.
.
Disclaimer: EXO punya SM, bukan punya gue! Kalopun punya gue, bakal gue sekap tuh si Sehun di kamar.
Pair: SeKai or KaiHun (KaixSehun)
Warning: Shounen-ai, OOC sangat, miss typo(s), AU, dll.
DON'T LIKE? DON'T READ!
.
.
Saia udah kasih peringatan tuh! Pake uppercase, bold, sama italic! Yang gak baca tuh warning, katarak ya! So, yang gak suka, sebaiknya menyingkir sejauh-jauhnya!
.
.
Musim semi. Musim dimana kau bisa melihat berbagai bunga mekar dengan indah, sedap dipandang mata, dan membawa kedamaian bagi yang melihatnya. Dan musim dimana semua orang menunggu untuk mekarnya bunga yang dinantikan oleh semua orang. Sakura, bunga mungil nan rapuh berwarna merah muda.
Dan awalnya seorang Oh Sehun tidak begitu peduli dengan semua itu. Ia lebih suka mengurung diri dengan buku-bukunya di kamar atau perpustakaan atau juga bermanja dengan Luhan-hyungnya. Dia hanya tidak tahu, sesuatu yang menakjubkan akan mengubah persepsinya itu.
.
.
Angin menerpa lembut wajahnya. Membawa kesejukan yang menyapu lembut kulitnya. Ia hanya memejamkan mata menikmati waktu sendiriannya. Duduk termenung di sebuah bangku panjang di bawah jejeran pohon sakura.
Jam di tangannya sudah menunjukkan pukul 09.00 PM. Seharusnya ia sudah kembali ke rumah beberapa jam yang lalu, hanya saja beberapa masalah pelik membuatnya ingin menikmati kesendiriannya dengan duduk sendiri di tempat yang sudah sangat sepi seperti ini.
Sehun membuka matanya dan menengadah menatap langit yang kini tanpa bintang. Bahkan bintang pun enggan untuk menemaninya, huh? Hanya bulan yang tampak mengintip malu-malu dari balik awan.
"Tidak baik sendirian di tengah malam bagi pelajar sepertimu!"
Sehun tersentak kaget saat sebuah suara menginterupsi keheningan disekitarnya. Ia pikir hanya ada dirinya sendiri di sana.
Dan ia melihat seorang namja berkulit tan dengan pakaian hitam dari celana hingga kaosnya, berdiri santai sambil menyandar di salah satu batang pohon sakura. Apa namja itu bicara dengannya? Sehun melihat sekeliling, dan hanya ada mereka berdua di sana.
"Aku memang bicara padamu." Namja itu berjalan mendekat dan akhirnya duduk di sebelahnya. Sehun hanya diam, bingung harus merespon apa. Jadi dia hanya memandang sang namja yang kini menengadahkan kepalanya menatap langit, beberapa kelopak sakura yang jatuh mengenai wajah tampannya.
Angin berhembus sekali lagi. Dan Sehun tertegun untuk kedua kali, melihat namja itu memejamkan matanya menikmati angin yang bermain-main dengan rambutnya. Entah bagaimana, tapi sekarang Sehun hanya bisa mendengar detak jantungnya yang perlahan menjadi cepat dan menyenangkan.
"Apa aku memang setampan itu?"
Sehun kembali terkejut saat namja itu membuka matanya dan menatapnya kembali dengan dalam. Mata itu, Sehun menyukainya. Cara mata itu menatapnya, sesuatu yang hangat perlahan membanjiri perasaannya.
Dan Sehun hanya terdiam membeku saat namja itu bergerak mendekati wajahnya, membisikkan sesuatu dengan suara lembutnya.
"Panggil aku Kai, Sehun-ssi..." dan mengakhirinya dengan sebuah kecupan kecil di pelupuk mata kanannya. Membuatnya harus menutup mata, sebelum merasakan hembus angin kuat di sekitar. Dan saat ia membuka mata, Kai sudah tidak ada disana. Ia kembali sendirian.
'A-apa itu tadi?' matanya melebar ketakutan. Tidak mungkin namja itu bisa menghilang dalam satu kedip mata. Dan apa maksud dari kecupan di matanya itu?
.
.
.
Keesokan harinya sepulang sekolah, Sehun kembali ke tempat kemarin ia bertemu dengan Kai. Tapi yang didapatinya hanya beberapa orang yang berlalu lalang atau pun duduk-duduk menikmati mekarnya sakura. Tidak ada Kai.
