"Apa kau, Uchiha bersedia menerima Hinata sebagai istrimu dalam keadaan sakit maupun sehat? Dan bersedia mencintainya sampai akhir hayatmu?"

"Saya bersedia."

Dan aku tak bisa berbohong ketika aku merasakan letupan kebahagiaan di dadaku.

Bunga Teratai proudly present

A Naruto Fanfiction

"White Rose"

.

.

.

Disclaimer

Naruto always belongs to Masashi Kishimoto sensei

White Rose always be mine

.

.

.

Warning: standard applied

.

.

.

Don't like? Don't read!

.

.

.

Happy Reading~

.

.

.

Aku tak pernah membayangkan mengalami ini sebelumnya—menikah. Aku telah lama berpikir jika aku suatu hari menikah pada usia 25 tahun dan yang akan mendampingiku adalah Pein, kekasihku. Terdengar percaya diri sekali ya, diriku? Ya. Itu memang benar. Selama ini aku meyakini kalau aku akan terus dengan Pein, pemuda berpiercing itu. Aku mencintainya dan dia mencintaiku. Tak ada yang salah bukan? Semuanya berjalan normal seperti biasa pada awalnya. Aku si gadis lemah selalu jatuh cinta pada sosok Pein yang selalu melindungiku. Bagiku, dia adalah pahlawan, sekaligus orang yang berharga bagiku. Akan kulakukan apapun untuknya. Sampai suatu hari ia datang padaku…

"Aku tak bisa melanjutkan hubungan lebih dari ini, Hinata," katanya. Aku menangis. "Mengapa?"

"Ayahmu sudah bangkrut. Tak ada jaminan lagi aku berada di sisimu." Dia pergi begitu saja.

Jadi, semua ini tentang uang, eh?

Sedalam itu kah arti uang bagimu, Pein?

Dan … serendah itu kah cinta di matamu?

Semenjak itu aku tak pernah percaya lagi dengan cinta. Mereka palsu. Dan … hanya uang yang nyata. Mungkin diantara kalian ada yang heran mengapa sekarang aku menikah, bukan? Ya, aku memang menikah, tapi bukan berarti aku akan membawa hatiku ikut masuk ke dalam lingkaran yang memuakkan itu. Menikah adalah jalan utama untuk memperbaiki hidup dan mendapatkan uang tentunya. Dengan kata lain, jika kau menikah dengan pria kaya maka hidupmu akan terjamin. Kekuasaan, uang, atau pun derajat akan kalian dapatkan.

Aku sudah merasakan hidupku yang menderita karena uang. Karena kekuasaan, mereka bertindak semena-mena. Mereka menganggap derajat mereka lebih tinggi, dan kami yang tidak punya adalah makhluk sampah yang pantasnya dihina dan dicaci maki. Aku membenci mereka. Orang-orang itu. Akan kupastikan mereka akan membayarnya dengan harga yang lebih dari apa yang telah mereka lakukan padaku, pada ke dua orang tuaku. Tunggu saja!

Bunga Teratai

Nama pria yang menikah denganku adalah Uchiha Sasuke. Dia kaya—sudah jelas—tampan, dan yang pasti ia banyak digilai para wanita. Siapa yang tak kenal dan gila akan Uchiha Sasuke? Sosoknya selalu muncul di berita bisnis. Seorang pembisnis muda yang mengelola banyak perusahaan baik dalam maupun luar negeri. Terdengar berlebihan? Agaknya orang yang pertama kali mendengarnya pun pasti akan berkata seperti itu. Aku memakluminya, karena bagaimana pun juga tak mudah untuk megurus lebih dari satu perusahaan, terlebih ada juga anak perusahaan yang berada di luar Jepang.

Lalu, bagaimana kami bisa bertemu dan menikah? Bukankah Sasuke adalah seorang yang sibuk dan mungkin ... ia juga jarang tinggal di Jepang? Jawabannya simpel, aku sendiri tak tahu. Mungkin takdir. Takdirku untuk bertemu dan menikah dengannya.

Pertama kali kami bertemu adalah saat aku mengunjungi makam ke dua orangtuaku. Hujan turun dengan lebat. Aku menangis dan membiarkan tubuhku basah oleh air hujan di depan makam orangtuaku. Aku lelah. Aku lelah hidup dalam sesengsaraan seperti ini. Tanpa kusadari, kalau sejak tadi anak hujan yang setia memelukku sudah tak terasa lagi. Aku mendongak, menemukan sepasang manik hitam yang menatapku.

