"Angel Tears Wasted"

.,.

By : Ayuni Yuukinojo

.,.

Black Butler© Yana Toboso

Pairing : Sebastian/Ciel, Claude/Alois

OC :

Tenebris = OC

Lady 'D = OC

Charline & Duzel = Manga Vampire Game

Warning:

UPDATE LAMA! OOC, MxM a.k.a YAOI, EYD hancur, Typo,

"Jadi bisa kau jelaskan apa yang terjadi pada Ibunda Ratu Claude?" ujar sebastian saat sudah mendudukkan dirinya pada kursi empuk hitam dengan ukiran emas, dihadapannya terdapat sebuah meja dengan beberapa tumpukan pepaerwork yang menggunung serta botol tinta dengan pena bulu yang menancap. Di atas meja itu juga terdapat sebuah lampu lilin yang menyala kekuningan. Claude berjalan dengan pelan menuju meja kerja sambil mendengarkan pertanyan Sebastian.

"Beliau meninggal, pelakukanya belum di ketahui. Jantungnya ditikam saat sedang tertidur. Kondisinya baru diketahui esok hari kemudian." Claude mendudukkan dirinya di kursi dihadapan Sebastian. Ia membuka laci paling bawah mejanya dan mengeluarkan sebuah kain putih berbercak merah. Benda itu ia letakkan di meja dihadapan sebastian. "Itu adalah barang bukti yang digunakan pelaku untuk menikam jantung Ibunda."

Sebastian memandang buntalan kain itu sejenak, setelahnya ia berdiri dan membuka buntalan kain itu. Di hadapannya teronggok sebuah pisu perak yang berlumuran darah. Gagang pisau itu terlapisi kulit binatang dan di bagian punggung pisau terdapat ukiran sulur mawar dan tulisan 'Pengabdian Kepada Raja Utara' . jujur saja Sebastian merasa familiar dengan pisau itu namun ia lupa diaman pernah melihatnya.

"Lalu ini adalah barang bukti yang dapat membawa kita pada si pelaku." Ujar Claude lagi memberikan sebuah botol kecil dengan beberapa helai serat benang didalamnya. "Benang?" gumam sebastian yang dapat didengar oleh Claude dengan sangat jelas.

"Bukan benang. Lebih tepatnya helaian rambut. Benda itu di temukan tepat terlilit di gagang pisau perak itu." Sebastian menatap dengan teliti helaian rambut merah itu, hanya ada satu orang di kerajaan ini yang memiliki rambut semerah ini. "Apakah

pelakunya Madam Red?" sebastian kembali menyerahkan botol kecil itu, namun pandangannya lagi-lagi teralih pada pisau perah yang masih berada di atas meja.

"Madam Red mungkin memiliki rambut semerah itu namun rambutnya tidaklah panjang. Rambut Madam Red hanya sebahu, sedangkan rambut ini panjangnya bisa mencapai pinggul. Jadi Madam Red bukan pelakunya." Claude kemali meletakkan botol kecil itu kedalam laci mejanya setelahnya ia kembali membungkus pisau yang ada di atas meja dengan kain putih dan meletakkannya di laci terbawah mejanya. "Sampai saat ini kami masih mencari pelakunya hingga kepenjuru negeri."

"Apa mungkin pelakunya adalah orang yang sama yang telah menyerangku?" sebastian berdiri dari duduknya. Berjalan menuju jendela yang ada di belakang meja kerja Claude. Bibirnya menyeringai tanpa sepengetahuan Claude.

"Ma-maksudmu A-apa?" Claude tergagap medengar pertanyaan Sebastian. 'Orang yang menyerang Sebastian adalah suruhan dari Alois. Apa mungkin suruhannya itu berkhianat?'

"Tapi tidak mungkin ya, soalnya orang itu tubuhnya sudah aku buang ke sungai yang dipenuhi buaya." lanjut Sebastian sambil berjalan menuju arah pintu keluar tak memperdulikan ekspresi Claude yang tengah menatapnya dengan gugup. "Oh ya, katakan pada penasehat untuk segera mempersiapkan upacara kenaikan tahta." Lanjut sebastian sebelum meninggalkan ruangan.

Pintu tertutup secara perlahan menghalangi pandangan Claude pada punggung Sebastian. Kedua tangannya terkepal kuat hingga menimbulkan luka matanya menyorot tajam penuh amarah. "AAARRRGGGHHHH!" barang-barang yang awalnya tertata rapi di atas meja kini berserakan di lantai, tinta hitamnya tercecer menghasilkan bau yang menyengat. Tak sampai itu saja, gorden yang menutupi jendela ditarik oleh Claude dengan kencang hingga robek dan terlepas dari pengaitnya. "SEBASTIAN! AKAN KU BUNUH KAU!" geram Claude benci.

