Chapter IV: Desire

A Yunjae Fict

Cast:

DB5k n beberapa secret cast dan copel

Disclaimer:

Mizu bukan owner personality of DB5K and the other namun fict ini milik Mizu ne

Sabaku 'Mizu' Akumu Present

He is (not) Sleeping Prince(ss)

Genre: Romance n Hurt/ Comfort

Warning:

MxM, alur cepat, violence, AU

0o0

Yoochun dan Junsu yang ditinggal di ruang tengah oleh Jaejoong hanya bisa saling menatap heran tentang apa yang terjadi pada hyung mereka namun satu hal yang bisa mereka rasakan dengan baik kalau ada sesuatu yang buruk nantinya.

"Sui-ie, kau mau keluar?" tanya Yoochun pelan, ia hanya ingin sedikit mengurangi rasa khawatir Junsu. Ia tahu kalau Junsu pasti merasakan ada yang aneh tentang Jaejoong namun kalau Jaejoong sendiri tak mau memberitahu apa yang terjadi mereka juga tak bisa memaksanya bukan. Keadaan saat ini pasti jadi semakin rumit.

"Ani, aku mau kembali ke kamar." Junsu mendorong pelan kursi rodanya menuju kamar miliknya yang berada di lantai satu rumah ini. Junsu terlalu sakit dengan semua ini, apa Jaejoong tak pernah menganggapnya saudara lagi. Sejak kejadian malam itu ia merasa kalau sang hyung yang sudah dianggapnya saudara sendiri mulai menjaga jarak padanya. Tak bisakah mereka kembali ke masa kecil dulu. Di saat ia masih bisa melihat senyuman seorang Kim Jaejoong.

Yoochun hanya bisa tersenyum miris saat ini, kedua orang yang sangat disayanginya terlihat begitu rapuh namun tak ada yang bisa dilakukannya untuk saat ini. Membiarkan keduanya untuk saat ini mungkin adalah hal yang tepat.

Namun hanya sesaat sebelum namja pemilik suara husky itu malah tertawa. Menjadi sekretaris seorang Jung Yunho selama beberapa tahun belakangan bukan berarti ia tak mengetahui apa yang terjadi dan disembunyikan oleh tuan besar Jung. Bukan hal yang sulit menyelediki isi di dalam perusahaan fiktif tersebut. Hanya saja ia membiarkan semua mengalir apa adanya itu adalah tujuannya.

"Kalian semua bodoh," ujarnya mengambil sebotol wine di dalam rak penyimpanan milik Jaejoong. Melepas penutup botolnya dan mengisi sebuah gelas kosong ditangannya.

Manik gelapnya menatap penuh senyum cairan merah miliknya, meneguknya dalam sekali tengguk. Membiarkan beberapanya mengalir di sudut bibirnya. Rasanya ia akan menikmati tontonan menarik yang akan diberikan oleh dua orang yang saling mencintai yang mungkin akan berakhir dengan saling membunuh. Dan itu semua menyenangkan—untuknya.

0o0

Junsu mengetuk pelan pintu kamar Jaejoong, berharap kunjungan tibe-tibanya ditengah malam tak membuat Jaejoong terganggu. Namun ia benar-benar ingin berbicara sejenak dengan Jaejoong. Karena sejak tadi pagi hyungnya tak keluar kamar bahkan hanya untuk makan.

"Sui-ie, apa yang kau lakukan ditengah malam begini?" tanya Jaejoong heran mendapati Junsu yang berada di depan kamarnya.

"Ani, aku hanya tak bisa tidur. Apa hyung keberatan aku tidur di sini?"

Jaejoong melihat heran pada Junsu yang berbicara sembari menundukkan kepalanya. Mungkinkah Junsu tak terbiasa berada di kediamannya. Dan dimana Yoochun seharusnya namja itu yang menemani Junsu saat ini.

"Baiklah, ayo masuk," ujar Jaejoong mendorong kursi roda Junsu. Ini seperti tahun-tahun yang lalu dimana keduanya berada di ranjang yang sama berbagi tempat tidur walau awalnya pasti berkelahi karena memperebutkan wilayah kekuasan alias tempat tidur terluas.

"Jadi katakan padaku, ada yang mengganggu pikiranmu, Sui-ie?" tanya Jaejoong saat keduanya sudah berbaring bersama. Mengelus surai hitam Junsu. Bila dulu ia yang dipeluk erat sang dongsaeng di tengah mimpi buruknya saat ini semua bagai kembali ke masa lalu namun dengan posisi terbalik.

"Aku mimpi buruk hyung," ujar Junsu menyembunyikan wajahnya di balik selimut Jaejoong. Sebenarnya itu semua hanya alasan karena ia ingin Jaejoong bercerita padanya tanpa harus menyimpannya sendiri. Walau mimpi buruk itu bukanlah sebuah kebohongan.

"Apa rumah ini membuat kau tak nyaman?"

