Author's Note : Okay, so this is my first attempt at Harry Potter's Fanfic. Twilight inspired. and before you flames, no. I don't, repeat, like Twilight. Heck, I don't even read the book! I just know the story's outer plot, characters + characters personality, and some of the magical things in there, nothing more. And I was inspired to write this, because I see an artwork of Harry and Tom Riddle (A.K.A Voldemort) crosscovering Twilight (Harry as Bella and Tom as Edward of course), (I forgot the link. as soon as I remember, I give it out to all of you. It was a really beautiful artwork!) but the personality and plot would be WAY better than Twilight, no Stupid-Pathetic-Bella personality in Harry, or 'Sparkly Vampires'. And the plot will be different too. So don't burn me yet please! And WARNING! This is Yaoi, BoyxBoy love. don't like, you may leave peacefully. And this is Tom Marvolo Riddle/Voldemort x Harry Potter story, no magic! Just an ordinary life without any spells, charm, etc. except for the magical creatures part (Vampires, Werewolves, etc.). this fic is in Indonesian, so if you want to read the English one, I'll submit it if you want! For some of you who like it, review please! And some suggestion and/or advice would be wonderful!


======0======0======0======0======

The Dawn

Chapter one : 'Prolog'

======0======0======0======0======

Langit biru cerulean cerah, udara lembut nan hangat menggelitik kulit, sinar menyilaukan keemasan sang mentari, adalah suasana yang memenuhi sudut pandangnya. Disana, duduk termenung dikursi berhadapan dengan ambang jendela, seorang remaja lelaki berambut hitam sekelam malam yang tertata berantakan di kepalanya bagai mahkota, sepasang mata bagai bongkahan zamrud terhias oleh bingkai kacamata bulat, memandang tak henti-henti ke pemandangan musim panas yang terasa nyaman dan hangat. Harry, Harry James Potter, adalah namanya, seorang remaja yatim-piatu biasa.

Dia, dan orang tuanya tinggal dengan damai dan bahagia, aman dan tentram di rumah mereka di Gordic's Hollows. Sampai kecelakaan tabrak-lari merengut nyawa orang tua Harry darinya saat dia hanyalah berumur empat tahun, dan rasa sakitnya belum kunjung usai. Setelah diberikan dibawah perawatan keluarga saudara ibunya-keluarga Dursleys- ia diberikan sebuah lemari kecil-sempit yang berada dibawah tangga sebagai kamar, dipaksa melakukan segala macam pekerjaan berat, dianiaya oleh 'keluarganya', disiksa dengan amat menyakitkan jika ia melakukan suatu bentuk kesalahan, walau jika itu hanyalah karena ia lupa mengelap setitik debu yang melapisi jendela. Keluarga Dursley akan mencari berbagai cara untuk menjadi alasan agar ia diberi hukumanoleh mereka sendiri. Dia tidak memiliki seorangpun teman, kebanyakan dari mereka bersikap seolah ia tak pernah ada, sebagian dari mereka-geng Dudley, 'sepupu'nya- menindasnya tiap hari, di sekolah maupun diluar lingkungan itu. Dan masih banyak hal-hal keji yang ia lalui di rumah keluarga Dursley, tepatnya di Privet Drive nomor empat.

Terkadang (baca : tiap kali), ia terheran mengapa ia masih tetap bertahan hidup dari segala bentuk penindasan dan siksaan yang telah meninggalkan berbagai macam bentuk luka tak terhitung dan tak tersembuhkan disekujur tubuhnya yang sudah bisa disebut 'butuh asupan gizi tambahan' oleh para dokter anak-walau ia tak pernah pergi ke dokter-. Saat ia berumur genap dua-belas tahun, penyelamatan telah datang menjawab doa-doanya.

Sirius Black, salah satu musisi ternama di Inggris.–tak disangka- adalah ayah baptisnya, -sekaligus juga sahabat karib ayahnya dimasa sekolahnya dulu-telah mendengar kabar keberadaanya di rumah yang dalam sudut pandang Harry adalah penjara penyiksaan di neraka kelak, datang untuk mengunjunginya.

