidak apa-apa Ino. Aku hanya lelah saja karena banyak misi akhir-akhir ini." Aku mengalihkan pandangan ke samping, memandang bunga-bunga yang ditiup angin.

"Bohong."

"Apa?" Aku kembali menoleh ke arahnya. Ini kedua kalinya aku dibuat terkejut oleh kata-katanya.

"Kau bohong, Sasuke. Aku tahu dari wajahmu. Kau sedang dalam masalah. Jangan pikir aku mudah ditipu seperti itu."

Aku terdiam. Aku akui, Ino yang sekarang sangat bisa membaca pikiranku. Memang, beberapa tahun terakhir ini aku menjadi dekat dengannya. Kami sering melaksanakan misi bersama, bahkan terkadang kami juga berlatih bersama. Sifatnya yang dulu kekanakan dan menyebalkan perlahan berkurang. Sebaliknya, sekarang sifatnya yang terbuka membuatku merasa dia adalah teman yang menyenangkan Entah sejak kapan, aku bisa bercerita banyak hal padanya. Dia bertambah dewasa dibandingkan dulu.

Aku bangkit dan hendak beranjak pergi. Tapi tangannya tiba-tiba memegang tanganku, mencoba menghentikanku pergi.

"Maaf Sasuke. Aku tidak bermaksud memaksamu untuk menceritakannya. Tidak apa-apa kalau kau tidak mau cerita. Jangan marah ya…" katanya dengan mimik wajah menyesal.

Perlahan, aku melepaskan tangannya dari tanganku, "Aku tidak marah padamu, Ino. Aku hanya ingin sendiri. Tapi lain waktu, mungkin aku akan menceritakannya padamu."

"Benarkah? Kau tidak marah?"

Aku tersenyum tipis. Aku bersiap pergi meninggalkannya sebelum berkata pelan, "Terima kasih, Ino…"

.

.

.

Akhirnya aku pulang kembali ke Apartemenku, setelah aku sadar aku lelah berlari tanpa arah yang jelas. Aku langsung merebahkan diriku di ranjang.

Kata-kata Sasuke kembali terlintas di pikiranku. Membangkitkan kembali clan Uchiha adalah impian Sasuke, dan hanya Sasuke yang bisa melakukannya. Dan itu adalah hal yang tidak mungkin bisa aku berikan. Aku sangat menyadari itu. Ini memang keputusan yang terbaik untuk kami berdua.

Tersenyum miris, aku memejamkan mata. Tanpa bisa dicegah, satu per satu kenanganku bersama Sasuke kembali memenuhi pikiranku. Mungkin… Aku akan membutuhkan banyak waktu untuk bisa melupakan perasaanku padanya.

Knock! Knock!

Aku bangkit begitu mendengar pintu apartemenku diketuk. Dengan sedikit enggan aku membuka pintu yang ada di hadapanku.

"Hai, Naruto-kun."

"Sai? Kenapa kau ke apartemenku?" tanyaku begitu melihat Sai berdiri di depan pintu apartemenku sambil tersenyum seperti biasanya.

"Aku hanya menyampaikan pesan Kakashi sensei, besok kita bertemu di tempat biasa jam sembilan."

Aku hanya mengangguk, "Baiklah, besok aku akan datang."

Tiba-tiba tangan Sai menyentuh keningku, "Kau tampak pucat. Apa kau sakit?"

Aku terkejut dan secara refleks aku menyingkirkan tangannya dari kepalaku. Sai tampak sedikit terkejut. Aku langsung menggelengkan kepala. "Ah, maaf Sai. Aku tidak apa-apa. Aku tidak sakit."

"Benarkah? Tapi kau…"

"Hahaha. Tenang saja, aku tidak apa-apa Sai. Lebih baik kau pulang seka-"

Kruyuk… Kruyuk…

Sai melihat ke arah sumber suara itu. Suara perutku. Dia langsung tertawa. Aku hanya tertunduk malu. Aku baru ingat gara-gara masalah dengan Sasuke tadi, aku sampai lupa makan.

"Kau belum makan ya? Kalau begitu ayo kita ke Ramen Ichiraku. Kebetulan aku juga belum makan" katanya setelah selesai tertawa.

"Tapi…"

"Aku yang traktir."

"Tapi Sai-"

Dia langsung menarik tanganku. "Menurut buku yang aku baca, tidak baik menolak kebaikan orang. Itu akan membuat orang tersebut kecewa. Kau tidak mau membuat temanmu ini kecewa kan?"

Akhirnya aku menyerah dan menurutinya. Kami pun pergi ke Ramen Ichiraku.

"Naruto-kun, tumben kau hanya makan satu porsi, biasanya kau bisa makan lebih dari tiga porsi." kata Sai begitu kami selesai makan.

"Ehm, yah aku sudah kenyang kok tadi. Lagipula apa kau mau mentraktirku tiga porsi ramen?" kataku sambil mencoba tertawa. Memang, aku sudah kenyang. Masalah dengan Sasuke membuatku kehilangan nafsu makan.

Sai menatapku dalam. Alisnya bertaut, "Naruto-kun, kau benar tidak apa-apa?"

Aku balas menatapnya, mencoba tersenyum untuk meyakinkannya, "Aku tidak apa-apa Sai."

Dia menghembuskan nafas panjang. "Baiklah. Tapi kalau kau butuh seseorang untuk cerita, kapanpun aku siap mendengar masalahmu."

Aku kembali tersenyum mendengar kata-katanya. Kami sudah tiba di apartemenku. Aku melambaikan tangan padanya.

"Baiklah Sai, selamat malam. Sampai jumpa besok."

Dia mengangguk. "Baiklah, sampai jumpa Naruto-kun."

Sai membalikkan badan dan beranjak pergi, tapi teriakanku menghentikan langkahnya.

"Sai!"

Dia menoleh ke belakang dan menatapku. Aku balas menatapnya sambil tersenyum.

"Terima kasih ya untuk hari ini! Sebagai balasannya, lain kali aku akan mentraktirmu ramen!"

Dia tersenyum mendengar kata-kataku, sambil melambaikan tangan dia pun pergi meninggalkanku.

Lama aku menatapnya, menatap punggung yang semakin jauh dari pandanganku dengan senyum yang masih terukir di wajahku.

.

.

.

TBC

A/N: Adakah yang masih mengingat fict ini? Ini fict saya yang masih menggunakan pen name mitsu-tsuki dengan judul "Daisuki Naruchan." Fict ini sebelumnya dihapus oleh admin Fanfiction. Akhirnya saya republish lagi dengan editan di sana-sini. Aisshhh karena ini dulu fict pertama jadi banyak banget yang salah T_T. Semoga yang ini lebih baik deh. Meskipun enggak percaya diri juga ama fict ini…

Mau dilanjut atau tidak? Silahkan review… ^_^