"Ani. Hanya saja aku takut kalau mimpiku jadi nyata. Aku takut kau akan pergi meninggalkanku. Kau tahu bukan hanya kau saudara yang kumiliki sekarang hyung," ujar Junsu pelan walau sepertinya Jaejoong bisa mendengarnya dengan baik. Tak biasanya Junsu bersikap manja padanya namun Jaejoong masih mendengarkannya, "dan kalian berdua saling membunuh, Jaejoong hyung."

Jaejoong tersenyum pedih mendengarnya. Ia tahu siapa yang dimaksud Junsu. Semua baru akan di mulai. Saling membunuh? Itu mungkin yang akan terjadi kalau Yunho juga mengetahui apa yang selama ini terjadi namun melihat kalau selama ini Yunho tak menunjukkan sesuatu yang aneh sepertinya Yunho benar-benar tak tahu apa yang sudah terjadi bahkan namja miliknya itu bahkan selalu memberikannya banyak cinta dan kasih sayang.

"Tenang saja, semua akan baik-baik saja."

"Kau tak baik-baik saja hyung," ujar Junsu, ia menggenggam tangan Jaejoong membuat sebuah huruf di dalamnya, "entah sejak kapan tanganmu tak lagi hangat hyung, bahkan terasa dingin. Apa kau menderita hyung? Apa kau tak bahagia?"

Jaejoong menarik namja yang lebih muda darinya itu ke dalam pelukannya," gomawo Sui-ie, tapi aku tak apa-apa. Semua akan baik-baik saja nanti. Maaf untuk semua rasa sakit yang kuberikan untukmu."

Junsu menggelengkan kepalanya pelan, "tak ada yang sakit hyung, hanya saja melihat kau menjauhiku setelah kejadian malam itu, membuatku berpikir kalau kau malau memiliki dongsaeng cacat sepertiku."

Jaejoong menggigigit bibirnya mendengar kalimat tertahan penuh rasa sakit yang baru saja dilontarkan Junsu. Demi Tuhan, tak pernah sekali pun Jaejoong berpikir begitu, ia hanya tak ingin Junsu menjadi sasaran kemarahan mereka lagi. Cukup mereka mengambil kaki Junsu tidak lainnya. Selamanya Junsu adalah dongsaeng kesayangannya yang tak akan pernah tergantikan. Dan ia yakin melihat setitik air mata di sudut mata Junsu, apa sekarang ia melukai namja itu lagi untuk kedua kali.

"Kau salah Sui-ie, aku hanya tak ingin kau terluka lagi. Kau tahu bukan kalau—kalau aku—"

"—Aku tahu hyung, tapi kau tak sengaja kau tak sengaja memotong kabel rem pada mobil milik tuan Jung dan membuat kecelakaan itu terjadi—dan bukan salahmu kalau mobil itu tergelincir dan masuk ke jurang. Dan bukan salahmu kalau akhirnya mereka marah karenanya dan menyeretku juga karena hubungan persaudaraan kita."

Jaejoong terkesiap, dari mana Junsu mengetahui semua yang terjadi. Padahal ia sudah berusaha menyembunyikan semuanya dari Junsu bahkan ia memberikan Junsu sebuah rumah terpisah agar tak lagi ada yang bisa menyentuh Junsu—menyertakan Yoochun untuk menjaganya.

"Tak perlu terkejut begitu hyung," Junsu mencoba duduk bersandar pada tempat tidur Jaejoong. Matanya menatap jauh ke atas langit-langit kamar, "aku malah bersyukur dengan begitu aku merasa kalau kita memang bersaudara, Hyung."

"Sui-ie bodoh, baka, pabbo! Apa kau tahu bagaimana perasaanku melihatnya. Aku sudah berjanji untuk menjagamu pada paman dan bibi." Jaejoong memeluk Junsu erat, "kau harus pergi Sui-ie. Aku akan meminta Yoochun membawamu keluar negeri kali ini."

Junsu mendorong tubuh Jaejoong membuat Jaejoong sedikit oleng, matanya menatap marah pada Jaejoong.

"Kau mau membuatku meninggalkanmu lagi hyung? Sigh, aku tahu kalau aku selalu merepotkanmu, begitukan?"

"Kau salah. Aku hanya ingin kau selamat. Aku tak bisa menghadap ahjuma kalau kau terluka lagi, Sui-ie."

Air mata Junsu mulai jatuh saat ini. Apa semua benar-benar tak bisa kembali seperti dulu. Apa hal bodoh ini akan berlangsung terus, sampai kapan semua hanya akan terlukan karena keegoisan masing-masing pihak, "kau tak boleh ke tempat umma sebelum melihatku menikah dengan Chunnie," ujar Junsu sembari bercanda, merasa kalau obrolam malam mereka menuju arah yang berat.

"Heh, kau berniat hidup selamanya dengan jidat lebar itu?" tanya Jaejoong tertawa. Ia tahu kalau Junsu tak mau melanjutkan pembicaraan mereka. Biarlah semua begini dulu.

