Judul: Is This What They Called Phlebotinum

Author: Silver Soulmate RP

Art by: hibalicious

Fandom: Gintama

Disclaimer: Sorachi Hideaki memiliki Gintama; Mun (roleplayer) hanya memiliki plot cerita dalam fanfiksi ini, dan Author menyusunnya hingga jadi rangkaian cerita yang utuh dan dibahasakan sedemikian rupa. Kami tidak mengambil keuntungan apa pun dari fanfiksi ini.

Genre: Adventure, Romance

Rating: T

Pairing: GinHiji, Gin/fem!Hiji

WARNING: Genderbending (female!Hijikata), hints of BL, implied sex scene (Gin/fem!Hiji)

NOTE: Fanfiksi ini dibuat berdasarkan Log RP atas Genderbending Arc dari #SilverSoulmateRP, grup roleplay Gintama di twitter.

.

.

.

.

Seberkas sinar mentari pagi yang menyusup masuk melalui celah ornamen ukiran pada bagian atas dinding kamarnya membuat Hijikata terbangun dari tidur nyenyaknya. Semalam ia telah bergadang untuk menyelesaikan beberapa laporan, dan untunglah hari ini adalah hari liburnya. Ia akan beristirahat banyak seharian ini untuk memulihkan energinya.

Menguap kecil, ia bangkit duduk dari posisi tidurnya dan menggeliat, meregangkan otot-otot tangannya. Mungkin hanya perasaannya, tapi tubuhnya terasa lemas dan… janggal. Ia hanya mengedikkan bahunya tak acuh. Mungkin memang karena efek kelelahan yang didera tubuhnya beberapa hari belakangan ini.

Baru saja ia hendak menyingkap dan menyingkirkan selimut futonnya, ketika kedua matanya menangkap sesuatu yang ganjil pada tubuhnya. Tepatnya… pada dadanya.

Teriakan kencang membahana ke seluruh ruangan—bahkan terdengar hingga ke luar kamar—ketika ia mengintip ke bagian dalam yukata tidurnya dan melihat ada apa di sana.

—Hijikata Toushiro telah berubah menjadi perempuan.

.

.

Kapten Divisi Satu Shinsengumi, Okita Sougo, tengah membawa langkahnya menuju kamar sang Wakil Ketua dengan bazooka terpanggul di bahunya, ketika didengarnya teriakan—yang lebih terdengar sebagai sebuah jeritan—dari dalam kamar tujuannya.

Membuka pintu geser kamar sang Wakil Ketua setelah ia sampai di sana, salam selamat paginya yang khas terpotong ketika kedua matanya menangkap pemandangan yang ada di dalam sana.

Jauh lebih terkejut dari penjamah kamar tidurnya, Hijikata balik menatap horror dengan emosi bercampur aduk dalam kepalanya. Bagaimana tidak. Seorang laki-laki terbangun di pagi hari hanya untuk mendapati bahwa tubuhnya telah berubah menjadi perempuan. Laki-laki mana yang tidak shock bukan main!

Belum sempat keduanya saling mengucap kata, suara riang yang sangat familiar terdengar dari belakang Okita disertai semangat pagi yang meluap-luap. "Pagi, Toshi! Oh, ada Sougo juga?"

Kedua pupil biru kelabu milik Hijikata melirik kaku pada sumber suara, yang tak lain adalah Ketua Shinsengumi—Kondo Isao.

"Toshi! Bagaimana laporan yang sema—" kedip.

Hijikata bergeming dalam diam, seolah seluruh tubuhnya telah membeku dalam kekakuan yang kekal. Hanya menatap Kondo dengan pandangan bingung yang bercampur dengan rasa tak percaya akan hal yang baru saja menimpanya.

Tak jauh berbeda dengan yang dipandangnya, Kondo Isao ternganga melihat sosok yang ada di hadapannya. Postur yang sedikit lebih ramping dan pendek dari biasanya, bahu yang lebih kecil dan lengan yang lebih halus, dan helaian rambut hitam sehat yang panjang sebahu membingkai sisi-sisi wajah berparas cantik yang tengan duduk di atas futon.

