VOCALOID © Yamaha Corporation

Original story by Kasuga Rei [春日 レイ]


Bel sekolah sudah berbunyi, semua murid masuk ke kelas dan bersiap untuk belajar. Di kelas 3-B, Megurine Luka sedang duduk dengan tangannya yang tergeletak ke meja dan satunya lagi memegang dagunya, bosan. Dia duduk di bangku depan namun paling pinggir di sebelah jendela. Dia menatap suasana luar dengan tampang tidak semangat.

"Lagi-lagi. Kau ini selalu bosan ya?" tiba-tiba teman sekelasnya, Meiko bertanya padanya.

"Setiap hari melakukan hal yang sama, aku sudah bosan dengan hidupku sendiri." Luka menghela nafas.

"Sudahlah, jangan dipikirkan. Kau ini sensitif sekali, kau akan jauh dengan hal-hal bagus jika terus-terusan menggerutu." Kata Meiko.

"Hal yang bagus? Tidak ada yang bagus setelah orang tuaku cerai dan meninggalkan anaknya sendirian." Luka membuang muka.

"Hey, jangan begitu. Lagian kau ini—" Meiko belum sempat menyelesaikan pembicaraan, guru sudah masuk ke kelas, Meiko berlari ke bangkunya.

Guru itu, Uchiya-sensei, berdiri di hadapan semua murid, seharusnya ini bukan bagiannya, tapi dia kesini hanya untuk menyampaikan sebuah pengumuman.

"Anak-anak, wali kelas kalian Oda-sensei tidak akan mengajar lagi di kelas ini."

"Eeeh?" semua murid serempak.

"Tenang, tenang! Kalian tidak usah khawatir, aku sudah tahu kalian sudah cukup akrab dengan Oda-sensei, tapi mau bagaimana lagi, dia dimutasi ke Osaka. Oleh sebab itu, aku akan memperkenalkan guru baru kalian, dia akan menjadi wali kelas kalian dan mengajar Sastra Dunia." Uchiya-sensei mempersilahkan guru baru tersebut masuk ke kelas, "Silahkan masuk."

Semua mata murid tertuju ke arah pintu karena penasaran akan guru baru tersebut, pintu terbuka, guru itu seorang laki-laki tinggi dengan rambut violetnya yang lembut dan terikat acak, matanya yang biru cukup dingin dan bisa membuat seseorang ketakutan, jasnya yang agak terbuka, berbeda dengan guru lainnya, dia agak gaul. Dia berdiri di samping Uchiya-sensei.

"Baiklah anak-anak, perkenalkan, ini wali kelas baru kalian, dia sebenarnya guru baru, tapi dia sanggup untuk menjadi wali kelas, namanya adal—"

"Kamui Gakupo." Dia menyalip kata-kata Uchiya-sensei.

"A—ah... Iya, namanya Kamui Gakupo. Mungkin anda harus berkenalan lebih jauh lagi dengan anak-anak." Usul Uchiya-sensei.

"Tidak usah. Anda bisa keluar, saya akan mulai pelajaran. Aku tidak ingin membuang waktu belajar untuk melakukan hal yang tidak perlu." Jawab Gakukpo dingin tanpa memandang Uchiya-sensei.

Semuanya hening dan kaget akan kelakuannya. Uchiya-sensei menyerah, dia berjalan menuju pintu, "Anak-anak, baik-baik dengannya ya." Uchiya-sensei menutup pintu kelas.

Suasana kelas sangat canggung, Gakupo mengeluarkan bukunya dan yang kebetulan pelajaran pertama adalah Sastra Dunia. Semua murid membisu dan mengeluarkan buku mereka masing-masing, kecuali Luka.

"Hey kau." Luka agak menyolot. Gakupo melirik Luka tanpa memutar badannya.

"Kau ini staff baru tapi lagakmu itu seperti yang sudah senior saja, hormati senior-seniormu disini." Luka berwajah ketus.

"Apa urusanmu, bocah?" ujar Gakupo bernada dingin tanpa melihat wajah Luka dan terfokus akan buku yang dia buka.

"... Cih! Percuma berbicara dengan keledai." Luka membuang muka ke arah jendela.

Ketika Luka membalik tubuhnya kembali, Gakupo sudah ada di depannya, Luka sedikit kaget dengan kedatangannya. Gakupo mendekatkan wajahnya ke wajah Luka dengan wajah dingin dan datar.

"Apakah seekor bisa berbicara?" tiba-tiba Gakupo bertanya dengan dinginnya.

"Ti—tidak..." Luka gugup.

"Apakah seekor keledai bisa mengajar?"

"I—itu—"

"Apakah seekor keledai bisa membaca buku?"

"Tu—tung—"

"Apakah kau mau dibimbing oleh seekor keledai? Hah?" Wajah Gakupo semakin dekat, semua murid khawatir melihat kejadian ini.

Luka menunduk dan membuang muka dengan wajah kesal. Gakupo kembali ke tempatnya dan kembali mengajar. Pelajaran berjalan dengan suasana tegang dan tidak biasa.