"Ya, hyung walau begitu dia orang yang kucintai."

"Aigoo, wajahnmu memerah babySu. Ahjuhma pasti bahagia melihatmu di atas sana, melihat babynya yang mengenal cinta tertawa bahagia," ujar Jaejoong menggoda Junsu membiarkan Junsu menahan malu karena ulahnya sendiri, 'dan tetaplah tersenyum seperti ini, Sui-ie.'

"Kau berisik hyung, sudah aku mau tidur."

Namja manis itu menarik selimut Jaejoong menyembunyikan tubuhnya untuk segera tidur—atau pura-pura tidur. Menyematkan doa sebelum mimpi mengantarnya, berharap kebahagiaan untuk semuanya.

"Ne, selamat Tidur. Sui-ie."

Jaejoong mematikan lampu kamarnya, berusaha mengikuti jejak Junsu yang sudah terlelap dengan damai. Namun sedikit yang mengganjal dibenaknya, siapa yang sudah memberitahu Junsu tentang semua ini bahkan ini terlalu detil untuk mereka. Dan Jaejoong yakin Junsu tak mengenal siapa pun diantara 'mereka' yang saat ini terlibat dengannya.

"Siapa?" tanyanya dalam hati.

Jaejoong hanya bisa menerka-nerka saat ini, setidaknya ia berharap siapa pun orangnya tak berniat meracuni otak polos milik Junsunya. Semoga hanya sebatas ini yang diketahui Junsu.

"Aku pasti membunuhmu kalau kau membuat Junsu terlibat dalam semua ini, dan aku pasti bisa menemukanmu," janji Jaejoong dalam hati pada orang yang telah memberitahu Junsunya.

Di luar sana …

"Hatchim! Sigh, siapa yang membicarakanku?" tanya heran di dalam hati. Mengendikkan bahunya namja tersebut kembali melanjutkan acaranya menikmati wine yang entah keberapa saat ini di ruang tengah milik seorang Kim Jaejoong.

0o0

Jung Yunho namja pemilik Mirotic Inc, itu mendecak kesal. Bagaimana tidak kalau baru saja ia menemukan sebuah penyadap berukuran kecil di baju belakangnya. Dan ia yakin ini perbuatan namja cantik yang baru saja ditemuinya.

Entah apa maksudnya untuk mematai-matai seorang Jung Yunho. Namun seringai malah tampil di wajah Yunho.

"Dasar bodoh dengan begini aku malah bisa melacak keberadaan kalian."

Yunho bukanlah orang bodoh yang tak mengerti alat-alat canggih seperti Changmin bahkan kalau ia mau ia bisa saja membuat Changmin berteriak keras karena kemampuannya ditiru. Hanya saja Yunho bukanlah tipe yang betah berada di depan komputer seharian. Melihat tumpukan dokumen saja sudah membuatnya kesal apa lagi melihat huruf-huruf di dalam komputer setiap saat. Itu pilihan teakhir yang akan dilakuannya. Itulah mengapa ia memanggil Changmin kembali menjadi back up-nya.

Namja pemilik mata musang itu memasang sebuah kabel penghubung ke dalam komputer utamanya yang merupakan akses terbesar di Mirotic. Mencoba menelusuri jejak di mana asal transmisi dari penyadap ini. Dan bila berhasil ia pasti akan mendapatkan sedikit petunjuk dari semua ini bukan.

Pip … pip …

Tangan panjang direktur Mirotic itu terus saja menari menekan tuts-tuts keyboard. Selama ini ada seseorang yang menjadi pengawas komputer utama dan Yunho tak pernah menyentuhnya cukup mempercayakannya pada orang tersebut. Namun bukan berarti ia tak mengerti proses pengoperasian benda canggih yang terhubung langsung dengan satelit di angkasa sana.

"Mustahil!"

Yunho menggebrak meja miliknya saat lampu merah kecil penanda tempat asal transmitter itu berasal dari tempat yang sama dengan penyadap ditangannya namun dalam skala berbeda. Atas dan bawah. Yang artinya mereka ada di bawah perusahaannya sendiri.

Selama ini Yunho tak pernah mengetahui kalau ada ruangan bawah tanah dari perusahaannya namun melihat kenyataan ini membuatnya merasa dibodohi selama ini. Jadi selama ini ia dibohongi bahkan dengan kehidupannya sendiri.

"Kita lihat apa yang bisa kubongkar lagi saat ini."

Yunho mencoba menerobos masuk mengacau program kamera pengaman yang tersebar luas di setiap area perusahaan miliknya. Jika mereka berada di bawah tanah tentu saja ada jalan masuk melalui atas karena tak mungkin bisa langsung berada di bawah kecuali mereka mempunyai jalan masuk yang lain.

Mencari denah milik perusahaannya sendiri Yunho mengernyit heran ada beberapa titik yang terlihat berubah dari sketsa yang pernah dibuatnya sendiri. Walau ini merupakan anak perusahaan Jung awalnya namun Yunho-lah yang melakukan semuanya sendiri mulai dari sketsa pembangunan hingga operasi perusahaan. Benar-benar ingin merasakan perusahaan miliknya sendiri.

