Satu lagi fic iseng dari saya yang nggak jelas genrenya apa. Maunya sih horor, jadinya untuk sementara ditaruh di genre general dan horor aja dulu kali yah. Tadinya direncanakan oneshot, tapi ternyata saya pikir kepanjangan untuk sebuah oneshot. Haha...
Enjoy!
.
.
VISITE TENGAH MALAM
By Arlene Shiranui
Naruto (c) Kishimoto Masashi
Alternate Universe
.
.
Sebagai seorang yang berprofesi sebagai perawat, Haruno Sakura tahu bahwa dirinya diharapkan bersikap seperti sebutannya—profesional. Bekerja sesuai dengan bidang garap profesinya dengan memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang memang membutuhkan perawatan, terutama di rumah sakit, tempatnya bekerja sekarang. Dan apa pun kondisinya, dia harus siap ditugaskan kapan saja sesuai shift.
Sakura sangat memahami hal itu, tentu saja. Setelah tiga tahun bergelut di profesi yang telah membuatnya jatuh hati tersebut, seharusnya tidak ada keluhan lagi. Tapi tidak. Sekeras apa pun Sakura berusaha untuk profesional, dia tidak bisa menikmati setiap kali mendapatkan giliran bekerja pada shift malam. Bukan karena dia harus menahan kantuk semalaman, juga bukan karena harus menahan dinginnya udara malam di luar dekapan selimutnya yang hangat. Melainkan karena satu hal yang tidak akan pernah dia akui di depan khalayak ramai.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa rumah sakit terkadang identik dengan cerita horor. Dan di Rumah Sakit Universitas Konoha tempatnya bekerja sekarang bukanlah pengecualian. Cerita-cerita seram, mitos-mitos berbau supranatural seringkali beredar di kalangan para dokter, perawat, bahkan di kalangan mahasiswa yang berpraktek di sana. Mulai dari koridor di lantai lima di sayap timur rumah sakit, dekat bangsal bedah neurologi, katanya sering terdengar suara langkah kaki diseret setiap pukul dua dini hari, padahal sedang tidak ada orang di sana. Sampai jenazah yang berpindah tempat di kamar mayat. Yah ... itu baru sebagian kecil saja, yang seringkali disalahgunakan oleh oknum-oknum usil yang ingin menakut-nakuti orang baru yang belum lama bekerja di sana.
Ternyata gedung yang megah dan modern, peralatan kedokteran yang canggih, tidak mencegah hantu-hantu itu berkeliaran. Dan Sakura sangat, sangat membenci cerita seram. Setiap kali datang ke rumah sakit sebelum shift-nya dimulai, bulu kuduknya selalu meremang, kerongkongannya mendadak terasa kering dan dia dihantui ketakutan bakal melihat yang aneh-aneh entah di mana.
Beruntung Sakura ditempatkan di bangsal bedah anak. Tidak seperti di tempat lain di rumah sakit pendidikan itu yang didominasi warna putih yang monoton, bangsal anak meriah dengan wallpaper warna-warni. Gambar-gambar kartun ditempelkan di dinding-dinding dan boneka-boneka hewan aneka warna bergelantungan setiap beberapa meter di langit-langit. Barangkali warna-warna cerah itulah yang membuat suasananya tidak terlalu menyeramkan—walaupun tetap saja Sakura enggan jika disuruh berkeliaran di koridor seorang diri. Mana tahu kalau tiba-tiba ada boneka yang terbang sendiri. Hiii ...
Namun sayangnya tempat berdinasnya sekarang bukan di bangsal bedah anak yang menyenangkan itu lagi. Sekarang dia dipindahkan ke ruang perawatan intensif jantung. Bahasa kerennya sih Intensive Cardiac Care Unit alias ICCU. Sakura dipindahkan di sana setelah mendapatkan pelatihan perawat cardio dan berhasil membuat kepala perawatan di rumah sakit itu terkesan dengan kemampuannya.