Ia kembali duduk dibangku yang kemarin ia duduki, berdampingan dengan sepasang remaja yang sepertinya masing SMP yang sedang berkencan. Matanya mengedar ke sekitar.
Ia hanya ingin memastikan apakah kemarin itu mimpi ataukah nyata. Ia yakin itu nyata, tapi terasa seperti mimpi. Pertemuan yang memang singkat, tapi membuat Sehun tidak bisa berhenti memikirkan namja tampan itu. Cara Kai menatapnya, Kai berbisik di telinganya, Kai yang menyebut namanya, dan Kai yang mengecup pelupuk matanya kemarin. Dan ia memang bingung, darimana Kai tahu namanya?
.
Perutnya menggeram, kelaparan. Sehun melirik jam tangannya yang kini menunjukkan pukul 8.50 PM. Sudah berjam-jam ia hanya duduk di sini. Keadaan sudah sepi, hanya beberapa orang yang kebetulan melintasi taman. Dan diantara sekian banyak wajah, ia tak menemukan Kai. Meski sekilas kemarin bertemu, wajah Kai tercetak jelas dalam otaknya.
Sehun membuka tasnya, mengeluarkan sebungkus roti yang ia lupa makan saat istirahat makan siang di sekolahnya. Apa yang membuatnya bertahan menunggu namja itu selama ini? Ia tidak pernah tertarik pada seseorang sampai rela menunggu untuk bertemu kembali sebelumnya.
Menggigit rotinya dan mengunyahnya perlahan. Seraya menengadah kembali menatap langit, kali ini bintang bertabur sangat banyak menghias angkasa. Ia tersenyum kecil melihatnya. Ia jarang menikmati waktu malam hari seperti ini.
"Menungguku?" suara itu membuat Sehun tersentak dan langsung menoleh ke sumber suara. Disana, Kai berdiri bersender di batang pohon seperti kemarin dengan kedua tangan yang dimasukkan ke saku jaket hitamnya. Lagi-lagi hitam. Apa namja itu suka warna hitam?
Sehun menelan ludahnya gugup. Kedua tangannya mencengkeram semakin erat bungkus roti yang isinya sisa banyak. Tatapan Kai membuatnya seolah meleleh. Apalagi saat namja itu mendekat dan duduk disebelahnya. Membuat jantungnya terus memompa semakin cepat.
"Kenapa menungguku?" Kai membuka suara lagi.
"A-apa?! Siapa yang menung—"
"Ssst... jangan berbohong padaku!" Kai menempatkan jari telunjuknya tepat di bibir Sehun, menghentikan Sehun untuk melanjutkan kata-katanya. Sebelum jari telunjuk itu berganti dengan ibu jari Kai yang kini mengelus bibir bawahnya lembut, menyapu remah roti yang tersisa di sudut bibirnya. Membuatnya memerah seketika.
Oh Tuhan! Kenapa dia jadi seperti seorang gadis remaja yang sedang jatuh cinta?
Setelahnya namja tampan disebelahnya itu memegang kedua tangannya yang mencengkeram bungkus roti dan membawa tangannya mendekat ke wajah Kai, sebelum namja itu menggigit rotinya juga. God! Namja itu menggigit rotinya tepat di bekas gigitannya. Apa itu juga disebut ciuman tidak langsung?
Warna merah dipipinya semakin gelap memikirkan hal itu.
"Kenapa kau begitu indah, eum?" dan ia yakin sekali warna merah dipipinya tidak bisa jauh lebih gelap lagi dari itu. Tuhan, kenapa Kai begitu menggoda dan tampan?
Kai melepaskan tangannya, membuatnya entah mengapa merasa kecewa, meski tangan Kai begitu dingin di tangannya, tapi ia menyukasi sensasi tangan besar dan kasar Kai yang menyentuh kulitnya.
"Katakan! Kenapa kau rela menunggu begitu lama hanya untuk melihatku lagi?" Kai menggeser duduknya lebih dekat dan menempel dengan tubuh Sehun. Dan meletakkan sebelah tangannya di bahu namja milky-skin itu.
"Uhm... kenapa kau bisa tahu? Aku bahkan tidak melihatmu disekitar." suara Sehun terdengar malu-malu. Itu terdengar menggemaskan dengan cadelnya. Dan Kai menyukai itu.
"Aku tahu segalanya tentangmu, Sehunnie~" Kai menyeringai kecil melihat pipi Sehun kembali terbakar merah. Tapi mata Sehun menyala dalam ketakutan.