Yunho tak mungkin bisa mencari sosok namja itu lagi melalui kamera pengaman dari waktu lampau. Melihat kemampuan namja itu yang bisa berubah bahkan meniru dengan sempurna sosok orang lain ada kemungkinan dia masuk dengan wajah berbeda setiap waktunya. Dan ini akan sia-sia karena Yunho tak mengetahui siapa pun mereka kecuali namja tersebut.

Namun ini semua belum berakhir setidaknya Yunho menemukan titik terang. Pasti ada jawaban dari apa yang sudah terjadi selama ini. Dan ia yakin kalau Jaejoong tidak akan semudah itu membunuh seseorang. Alasan, itu yang harus ditemukannya.

"Changmin-ah? Apa kau sudah menemukan sesuatu?" tanya Yunho melalui sambungan telepoh kantornya.

"Benarkah? Aku ingin kau juga menyelidiki sesuatu sekarang juga. Temukan apa yang berada di bawah Mirotic."

Tek …

Sekali lagi dan terulang untuk kesekian kali seorang Jung Yunho hanya bisa memberi perintah pada Shim Changmin yang mungkin merutuk kesal pada kelakuan hyungnya yang tak bisa berubah.

"Aku butuh istirahat sejenak." Yunho menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi. Ia tak boleh menyerah sekarang. Jaejoong, hanya namja itu yang dibutuhkannya. Persetan dengan semua yang ada.

0o0

Seorang namja cantik tampak memasuki pintu depan mirotic inc, namja yang memakai kaca mata hitam dengan pakaian kasual itu tampak santai memasuki salah satu ruangan di ujung pojok kantor milik Jung Yunho tersebut. Melihat penampilannya, sepertinya namja itu bukanlah pekerja di sana terbukti saat ia tak keluar dari ruangan yang baru dimasukinya dimana malah terpasang sebuah tulisan 'gudang bawah tanah'.

Ruangan itu tampak tak jauh berbeda dengan ruangan salah satu direktur perusahaan besar. Tampak beberapa sofa yang sudah berbaris rapi dan sebuah meja di depannya.

Namja yang baru saja memasuki ruangan tersebut mengambil sekaleng minuman dari freezer dan menjatuhkan dirinya di salah satu sofa, mengacuhkan sosok seseorang yang juga ternyata berad di ruangan yang sama.

"Bisakah kau tak berisik, hyung?"

Namja cantik itu tersenyum manis saat mendengar suara seseorang yang sangat mahal untuk didengar. Sepertinya, ulahnya yang mengguncang minuman bersoda di tangannya, mengganggu namja yang tengah membaca buku tersebut.

"Apa aku menggaggu acara soremu, snow white?"

"Berisik, menjauh."

Namja yang dipanggil snow white itu membuat jarak, melemparkan deathglarenya pada namja yang malah semakin mendekatinya. Ia benci kalau ada yang mengganggu acara membaca bukunya di sore hari.

"Ya, Kim Heechul bisakah kau tidak menggangguku!"

"Hahaha … ne … ne … Kim Kibum. Aku hanya bercanda. Dan jangan panggil namaku saat kita berada di sini, Petals itu namaku."

Kim Kibum namja yang memiliki code nama Snow white itu hanya kembali berkutat dengan bukunya membiarkan Heechul atau Petals duduk disisinya.

"Kau diperintahkan untuk membawanya, hyung."

"Aku tahu. Tunggu saja dia yang akan kemari dengan keinginannya sendiri."

"Kau terlalu percaya diri hyung."

"Aishhh aku tahu Kibummie~ hanya saja aku tak bisa memaksanya kemari kalau ada si kelinci pink dan food monster itu bisa-bisa semua akan hancur berantakan. Lagi pula yang kita butuhkan adalah U-Know bukan Jung Yunho."

Kibum membalik pelan buku yang dibacanya, melirik kecil pada Heechul yang tengah mencampur minuman kaleng ditangannya, "mereka orang yang sama hyung. Dan berhenti membuat ruanganku berantakan."

Heechul hanya menyeringai melihat cairan yang tumpah ruah dari gelas akibat ulahnya yang mencampur dua minuman menjadi satu, "bagiku tidak. Mereka terlalu bodoh karena melindunginya padahal hanya masalah waktu sampai namja itu mengetahui semuanya."

"Terserah kau hyung. Hanya saja jangan libatkan aku kalau mereka mencincangmu."

"Kau berbicara denganku, Chagi~?"

Kibum melempar buku yang dibacanya saat mendengar panggilan heechul yang membuatnya merinding dengan seketika. Mendelik kesal pada Heechul yang malah tertawa melihatnya.