Bukannya Sakura keberatan dipindahkan. Sebaliknya, gadis itu suka bekerja di tempat barunya, hanya saja ... tahu sendiri reputasi ruang perawatan intensif seperti apa. Banyak pasien yang plus di ruangan tersebut, membuatnya mendapat reputasi sebagai salah satu ruang perawatan paling horor di seluruh penjuru rumah sakit. Padahal sebetulnya sih tidak juga. Isu itu biasa beredar setiap kali ada mahasiswa magang, perawat atau dokter residen yang baru masuk—tahu sendiri maksudnya apa. Tapi tetap saja Sakura tidak suka!
Mungkin peribahasa yang tepat untuk Sakura adalah 'mau untung, tapi buntung.'—Dan malam ini adalah shift malam pertamanya di tempat kerjanya yang baru.
Baiklah, Sakura-chan... kau pasti bisa melewati malam ini dengan selamat. Ambil napas dalam-dalam ...
"Sa ... ku ... ra ..."
Hembusan udara hangat menerpa telinga perawat muda berambut merah muda itu, disusul jawilan di lengannya, sukses membuat Sakura terlonjak kaget. Dia melompat berbalik dan mendapati salah satu rekan sejawatnya yang sama-sama berdinas di ruangan yang sama dengannya, Yamanaka Ino, berdiri di belakangnya, nyengir jahil.
"PIG!—Kau mengagetkanku, tahu!" omel Sakura sewot, lalu menghela napas keras seraya meletakkan tangan di bagian dada seragamnya, berusaha menormalkan kembali degupan jantungnya yang menggila akibat ulah usil Ino.
Bukannya meminta maaf dan menunjukkan penyesalan, perawat berambut pirang itu malah mengikik. "Harusnya kau lihat bagaimana tampangmu tadi, Sakura-chan."
"Ha ha ha ..." Sakura tertawa sinis, kemudian berbalik untuk menutup pintu loker dan menguncinya. Dalam hati merutuki keisengan Ino dan ketidakberuntungannya bisa berdinas satu shift dengannya malam ini. Dari sekian banyak perawat yang bekerja di ICCU, mengapa harus Ino Yamanaka? –INO, satu-satunya orang yang mengetahui phobia-nya yang memalukan. Tak diragukan lagi dia akan memanfaatkan situasinya yang tak menguntungkan itu untuk bersenang-senang.
Seperti saat ini.
Mereka sedang berada di ruang ganti perawat untuk berganti seragam sebelum memulai shift. Hanya ada dua orang di sana—dia dan Ino—Ah, tiga. Seorang perawat lagi yang berambut cokelat bercepol baru saja datang. Tenten menyapa mereka dengan napas sedikit terengah sebelum pergi ke lokernya sendiri di sudut ruangan. Hari ini mereka akan bertugas bertiga saja. Harusnya berempat, tetapi karena Hagane Kotetsu-senpai izin untuk menemani istrinya yang kabarnya sedang melahirkan, jadi hanya tinggal mereka bertiga.
"Jadi ..." kata Ino sementara ia menggulung rambut pirang panjangnya ke atas. "Bagaimana perasaanmu dengan shift malam pertamamu di sini, Sakura?" tanyanya dengan lagak seorang wartawati yang sedang mewawancarai narasumber.
Sakura menghela napas. "Perasaanku baik-baik saja," jawabnya setengah berbohong. Sebenarnya dia sedikit tegang.
Terkekeh, Ino melirik rekan kerjanya yang juga temannya semasa menuntut ilmu di kampus dulu. "Tenang saja. Tempat kita cukup tenang kok. Yah ... paling-paling monitor di kamar satu yang suka menyala sendiri kalau tidak ada pasi—"
"Ino!" sela Sakura kesal. "Mana ada monotor yang bisa menyala sendiri!"
Ino menjulurkan lidahnya meledek, lalu tertawa lagi.
"Ino ..." geram Sakura dengan wajah memerah.