Mata itu ... mata itu ... begitu memikat...

"Kau bisa sakit," katanya pendek dan terkesan dingin.

Siapa orang ini?

Ia mengulurkan tangannya padaku. Memintaku untuk menyambut tangannya yang beku.

Sampai sekarang pun aku masih tak mengerti, bagaimana ia bisa ada di situ? Memakai payung dan mengulurkan tangannya padaku? Aku tak mengenalnya, ia juga tak mengenalku. Bagaimana bisa orang macam dia mau berbuat seperti itu? Itu ... tidak mungkin. Aku yakin itu bukan sebuah kebetulan belaka.

"Aku mengunjungi makam ibuku," itu jawabannya ketika aku bertanya tentang "Bagaimana kau bisa menemukanku?"

Bohong. Jelas sekali ibunya masih hidup. Bagaimana mungkin dia bisa berbohong tentang hal-hal macam itu? Itu sangat tak pantas dikatakan ketika orangtuamu masih sehat dan hidup. Tega sekali dia, pikirku.

Pun setelah di makam dan ia mengantarku pulang kami tak pernah berbicara sama sekali. Itu adalah pembicaraan pertama dan terakhir bagi kami. Sampai pada malam itu...

Ia memintaku untuk menikah dengannya.

Ini benar-benar gila!

Kami saja tak pernah berhubungan, bagaimana mungkin ia memintaku untuk menikah dengannya? Dan terlebih ... aku masih sekolah. Dia, pria berumur 29 tahun memintaku—seorang gadis yang bahkan belum genap berusia 18 tahun—untuk menikah? Hal pertama yang muncul dalam otakku adalah pria ini sinting. Bukankah masih ada banyak wanita yang mau menikah dengannya? Mengapa aku? Seorang gadis dari kalangan tak elit layaknya dirinya? Dan aku juga masih terlalu muda untuk hal-hal macam itu. Berbagai pertanyaan bergentayangan dalam pikiranku.

"Kau bisa mendapatkan apapun yang kau mau jika kau menikah denganku."

Dia benar.

Aku bisa mendapatkan apapun yang aku mau jika aku menikah dengannya. Uang, kekuasaan, derajat sosial di masyarakat.

Tapi...

"Apa alasanmu menikahiku?"

Dia tersenyum. Apa pertanyaanku terdengar konyol di matanya?

"Hubungi aku jika kau sudah memutuskannya." Dia pergi.

"A-aku—"

—meninggalkan kartu namanya bahkan sebelum menjawab pertanyaanku.

Dan aku menghabiskan malamku dengan memandangi kartu namanya.

"Uchiha Sasuke, ka?"

Bunga Teratai

Sampai detik ini, aku masih belum mengerti mengapa pria bermarga Uchiha tersebut mau menikahiku. Alasan apa yang ia punya hingga ia berbuat hal aneh dan mengejutkan untukku? Aku bukan sosok yang populer, cenderung tak bersosialisasi. Jujur saja, aku tak mengerti. Tapi ... bukan masalah, bukan? Sekarang aku adalah seorang istri dari Uchiha Sasuke. Semua orang akan menghormatiku. Dan seperti yang tadi aku bilang, aku akan membalas orang-orang itu. Orang-orang yang telah menghinaku, melukai harga diriku.

"Kau akan diam di situ saja, atau mau tidur?" Aku meliriknya; ia berjalan mendekatiku. Lalu duduk tepat di sampingku. Harum parfum mewahnya menggelitik hidungku.

Aku bahkan sampai lupa dengan suamiku.

"Aku masih tak mengerti," kataku sambil memunguti mawar putih penghias ranjang kami. Menatap maniknya mungkin bukan ide yang bagus.

"Kau tak perlu mengerti," tangannya membelai pipiku. Memaksaku untuk memandangnya. Dan itu berhasil. Karena itu, detak jantungku berpacu dengan cepat. Tubuhku terasa lemas hanya dengan sentuhan kecilnya di kulitku.

"Yang harus kau mengerti sekarang adalah kau istriku, Uchiha Hinata." Dia mencium bibirku dan aku tak menolaknya. Bahkan, ketika semua itu bukan hanya sekedar ciuman.

TBC

Terima kasih

Keep or delete?

Review please!

\(^w^)Bunga Teratai(^w^)/