Di dalam hati seorang Kim Kibum bertanya sampai kapan ia, tidak mereka bisa tertawa saat semua akan dimulai. Ia juga tahu kalau seorang Jung Yunho pasti sudah mengetahui ulah Heechul padanya—memasang sesuatu ditubuhnya. Karena Kibumlah yang membuat pelacak tersebut dan memonitornya. Dan sejak beberapa menit yang lalu ia kehilangan akses di dalamnya. Dan itu artinya Jung Yunho sudah mengetahuinya, namun itu semua bukan masalah karena ini juga sudah diperhitungkannya.

Ulah Heechul yang diam-diam menemui Yunho juga bukan tanpa alasan. Heechul ingin berkenalan—memastikan—calon pemimpin mereka, penerus Keluarga Jung. Melihat dengan matanya sendiri kemampuan sang pemimpin.

Kibum melihat ke atas—langit-langit ruangan— tempat dimana sang pemimpin mereka berada walau dirinya sendiri tak menyadari karena belum saatnya, "selamat datang di dunia kami, Jung Yunho," ujarnya sembari tersenyum manis.

0o0

"Kyuhyun!"

Kyuhyun namja yang baru saja berhasil menyelesaikan level game miliknya mendecak kesal karena panggilan seseorang diluar sana yang mengganggu kesenangannya. Siapa pun itu ia mengutuk sosok yang berani mengganggu 'kencan dengan kekasih hatinya' saat ini.

Cklek …

"Apa maumu, Siwon hyung?" tanya Kyuhyun kesal, mensedekapkan tangannya di pintu sembari menatap penuh aura neraka pada sosok namja tampan dihadapannya.

Choi Siwon salah satu dari mereka yang merupakan kaki tangan sang leader, rasanya Kyuhyun tahu maksud kedatangan Siwon apa lagi kalau bukan memberikannya sesuatu yang menyebalkan.

"Pergi bersama Jaejoong ke perusahaan. Ada pengecekan terakhir yang kelihatannya sedikit sulit. Dan kau tahu apa maksudku."

"Aish, tak bisakah menunggu malam hyung? Aku malas keluar siang-siang begini. Panas."

"Pergi atau tak kubekukan ATM-mu Cho Kyuhyun."

Baik, itu hal terakhir yang tak diinginkan Kyuhyun. Walau prediket evil sudah menempel padanya sejak dulu namun untuk satu hal ini Kyuhyun tak mau. Bagaimana bisa ia membeli game-game kesayangannya bila ATM nya dibekukan yang ada semua itu akan membuatnya menangis di tengah malam. Tak ada ATM berarti tak ada game bukan? Walau sebenarnya ia bisa saja membobol bank dan sejenisnya hanya saja ia bisa dibakar hidup-hidup bila ketahuan oleh hyung kesayangannya.

"Baik-baik, aku pergi."

"Kyu~"

Baru saja Kyuhyun akan menutup pintu kamarnya sosok namja tampak muncul di belakang punggung Siwon, namja yang merupakan kekasihnya.

"Hyung, kenapa kau keluar? Sana kembali ke kamarmu dan istirahat."

Namja itu menggelengkan kepalanya pelan, menarik ujung baju Siwon dengan tetap menyembunyikan tubuhnya dibelakang tubuh tegap Siwon.

Kyuhyun hanya bisa mendesah pelan, ia tak bisa membawanya ikut serta sekarang. Tubuh kekasihnya itu lemah dan tak bisa bertahan bila kelelahan.

"Aku hanya akan pergi sebentar dan segera kembali, tunggu aku di kamar, ne?"

"Janji?" Namja itu menjulurkan jari kelingkingnya meminta Kyuhyun untuk berjanji. Karena akhir-akhir ini Kyuhyun selalu dekat dengan namja penerus keluarga Kim membuatnya sedikit cemburu karena waktu Kyuhyun berkurang karenanya. Namun ia tak akan pernah bisa menyuarakan pendapatnya.

"Aku janji." Kyuhyun mengusap pelan kepala bersurai pirang tersebut sembari tersenyum tipis mengacuhkan kalau Siwon masih berada di depannya dan menggeleng pelan melihat dorama yang baru saja terjadi di depan matanya.

"Pergilah Kyu, biar aku yang akan mengantarnya nanti ke kamar."

"Ne, aku pergi Hyung."

"Bye … bye … Kyu."

Keduanya membiarkan Kyuhyun menghilang dipandangan mata dan baru berniat untuk pergi namun lagi-lagi langkah Siwon terhenti saat dilihatnya tangan yang masih memegang erat ujung kemejanya.

"Tenang saja, Kyuhyun akan segera kembali. Lebih baik kita istirahat di kamar ne."

"Tapi Siwonnie—"

"Kyuhyun tak mungkin menyukai Jaejoong kalau itu yang kau khawatirkan. Hanya kau yang bisa bertahan dengan evil satu itu."

Namja imut itu tersenyum kecil mendengarnya. Itu benar, Kyuhyun akan selalu jadi miliknya bukan siapa pun. Sekarang maupun selamanya.

"Ne, Kajja."