"Kau ini kebiasaan suka menakut-nakuti orang baru, Ino," kepala Tenten menyembul dari balik pintu lokernya. "Jangan dengarkan dia, Sakura. Di sini tidak ada apa-apa."
"Aku tahu," sahut Sakura, melempar senyum pada gadis itu, lalu kembali memelototi Ino yang tidak menggubrisnya.
"Haah ... Kau ini merusak kesenangan orang saja, Ten!" Ino memprotes temannya.
Tenten berpaling untuk memasukkan atasan seragam perawatnya melewati kepala sebelum berkata, "Harusnya kau membuat Sakura betah bekerja di sini, bukannya malah menakut-nakutinya dengan cerita semacam itu."
"Aku betah kok," kata Sakura buru-buru—kecuali di shift malam. "Lagipula aku tidak terlalu percaya dengan hal-hal semacam itu," tambahnya berbohong. Ino memutar-mutar bola matanya, dan langsung mengaduh kesakitan ketika Sakura mencubit pinggangnya keras-keras.
"Baguslah ..." komentar Tenten dari balik pintu lokernya, jelas tidak menyadari perang pelototan antara Sakura dan Ino. "Dan tahu tidak, sepertinya kita akan bertugas dengan Dokter Uchiha malam ini," tambahnya, dengan segera menarik perhatian kedua rekan kerjanya itu.
"Serius?" Ino tampak antusias, sementara Sakura menunjukkan ekspresi bingungnya.
Selesai berganti pakaian dan mengenakan nametag, Tenten menutup pintu lokernya, lalu mengangguk sambil nyengir lebar pada kedua rekannya. "Tadi aku melihatnya sebelum kemari. Dari seragamnya sih, sepertinya dia residen jaga malam ini."
"Asyik!" Ino melonjak kegirangan. "Mudah-mudahan dia standby di tempat kita, jadi bisa melihat wajah gantengnya itu semalaman!"
"Hei hei hei ... ingat Sai-kun," Tenten mengingatkan sambil terkekeh. "Sudah punya pacar secakep itu masih saja suka jelalatan."
Ino pura-pura cemberut. Di sampingnya, Sakura mengerutkan dahi, bertanya-tanya dalam hati Dokter Uchiha yang mana yang dimaksud? Karena nama Uchiha bukan nama yang asing di rumah sakit itu. Ada beberapa dokter konsulen, residen, koas bahkan perawat yang bernama belakang Uchiha di sana. Salah satu direktur rumah sakit sebelum Dokter Senju Tsunade juga ada yang bermarga Uchiha. Entah Uchiha yang mana yang dimaksudkan kedua rekannya. Karena tentu saja tidak hanya ada satu residen bermarga Uchiha yang berwajah tampan—sepertinya gen itu memang mengalir dalam darah mereka.
Yang jelas tidak mungkin Dokter Uchiha Itachi, dokter favorit Sakura sepanjang masa. Konsulen termuda dari bagian anak. Sangat tampan dan baik hati. Sayangnya cincin kawin sudah melingkari jari manisnya. Haah ... yang bagus-bagus memang cepat diambil orang.
Lupakan soal Dokter Uchiha-entah-yang-mana yang sedang dibicarakan Tenten dan Ino, sekarang waktunya bekerja. Kerja, kerja, kerja dan jangan beri kesempatan untuk pikiran yang tidak-tidak memasuki kepalamu!
Selesai berganti kostum, ketiga perawat muda itu bergegas pergi ke nurse station, tempat para perawat shift sore sudah menunggu mereka untuk operan pasien. Rupanya keberuntungan—atau malah kemalangan, entahlah—sedang berada di pihak mereka. Hanya ada empat pasien di ruangan, dikurangi satu yang baru saja didorong untuk dipindahkan ke ruang rawat biasa. Berarti hanya tinggal tiga pasien, berarti satu pasien untuk satu perawat.
"Wah, beruntung, Sakura! Sepertinya malam ini tidak akan terlalu repot," bisik Ino bersemangat.