"A-apa kau penguntit?" ia bisa merasakan bahu Sehun bergetar kecil. Apa ia sudah menakuti namja kecilnya ini? Ah, ia memang sudah menandai Sehun namjanya. Namjanya yang lucu dan menggemaskan dan polos... dan lucu dan menggemaskan. Oh, ia mengulagi kata lucu dan menggemaskan. Tapi itulah Sehun dimatanya. Terdengar cheesy memang.
"Tentu bukan. Aku tidak akan melakukan hal rendah seperti menguntitmu, Hunnie. Aku tahu semuanya tanpa perlu untuk menguntitmu." Kata 'Hunnie' terdengar seperti 'Honey' di telinga Sehun. Dan kata-kata Kai membuatnya semakin takut pada namja ini. Siapa dia? Apa pilihannya salah untuk mencoba bertemu lagi dengannya?
Sehun berusaha melepaskan tangan Kai yang merangkul bahunya. Tapi ia mendapati tangannya sendiri bergetar dan tidak mampu melawan Kai yang semakin kuat merangkulnya, bahkan kini namja itu membawanya ke dalam pelukannya. Membuat pipinya bersandar di dada Kai. Tubuh Kai dingin, dan ia merasakan ada sesuatu yang salah tentang namja ini. Tapi ia tidak tahu apa itu.
"Ssshh... jangan takut, Sehunna! Aku tidak akan menyakitimu." Tangan Kai mengelus rambut cokelatnya lembut, berbisik berusaha menenangkannya. Dan Sehun mendapati kedua tangannya menggenggam jaket Kai erat. Ia takut, tapi ia tidak bisa membohongi hatinya yang menyukai saat Kai memeluknya.
"Kau dingin!" komentarnya membuat Kai terkekeh kecil.
"Aku tahu!" Kai sekali lagi mengecup pelipis Sehun lembut. Ia suka sensasi saat bibirnya menyentuh kulit halus Sehun yang hangat. Ah, betapa ia mencintai namjanya ini. "Sudah malam. Sebaiknya kau pulang!"
Kali melepaskan pelukannya dan memberi jarak antara keduanya. Sebelum Sehun bisa mengatakan sesuatu, angin berhembus kencang menerbangkan kelopak sakura yang gugur, membuat Sehun sontak menutup matanya. Dan detik berikutnya angin berhenti berhembus ia membuka matanya dan Kai kembali sudah tidak ada dihadapannya. Meninggalkan dirinya yang sendirian di sana.
Kai.
Kai. Kenapa dia begitu cepat pergi? Siapa dia sebenarnya?
.
.
.
Hari berikutnya dan berikutnya lagi selama musim semi, Sehun selalu berkunjung ke taman tepat jam 9 malam. Entah mengapa Kai selalu muncul saat jam 9. Meski ia meminta Kai muncul lebih awal, Kai hanya akan tersenyum dan mengacak-acak rambutnya. Dan tetap saja dia hanya akan muncul setelah jam 9.
Keduanya mengobrol seru, meski sebenarnya hanya Sehun yang terus berceloteh tentang harinya di sekolah ataupun di rumah. Dan Kai hanya mendengarkan dengan sesekali memainkan rambut halus Sehun dan tersenyum gemas saat mendengar cadel dari Sehun.
Musim semi hampir berakhir. Dan malam ini, Sehun datang jam 8. Duduk sendirian di sana setelah makan malamnya. Ia tadi menyusup keluar dari rumah karena ayahnya tidak memperbolehkannya untuk keluar malam lagi. Mungkin ayahnya marah karena belakangan ia selalu pulang terlambat.
Bosan menunggu, Sehun memilih untuk memainkan handphonennya. Memekik senang saat seseorang duduk di sebelahnya. Tapi langsung menelan rasa kecewa begitu mendapati itu bukan Kai. Melainkan seorang namja mungkin berusia 30 atau 35 yang tersenyum aneh kearahnya. Ia hanya tersenyum sekilas dan kembali memainkan handphonenya.
"Kau sendirian? Tidak bersama pacarmu?" namja itu bertanya, membuatnya kembali menoleh.
"A-aku belum punya pacar, ahjussi!" Sehun menjilat bibirnya, kebiasaannya memang sebelum atau pun sesudah ia berbicara. Dan ia juga akan sangat gugup saat berbicara dengan orang yang asing. Ibunya selalu memperingatkan untuk tidak dekat-dekat dengan orang asing.