0o0

Brak …

"Ya, Sungmin Hyung bisakah kau tak selalu menghancurkan pintu kamarku setiap kali berkunjung?"

Changmin menatap kesal pada sosok makhluk yang baru saja membuat pintunya menemui akhirat dan berakhir di sudut ruangan kamarnya—karena tendang Sungmin. Bukan hanya hidup Yunho yang kadang kalau terganggu dengan kehadiran Sungmin namun juga dengan hidup Changmin bila keduanya bertemu.

"Mian ne, aku tak sengaja MinMin-ah~"

"Tak sengaja apanya hyung? Bila kau melakukannya setiap kali kau masuk ke kamarku. Garis bawahi itu setiap kali. Dan kau hitung berapa kali kau masuk dan berapa kali kau hancurkan pintuku—setiap aku pulang."

"Berapa kali ya, 1 … 2 … 3 … 6 … 9 …" Sungmin seakan berpikir sejenak mencari jawaban Changmin, "ugh, kurasa lebih lima puluh kali MinMin."

Jduag …

Changmin menjedukkan kepalanya pada meja kerjanya melihat makhluk di depannya yang malah asyik menghitung berapa kali tindakkekerasan yang dilakukannya pada pintu Changmin. Max Changmin kalah telak dengan BunnyMing.

"Aish sudahlah, yang penting kau perbaiki nanti." Changmin mendeatglare Sungmin yang malah acuh dan sibuk menelusuri isi kulkas Changmin—merampok makanan sang magnae yang pastinya selalu bisa mengenyangkan perutnya. Lain kali Changmin harus mengamankan 'kekasihnya' kalau tak ingin berakhir di perut Sungmin dan hanya bisa mengelus dada melihatnya.

"Hyung, kau tahu apa yang terjadi kan?"

Sungmin menganggukkan kepalanya tanpa mengeluarkan suara karena mulutnya sibuk menelan es krim ditangannya.

"Beri tahu apa yang disembunyikan appa selama ini selain kalau Jaejoong hyung adalah putra tuan Kim."

Sungmin melemparkan kotak es krim yang telah kosong itu ke keranjang sampah. Sungmin bukan Changmin yang hobi membuat lautan sampah yang kini telah menghilang—diberishkan maid tadi pagi.

Changmin menperbaiki duduknya saat dilihatnya raut wajah Sungmin sedikti mengeras dan ia tahu itu artinya hyung aegyo itu akan membicarakan hal serius bersikap konyol akan membuat ia jadi santapan martial art Sungmin dengan sukarela jadi menjadi anak baik sesaat tidak ada salahnya, bukan.

"Aku tak tahu pastinya, namun aku pernah mendengar kalau Tuan Jung berhasil membuat kerja sama dengan keluarga Kim dan membiarkan persaingan politis dan bisnis di antara dua keluarga ini menghilang, "ujar Sungmin sembari berjalan di sekeliling kamar Changmin—mengekploitasi benda berharga Changmin siapa tahu ada yang menarik, "entah kerja sama dalam hal apa, namun semua berubah saat ada perbedaan pendapat diantara mereka dan kematian keluarga Kim yang katanya dilakukan oleh Tuan Jung."

"Kau bohong, Hyung. Appa tak mungkin—"

"Sayangnya itu benar, aku salah satu saksi mata malam itu. Namun kami hanya menemukan Tuan dan Nyonya Kim tanpa anak mereka yang akhirnya dinyatakan tewas karena tuan Jung membakar villa tersebut.

Tubuh Changmin bergetar hebat. Ia tak menyangka selama ini appanya begitu tega melakukan hal sekeji itu. Selama ini ia hanya diceritakan tentang dua keluarga yang bermusuhan sejak lama dan bersaing baik di atas dan di bawah namun tak pernah saling berhadapan langsung. Di doktrin sejak kecil kalau keluarga Kim adalah musuh selamanya.

Mendengar kerja sama diantara keduanya, Changmin berpikir apa yang bisa menyatukan dua keluarga yang sedang bertikai ini. Tak mungkin pernikahan hyungnya karena kejadian itu terjadi jauh di masa lampau bahkan di saat mereka masih kecil.

"Hyung tahu apa bentuk kerja sama itu?"

"Sayangnya tidak, aku hanya orang di luar jalur. Menjaga kalian berdualah pekerjaan utamaku."

Itu memang benar walau dari jauh selama di Amerika Changmin memang selalu merasa ada yang mengawasinya.

"Satu hal lagi Changmin, kematian appa kalian adalah perbuatan Jaejoong."

Petir kali ini benar-benar terasa menyambar di kepala Changmin tak cukupkah kenyataan kalau appa mereka sudah menghabisi orang tua Jaejoong dan sekarang kenyaan Jaejoong membunuh appa mereka menjadi kenyataan lain. Dan ini seperti lingkaran setan yang mulai bergerak.

"Kenapa kau menceritakannya padaku, hyung? Kalau selama ini kau mengetahui segalanya?"