Bel istirahat berbunyi, Meiko menghampiri Luka lalu menepuk punggung Luka dengan keras.

"Kau ini berani sekali!" Meiko tertawa.

"Dia menyebalkan. Padahal Uchiya-sensei sudah baik padanya, tapi dia malah mengabaikannya." Luka ketus.

"Rasanya dia mirip dengan seseorang ya~" Meiko bernada mengejek.

"A—aku tidak seperti itu kok!" Luka protes.

"Oh iya? Sama-sama ketus, dingin dan jarang mendengar nasihat orang lain. Dia SANGAT mirip denganmu." Meiko terkekeh.

"Hentikan." Luka berwajah seram.

"Ahaha, tenang~" kata Meiko.

Meiko mengajak Luka untuk makan siang di atap, mereka membawa bekal sendiri-sendiri. Di jalan menuju atap, Meiko melihat laki-laki yang dari dulu dia sukai, Kaito. Luka terdiam melihat ekspresi tidak jelas dari Meiko.

"Meiko, jika memang kau suka padanya tinggal bilang saja." Kata Luka.

"Bo—bodoh! Mana bisa? Dia sudah punya orang yang dia sukai." Meiko melawan.

"Maksudmu dia menyukai Hatsune Miku dari kelas 2-D itu?" tanya Luka.

"Iya... Argh! Sudahlah, ayo kita ke atap! Nanti keburu keduluan oleh orang lain." Meiko menarik tangan Luka dan berlari dengan cepat.

Mereka sampai di atap sekolah, hari ini cukup sepi. Jadi mereka bisa makan dengan tenang, mereka duduk di dekat pagar pembatas. Tapi Meiko kalang kabut.

"Eh? Eh? Eh? Mana juice pack milikku?" Meiko melihat kesana-kemari.

"Kau tidak membawanya dari tadi." Kata Luka sambil mengigit sumpit bekalnya.

"Yang benar saja! Aku ambil dulu, tunggu ya! Jangan dimakan dulu bekalnya, tunggu aku dulu." Kata Meiko terburu-buru.

"Iya, iya. Sudah sana." Jawab Luka, Meiko pun sudah tidak terlihat lagi. Luka kini duduk sendiri dan masih mengigit sumpitnya.

Meiko belum kembali juga, Luka membuka juice pack pertama miliknya dan menghabiskannya. Dia membuang kotaknya ke arah belakang, tiba-tiba terdengar suara benturan dari kotak jusnya, sepertinya mengenai seseorang. Luka segera berlari ke arah belakang dan mencarinya. Ternyata disana ada Gakupo yang sedang duduk sambil memegang kotak jus milik Luka yang baru saja dia buang. Luka terkejut jengkel melihatnya. Gakupo berdiri dan menyimpan kotak jus itu di kepala Luka.

"Megurine Luka, absen 23. Kau tahu jika kau membuang sampah sembarangan kau akan dapat hukuman." Gakupo berwajah dingin.

"Iya saya tahu." Luka membuang muka dengan wajah tidak senang dan jengkel.

"Plus, kau membuangnya ke kepala staff pengajar."

"Aku kan tidak tahu kalau kau ada di situ! Kenapa coba kau duduk disana? Itu kan derah sempit yang tidak layak untuk dijadikan tempat istirahat, dasar bodoh!" Luka protes.

"Plus plus, kau mengatai staff pengajar dengan kata bodoh."

"Maumu apa sih, om om nyentrik?!" Luka gusar dan mulai jengke dengan Gakupo.

"Om?" Gakupo mengangkat sebelah halisnya.

"Iya, kau ini so' keren. Jangan-jangan kau single ya?" wajah Luka berubah menjadi wajah mengejek.

"Aku baru 22 tahun. Aku juga masih meneruskan kuliahku" Kata Gakupo.

"Hah? Kau?" Luka terdiam dan kaget, karena baru ada seorang pengajar sah berumur 22 tahun.

"Kenapa?" Gakupo bertanya.

"Jangan-jangan kau jenius." Luka kini berwajah bodoh.

"Kau mulai ngawur, Megurine. Sudahlah, ini." Gakupo menyerahkan kotak jus ke tangan Luka, "Buang itu." Gakupo berjala menuju tangga dan masuk ke gedung kembali.

Gakupo berpapasan dengan Meiko, Meiko terheran-heran melihatnnya, kenapa dia ada disini. Meiko berlari ke arah Luka.

"Hey Luka, sedang apa dia disini? Dan lagi, sejak kapan?" tanya Meiko.

"Dia disini sebelum kita sampai, dia duduk disana." Luka menunjuk sudut sempit dimana Gakupo tadi duduk.

"Aah... Ya sudah, ayo kita makan. Nanti keburu bel."

Mereka pun memakan bekal mereka, setelah beberapa menit kemudian pintu atap terbuka, ternyata itu Kaito. Meiko langsung menyembur minumannya dan mengenai Luka. Luka berwajah datar. Kaito melihatnya dan kaget, dia menghampiri Meiko.

"Kau tidak apa-apa, Meiko?" tanya Kaito.