Sementara Sebastian yang tengah berjalan di lorong istana menuju istana barat hanya menyeringai senang. 'Satu langkah lagi dan kau akan hancur Claude' batin Sebastian.

.

Tubuh mungil bersimbah darah itu bangkit perlahan seiring dengan asap kehitaman yang menyelimuti tubuhnya. Kuku hitamnya memanjang dan taringnya meruncing. Telinganya menajam bak kelelawar dan mata yang awalnya sewarna birunya lautan itu kini membara seperti api neraka. Tanah di tempat itu masih terus bergetar, hewan-hewan mulai panik dan dengan insting alaminya mereka berlari menuju arah yang aman. Di tanah tempat sang Raja Utara mulai tumbuh tunas-tunas bunga mawar yang berwarna hitam pekat.

"khukhukhukhu~ sudah lama sekali sejak aku terakhir kali menggunakan kekuatan penuhku." Darah yang masih menetes di bibir mungil itu di jilat dengan sensual. Bibir yang awalnya memucat itu mulai benunjukkan rona kemerahannya yang sangat manis. Asap hitam yang mengelilingi tubuhnya bergerak perlahan menuju tangan kanannya sedangkan pedang hitam yang tergeletak di atas tanah kembali menjadi asap dan menuju tempat yang sama.

Asap-asap itu berkumpul menjadi satu dan membentuk sabit besar mirip dengan milik Undertacker, yang membedakannya hanyalah corak ukiran sulur mawar keperakan yang menyelimuti seluruh sabit dan kilatan kebiruan di mata pedangnya. "Ayo anak-anak. Waktunya bersenang-senang~ khikhikhi"

'Ayo keluar Alois~ aku tahu kau belum mati. Khukhukhu~'

Para vampire yang awalnya terpukul mundur itu kembali bersemangat, raja mereka tidaklah gugur dan lagi pertarungan baru saja dimulai. Pedang-pedang tergenggam erat, carat-cakar meruncing dan bibir melukiskan seringai mengerikan menunjukkan tarig tajam mereka. Para vampire mulai menyerang balik, kekuatan spiritual mereka meningkat seiring dengan kembalinya kekuatan penuh sang raja. Malaikat-malaikat mulai terpukul mundur mereka tak bisa mengatasi ledakan kekuatan dari para vampire di tambah dengan beberapa vampire yang memiliki kekuatan elemen es tampak sangat unggul di medan pertempuran ini. Berbagai lubang-lubang terbentuk di tanah, bebatuan mencuat dari permukaan dan sulur-sulur berduri berukuran besar merambat ke segala penjuru arah.

Ciel tampak menari dengan tenang di tengah belitan batang-batang mawar berduri. Sabit di tangannya terayun mengarahkan gerakan sulur bunga yang menyebar bahkan hingga ke dalam hutan. Pohon-pohon mulai layu dan tanah menghitam, binatang yang terlambat menyelamatkan diri mati perlahan dan mengkerut meninggalkan tulang-belulang saja. Tanah berselimut salju itu kini menjadi tanah kematian.

"khukhukhukhu~ Grell menari~ di tengah genangan darah merah~ malaikat kehilangan sayap~ jatuh dalam kubangan dosa~" vampire maniak merah itu berputar-putar dalam kubangan darah merah, gergaji pohonnya berdengung berlumuran darah, tubuh-tubuh malaikat yang terpotong tergeletak di bawah kakinya.

"Yangmulai, ku rasa anda tak perlu khawatir mengenai situasi disini. Anda bisa pergi ke ibu kota. Hamba rasa anda pasti memiliki urusan tersendiri di sana." Pelayan setia Ciel, Undertacker berlutut dengan homat dihadapan Ciel yang kini telah terangkat keudara akibat sulur-sulur yang mulai tumbuh itu.

"Hmm~ Kau benar. Baiklah, aku akan pergi, akan ku sisakan mawar cantikku di sini untuk membantu kalian." Dua pasang sayap hitam berbentuk kelelawar dan malaikat milik Ciel terbentang bebas diudara. Sulur-sulur yang awalnya membelit tubuhnya dengan perlahan menyingkit dan berkumpul dibawahnya membentuk wujud sosok manusia. Dua mawar hitam dengan titik cahayang merah di tengahnya berfungsi sebagai mata. Diatas sosok yang baru terbentuk itu tampak Ciel yang tengah melayang dengan indahnya.