Melihat anak baptisnya dalam kondisi sungguh memprihatinkan, ia mengambil Harry kedalam tanggung jawabnya. –Juga setelah sebuah adegan dimana Sirius menyemburkan sumpah-serapah pada para Dursley tentang apa yang telah mereka lakukan pada putra baptisnya tercinta-. dan sejak saat itu, Harry tinggal bersama Sirius di Black Manor. Dan sekarang, ia akhirnya telah berumur enam-belas tahun. Di minggu terakhir liburan musim panas, anak berkacamata bulat itu memandang ke jendela kamarnya tanpa henti, menonton langit biru segar musim panas yang sederhana-namun nyaman, seakan-akan itu adalah hal paling menarik didunia.

Kemarin, ia dan Sirius merayakan ultah 'Keenam-belasnya yang manis' hanya berdua, berpesta-pora tanpa letih sampai larut malam (dari pagi sampai malam, gak ada istirahat. Harry nyaris jatuh pingsan ditengah pesta). Di akhir pesta, Sirius telah memberitahukannya tentang rencana mereka untuk pindah dari Black Manor ke Grimmauld Place, di London. Itu karena Harry tidak pernah menyukai kehidupan sekolahnya di kota tempat ia tinggal sekarang. Sirius, menjadi orang tua yang mudah khawatir, tidak menyukai putra baptisnya terlihat tidak senang, maupun semangat dengan lingkungan tempat ia tumbuh. Maka, ia memutuskan kalau ia dan Harry harus pindah ke tempat lain, agar Harry bisa memulai awal baru dipergaulan dan masa pertumbuhannya, dengan mentransfernya ke sekolah baru, dan pindah ke kota yang asing baginya. Sungguh luar biasa.

Sebelumnya, Harry ingin menolak, tetapi melihat cahaya penuh harapan di mata ayah baptisnya, yang tanpa keraguan sedikitpun ia cintai sepenuh jiwanya, membuatnya bungkam dan menyutujui rencana Sirius. Hari ini, adalah harinya dimana ia dan Sirius akan pindah ke Grimmauld Place. Remus Lupin –kekasih Sirius- dan juga sahabat karib ayahnya yang lain- telah menunggu kehadiran mereka di mansion lain keluarga Black tersebut. Remus adalah ayah baptis kedua Harry, Ia bekerja sebagai proffesor di sekolahnya yang baru, Sekolah Tingkat Atas Hogwarts. terkadang, Remus datang ke manor untuk mengunjungi Harry dan Sirius, juga kadang menginap semalam disini–Sirius selalu gembira akan hal itu.

Harry menghela nafas, hampir seluruh barangnya-kebanyakan pakaian, karena Grimmauld Place sudah memiliki segala kebutuhan lain untuk mereka gunakan- telah selesai dipak, dan telah disimpan dibagasi mobil mereka. Ia tidak memiliki banyak barang berharga, hanya pakaian, foto keluarganya yang satu-satunya ia miliki terbingkai didalam liontinnya yang sekarang ia pakai, burung hantu peliharaannya yang berbulu putih bagai salju, Hedwing. dan biolanya, yang sekarang sudah berada di Grimmauld Place, bagaimana atau kapan itu sampai ada disana, Harry tidak tahu. Tapi sudahlah.. setidaknya ia tidak perlu mengangkut beban lain.

Ia menghela lagi, bukannya ia tidak menyukai ide Sirius, sebenarnya ia amat senang saat tahu mereka akan pindah ke Grimmauld Place, mansion keluarga Black yang lain itu sungguh besar, dan ia paling menyukai taman dihalaman belakang. Mereka biasanya hanya akan pergi kesana tiap liburan musim dingin atau terkadang musim panas. Namun, kunjungannya ini permanen. Ia hanyalah terlalu malu dan canggung untuk bersosialisasi juga beradaptasi dengan lingkungan barunya. Demi janggut Merlin, dia bahkan tidak pernah mengatakan satu kalimat pada warga di daerah tempat tinggalnya ini, bagaimana ia akan mendapat teman dan bergaul dengan mereka dengan lingkungan yang asing itu? Dia pastinya akan menjadi target berandalan sekolah lagi.

