Disclaimer : Kuroshitsuji punya Yana Toboso, saya cuma minjem chara"nya

Warning : Fic pertama, mohon bantuannya ya para senior..., AU, OOC, aneh, typo(s) and mistypo(s), dll, masih shounen-ai, DLDR~


Tap tap tap tap…..BRUK "Aduh!"

Tampak seorang anak 'kecil' meringis kecil karena terjatuh, sementara dihadapannya menjulang seorang anak remaja yang begitu kuat dan kokoh. Tentu saja ia tidak jatuh karena tubuhnya yang kokoh ini memperhatikan ciel dengan tatapan aneh. Waktu mereka berdua tidak banyak. Ya, mereka sedang dikejar waktu keberangkatan kapal.

"Kalau jalan lihat-lihat!" gerutu Ciel yang terjatuh tadi.

"Sebaiknya kalau berjalan kau juga berhati-hati." Sebastian menjawab dengan lebih tenang—langkah tepat yang diambil untuk menghadapi remaja labil dihadapannya.

Ciel pun bangkit dan mengucapkan umpatan-umpatan yang meluncur begitu saja dari mulutnya dan menjauhi remaja tadi.

'Siapa anak itu, sepertinya aku kenal?' batin Sebastian dalam hati. Ia memikirkan anak itu selama beberapa detik dan segera teralih ketika rekannya memanggil.

"Hei,Black cepatlah! Kapalnya sudah datang!" teriak salah seorang temannya dari kejauhan.

Langsung saja Sebastian berlari menuju kapalnya dan terkejut saat melihat anak yang terjatuh tadi tengah menaiki kapal yang tepat berada di sebelah kapalnya. Ia pun tersenyum tipis dan tak lama kemudian senyum itu menghilang karena ternyata kapal itu berbeda jurusan.

Ciel merasa mengenali sosok itu, mirip dengan Sebastian, hanya saja iris matanya berwarna hitam dan berkulit coklat, dan memakai kacamata. Topi yang menutupi sebagian wajahnya, juga pakaian hitam tertutup serta sarung tangan dan sepatunya juga hitam. Tapi Sebastian masih ragu bahwa anak tadi adalah Ciel, karena pemimpin phantom co jarang bahkan tak pernah bersosialisasi. Sebastian hanya merasa pernah melihatnya di suatu acara penting.

Sebastian dan Ciel sama-sama orang penting yang sibuk. Sebastian seorang celebrity sedangkan ciel adalah seorang 'straighter' dan slasher yang memimpin Phantom co. namun mengapa mereka sempat-sempatnya naik kapal laut?

xxx

Ciel tengah santai menikmati pemandangan laut luas dihadapannya dengan tatapan kosong. Ia tidak mengacuhkan apapun sampai akhirnya terjadi badai di tengah laut tersebut. Satu kapal sangat khawatir akan apa yang akan terjadi selanjutnya. Ciel yang sejak tadi hanya diam sekarang menjadi panik dan karena tak hati-hati Ciel terjatuh dari kapal tersebut.

"BOCCHANNNNNNN!" teriak seluruh awak kapal yang panik dan bertambah panik itu. Nakoda, Bard, Maylene, Finny, dan tak ketinggalan juga Pak Tanaka yang berubah wujud menjadi normal dan kembali ke posisi minum teh dan ber-hoh..hoh..hoh ria setelah berteriak. Tapi terlamat. Sosok abu-abu yang indah itu sudah terbawa air dan semakin jauh. Mereka pun memutuskan untuk pulang dari perjalanannya menuju Amerika dan memberitahu keluarga Middleford tentang ini.

"Jangan..tinggalkan..aku pelayan-pelayan bo…..dohh.." bisik Ciel yang sudah lelah dan tak tahan lagi. Saat jatuh tubuhnya membentur keras badan kapal. Ia pun terus berusaha berenang hingga akhirnya bertahan mengambang dan berhenti berusaha. Ia sudah tak sadarkan diri.

xxx

Beberapa saat kemudian kapalnya sampai di tempat tujuan. Pulau yang luas dan terjaga terbentang dihadapannya. Sebastian berdecak kagum melihat pulau yang baru saja dibelinya kemarin. Sebagai selebriti terkenal Sebastian tentunya bisa dengan mudah membeli pulau megah tersebut. Sementara yang lain sedang menurunkan dan membereskan barang-barang, ia melangkahkan kakinya dan memasuki rumah yang nyaman dan tertata rapi oleh house keeper dan gardener. Rumah minimalis dekat pantai yang dicat putih bersih dengan garden kecil penuh bunga yang harum dan indah.