Tetapi tidak dengan Sakura. Karena baginya, itu berarti akan ada banyak waktu yang hanya dihabiskan dengan berdiam diri—terlepas dari tugasnya yang harus mengobservasi pasien setiap satu jam sepanjang malam—dan itu berarti ... Sakura tidak mau memikirkannya.
Menghela napas, perawat berambut merah muda itu menyandarkan tubuhnya di meja nurse station sementara menunggu Kamizuki Izumo-senpai, perawat shift sore, selesai mendampingi visite dokter. Mata hijaunya mengerling ke kamar nomor enam yang tepat berada di depan nurse station, tempat senpai-nya itu berada—setiap kamar di ruangan itu hanya disekat oleh dinding yang terbuat dari kaca dengan kerai, jadi apa yang terjadi di dalam sana bisa terlihat dari luar—Senpai-nya itutampak sedang mengutak-atik syringe pump sementara sang dokter sibuk menuliskan sesuatu di meja observasi. Keluarga pasien, seorang pria muda berambut merah yang mengenakan pakaian khusus pengunjung pasien, berdiri di sisi tempat tidur pasien seraya memerhatikan sang dokter yang sedang bicara padanya.
Sakura menelengkan kepalanya sedikit, dahinya berkerut sambil memerhatikan dokter berseragam biru gelap itu. Dia tak dapat melihat wajahnya karena posisinya membelakangi nurse station. Tetapi dari figurnya, sepertinya masih muda. Rambutnya gelap dan mencuat di bagian belakang. Selama tiga hari dia pindah tugas dari bangsal anak ke ICCU, Sakura baru mengenali beberapa residen di sana—dari jumlah yang sangat banyak. Dan dokter residen yang satu itu, dia baru pertama kali melihatnya, walaupun rasanya tidak asing.
Tak lama, Izumo keluar dari kamar nomor enam. Dia pergi ke wastafel untuk mencuci tangan dan membuang pelabot infus kosong di tempat sampah medis sebelum bergabung dengan rekan sejawatnya untuk operan pasien. Sementara dokter berambut gelap tadi masih di tempatnya semula, berkutat dengan status dan lembar instruksi dokter.
Karena pasien sedang sedikit, operan tidak berlangsung terlalu lama. Para perawat yang sudah selesai bertugas satu persatu mulai meninggalkan ruangan setelah menyerahkan tugas pada shift berikutnya. Tak lama kemudian hanya tinggal Sakura, Ino dan Tenten di nurse station.
"Jadi aku kamar nomor enam," Ino memeriksa papan nama pasien yang terpasang di belakang nurse station. "Nyonya Chiyo, pasien Dokter Uchiha Sasuke. CAD OMI—Coronary Arterial Disease: Old Miocardial Infarction—Sudah stabil, rencana pindah ruangan besok pagi kalau kondisinya bagus. Lucky!" gadis itu menjulurkan lehernya, melihat ke kamar nomor enam. Dokter muda itu masih di sana. Dengan penuh semangat, Ino segera meluncur ke posnya.
Sakura memutar bola matanya. Dasar!
Jadi itu yang namanya Dokter Uchiha ... Sasuke. Siapanya Dokter Uchiha Itachi, ya?
"Astaga ..." Tenten geleng-geleng kepala melihat ulah rekannya itu, sebelum kemudian beranjak ke posnya sendiri di kamar nomor tujuh.
Sakura kembali memeriksa daftar pasien dan melihat pasiennya. Kamar nomor dua, Tuan Tazuna. Sakura sudah pernah merawatnya saat shift sore hari sebelumnya. Kasusnya lumayan rumit, CAD dengan diabetes mellitus dan stroke. Dokter yang merawatnya ada beberapa, tapi Sakura baru bertemu residen Hyuuga Neji dari departemen neurologi.
Baiklah.