Ketukan lembut tetapi tegas dipintu, memotong lintasan pikirannya. "Prongslet? Kau didalam? barang-barang sudah selesai dipak, kau siap?" suara Sirius menggema dari balik pintu untuk memenuhi kamar Harry yang sunyi. Pemuda berkacamata itu bangun dari posisi duduknya, mengecek kamarnya selama beberapa detik, mencari sesuatu yang mungkin ia lupakan untuk dibawa. Melihat tidak ada yang terlupa, Harry memeriksa dadanya, jemarinya menyentuh bandul liontin berbentuk oval dari perak, terukir tulisan "Potter's" berhuruf sambung yang indah, liontin yang berisi satu-satunya foto ia bersama mendiang orang tuanya. Setelah menyelipkan kembali liontin dibalik kausnya, Harry berjalan menuju pintu, memutar kenop pintu dari kuningan itu, lalu membukanya.

Mata zamrudnya bertemu dengan figur Sirius yang berada didepannya. Orang-orang akan langsung percaya kalau mereka bilang mereka ayah dan anak, Mereka sama-sama berbagi warna rambut hitam legam yang sedikit(?) berantakan (Sirius lebih panjang sampai mencapai tengkuknya). Hanya warna mata Harry yang berkilau bagai zamrud dan Sirius yang hitam kelam yang membedakan. Ayah baptisnya berdiri dengan percaya diri, seringai lebar terpeta di wajahnya yang melihat Harry. "Kau siap, Prongslet?" ia bertanya sekali lagi, sebuah senyum kecil nan manis terbentuk dibibir Harry, Ia mengangguk, "Yeah, tak ada yang kelupaan. Hedwing sudah ada didalam mobil?" "Yep, dia sudah beruhu-uhu nyaring saat aku memasukan sangkarnya ke dalam mobil, sebaiknya kita tidak membiarkannya kehabisan oksigen disana. Shall we go now?" pemuda berkuit pualam itu memberi anggukan setuju lagi, "Yes we shall, aku sudah tidak sabar untuk bertemu dengan Remus." Seringai Sirius bertansformasi menjadi terlihat nakal. "So do I, Prongslet. So do I..." jawabnya dengan nada gelap yang membuat bulu kuduk merinding mendengarnya. Harry memutar bola matanya, "Simpan pikiran itu sampai di mansion, aku tidak mau kau menyetir sambil memikirkan sesuatu yang...erotis." Sirius tertawa terbahak-bahak, "Tidak akan, kok. Tenang saja. Ayo, masuk ke mobil. Kita akan berangkat." Harry, diiringi dengan Sirius dibelakangnya, melangkah keluar Manor menuju tempat Sirius memarkir mobilnya didepan rumah.

Setelah Sirius mengunci pintu dan pagar Manor, mereka melangkah masuk kedalam mobil hitam. Benar saja apa kata Sirius, suara uhu-uhu nyaring Hedwing yang terdengar jengkel langsung memasuki indera pendengaran mereka. Sirius-yang sudah duduk di jok kemudi-memutar bola matanya sama jengkel, "Seharusnya aku membelikanmu kucing putih, bukan burung hantu putih di ulang tahunmu yang ketiga-belas itu." Harry terkikik geli mendegar pernyataan ayah baptisnya. Ia membuka sangkar Hedwing, membiarkan burung hantunya berteger santai di pundaknya, mesin mobil menyala, dan bergerak meninggalkan Manor menuju Grimmauld Place nomor dua-belas di London.

Harry menerawang jauh kebalik jendela, menonton bagaimana jalan yang dilalui mereka satu-persatu terlalui dengan cepat. Ditengah perjalanan, terkadang ia iseng memberikan Hedwing snack yang ia bawa. Bagaimana jika aku tak bisa bergaul dengan mereka? Apakah aku akan bahagia disana, atau sama saja seperti dulu? Apakah ada orang yang juga sudi menjadi kekasihku? Mustahil. Harry terus membayangkan apa yang akan terjadi di kota baru yang akan ia tinggali, menimang-nimang segala kemungkinan buruk dan baiknya hidup disana.

Sedikit yang ia tahu, Takdir mulai berputar untuknya.


Jadi? gimana? bagus gak?#plak "BARU PROLOGNYA JUGA KALEEE!" Review plz! suggestion and/or advices always welcomed!