"Ah! Kau cantik sekali..." tiba-tiba saja namja itu mengangkat tangannya dan mengelus pipi Sehun.
Sehun tersentak kaget, tapi sebelum ia bisa berkata apapun, angin kembali berhembus kencang dan sebuah tangan menutup matanya dan membawanya dalam sebuah pelukan. Ia tahu itu Kai. Ia tak bisa melihat apa pun karena Kai yang menutup matanya.
"Jangan berani menyentuh yang seharusnya menjadi milikku!" ia samar-samar mendengar suara Kai yang menggeram marah. Tapi tidak terlalu jelas karena suara bising angin.
Sehun meringis saat pelipisnya tergores sesuatu yang tajam, seperti kuku dari sebelah tangan Kai yang masih menutup matanya. Ia tidak yakin, tapi itu membuatnya semakin takut.
Dengan kekuatan penuh, ia menyentak tangan Kai dan bergerak menjauh. Ia bisa melihatnya, kuku tangan Kai memang panjang sekali dan terlihat tajam dan ia sekilas melihat mata Kai yang menyala merah. Tapi segera kembali menjadi hitam gelap.
Siapa Kai? Dia selalu muncul dan menghilang tiba-tiba. Lalu sekarang, Sehun melihat Kai dengan kuku panjang tajam yang menggores pelipisnya dan mata merah.
Mereka kini hanya berdua, ahjussi tadi sudah kabur dengan cepat.
"J-jangan mendekat! Jangan sentuh aku!" Sehun berteriak putus asa, saat Kai melangkah mendekat dan mengangkat tangan berusaha menyentuhnya. Pandangannya kabur oleh air mata. Ia takut sekarang. Sangat takut! Yang ada dalam pikirannya, mungkin Kai bukan manusia.
"Sehunna..." Kai menatapnya dengan ekspresi sedih. Ia ingin berlari ke pelukan Kai dan berbisik untuk jangan bersedih lagi. Tapi rasa takut mengalahkan segalanya. Ia bahkan tidak mempedulikan rasa perih di pelipis akibat goresan kuku Kai tadi.
"Siapa kau? Kau ini sebenarnya siapa? Apa yang kau inginkan dariku?" Sehun melangkah mundur saat Kai melangkah maju mendekat.
Sehun kembali dibuat terkejut saat tiba-tiba Kai menghilang (*Kai berteleportasi kayak di MV MAMA ya!*) dan sepasang tangan yang tiba-tiba memeluknya dari belakang. Tubuhnya menegang.
"Jangan takut! Aku tidak akan menyakitimu! Aku terlalu mencintaimu hanya sekedar untuk menyakitimu... Percayalah padaku, Sehunna!" bisikan lembut terdengar di telinganya. Ia ingat sekarang, pertama kali ia dipeluk oleh Kai sesuatu yang salah pada Kai adalah, ia tidak bisa mendengar atau bahkan merasakan detak jantung dari namja itu.
Sehun merasakan sesuatu yang basah menyapu lembut pelipisnya yang berdarah. Kai menjilat lukanya hingga perlahan luka itu tertutup dan sentuhan terakhir, ia merasakan Kai mengecup pelipisnya lama dan dalam.
Rasa kantuk yang hebat tiba-tiba menyergapnya. Matanya seolah berat untuk terbuka. Apa yang terjadi? Ia berusaha agar tetap terjaga. Tapi itu terlalu sulit.
"Aku mencintaimu Sehun-ah! Terlalu mencintaimu!" itu adalah kalimat terakhir yang bisa ia dengar sebelum semuanya berubah gelap.
.
.
TBC or End?
.
.
A/N: okeh. Ini bakal lanjut or ending di sini aja? Itu sih terserah readers (itu pun kalo emang ada yang baca fic ini). Niatnya ini HunHan. Tapi rasanya aneh aja gitu ya, Luhan yang jadi gitu. Si Luhan kan walopun babyface tapi sikapnya kayak dewasa gitu cuy! Beda ama sehun yang hobi ngumbar aegyo dimana pun!
Kapan-kapan deh HunHan! Mumpung ide lagi numpuk cuma males buat ngetik.
Jadi, ada yang mau beri saran or kritik? Pedes pun gak apa-apa. Gue terima kok! Ikhlas redo! Cuman ya, gue harap sih jangan ada yang jadi silent readers deh ya!