"I—iya! Aku tidak apa-apa." Meiko mengusapkan sapu tangannya ke mulutnya yang basah.

"Syukurlah kalau begitu. Kalian sudah selesai dengan makan siangnya?" kata Kaito.

"Iya kami baru saja selesai." Luka membereskan bekas bekalnya, begitu pula Meiko.

"Sayang sekali, tadi aku harus membantu teman-teman piket, jadi aku tidak keburu makan siang. Hah~ Aku kira aku akan makan siang sendiri lagi." Kaito nampak loyo.

Luka berdiri, "Kalau begitu, kau bersama Meiko saja. Dia masih belum menghabiskan 2 kotak jusnya." Luka tersenyum dan langsung meninggalkan mereka berdua.

"Aih! Luka, tunggu!" Meiko berdiri.

"Maaf ya, aku jadi terdengar seperti memaksamu." Kaito tersenyum canggung.

"Ti—tidak apa kok. Su—sudahlah! Cepat makan bekalmu, aku tunggu!" kata Meiko terburu-buru dan wajahnya memerah.

Luka berjalan menuju kelasnya, di kelas anak-anak yang lain sedang mengkerumuni sesuatu, Luka penasaran.

"Ada apa ini?" tanya Luka.

"Luka, lihat! Dompet milik Kamui-sensei terjatuh, bukan hanya dompet tapi tasnya juga tertinggal."

"Dia... Ceroboh juga." Luka berwajah datar.

"Luka, kau saja yang mengembalikan, kau sudah cukup akrab dengannya."

"Hah?! Akrab dari mana?" Luka protes.

"Sudahlah~" dia memberikan dompet dan tasnya ke tangan Luka, "Kembalikan ya~"

Luka terpaksa mengembalikannya, dia pergi menuju ruang guru.

"Permisi, saya mau mengembalikan barang Kamui-sensei yang tertinggal." Luka melihat kesana-kemari, namun ruang guru kosong total.

Tiba-tiba ada suara dari belakang Luka, "Hmm? Kau memanggilku `Kamui-sensei`. Agak menakutkan juga jika kau yang mengatakannya."

Luka membalik badannya, terkejut. "Ka—kau! Ini! Barangmu ketinggalan, dasar om om pelupa!" Luka membanting tas Gakupo dan langsung lari ngebut.

"He—hey! Tunggu dulu, kau—... dompetku." Kata Gakupo melambat.

Luka sudah cukup jauh berlari dari ruang guru, dan di tangan kanannya, dompet Gakupo masih dia pegang, Luka menampar keningnya, "Aku ini bodoh!" Luka nampak stres.

Setelah banyak kejadian terjadi, kini bel pulang sudah berbunyi. Luka dan Meiko pulang bersama, di depan gerbang, Luka dan Meiko melihat Gakupo yang sepertinya sedang menunggu.

"Ara? Kenapa dia belum pulang?" Meiko heran.

Luka diam saja dan mulai berjalan cepat mendahului Meiko, Gakupo menahan Luka. Gakupo memegang dan mengangkat tangan kiri Luka, "Mana domp—"

"Kyaaaa!" Luka tiba-tiba berteriak.

Semua kaget, termasuk Gakupo, "Kau ini kenapa sih?! Dompetku mana?" tanya Gakupo.

"Ini dompetmu!" Luka menyerahkan dompetnya, "Sudah cukup! Aku mau pulang!" Luka berlari, Meiko menyusul, "Ah! Tunggu, Luka!"

Gakupo mengusap telinganya bekas teriakan Luka tadi.

Di jalan pulang, Meiko heran sekali dengan sikap Luka terhadap Gakupo. "Kau sepertinya sangat membenci Kamui-sensei."

"Jangan panggil dia Kamui-sensei, umurnya tidak jauh dari kita." Jawab Luka ketus.

"Hah? Maksudmu?" Meiko heran.

"Dia masih berumur 22 tahun." Kata Luka spontan.

"Eeh?! Masih muda untuk seorang staff pengajar!" Meiko kaget.

Mereka melanjutkan perjalanan pulang.

Malam itu di rumah Luka (Luka mengontrak di mansion kecil-kecilan), Luka sedang membuat makan malam. Dia masih teringat dengan perilaku menyebalkan guru barunya itu. Sampai-sampai talenan yang dipakai Luka hampir patah karena pisaunya ditekan terlalu keras saat dia mengingat gurunya itu. Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu mansionnya. Luka mencuci tangannya dan segera menghampiri pintu sambil berteriak.

"Ah iya tunggu sebentar, siapa ya?" Luka baru saja tiba di pintu.

"Saya penghuni mansion yang baru. Kamar saya ada di sebelah anda." Suaranya terdengar dari luar.

Luka membuka pintu, begitu pintu dibuka, penghuni baru itu menunduk hormat dan setelah mengangkat tubuhnya kembali mereka berdua sama-sama kaget.

"Kau?!" Luka berwajah ketus.

"Hee~" ternyata itu Gakupo, kini dia bertetangga dengan Luka.

To be continued...