Disclaimer: Kuroko no Basket milik Fujimaki Tadatoshi, Ide fic saya. Ngaku-ngaku fanfic ini punya anda, saya gunting.

Warning: Shounen-ai, possible yaoi. Upcoming gore scene and lemon probably. OOC (I hope not) and some misstype that I missed. Failed Indonesian author writing an Indonesian fanfiction. And characters death.

-xxXXXxx-

"Shin-chan! Sudah berapa kali ku katakan untuk tidak menaruh barang eksperimen mu di kulkas makanan." Ujar Takao. Teman sekamar Midorima selama 3 tahun terakhir. Takao menyilangkan tangannya di depan pemuda berambut hijau yang tertidur di sofa, tubuhnya ditutupi selimut dari atas sampai bawah.

"Tebak apa yang kutemukan tadi pagi? Hati sapi bekas eksperimen mu kemarin malam." Nada Takao makin sarkatis. Capek karena merasa dihiraukan, Ia pun menarik selimut yang menutupi Midorima.

"Ohayou! Shin-chan!" Takao mendapati Midorima yang tertidur meringkuk. Kini setengah terbangun akibat sinar matahari pagi yang tepat mengenai wajahnya.

"Ngghh—Silau, Takao." Kantung mata Midorima terlihat jelas. Ia mengucek matanya sebentar sebelum melihat Takao dengan wajah yang mengantuk.

"Mm? aku salah memasukannya lagi ya?" Ujarnya lagi. Takao menghela nafas. Midorima menarik selimut tersebut dari tangan Takao, berusaha untuk kembali ke dalam alam mimpinya. Ia sangat butuh tidur. Sejauh yang ia bisa ingat, kira kira ia sudah bergadang selama 3 hari berturut-turut.

"Nee, Shin-chan. Aku sudah buatkan omurice. Nanti jangan lupa makan, ok?" Takao mengelus pipi Midorima. Pemuda berambut hijau itu mengdengkur layaknya kucing.

"Manisnya~" Ujar Takao dalam hati sembari tersenyum kecil. Mengelus rambut pemuda yang tertidur itu beberapa kali layaknya kucing, Ia mengambil tas selempang warna hitamnya dan segera meluncur keluar dari kamar apartment.

"Oyasumi, shin-chan." Dan pintu pun tertutup.

-xxXXXxx-

Midorima mendapati dirinya sakit kepala tidak lama setelah ia bangun. Begitu juga badannya yang terasa sangat kaku, masih meminta untuk istirahat bermalas-malasan di tempat yang lebih baik. Tempat tidurnya.

Iris hijau macha nya mendapati ini sudah sore hari, jam setengah 5 lebih tepatnya. Ia memutuskan untuk menyeret dirinya ke kamar mandi. Berendam air panas pasti akan membantu melemaskan otot otot kaku akibat berdiri selama berjam-jam.

Ia langsung membuka keran air panas dan dingin pada tub berendam. Sembari menunggu, Ia melepaskan satu per satu pakaiannya lalu membuangnya ke sembarang arah. Ia pun mulai memasuki bak air yang sudah penuh.

Otot ototnya merileks perlahan. Midorima kembali memejamkan matanya. Semoga ia tidak ketiduran karena keenakan berendam. Jelas ia tidak mau Takao membangunkannya di Kamar mandi dengan keadaan telanjang bulat. Horror.

Midorima mencoba mengingat-ngingat kembali percobaannya kemarin.

"Sebentar lagi selesai." Gumamnya kepada dirinya sendiri. Hanya suara gemericik air yang menanggapi ucapan dokter muda yang satu ini. Obatnya sudah hampir selesai. Penelitiannya selama 3 bulan terakhir. Cairan kimia yang ia ciptakan. Mengandung bahan radioaktif yang sudah diubah keukuran supermikro. Ekstrak tumbuhan herbal Cina yang ia beli secara illegal dan beberapa bahan yang diambil saripatinya.

Hanya satu yang kurang untuk melengkapi eksperimen Midorima.

Kelinci percobaan.