Kontan ia terjatuh mundur ke belakang, menunjuk sosok gadis berparas cantik itu dengan kedua mata terbelalak. "Si-Si-Siapa Anda?" ada seorang wanita di kamar wakil ketua Shinsengumi? Sulit dipercaya! Ia tahu benar Hijikata bukan tipe pria yang mengundang dan menyimpan seorang wanita dalam kamarnya!

Yang dipandang hanya menjawab lemah, "Ini aku, Kondo-san!" seruan yang malah terdengar seperti pekikan pelan itu sungguh di luar dugaannya.

Mengerjap bingung, Kondo merangkak masuk ke dalam kamar dan mendekat pada sosok itu. "… Toshi…?" ditatapnya lekat wakil ketua Shinsengumi yang telah bertransformasi secara misterius menjadi perempuan itu, sebelum memalingkan muka menatap Okita yang tampaknya lebih tenang darinya. "S-S-S-Sougo, kenapa Toshi jadi begini?"

Okita menyunggingkan senyum mengejek, menatap objek pembicaraan dan berkata enteng—seolah ini semua bukan masalah besar, "Anda tidak mengerti, Kondo-san? Hijikata-san, ah, bukan, Hijikata-chan baru mengamali masa puber."

Ucapan yang sangat acuh tak acuh itu lantas saja membuat Hijikata terhenyak dan memekik cepat, "Ini bukan main-main, Sougo!" menatap sekujur tubuhnya masih dengan tampang tak percaya dan tak mau menerima, ia kembali berujar, "Aku…. Ada apa denganku….?"

Meniru Kondo, Okita mendekat menatap Hijikata dengan seksama. Dengan air muka (sok) serius, ia berujar santai, "Mungkin kau sebenarnya I.S., Hijikata-chan."

Mengabaikan panggilan Okita padanya barusan, Hijikata memundurkan wajahnya untuk menjauh dari Kondo dan Okita seraya menautkan kedua alisnya, "I.S.?"

"Intersexual," jawab Okita santai. "Kau tahu. Punya **** dan **** sekaligus."

"Yang benar saja!" Hijikata lekas menyela. "Aku bukan hermafrodit!" dalam kekalutan pikirannya, ia mengumpat dalam hatinya karena dalam wujud seperti ini dan suara tinggi khas wanita ini ia tak terdengar semengintimidasi biasanya. Mengesampingkan hal itu sejenak, ia meraba kedua buah dadanya masih dengan tak percaya. "Ada apa ini… aku baru saja bangun tidur, dan….."

"Toshi!" seruan Kondo menyela tiba-tiba. "Ba-Bagaimana dengan piip-mu?" tampaknya sang ketua baru saja menyadari hal yang sangat kruisal ini.

Mendengar pertanyaan dari atasannya itu, Hijikata tersentak dari aneka pikiran yang berkecamuk dalam pikirannya. Menatap Kondo tanpa berkata-kata dengan keringat dingin dan ekspresi ketakutan yang tak dapat dibendungnya.

"Ada apa, Hijikata-chan? Perlu bantuan untuk mengeceknya?" suara penuh ejek milik Okita kembali menyeruak disertai seringai kecil yang tersungging di bibirnya.

"TIDAK!" sontak Hijikata menolak. Menelan ludah, akhirnya ia kembali berkata dengan nada gelisah, "Uh…. Balikkan badan kalian."

Bukan hanya Hijikata, Kondo pun merasa suasana ini terlalu awkward dan ia berbalik membelakangi Hijikata. Berkata dengan sedikit gugup, "… Cepatlah, Toshi." Okita mendecak dan mengikuti apa yang dilakukan Kondo, berbalik membelakangi Hijikata dengan malas.

Teriakan yang lebih mirip seperti lengking jeritan terdengar hanya berselang dua detik kemudian. Kedua pria yang tadi balik badan langsung paham artinya.

Kondo yang pertama kali membalikkan badan kembali, menatap Hijikata dengan wajah pucat dan berkeringat dingin. "Toshi…?! Ap-Apa itu artinya—"

Dengan wajah datarnya yang biasa, Okita berkata, "Kurasa itu artinya 'Toshiro' berubah menjadi…" ia menyeringai, "Toshiko."