Dengan sekali kepakan dari dua pasang sayapnya Ciel terbang ke langit dan melesat menuju arah selatan, namun sebelum ia menghilang dari pandangan anak buah dan lawannya sesosok malaikat yang tak asing dimatanya telah menghalanginya. Ia dapat melihat raut terkejuut dan cemas dari mata biru malaikat itu. "Cara yang sama takkan bisa membunuhku Ayah." Suara lembut namun datar itu terasa sangat dingin di telinga sang ayah.

"Ciel. Ayah mohon, hentikanlah semua ini. Kau tak seharusnya berpihak kepada mahluk rendahan seperti mereka." Dengan suara yang lembut dan pelan Vincent berusaha membujuk sang putra bungsu.

"Mahluk rendahan eh? Tidakkah ayah sadar bahwa sejak aku lahir di dunia ini aku adalah mahluk yang selalu ayah bilang menjijikkan itu. Jangan ayah kira aku tak tahu bagaimana nasib yang dialami sepasang janin kembar didalam perut ibunya. Aku tahu dan aku sadar apa yang telah terjadi sejak aku masih ada di dalam perut ibu hingga aku ada disini. Jadi jangan pernah bersikap seolah-olah tengah mengasihaniku. Aku tak mebutuhkan itu." Dengan kecepatan kilat sabit hitam ditangan Ciel terayun dan menebas sayap sebelah kiri Vincent hingga putus. Darah merah terciprat keudara dan jatuh perlahan ke tanah bersamaan dengan tubuh terluka dan bagian sayap yang terputus. "Mungkin bila ayah ingin membawaku kembali, belajarlah untuk merasakan penderiataan yang kurasakan di dunia ini." Dengan mata yang dingin Ciel memandang ayahnya yang perlahan jatuh ke tengah hutan yang mulai mati. Setelah sang ayah hilang dari pendangannya barulah ia melanjutkan perjalannya menuju arah selatan.

.

Acara penobatan Sebastian akan dilakukan tiga hari lagi, seluruh istana gempar akan berita mendadak itu dan membuat seluruh pelayan harus bekerja ekstra guna menyiapkan acara besar tersebut. Dekorasi disusun sedemikian indah di aula istana, kursi-kursi cantik berukir emas dan perak berderat rapi, karpet merah dengan sulaman benang emas membentang dari pintu masuk utama aula menuju arah singgasana raja yang tampak elegan. Lapu-lampu kristal yang menggantung menyala terang memancarkan keindahan. Penjahit khusus istana membuat pakaian terbaik dan terindah mereka yang nantinya akan dikenakan oleh Sebastian.

Sementara semua orang tampak sibuk, pangeran kedua kerajaan Leviath tampak tengah sibuk mondar mandir di kamarnya yang gelap sorang diri."Apa yang harus ku lakukan? Di saat seperti ini dimana Alois? dimana sekutuku yang lain."

"Aku tampak sangat berantakan Pangeran~" suara menggema di kamar yang kosong itu menghentikan langkah Claude. Dia menyusuri seluruh isi ruangan itu menghentikan langkah Claude. Dia menyusuri seluruh isi ruangan berharap menemukan seseorang. "kau takkan bisa menemukanku Pangeran. Kau haru datang padaku dan aku akan memeberikanmu kekuatan. Datanglah ke Tanah Kematian. Aku menunggumu." Suara wanita seperti bisikan itu mulai mengilang. Calude tak dapat menjawab namun dia bisa mempercayai suara itu karena ia sebelumnya pernah mendengar suara itu tengah berbicara dengan Alois. siapapun atau apapun mahluk itu, pasti dia bisa membantunya.

Dengan seringai keji terukir diwajah Claude dengan segera mengambil mantel hitam panjangnya, dengan penuh hati-hati ia melewati lorong istana menuju kandang kuda agar tak diketahui oleh siapapun. Setelah menemukan kudanya dan melewati jalan rahasia di sebelah timur Istana, ia segera memacu kudanya menuju arah selatan. Menuju Tanah Kematian.

Claude melaju kudanya dengan terburu-buru. Ia ingin segera sampai di tempat Hannah dan kembali ke istana sebelum penobatan Sebastian. Sebastian harus mati sebelum ia di nobatkan. Ia tidak terima bila nama Sebastian tertulis dalam daftar nama para raja.