"Baiklah, selamat beristirahat semuanya." salam Sebastian pada rekan-rekannya yang jelas kelelahan.

Ia pun masuk dan menghidupkan televisi. Melepas kacamata, softlense, serta krim wajah coklat yang mengganggu wajahnya. Kini nampak jelas ketampanan orang itu. Sebastian Michaelis. Karena lelah, ia pun terlelap di sofa.

Keesokan harinya, crimson red milik Sebastian menampakan keindahannya. Ia pun bangkit dari kursi nya dan keluar untuk menyegarkan diri. Setelah berjalan beberapa langkah matanya menangkap sesosok siluet kecil yang ada di tepi pantai. Ia pun duduk bersimpuh di dekat anak itu. Ia merasa pernah melihat anak ini. Rambut grayishnya yang lembut diterpa angin pagi, kulit porselen yang pucat, bibir kecil yang pink, dan postur tubuhnya yang kecil begitu memikat matanya. Sebastian berusaha membangkitkan anak ini kembali. Ditekannya dada anak itu perlahan, menyebabkan air keluar dari mulut anak tadi. Karena masih tak sadar juga, ia member nafas buatan pada anak itu. Dilekatkannya bibirnya pada bibir ranum Ciel

'Rasanya manis.'batinnya, lalu ia mengembuskan nafas ke dalam mulut anak itu. Beberapa saat kemudianan ia mulai sadar dan terbatuk-batuk. Anak itu mulai membuka kelopak matanya dengan berat. Cerulean blue nya seakan malas nampak. Setelah mata tersebut sudah membuka dengan bulat, ia semakin terlihat seperti boneka porselen. Lama mereka bertatapan di tengah segarnya udara pagi yang menyejukkan, sampai lupa kalau anak ini begitu lemah. Begitu sadar, ia membawa anak ini ke rumahnya a la bridal style. Tak lupa liontin bertatahkan batu safir yang senada dengan mata sapphire milik anak itu.

Sebastian meletakkan anak itu dengan hati-hati di atas ranjang, membasuh dahi yang terdapat luka tak terlalu serius dengan lembut, tak lupa membersihkan tubuh kotor anak dihadapannya dan mengganti baju lepek anak itu dengan kemejanya, tubuh porselennya tersekspos. Kemejanya nampak kebesaran, tapi lebih baik daripada baju basah. Karena masih lemah, anak itu tertidur kembali di ranjang Sebastian. Mendapat kesempatan ini, Sebastian meraih liontin di mejanya dan memperhatikan dengan seksama.

'Liontin yang indah.' batinnya.

Ia memerhatikan dibelakangnya ada ukiran 'Ciel'. Lalu dengan hati-hati ia membuka liontin tersebut. Di dalamnya terdapat foto Ciel dan anak perempuan berambut pirang ikal dengan senyum menggemaskan. Namun foto tersebut seperti sangat dipaksakan berada di sana. Dengan hati-hati ia membongkar foto tersebut, dan terkejut saat melihat ternyata dibaiknya ada seorang anak laki-laki berambut pirang yang terlihat periang dan sedikit lebih tua dari Ciel. Saat sedang asik mengamati foto, anak yang diyakininya sebagai Ciel menggulat dan meracau tidak jelas. Dengan gerekan cepat dan luwes, ia mengembalikan liontin seperti semula dan menyimpanya di saku.

"Aku dimana? Siapa kau? Apa yang terjadi padaku?" segelintir pertanyaan meluncur dari bibir imut Ciel.

Sebastian hanya tersenyum seperti biasa. Ciel bingung melihat senyum yang menurutnya mesum itu. Tapi tiba-tiba kepala nya sakit. Membuatnya mengernyitkan mata.

"Halo, namaku Sebastian Michaelis, kau ada di villa ku, aku membawamu kemari karena kasihan melihat mu beristirahat di pantai dengan luka di dahi. "

"Ciel? Di pantai? Arrgh..aku tak ingat." Katanya sambil meremat rambutnya.

'Anak ini kehilangan ingatan rupanya.' seringai lebar terbentuk di wajah rupawan Sebastian. Dilupakannya keiinginan untuk membalas kejadian kemarin. Karena ia sudah menyusun rencana dengan cepat yang akan melibatkan anak ini. Meskipun Sebastian kasihan dengan Ciel, tetapi ia sedang dalam keadaan mendesak, lagi pula disekitar sini tak ada dokter untuk mengobati Ciel.