"Toshiko?!" Kondo menatap Okita dengan wajah terkejut.

"Ke-Kenapa kau malah terlihat sangat menikmati ini?" Hijikata menatap sang pangeran sadis dengan wajah panik sebelum kembali ke sang ketua Shinsengumi "Bagaimana ini… Kondo-san…" tanyanya kelihatan cemas.

Setelah bertanya begitu, ia baru menyadari kalau ia terdengar lembek dan… kewanita-wanitaan?

Kondo berdehem dan melipat tangannya di depan dada, mencoba berpikir dengan tenang. "Aku juga tidak tahu, Toshi. Tapi sepertinya…" Ia berhenti untuk melirik Okita sejenak, "kami harus menyelidikinya dulu."

Matanya kembali memperhatikan tubuh anak buahnya yang berubah sebelum tertumbuk pada satu tempat. "Ehem.. Sementara ini, gunakan pakaian yang benar dulu, Toshi," katanya sambil menunduk dengan wajah merona.

Menyadari maksud dari ucapan Kondo, Hijikata cepat-cepat membetulkan yukata-nya hingga seluruh bagian dada sampai lehernya tertutup sempurna.

"Lalu, apa yang harus kita katanya tentangnya kepada anggota Shinsengumi yang lain?" Okita bertanya pada Kondo dengan nada datar, terlihat tidak terlalu terpengaruh dengan perubahan tubuh Hijikata.

Mendengar pertanyaan itu, Kondo terbatuk. "Ini… Bukan hal yang bisa disembunyikan, Sougo." Ia kembali menatap Hijikata dengan tatapan 'apa boleh buat' sebelum terbatuk lagi dan berkata, "Toshi.. Ganbatte."

"Dan… patroliku? Jadwal rapatku?" Hijikata terlihat kacau. Masih sulit baginya untuk menerima keadaan ini. Tentu saja, mana ada laki-laki yang bisa tenang dan santai jika terbangun dari tidurnya hanya untuk mendapati bahwa ia berubah gender!

"Patroli sih masih bisa digantikan. Sougo bisa mengaturnya," Kondo menepuk pundak Okita yang segera memasang wajah malas. "Tapi, kita semua tahu kalau kau tidak akan betah berada di barak terus, kan? Dan mengenai rapat.. Kau tahu kalau jadwal rapat tidak bisa diubah Toshi. Jadi, ya…"

Hijikata segera paham arah perkataan Kondo. Ia tetap harus menghadapi anggota Shinsengumi yang lain dengan tubuh barunya.

Setelah terdiam beberapa saat, Hijikata menatap kedua temannya dan berkata dengan berdesis, "Hal ini tidak boleh bocor keluar dari luar lingkup Shinsengumi."

Mendengar ucapan Hijikata yang mencoba terdengar mengancam―walaupun tidak terlalu berhasil dengan suara wanitanya―Kondo mengangguk menyetujui sebelum dipotong oleh suara datar milik Okita, "Kupikir di Shinsengumi tidak boleh ada wanita."

Kondo menatap Okita dengan mata terbelalak, baru menyadari fakta penting itu. "… benar, sih." Ia terlihat berpikir sebelum berteriak frustasi sambil menggaruk bagian belakang kepalanya dengan tidak sabar.

"Bagaimana kalau cuti panjang?" tanyanya saat sudah lebih tenang. Ia bergantian menatap Okita dan Hijikata, meminta pendapat.

"Yang benar saja. Apa yang kulakukan selama cuti? Duduk diam seperti orang bodoh? Meratapi nasibku hingga tubuhku kembali normal?" cerocos Hijikata panjang lebar. "Tidak, Kondo-san. Biarkan aku patroli seperti biasa.

"Sekalian saja mengundurkan diri, Hi—ah, Toshiko-chan~"

Celetukan Okita membuahkan sebuah jitakan di kepalanya serta bentakan dari Hijikata, "Siapa yang mau mengundurkan diri! Dan siapa Toshiko!"

"Er…" Kondo menatap kedua temannya. "Begini saja Toshiko—maksudku Toshi… Kalau kau tidak mau cuti, yah, kurasa tidak ada pilihan lain selain menjelaskan kejadian ini pada semua anggota Shinsengumi."