Menyeberangi sungai kematian ia tiba disebuah htan yang gelap dengan kabut yang menutupi seluruh hutan. Hutan itu memiliki pepohonan berbatang hitam dengan daun yang telah berguguran di lantai hutan. Setiap pohon dan semak di penuhi oleh sarang laba-laba beraneka ukuran. Dari yang paling kecil hanya sebesar kepala tangan hingga yang paling besar menggantung di cabang pohon. terdapat sebuah tubuh manusia yang telah menjadi tengkorak terjebak di sarang besar itu.

Claude tidak memperdulikan semua itu. Ia tetap melajukan kudanya kedalam hutan. Walau terlihat dengan jelas kuda itu tampak ketakutan. Beberapa sosok bayangan hitam tampak sesekali melintas didekatnya. Ia tak tahu mahluk apa itu. Entah itu hewan buas, pemburu atau hantu sekalipun. Hutan dibagian dalam lebih berkabut dari bagian luar. Sarang laba-labanya pun lebih banyak lengkap dengan keberadaan si tuan rumah yang menatap Claude dengan mata hitam besarnya.

Tiba-tiba dua sosok lelaki berwajah sama muncul dihadapan Claude. Lelaki dengan rambut ungu dan wajah datar tanpa ekspresi. "Master Hannah sudah menunggu Anda." Ujar keadua lelaki itu bersamaan. Tanpa menunggu jawaban dari Claude, mereka berjalan menuju bagian hutan yang lebih dalam. Hingga tiba disebah mansion besar nan hitam yang dipenuhi jaring laba-laba. Turun dari kudanya. Kedua lelaki identik itu telah menunggu Claude di depan pintu masuk mansion.

Menyusuri lorong yang ber-background keunguan dengan corak laba-laba lengkap dengan jaringnya yang berwarna hitam. Mereka tiba disebuah ruangan besar dengan sorang wanita mengenakan pakaian minim tengah berbaring-baring santai di sofa yang panjang. Mata merah wanita itu menatap Claude dengat tertarik sementara mulutnya sibuk menikmata segelas anggur merah yang di tuangkan oleh seorang lelaki yang berwajah sama dengan dua lelaki yang menjemputnya. "Jadi mereka kembar tiga?" batin Claude. Baru pertama kali ia melihat anak kembar terutama kembar tiga.

"Claude Faustus. Aku sudah sangat lama menanti kedatanganmu. Duduklah. Tidak perlu tegang ataupun terburu-buru." Seorang wanita berpakaian minim terlihat bersanati di atas sofa ungu panjang. Rambut putih panjangnya tergerai menyentuh lantai marmer gelap. Mata merah wanita itu memandang Calude dengan lapar. Bibir bergincu ungu terang itu tersenyum menggoda, wanita itu bengkit dari posisi tidurannya dengan gerakan yang terlihat sedang mencoba untuk menggoda iman Claude. "Aku tau apa yang kau inginkan. Kau ingin membunuh saudara tirimu itu kan? Bukakah sudah ada malaikat yang membantumu?"

"Alois-Malaikat itu tidak berguna. Aku menyuruhnya untuk membunuh Sebastian tapi dia gagal dan kini menghilang netah kemana. Aku ingin kau membantuku untuk membunuh Sebastian sebelum acara penobatan." Mata emas Claude menatap Hannah dengan tajam, pemuda itu tampak tidak tergoda sedikitpun dengan tubuh molek minim busana milik Hannah.

"Apa… imbalan yang dapat kau berikan?" merasa bosan karena rayuannya gagal, Hannah kembali merebahkan dirinya, namun maat violetnya tak pernah lepas dari Claude.

"Apa yang kau inginkan?"

"Jantung. Berikan aku jantung dari Ciel. Kau tahu Ciel kan?"

"Tentu. Kau bisa mengambil Ciel setelah kau berhasil membunuh Sebastian." Menyeringai licik, akhirnya ia menemukan orang yang bisa ia perintah untuk membunuh Sebastian.

"Tidak. Kau yang harus memberikan jantung Ciel padaku. Dengan tanganmu sendiri."

"CK, baiklah."

"Kalau begitu kita sepakat. Aku akan membunuh Sebastian untukmu. Dan kau harus menyerahkan jantung Ciel padaku."

"YA!."

TBC

AN:

Maaf update lama. Tapi fict ini memang akan update lama. Walau udah hampir selesai. Terimakasih yang sudah berkenan untuk membaca dan menunggu kelanjutannya.

Salam, Denpasar.

10/8/16