Sungmin menggelengkan kepalanya, meletakkan buku yang baru saja diambilnya dari lemari Changmin, "entahlah mungkin karena aku merasa lelah hanya bisa melihat selama ini. Dan hanya kau yang bisa membuat lingkaran itu terputus Changmin-ah."

"Apa maksud—"

"Ne, Kau cari sendiri ne, MinMin."

Changmin tersenyum mendengarnya sepertinya hanya itu yang bisa didapatkannya melalui Sungmin. Namun hal tersebut sudah cukup baik saat ini. Dan ia yakin bisa mengambil langkah yang tepat.

"Oh, ya … kalau kau ingin mencari tahu kerja sama mereka. Perusahaan lama adalah kuncinya. Dan jangan beritahukan hal ini pada Yunho."

Blam …

Changmin tak menyadari kalau Sungmin sudah beranjak pergi meninggalkannya.

"Gomawo hyung," ujar Changmin. Senyum sudah mulai terukir di bibirnya. Ini akan menjadi peluru untuk membuka pintu masa lalu.

0o0

"Kita akan kemana Kyu?" tanya Jaejoong heran saat mendapati tubuhnya sudah di seret pergi oleh Kyuhyun bahkan ia tak sempat berpamitan dengan Junsu yang masih tertidur karena lelah menangis.

"Ikut dan lihat saja Hyung."

Kyuhyun mengendarai audi milik Jaejoong menuju satu titik tempat yang diperintahkan Siwon. Di dalam hati Kyuhyun tak habis pikir dengan leader mereka untuk apa memperlihatkan perusahaan Jung tersebut pada Jaejoong.

Benar, perusahaan lama milik Jung-lah yang menjadi tujuan utama mereka.

Kyuhyun hanya diam saja sembari menyetir sambil sesekali melirik pada Jaejoong yang tampak tak sehat. Ia lalu meraih sebuah benda berbentuk bulat seperti obat dan segelas air kemasan dengan sebelah tangannya yang bebas. Menyodorkannya pada Jaejoong.

Jaejoong memiringkan kepalanya pelan, bingung akan perilaku Kyuhyun.

"Minunlah hyung, setidaknya ini bisa membuatmu lebih baik."

"Ini bukan benda berbahaya kan, Kyu?"

Kyuhyun tertawa pelan mendengar pemikiran Jaejoong, sepertinya otak sang pewaris suda terkontaminasi dengan dunia mereka, "bukan hyung, hanya penurun panas wajahnya terlihat tak sehat. Minumlah."

Jaejoong mengangguk, meminum obat yang ditawarkan Kyuhyun tak memperhatikan kalau selengkung garis berada di bibir magnae tersebut.

Sejujurnya sejak semalam kepala Jaejoong memang berdenyut menyakitkan. Sepertinya sebagian tubuhnya tak sanggup menerima semua yang sudah terjadi dengan sukarela. Ia butuh waktu akan semua ini. Dan waktu itu tidaklah sebentar.

"Gomawo, Kyu," ujar Jaejoong pelan. Matanya kembali menikmati pemandangan di luar sana. Rasanya sudah lama ia tak keluar sejak saat itu, tepatnya sejak ia memutuskan melarikan diri dan bertemu dengan mereka.

"Kyu, bisa kita berhenti di sana?" tunjuk Jaejoong pada sebuah stand es krim yang tampak tengah ramai.

"Kau bercanda hyung?"

Jaejoong menggelengkan kepalanya pelan, "ani, aku ingin sekalian mengunjungi makam umma dan appa."

Kyuhyun menepuk pelan dahinya karena sudah salah sangka dipikirnya Jaejoong berniat membeli es krim namun bukan karena namja tersebut menunjuk toko bunga yang berada di sebelahnya.

"Baiklah, tapi jangan lama."

0o0

"YunYun!"

Sungmin berteriak kesal saat pintu ruangan Yunho tak bisa terbuka seberapa keras ia mendorong pintu tersebut. Kepalanya terasa pecah melihat kelakuan Yunho yang dinilainya kekanakan karena mengunci pintu sesaat ia memanggil direktur Mirotic tersebut di lorong perusahaan.

"YunYun! Buka pintunya atau kuhancurkan dengan martial art-ku."

"Tak akan bisa, aku baru saja menggantinya dengan kayu terbaik."

Sungmin mempoutkan bibirnya kesal. Padahal ia hanya ingin berkunjung dan melihat keadaan Yunho. Perasaanya tak enak sejak kemarin pasti ada yang terjadi. Jangan sampai mereka menemukanmu, Yun.

"Aku tak bercanda YunYun, buka pintunya atau aku akan berteriak kalau direktur perusaaan Mirotic berniat bunuh diri?" teriak Sungmin dari luar pintu yang akhirnya mau tak mau membuat Yunho yang masih membaca beberapa dokumen lama terpaksa membuka pintu. Tak elit bukan kalau sampai orang-orang berkumpul karena berita palsu.