Berdecak, Hijikata akhirnya berkata, "Yang berani tertawa ataupun membocorkan hal ini ke luar, seppuku."

Sementara Hijikata berkata begitu, Okita membuat corong di depan mulutnya dengan kedua tangan, lalu berkata dengan suara datarnya, "Semuanya~ Hijikata-san berubah menjadi perempuan~ Perempuan~"

Serta merta Hijikata mendelik ke arah si pangeran sadis. "Lakukan itu lagi dan kubuat kau seppuku!" katanya dengan geram.

Kondo mengangkat bahu, tidak ambil pusing dengan kelakuan kedua sahabatnya yang sempat 'bercanda' di saat-saat seperti ini. "Entahlah, Toshi. Aku rasa cepat atau lambat semua orang akan tahu."

Memutuskan untuk mengabaikan Okita, kini Hijikata menatap Kondo dengan tatapan tajam, "Dan aku percaya Anda akan tutup mulut." Sebuah pernyataan yang penuh dengan tekanan. Hijikata tidak mau ada yang salah karena hal ini menyangkut harga diri dan wibawanya.

Glek. "Er… Semoga, Toshi." Kondo memilih menjawab dengan jawaban aman. Tentunya ia tidak akan sengaja merusak harga diri dan juga wibawa anak buahnya. Tapi terkadang ia sendiri tidak tahu akibat dari perbuatannya.

"Jadi? Keputusan Anda?" Hijikata kembali memastikan mengenai boleh-tidaknya ia tetap bertugas dengan tubuh barunya.

Kondo mengangguk, memberi jawaban. "Tidak ada pilihan lain. Aku masih membutuhkanmu di Shinsengumi, Toshi," katanya sebelum beralih pada Okita. "Hm… Sougo. Ini hanya pendapatku, tapi.. tidakkah kau pikir harus ada sedikit perubahan pada seragam Toshi?"

Tiba-tiba ditanya begitu, Okita mengangkat bahu. "Rok mini?" katanya. Sebuah celetukan spontan yang segera ia sadari sebagai ide brilian. Mempermalukan Hijikata dengan rok mini? Pasti menyenangkan.

Di luar dugaan, Kondo menanggapi dengan penuh semangat. "Itu ide yang bagus, Sougo!" kataya sambil mengacungkan jempol.

Hijikata sontak menatap keduanya dengan tatapan horor. "Si-siapa yang sudi memakai benda seperti itu?!"

Okita menanggapi keadaan ini dengan antusias, walaupun yang terlihat di wajahnya hanya seringai. Ia menepuk pundak Hijikata dan berkata dengan nada menasehati, "Jangan begitu, Toshiko-chan… Jadilah mascot Shinsengumi yang baik."

Sementara itu, Kondo sudah mengeluarkan ponselnya dan keluar dari kamar Hijikata untuk menelepon Harada, memintanya menyiapkan satu set seragam Shinsengumi untuk wanita. Juga pakaian dalam wanita.

Hijikata seperti kehabisan kata-kata. Ia tahu, memprotes seperti apa pun, Kondo dan Okita tidak akan menggubrisnya sama sekali. Sepertinya mimpi buruknya akan segera dimulai.

.

.

.

Semenjak sepuluh menit yang lalu sang oni no fukuchou memandang refleksi dirinya di cermin dengan ekspresi yang tak dapat dilukiskan dengan kata-kata.

Pagi ini, untuk pertama kalinya ia mengenakan seragam Shinsengumi yang dipermak khusus atas pesanan Kondo. Tidak terlalu banyak berubah; selain kemeja dan rompinya yang dibuat lebih berlekuk hingga pas di tubuh wanitanya saat ini serta jas Shinsengumi yang dikenakannya di bagian paling luar dibentuk sedemikian rupa hingga sedikit lebih panjang dan juga berlekuk.

Hijikata merasa seperti bukan dirinya hari ini. Ah, ralat—ini memang bukan dirinya. Sejak kapan seorang Hijikata Toushiro adalah seorang wanita?