Lalu Ciel balas menatap dengan pandangan ada-apa-dengan-mu.

"Tunggulah disini sebentar sambil menonton televisi. Akan ada sarapan pagi untuk kita." sebersit rasa bahagia menggantikan rasa takut saat mendengar kata kita.

Beberapa saaat kemudian muncul pelayan.

"Permisi tuan, sudah saya bawakan breakfast nya."

Dengan hati - hati pelayannya menaruh breakfast untuk Sebastian. Segera saja Sebastian mengambil sarapan tersebut dan menyerahkannya pada Ciel.

"Minumlah teh dan makan roti ini, kau akan merasa lebih baik nanti."

"Michaelis, kau tak makan?"

"Tidak, makanlah, aku masih kenyang. Dan panggil saja aku dengan sebutan Sebastian." katanya, namun sebenarnya perut kosong sudah meronta minta diisi.

Kruk..kruk..kruk (anggep aja bunyi perut laper)

Ciel yang sedari tadi hanya memasang wajah stoic akhirnya tertawa juga. Sebastian tersenyum melihatnya. Malu juga ketahuan seperti itu di depan anak kecil. Ciel beringsut mendekati Sebastian.

"Makanlah denganku, ini makananmu bukan?" kata Ciel sambil membagi rotinya dan menaruhnya di tatakan teh. Tak lupa ia ambil gelas kosong milik Sebastian di meja dan menuangkan teh kedalamnya. Lalu menyodorkannya kepada Sebastian.

"Terimakasih."kata Sebastian sambil tersenyum lembut.

"Sama-sama." balasnya dengan dengan tertunduk malu.

Mereka makan dalam diam. Lalu Sebastian mengajaknya jalan-jalan keluar, karena tadi acara nya terpotong 'kan untuk menyelamatkan anak ini? Ciel pun menurut. Setelah siap ,mereka keluar dari villa.

"Siapa orang itu Sebastian, nampak seperti pemimpin per—"

"Ya, pemimpin perkumpulan anak-anak." jawabnya sigap, ia tak ingin rekannya mengatakan fakta tentang ciel yang merupakan pemimpin perusahaan Phantom. Bisa-bisa makin cepat anak ini mendapat ingatannya kembali.

"Eh?" dan rekan-rekannya yang lain memasang wajah bingung.

"Baiklah kami ingin ke hutan dulu, kerjakan tugas mu dengan baik ya, Edward, Richard."

Di hutan mereka memetik buah-buahan segar. Sebastian memetik dengan mudah, sedangkan Ciel memetiknya dengan setengah mati dan akhirnya dibantu Sebastian. Setelah dirasa cukup, mereka pulang. Ciel sebenarnya sangat ingin mengunjungi danau kecil yang sempat ia temukan di tengah hutan, namun diurungkannya niat tersebut.

Pada malam harinya mereka sedang bersantai bersama sambil mengkonsumsi buah yang tadi dipetik. Lagi-lagi dalam diam. Lalu masuk ke kamar Sebastian, karena hanya ada satu kamar. Sebastian memakai baju tidur hitam garis putih kesayangannya. Sedangkan Ciel memakai baju tidur biru gelap Sebastian yang kebesaran untuknya. Sebagai orang terdampar ia tak membawa apapun.

Setelah Ciel terlelap dalam rengkuhan nyaman Sebastian, ia menatap Ciel lekat-lekat, rencana yang sudah ia buat kemarin harus segera ia laksakan secepatnya, tapi melihat anak dalam pelukannya, ia jadi tak tega. Diambilnya liontin dalam saku.

"Hmm.. waktuku tak banyak, aku harus segera kembali dalam waktu 2 hari mendatang. Untuk sementara ini anak itu tak boleh melihat liontin ini terlebih dahulu. Akan kusimpan baik-baik liontin ini. Aku akan menjerat dirinya, menjadi partnerku. Dan kurasa, aku mulai menyukainya. Dia anak yang manis. " ucap Sebastian seraya mengecup pucak kepala abu-abu yang lembut.

.

.

.

TBC

.


Ini chapter 1, thanks for reader and silent reader (kalo ada)

Mind to R&R? Flames are welcome ^-^

Tertanda,

One hell of a fujoshi