Sakura menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan, berusaha mengabaikan hawa dingin tak nyaman yang selalu dirasakannya setiap kali mendapat shift malam—dan itu tidak ada hubungannya dengan air conditioner—lalu bergegas pergi ke kamar nomor dua. Yang kemudian baru dia sadari, letaknya cukup jauh dari nurse station! Sial ...
Dokter Uchiha Sasuke baru saja keluar dari kamar nomor enam ketika Sakura melewati kamar itu. Gadis itu mengangguk kecil padanya ketika mereka berpapasan, tapi residen muda itu tak menggubrisnya. Dia melengos begitu saja ke nurse station tanpa memberi gestur apa pun untuk menunjukkan bahwa dia melihat perawat berambut merah muda itu. Sakura mengerucutkan bibir, tapi kemudian memutuskan untuk tak memikirkannya sampai beberapa saat kemudian dia menyadari sesuatu.
Wajah dokter itu mirip sekali dengan Dokter Uchiha Itachi!
.
.
Rutinitas yang biasa ... mengobservasi tekanan darah, denyut jantung dan napas melalui monitor, mencatat intake-output cairan, mendokumentasikan semuanya di lembar observasi dan membuat grafik. Satu jam pertama Sakura melakukannya tanpa keluhan. Dengan adanya anak perempuan Tuan Tazuna di sana yang bisa diajaknya berbincang, gadis itu bertahan berada di kamar pasien dan hanya kembali ke nurse station sesekali dan banyak menghabiskan waktu dengan membaca buku saku EKG untuk perawat tanpa meninggalkan pasiennya.
Waktu menunjukkan pukul sebelas malam ketika lampu mulai diredupkan. Keluarga Tuan Tazuna sudah pergi sejak satu jam yang lalu untuk beristirahat. Dan Sakura mulai merasa meriding lagi. Cepat-cepat dia menyelesaikan catatan observasinya, berusaha tidak melirik ke kamar nomor satu yang kosong—mendadak dia teringat cerita Ino soal monitor yang menyala sendiri—dan buru-buru kabur ke nurse station.
Hanya ada Dokter Uchiha Sasuke ketika Sakura tiba di sana, tampak serius menekuni notebook-nya yang menyala di atas meja. Entah apa yang sedang dikerjakannya—atau dibacanya? Tapi Sakura tidak tertarik untuk mencari tahu. Gadis itu langsung bergegas menuju kamar perawat, dan benar saja, Tenten dan Ino sedang berada di sana seperti dugaannya. Ino berbaring di atas tempat tidur susun sambil mengutak-atik ponselnya, sementara Tenten sibuk menyantap onigiri di meja.
Ino mengalihkan perhatiannya dari ponsel dan mengawasi Sakura melintasi ruangan menuju lemari pendingin di dekat lemari. Seringai jahil menghiasi wajahnya yang cantik. "Kenapa mukamu pucat begitu? Baru bertemu yang pucat-pucat?"
"Oh, diamlah!" desis Sakura seraya mengeluarkan sebotol air dan menuangkannya ke dalam gelas yang baru diambilnya dari lemari. Dia lalu menghenyakkan diri di salah satu kursi lipat di depan meja, meneguk airnya untuk membasahi kerongkongannya yang kering. Tenten menawarinya satu onigiri. "Trims, aku sudah makan. Beli di mana?"
"Minimarket 24 jam di samping rumah sakit," sahut Tenten, memasukkan satu gigitan besar ke mulutnya. "Tidak sempat makan sebelum kemari," imbuhnya setelah menelan makannya. "Aku ketiduran setelah menemani sepupuku belanja pakaian. Terpaksa konsul abdomen-nya sekarang."
"Jadi, apa di sini juga ada pembagian waktu tidur?" Sakura menanyai kedua rekannya ragu. Saat masih bertugas di tempat lamanya, biasanya para perawat shift malam menggilir waktu untuk beristirahat. Sementara yang lain standby, rekannya bisa menggunakan waktu beberapa jam untuk tidur. Dia tidak tahu apakah di sini juga sama, mengingat pasien harus diobservasi selama 24 jam penuh.