"Che."

Sedari tadi ia menarik-narik bagian bawah rok super pendeknya yang harus dikenakannya menggantikan celana panjang khas seragam Shinsengumi yang biasa, berusaha memanjangkannya—yang tentu saja itu mustahil. Gila, ia benar-benar tak habis pikir bagaimana seorang wanita bisa tahan mengenakan benda sependek ini. Rok hitam berlipit itu hanya menutupi separuh bagian pahanya, yang kemudian disambut stoking hitam tinggi berbahan lembut yang lebih menyerupai garter hanya terpaut beberapa senti di bawahnya. Tidak lupa sepatu boots tinggi yang berwarna hitam mengkilap menghiasi alas kaki hingga lututnya—untunglah hak sepatunya tidak terlalu tinggi, walau ia tetap mengumpat terus menerus kepada seragamnya karena baginya tetap saja sepatu itu memilik tinggi hak yang dianggapnya tidak perlu.

'Tabahlah, Hijikata. Tabahlah.' Dengan menyerukan hal itu berkali-kali ke dirinya, ia kembali fokus ke depan cermin; rambut hitam sehat yang membingkai wajahnya tampak begitu kontras dengan wajahnya yang putih susu. Oke, garis-garis tegas di wajahnya tidak sepenuhnya hilang, namun kini parasnya lebih lembut dan feminin.

Teringat akan rambut panjangnya sebelum datang ke Edo dulu, ia mengikat rapi mayang terurai itu dan hanya menyisakan sebagian rambut pada bagian poni dan sisi-sisi wajahnya.

Bohong jika ia tak terkejut dengan penampilannya saat ini. Menguatkan tekad, ia menyelipkan katana kesayangannya di pinggangnya yang ramping; bergegas patroli.

.

.

.

Jalanan Edo cukup ramai pagi ini; penuh dengan orang-orang yang beraktivitas.

Sosok ramping dengan jubah panjang bertudung berusaha menembus kerumunan masyarakat Edo. Sedari tadi bahunya tertabrak oleh orang-orang sehingga harus berkali-kali mengucapkan kata 'permisi'. Ia benar-benar tidak suka ini—terjun langsung ke lapangan sebagai mata-mata. Entah sekarang waktu yang tepat karena tertutupi oleh aktivitas orang-orang atau malah waktu yang buruk karena kemungkinan dicurigai semakin besar. Kalau bisa memilih, mungkin ia tidak akan mau terjun langsung untuk mengumpulkan informasi; bisa berantakan kalau orang-orang mengetahui ia siapa.

Tapi rasa kesal di hatinya lenyap seketika ketika teringat wajah pimpinannya saat memerintahkannya secara langsung. Ia menarik tudungnya agar lebih menutupi wajahnya, sebuah senyuman terlukis di wajahnya. Ia melewati orang-orang sambil membayangkan sang pimpinan. Seringai kejam itu, aura membunuh itu, suaranya yang—

Bruk.

Dan ia menabrak seseorang lagi untuk kesekian kalinya.

Terdorong sedikit ke belakang, tudung kepalanya yang terlepas dari pegangannya tersingkap; menampilkan seluruh rambut pirang lurusnya dan wajahnya. Spontan ia mendongak, mendapati seorang wanita ramping berambut hitam legam yang juga sedikit terdorong ke belakang.

Iris hijau keabuannya melebar. 'Seragam itu—!'

Wanita yang ditabraknya itu perlahan membuka matanya pula; dan sorot mata wanita itu tidak jauh berbeda dengan sorot matanya. Terkejut, tidak menyangka, semuanya tercampur.

Tenang, Matako. Tenang. Berusaha menguasai dirinya, Kijima Matako buru-buru menutup tudung jubahnya. Kedua tangannya yang tertutup jubah perlahan menjalar ke pinggangnya di mana pistolnya diletakkan, bersiap bila terjadi sesuatu. Gila, bertarung dengan Shinsengumi bukan termasuk dalam rencananya hari ini. Semuanya bisa berantakan! "Permisi." dengan cepat ia melangkahkan kakinya menjauhi wanita itu.

Tunggu.