Midorima tidak ingin bereksperimen dengan hewan. Baginya itu hanya membuang-buang hasil karyanya. Tidak seperti hewan, Manusia memiliki emosi dan struktur kromosom yang menarik. Midorima merasa manusia adalah alat uji yang terbaik untuk hasil karya terbaiknya ini.

Masterpiece-nya.

Selama bertahun-tahun ia melakukan riset tentang kelainan genetika pada tubuh manusia, bukan genetika biasa tetapi Mutant. Karena itu ia memerlukan orang yang tepat sebagai kelinci percobaannya. Seseorang yang bisa ia awasi terus.

'Ah, mengapa bukan dia saja?' Suara kecil yang berbisik di hati Midorima. 'Dia? Mungkin saja.' Ujarnya dalam hati. Ia bangkit berdiri dan menguras bak mandinya, menyudahi kegiatan berendamnya. Mengenakan kemeja putih polosnya lalu keluar.

Banyak hal yang harus ia persiapkan.

-xxXXXxx-

Semenjak Midorima tidak bisa diandalkan dalam memasak, Takao lah yang harus memasak untuk mereka berdua. Kulkas apartment mereka pun ada dua. Satu adalah kulkas biasa yang menyimpan makanan, dan satu lagi adalah kulkas khusus menyimpan bahan bahan eksperimen Midorima. Setiap kali ia salah memasukan barang eksperimennya pasti akan selalu berakhir dengan ceramah Takao.

Tepat saat ia selesai memasukan omuricenya ke dalam microwave, telepon genggamnya berbunyi. Ada panggilan yang masuk. Tumben sekali.

Akashi Seijuurou. Adalah nama yang tertera di layar iphone nya. Kepala kepolisian di Tokyo, menjabat sebagai ditektif swasta ternama di Shinjuku. Midorima menghela nafasnya dalam sebelum menjawabnya.

[moshi-moshi.]

[Akashi.]

[Lama tidak berjumpa, Shintarou.]

[Tumben sekali kau menelepon diri ku. Ada apa?]

[Langsung to the point sekali. Kau sama sekali tidak berubah.]

[Aku sibuk,Akashi. Cepat katakan apa mau mu.]

[Hanya meminta sedikit bantuan mu memang tidak boleh?]

[Tidak, Akashi…]

[Baguslah. Temui aku di depan kantor ku. Aku punya pekerjaan yang harus kau selesaikan.]

Dan panggilan itu langsung berakhir tanpa jawaban dari Midorima. Kini Midorima hanya menatap kosong layar iphonenya. Sial. Memang kebiasaan Akashi Seijuurou dari dulu untuk memutuskan tanpa memberi tahu detail dari pekerjaan itu. Namun kira-kira Midorima sudah bisa menerka apa yang akan di hadapi.

Artinya hanya berarti satu. Ada mayat yang menunggu untuk dia otopsi. Pekerjaan.

Sepertinya ia harus mengundur percobaannya. Ia mengambil Omuricenya yang sudah dipanaskan dan memakannya sendirian. Keheningan pun terpecah saat Takao pulang. Suara pintu tua apartment mereka dapat terdengar sejelas bunyi bel.

"Oh."

"Kau baru pulang? Tanya Midorima melahap suapan terakhir Omuricenya. Takao menutup pintu lalu menaruh tasnya di samping sofa. Manik hijau Midorima melirik sekilas ke arah jam. Masih jam 6 kurang tumben Takao pulang secepat ini pada hari-hari biasa. "Tumben cepat."

"Begitulah. Apa hari ini aku pulang terlalu cepat? Ah! Jangan-jangan Shin-chan merindukan ku ya? Awww-"

"Tidak sama sekali." Potong Midorima cepat. "Aku sangat beruntung kau pergi. Apartment ini menjadi begitu tenang. Jadi aku bisa mendapat banyak istirahat." Lanjutnya.

"Cih." Takao cemberut. Matanya tertuju kepada pemuda berambut hijau itu, memperhatikan gerak geriknya dengan seksama seolah olah dia itu adalah buronan nomor satu di dunia.

"Setelah ini aku mau pergi ke rumah sakit."

"Hooo~ Otopsi ya?"

