Naruto by Masashi Kishimoto

Refrain by Winna Effendi

Fiction by Dae Uchiha

Votum: The Series

©2012

Standard warning applied

Don't like, don't read!

Ting. Tong.

Hinata menghentikan kegiatannya membersihkan lantai apartemen, memandang sejenak ke arah pintu untuk memastikan bahwa yang menekan bel tidak berniat mempermainkannya.

Ting. Tong.

Gadis itu meletakkan vacuum cleaner miliknya dan berjalan ke arah pintu. Ia membuka kunci dan membuka sedikit pintunya untuk mengintip siapa yang datang pada hari minggu dengan cuaca hujan deras seperti ini, karena Hinata tak pernah menerima tamu selain keluarganya, sesama rekan kerjanya di rumah sakit, atau—

"Ahh!" Gadis itu sedikit—tidak, ia sangat—terkejut ketika mengetahui siapa tamunya. Dan lagi, belum sempat ia menanyakan tujuan orang itu datang ke sini, tamu tak sopan itu mendorong pintu masuk Hinata dengan keras hingga gadis itu nyaris terjengkal, kemudian seenaknya memasuki ruang tamu Hinata.

Hinata mendesah pelan, kalah. Gadis itu memutuskan untuk menutup pintu apartemennya dan menyusul tamu tersebut.

"M-maaf masih b-berantakan, dan ... k-kau membasahi l-lantai apartemenku, Sasuke-kun."

.

.

.

.

.

Yap, dialah tamu yang berlaku tidak sopan di rumah Hinata pada hari minggu yang basah.

Uchiha Sasuke.

Sejujurnya, Hinata tak terlalu mengenal sosok Sasuke sebenarnya. Mereka hanya pernah sekelas di kelas satu SMA sembilan tahun yang lalu, dan itu pun tidak berarti apa-apa. Mereka tidak pernah saling menyapa ataupun berbicara selayaknya teman.

Sampai hari itu.

Itu terjadi kira-kira satu bulan yang lalu.

Hinata ingat, itu bukan pertama kalinya ia pergi ke bar dan meminum alcohol, tapi itu pertama kalinya ia mabuk berat. Di antara kesadarannya yang kian menipis, ia sadar ia pergi ke lantai dansa dan bertemu Sasuke di sana.

Pria itu tampak memesona di mata Hinata, meski mereka sama-sama dalam keadaan kusut. Mereka menggerakkan tubuh bersama selama beberapa jam, dan diakhiri dengan Sasuke yang mengantarkannya pulang.

Kejadian selanjutnya bisa ditebak.

Lagipula, apa yang bisa diharapkan dari dua orang lawan jenis dengan wanita yang mabuk berat pergi bersama ke sebuah apartemen?

Hinata terbangun tengah malam, merasakan pusing yang menusuk dan mual hebat. Ia pergi untuk memuntahkan makan malamnya di kamar mandi, dan ketika kembali ke kamar, Sasuke sudah terbangun, dengan butiran aspirin dan air putih di nakas.

Mereka bercinta lagi malam itu, dalam keadaan sadar sepenuhnya. Dari pillow talk yang mereka lakukan, Hinata tahu bahwa mereka masing-masing sedang mempunyai masalah dengan pasangannya.

Berkali-kali Hinata membantah hati kecilnya. Malam itu ia tidak berselingkuh, itu hanyalah one night stand biasa.

Ya, itu hanyalah one night stand biasa—oke, mungkin bisa dianggap sebagai affair, namun Hinata sama sekali tak memiliki perasaan terhadap Sasuke saat itu.

Bahkan ia sudah melupakannya sejak lama, sejak ia putus dari pacarnya karena kejadian itu. Namun anehnya, Hinata tak pernah menyesalinya.

Lalu, kenapa kini Sasuke datang ke sini?

Gadis berambut indigo itu mendesah pelan ketika membawakan handuk untuk Sasuke yang dimintanya mandi di kamar mandinya sementara ia memasak makan siang untuk mereka.

Perlahan ia membuka pintu kamarnya, dan mendapati Sasuke duduk di tepi ranjang dalam keadaan yang bisa membuat wanita manapun menelan ludah. Hinata berjalan mendekat, mengusap-usapkan handuk yang dibawanya di rambut Sasuke yang masih basah. Ketika Sasuke memeluk pinggangnya dan menyandarkan keningnya ke dada Hinata, Hinata tahu pria itu sedang dalam masalah. Ya, sama seperti malam itu.

"K-kenapa k-kau datang k-ke sini?"

Hening menyelimuti, dan ketika Sasuke bersuara, pertanyaanlah yang keluar dari bibirnya, "Bagaimana hubunganmu dengan Gaara?"

Hinata menghentikan sejenak kegiatannya, tangan kanannya menyisiri rambut Sasuke yang berantakan dan masih lembab. "A-aku sudah p-putus dengannya. T-ternyata Gaara mengetahui a-apa yang kita lakukan."

"Maaf." Dari nada yang digunakan pria itu, siapapun tahu Sasuke sama sekali tidak berniat meminta maaf.

"Tidak apa-apa. Aku tidak m-menyesalinya. K-kau sendiri? B-bagaimana dengan Shion?"

"Aku memutuskannya."

"Oh." Hinata kembali menggosok-gosokkan handuknya ke rambut Sasuke.

Keheningan yang menyelimuti keduanya membuat Hinata sedikit kikuk. Ia mempercepat kegiatannya.

"Nah, a-aku sudah s-selesai. A-ayo kita makan siang." Hinata hendak menarik dirinya, namun pelukan Sasuke di pinggangnya malah mengerat.

"Kau tahu apa yang membuatku datang ke sini, Hinata?"

Sasuke mendongak, membuat Hinata terkesima saat melihat tatapan mata oniks itu terhadapnya. Tajam dan, ahh ..., mampu membuat siapapun terbius.

Termasuk Hyuuga Hinata.

"Aku merindukanmu."

Hinata tak menolak ketika Sasuke memindahkan tangannya ke tengkuk Hinata, mendekatkan wajah gadis itu dan menyentuhkan bibir mereka perlahan.

.

.

Wish 1: ... [Hinata]

.

~Wish One: End~

.

.

A/N: Entah apa yang bikin saya punya ide buat kayak ginian. Jadi ini sejenis drabble random dari otak saya yang berantakan. Ide 'wish'-nya berasal dari novel Winna Effendi yang Refrain. Rate akan berubah tergantung isi chapter yang terbaru, dan jangan berharap lebih dari fic ini. Akan saya tandai complete, karena setiap cerita ada ending-nya. Votum sendiri berasal dari bahasa Latin yang artinya sejenis dengan wish, prayer, promise, atau hope. Lolz. Ini cuman penghiburan, ok? ;)

Chapter ini agak 'nyerempet' ya? (Korban baca novel Young Adult) Menurut kalian kayak gimana?

Concrit ataupun review sangat dinanti,

:D

-dae-