'Wanita? Wanita di Shinsengumi? Ap—'

"Tunggu."

Tangan ramping yang tidak jauh berbeda dengan tangannya menahan lengan kirinya. Langkahnya tertahan; ini benar-benar gawat. Spontan ia menarik tangannya dari genggaman wanita berambut hitam legam itu, makin menutupkan tudungnya ke wajah. Genggaman tangan sebelahnya di pistol mengerat.

Seorang Joui sekaligus anggota pasukan khusus Takasugi Shinsuke—Kiheitai—berkeliaran di Edo tengah hari begini tidak terjadi setiap hari. Hijikata Toushiro memandang lawan bicaranya yang kini tingginya nyaris sama dengannya itu penuh selidik. "Sedang terburu-buru?"

"Bukan urusanmu." Matako mundur selangkah. Ia menyeringai. "Huh, aku tidak tahu kalau sekarang Shinsengumi begitu putus asa hingga menerima wanita."

"Jika kau pintar sedikit, tentunya kautahu ini pasti ada alasannya." Hijikata memiringkan kepalanya sedikit sehingga rambut panjangnya bergoyang; sedikit terprovokasi karena sang gadis lawan bicara menyinggung Shinsengumi. "Dan orang mencurigakan yang bersembunyi di balik jubahnya adalah urusanku. Atau kau lebih suka diinterogasi di kantor polisi?" Sudut bibirnya tertarik. "Yang manapun tak jadi soal bagiku."

"Alasan? Alasan kenapa sekarang ada wanita di Shinsengumi, ya?" tawa kecil lepas dari bibir Matako. "Jangan bilang untuk menjadi pemuas nafsu para lelaki di Shinsengumi? Wah—" seringainya masih tidak lepas. "—kau ternyata menakutkan, rupanya."

Hijikata melipat kedua tangannya di dada; mengabaikan cemoohan Matako.

"Sebutkan identitasmu."

"Kalau aku tidak mau?"

Yang berambut hitam memicingkan matanya. "Kau tak punya pilihan untuk menolak."

.

Sedetik kemudian bunyi letusan pistol membahana.

Seorang gadis ambruk. Semua orang terdiam. Disusul kekacauan orang yang lalu-lalang dalam kepanikan.

Hijikata memalingkan kepalanya cepat ke arah letusan pistol yang mengenai korban tak bersalah itu. Kesempatan bagus; sang Akai Dangan melangkahkan kakinya ke belakang, kemudian ia berlari dari sana. Sepersekian detik yang lalu tangannya yang sedari tadi sudah di dekat pinggangnya, dalam hitungan sepersekian detik menarik pistol dari sarungnya dan menembak lengan seorang gadis yang tengah berbelanja.

Jangan remehkan bawahan langsung seorang Takasugi Shinsuke.

Hijikata memutuskan untuk berlari menghampiri wanita malang itu; prioritas utamanya saat ini adalah memberikan pertolongan pertama pada warga sipil yang terluka. Pemu—gadis berambut hitam itu tahu bahwa ada yang sedang direncanakan Takasugi saat ini. Setelah korban tertangani, Hijikata mengangkat ponselnya; menghubungi Kapten Divisi 1 Shinsengumi untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut.

Sementara sang gadis berambut pirang berlari, kemudian mengigit bibir bawahnya; ia benar-benar kalut. Bingung bagaimana akan menjelaskan ini ke Takasugi Shinsuke; jelas ini adalah sebuah kegagalan, walau tidak disengaja. Gawat sekali bila hal itu mengacaukan rencana pimpinan yang sangat dihormati dan dikaguminya itu.

.

.

.

Alunan indah permainan shamisen miliknya terhenti seketika ketika ia mendengar telepon berdering. Takasugi Shinsuke mengangkat telepon di ruangannya tanpa menjawab.

"Shinsuke-sama...? Ini aku. Kijima Matako. Aku menelepon lewat boks telepon umum di Edo. Tentu saja aku masih menyamar."

Takasugi menaruh shamisen nya di atas meja. "Ah, kau." Nada gugup yang dikeluarkan oleh Matako membuat sang pimpinan Kiheitai bisa menebaknya dengan mudah, namun ia memilih untuk diam dan membiarkan Matako untuk melanjutkan.