Midorima mengangguk, bangkit berdiri lalu mengambil jaket berwarna biru tuanya untuk menahan dinginnya malam. Sedikit uang jaga-jaga bila ia ingin membeli shiruko setelah pekerjaannya selesai.

"Shin-chan lebih baik kau mengambil pekerjaan sebagi dokter otopsi tetap. Tidak baik kau bekerja serabutan begini, kau tahu?"

"Sudah ku katakan aku tidak mau mengambil pekerjaan tetap."

"Bhu!"

"Sudahlah. Aku pergi dulu. Dan Takao…" Midorima berdiri diambang pintu, kemudian membalikan badan sedikit menghadap Takao yang sedang duduk di sofa. Ia menemukan wajah Takao yang keheranan.

"Ya?"

"Jangan masuk ke kamar ku." Nada bicaranya mendadak serius sebelum ia menutup pintu dan pergi. Dari dalam apartmen, Suara tawa Takao terdengar dengan jelas sampai keluar. Tsundere' itulah yang bisaTakao katakan.

-xxXXXxx-

10 menit waktu yang diperlukan Midorima untuk sampai ke kantor cabang yang dimaksud Akashi.

"Aku sudah menunggu mu, Shintarou." Akashi langsung menyapanya begitu ia menginjakan kaki di gedung tersebut. Tidak susah untuk menemukan sosok Akashi yang bediri di Lobby dengan seragam kerjanya. Tuxedo berwarna abu-abu pucat mewah dan dasi hitam polos. Cukup Fashionable untuk seorang kepala kepolisian sekaligus detektif.

"Tidak seperti mayat yang lain, Shintarou. Aku tidak dapat menemukan petunjuk apa pun kecuali tusukan dan goresan dari benda tajam. Tidak ada sidik jari pelaku dan tidak ada petunjuk yang ia tinggalkan." Ujarnya sembari berjalan di samping Midorima menuju ke ruangan otopsi. Menyusuri lorong demi lorong dengan wangi yang menyengat.

Sesampainya di ruangan otopsi. Tepat begitu mereka masuk, di meja operasi sudah ada mayat yang ditutupi kain berwarna putih. Akashi membuka kain tersebut. Seorang pria seumuran mereka. Wajahnya masih utuh tanpa adanya luka dari benda tajam maupun tumpul.

Hanya saja badannya.

Satu tusukan di dada pemuda tersebut.

"NamanyaKawamura Souji." Ujar Akashi tiba-tiba. "Seorang preman di sekitar sini. Terkenal dengan kelalukannya yang kasar." Jelas Akashi. Namun tampaknya Midorima tidak begitu peduli dengan informasi yang diberikan.

Midorima melihat dengan jelas. "Tepat di jantung." Gumamnya. Manik hijaunya terfokus kepada pundak pria tersebut. "Sepertinya kita harus membalik badannya."

"Oh? Kau menemukan sesuatu yang menarik?" Tanya Akashi. Keduanya segera memakai sarung tangan lalu membalik pemuda yang sudah tidak bernyawa itu. Ada beberapa goresan benda tajam yang menyilang, dari pundak bagian kiri menjalar ke bagian kanan pinggang. Salah satunya cukup besar.

"Ah." Akashi terkagum-kagum melihat goresan tersebut. Jari telunjuknya menyentuh luka tersebut. Memencetnya sedikit.

"Sepertinya korban mu ini sempat bermain kejar-kejaran." Midorima memberi tanggapan sembari membersihkan luka.

"Petak umpat, Shintarou. Petak umpet." Akashi membenarkannya. "Aku yakin dia bermain petak umpet. Si korban berlari begitu si pembunuh menyerang nya dari belakang dan sembunyi. Berharap dia tidak akan mengejarnya." Jeda sebentar. " Namun, ternyata si pembunuh berhasil menemukannya, ia membalikan badannya karena reflek. Dan saat itu juga, Dia ditikam." Dengan bangga Akashi menyelesaikan penjelasannya.

"…"

"Aku punya bukti untuk ku tunjukan. Mau lihat?" Tawarnya.