"Tentu saja," Ino menyahut tanpa repot-repot bangun dari tempat tidur. "Aku dan Tenten sudah memutuskannya. Giliran pertama standby adalah kau, dari jam sebelas sampai jam satu dini hari. Kemudian aku, sampai jam tiga. Selanjutnya Tenten. Visite besar biasanya jam enam pagi, jadi jam lima kita harus bangun dan bersiap. Adil, kan?"
Berarti sama seperti di tempat lamanya.
"Kurasa cukup adil juga."—Meskipun Sakura tidak terlalu menyukai ide standby seorang diri di tengah malam buta. Di tempat lamanya, setidaknya dia sering ditemani satu orang perawat lain.
Seolah bisa membaca pikiran Sakura, Ino nyengir lagi. "Gomen ne? Kalau saja Kotetsu-senpai ada di sini, aku pasti akan menemanimu."
"Arigato ..." Sakura meringis.
Ino terkekeh lagi. "Jangan berwajah masam begitu, Saki. Kan ada Dokter Uchiha di depan, jadi setidaknya kau tidak sendirian. Kau bisa mengajaknya mengobrol atau apa, sekalian tepe-tepe."
Tepe-tepe, maksudnya tebar pesona.
"Dokter Uchiha Sasuke itu masih lajang lho, Sakura," imbuh Tenten sebelum Sakura sempat membuka mulutnya untuk memprotes kata-kata Ino sebelumnya. "Masih muda, tampan, dan kejeniusannya sudah terkenal di kalangan residen penyakit dalam. Pokoknya masa depan terjamin kalau kau menikah dengannya."
Sakura membelalak ke langit-langit. "Kalau begitu kenapa tidak kalian saja yang tepe-tepe—demi masa depan terjamin?"
Ino menghela napas dan menatap Sakura seakan gadis itu makhluk aneh. "Masalahnya kami berdua tidak dalam kondisi bisa tepe-tepe, Darling."
Memang benar. Di antara mereka bertiga, hanya Sakura yang masih sendiri. Baik Tenten maupun Ino sudah memiliki kekasih. Bahkan Tenten tak lama lagi akan menikah dengan kekasihnya yang berasal dari Suna itu.
"Tapi sepertinya kau tidak masalah tepe-tepe padanya tadi," kata Sakura pada Ino.
"Aduh, please deh. Aku hanya senang melihat wajah gantengnya, tidak berminat menjadikannya Sai-kun yang kedua—memangnya aku cewek apaan?"
"Tapi sebaiknya sih jangan berharap terlalu banyak, Sakura," kata Tenten lagi. Ekspresinya serius, seolah Sakura memang berniat tepe-tepe. "Dokter Uchiha yang satu ini agak sulit didekati. Sulit mengajaknya bicara kalau bukan soal pekerjaan atau kasus yang sedang ditanganinya. Tapi positifnya, dia tidak keberatan mendengarkan pendapat dari perawat."
Sakura menghela napas. "Maaf ya, tapi aku tidak berminat mendekati atau menjalin hubungan dengan dokter."
Ino tertawa meledek. "Eeh—hati-hati termakan omongan sendiri, lho," katanya mengingatkan.
"Terserah deh," Sakura mengibaskan tangannya, lalu beranjak dari bangkunya. "Aku mau ke depan sekarang."
"Hati-hati dengan yang pucat-pucat, Sakura!" seru Ino ketika Sakura sudah mencapai pintu.
"Berisik!"
.
.
AN:
Nama penyakitnya jangan terlalu dipikirkan yah. Hahaha...
Dokter Residen itu bahasa sederhananya dokter yang sedang belajar jadi dokter spesialis, sedangkan dokter konsulen itu dokter spesialis/konsultan #CMIIW Di sini Sasuke itu residen penyakit dalam, calon SpPD :D
Nulis fic ini berasa nostalgia waktu praktek di ICU. Sayangnya belum pernah kebagian shift malam di sana :D _