"Shinsuke-sama... aku... sepertinya telah merusak rencana anda." Terdengar suara napas tertahan. Takasugi hanya menyeringai.

" Oh? Bagaimana bisa?" Nada dinginnya seperti biasa merasuk setiap kata-katanya. Senyumnya masih tersimpul. "...kau bertemu dengan seseorang yang menarik?"

"...seseorang yang menarik?" Nada heran jelas terpatri dalam suara Matako. Agak lama sebelum suara di telepon melanjutkan. "Aku tidak tahu, tapi sekarang ada wanita di Shinsengumi. Aku... tidak sengaja ketahuan olehnya. Sepertinya aku mengacaukan segalanya. Aku yakin Shinsengumi sekarang sangat siaga. Maafkan aku..." hening sesaat. "Tunggu. Shinsuke-sama, dari mana anda tahu aku bertemu dengan gadis itu?"

"Aku memerintahkan Kawakami untuk mengikutimu."

"Oh... a-ahahahaha, baiklah kalau begitu, Sh-Shinsuke-sama..." nampak dari suaranya, gadis lawan bicaranya di telepon itu terdengar sedih; ya, tak bisa ia pungkiri, ia belum bisa sepenuhnya percaya dengan satu-satunya gadis bawahannya itu, dan nampaknya sang gadis pun sadar. Takasugi tidak menghiraukan reaksi Matako. "Wanita ya..." pemuda yang mata kirinya ditutup oleh perban itu memandang ke luar jendela.

"Apa kau tahu seorang Shinsengumi bernama Hijikata Toushiro?"

Matako menjawab cepat. "Wakil komandan Shinsengumi?"

Takasugi menjawab tanpa basa-basi. " Dialah 'wanita' yang kau temui itu."

"Ba-bagaimana bisa?!" suara Matako mengeras; tidak dapat mengontrol suara karena rasa kaget telah mengambil alih. Hening sesaat sebelum suara berikutnya terdengar jauh lebih halus. "Bagaimana bisa...? Yang kutahu, dia adalah laki-laki, Shinsuke-sama."

" Kau ingat dengan berita kegagalan seorang profesor gila di Edo soal serum yang disuntikkan ke dalam nyamuk amanto?" Tarikan napas. "Serum berisi virus yang dapat mengubah DNA dalam sel hormon gonadotropin dalam manusia."

"...tidak, Shinsuke-sama." Hening lagi. Takasugi kembali menyeringai ketika suara Matako kembali terdengar. "Ja-jangan-jangan... itu semua perbuatan anda?"

"Beberapa nyamuk amanto itu lepas. Oh, maksudku -sengaja- dilepaskan." Melipat tangannya, dan menyandarkan tubuhnya ke dinding ruangannya.

"Tapi... untuk apa...?"

Takasugi memejamkan matanya. "Sebenarnya itu proyek gagal—seperti yang kubilang tadi." Membuka matanya penuh, dengan seringai panjang di bibirnya—wajah psikotik tampak di balik gelap lampu meja kerjanya. "Tapi kegagalan itu buah manis untuk kita."

" Gagal...?"

"Ada orang yang menghambat laju pertumbuhan nyamuk inseminasi ini." Menatap nanar jauh ke depan sejenak. "Saat ini aku sedang meminta Kawakami menyelidiki siapa yang menghambat pertumbuhan nyamuk ini." Takasugi membuat jeda. "...kau bantulah dia. Jangan mengecewakanku lagi."

Suara di seberang terdengar mantap. "Tenang saja, Shinsuke-sama."

"Satu lagi." Takasugi menatap sejenak shamisen di atas mejanya. "Kalau ada pergerakan Shinsengumi yang mencurigakan, laporkan padaku."

"Ah. Baik, Shinsuke-sama."

Takasugi menutup telponnya tanpa berkata apa-apa lagi sebelum memungut kembali shamisen yang sempat ia tinggalkan, kemudian melantunkan melodi lain yang terkesan 'menyepi' di ruangan itu dengan jari-jemarinya yang gemulai memainkannya.

.

.

.

- TBC -