"Tidak." Jawab si dokter cepat. "Aku tidak mengerti Akashi. Kau bisa melihat apa yang orang lain tidak bisa. Penjelasan mu tadi seolah-olah kaulah yang melakukan pembunuhan tersebut." Lanjut Midorima, manik hijaunya masih terfokus kepada luka yang ternyata cukup dalam.

"Kau hanya perlu mengunakan logika, Shintarou. Yang perlu kau lakukan hanya menggabungkan semua informasi yang kau dapat menjadi satu alur. Simpel." Sedikit nada kesombongan terdengar. Midorima mendengus pelan, tidak sedikit pun perhatiannya teralihkan pada si detektif.

"Tidak semudah mengatakannya, kau tahu." Midorima membereskan peralatannya kemudian melepaskan sarung tangan yang ia pakai. Menandakan ia sudah selesai dengan pekerjaannya.

"Secepat itu, Shintarou?" Tanya Akashi menyilangkan tangan. Manik merah-kuningnya menatap Midorima yang sedang beres-beres.

"Aku sudah cukup melihat banyak." Ia mengambil jaketnya yang sempat ia gantung tadi. "Dan sepertinya tidak ada yang harus ku lihat lagi." Ia membenarkan kacamata dengan tangan kirinya. Si surai merah hanya tersenyum tipis, berjalan keluar ruangan tersebut.

"Mau ku traktir shiruko, Shintarou?"

-xxXXXxx-

Jam berdetak. Menunjukan pukul setengah sebelas. Suara pintu berdenyit, menandakan ada orang yang masuk.

"Shin-chan sudah pulang?" Sapaan Takao menyambut pemuda bersurai itu lebih dahulu sebelum wajahnya. "Malam sekali, Shin-chan." Lanjutnya.

"Kau sendiri, Takao jam segini belum tidur." Balas Midorima cepat, menutup pintu apartment mereka dan langsung menguncinya.

"Kau baru mandi jam segini?" Tanya Midorima melihat handuk kecil melingkari pundak Takao, rambut Takao pun juga masih setengah basah. Si lawan bicara tipak menjawab, malah menyengir dengan polosnya.

"Agar tidur lebih nyenyak Shin-chan~" begitulah alasannya. Midorima hanya bersabar mempunyai teman sekamar yang kelakuannya notabene seperti anak-anak. Takao Kazunari 26 tahun. Seumuran dengan Midorima masih mengoleksi kartu permainan yang marak dikumpulkan anak SD. Tapi menurut Takao sendiri, Midorima yang jauh lebih kekanak-kanakan dalam beberapa aspek.

Midorima melangkahkan kakinya ke dapur, menyalakan kompor memasak air.

"Oi, Takao." Panggilnya dari dalam dapur.

"Kenapa Shin-chan? Kompornya macet? Atau gasnya habis? Padahal aku baru saja menggantinya loh."

"Tidak." Terdengar suara kulkas yang terbuka lalu langsung ditutup, diganti oleh bunyi cangkir yang beradu dengan meja marmer.

"Lalu?"

"Kau mau coklat panas?"

-xxXXXxx-

Yatta! Fic Kurobas me yang pertama, chapter pertama~

Untuk Chapter pertama me belum mau kasih penjelasan banyak2. Hanya sebagai Trivia, ini terinspirasi dari "The strange case of Dr. Jekyll and Mr. Hyde". Saya emang demen fiksi fiksi klasik. Hehe #gaadayangnanya

Untuk setting apartment Takao sama Midorin, penggambaran ku semacam apartment Sherlock-Watson di Sherlock (BBC). Mereka tinggal di satu apartment, tapi beda kamar. Dapur, kamar mandi sama ruang tamu mereka nge-share bareng. Tapi kayaknya bukan kearah apartment. Tapi kos-an kali ya? (Kos di luar negri sama indo beda jauh) (kalau yang mahal emang beda jauh…)

Siapa tuan/ibu tanahnya? Mungkin bakal saya kasih tahu di chapter berikutnya :)

Thank you for Read and Review. Saya mohon kritik dan saran dalam penulisan saya.

To be or no to be continue. (seperti biasa)