"Apa maumu, hyung?"

"Ayo keluar. Ada yang ingin kutunjukkan padamu."

"Tidak."

"Kau akan menyesal kalau tak mau, ada tempat yang ingin kutunjukkan padamu. Tempat yang berhubungan dengan Jeje."

Yunho akhirnya terbujuk mendengar kalimat Sungmin sepertinya Jaejoong adalah kata kunci untuk menangkap sang direktur dan hal itu membuat Sungmin tertawa di dalam hati.

Dan disinilah mereka akhirnya di toko bunga memilih-milih bunga yang sejak satu jam yang lalu.

"Aishhh … bisakah kau lebih cepat hyung kau membuang waktuku."

"Berisik YunYun mana boleh ke pemakaman tanpa bunga?"

Pemakaman? Pemakaman siapa … yang pasti bukan appanya mengingat baru bulan kemarin ia berkunjung.

"Hari ini hari meninggalnya orang tua Jeje."

"Orang tua Junsu?"

"Bukan, namun orang tua kandung Jaejoong."

Yunho menatap tak percaya pada Sungmin, apa keduanya memang sedekat itu sampai Jaejoong menceritakan tentang orang tuanya. Karena selama ini namja tersebut selalu mengelak dan mengatakan cukup orag tua Junsu yang menjadi orang tuanya.

"Kau akan mengerti suatu saat nanti, Yunho."

Walau sedetik namun Yunho yakin melihat sedikit raut kesedihan di wajah Sungmin. Ekpresi yang tak pernah dilihatnya selama ini. Ternyata Sungmin juga memiliki sisi manusia normal.

"Ah, nanti belikan aku es krim ne … lima sekalian untuk Changmin lagi-lagi aku menghancurkan kamarnya tadi, ne YunYun."

Ctak …

Yunho menarik pemikirannya barusan. Selamanya ia tak akan pernah mengerti pemikiran seorang Sungmin.

Tring …

Sejenak kekesalan Yunho teralihkan saat mendengar adanya pelanggan lain yang masuk ke tempat yang sama dengannya.

Matanya seakan tak percaya melihat siapa yang masuk dan tengah berbicara dengan kasir toko bunga ini, kakinya baru saja akan melangkah namun ia mendapati tangan Sungmin menahannya. Membuat alisnya mengerut heran sembari bertanya heran pada sang pengawal.

"Lihat baik-baik, Yun. Jeje tak sendiri."

Yunho melirik dari sudut matanya mendapati kalau Jaejoong tidaklah sendiri. Ada seorang pemuda di sampingnya, pemuda berambut ikal coklat yang sedang mendengarkan musik melalui handphonenya dan membiarkan Jaejoong memilih-milih bunga sendiri.

"Aku tak peduli."

Sungmin hanya menggeleng pelan melihat kenekatan Yunho saat ini. Menemui Jaejoong saat sang namja canti tengah bersama salah satu diantara mereka bukanlah hal yang baik terlebih dengan emosi Yunho yang tak stabil—cemburu melihat Jaejoong bersama namja lain.

"Dasar beruang tak sabaran," ujar Sungmin pelan dan akhirnya mengikuti arah tujuan Yunho.

Jaejoong baru saja memilih-milih bunga untuk dibawanya kemakam orang tuanya saat tangannya dicekal seseorang. Matanya membulat tak percaya melihat Yunho yang sudah berada di depannya.

"Yun?"

Namja tampan itu tersenyum manis tanpa melepaskan tangannya yang mengunci pergelangan tangan Jaejoong erat membuat Jaejoong meringis merasakan tekanan kekuatan Yunho.

"Ada yang mau kau jelaskan Jung Jaejoong?"

"Ani. Lepaskan tanganku, Yun."

Yunho menulikan telinganya mendengar permintaan Jaejoong. Bukan kata itu yang ingin didengarkannya. Bahkan baru kali ini Yunho bahkan membutakan matanya melihat wajah Jaejoong yang menahan sakit karena genggaman tangannya yang terlalu erat.

Klek.

"Ups, bisakah kau lepaskan tanganmu dari tangannya, tuan Jung yang terhormat?"

Jaejoong melebarkan matanya melihat sebuah pistol revolver berukuran kecil yang kini berada di pelipis Yunho siap ditembakkan. Sejak kapan Kyuhyun mengeluarkan pistolnya padahal sejak pasti namja itu acuh dan terus mendengarkan musik. Dan yang lebih penting sejak kapan namja penggila game itu memiliki benda berbahaya seperti itu, membuat Jaejoong berpikir ulang, ia sudah masuk ke sarang apa sebenarnya.

Klek.

"Kau yang seharus menurunkan senjatamu, tuan."

Kyuhyun melirik sekilas merasakan adanya benda yang sama dibelakang punggungnya kini. Sepertinya benar informasi yang didapatkannya kalau seorang Jung Yunho memiliki pengawal pribadi. Walau ia tak bisa melihat wajahnya namun Kyuhyun bisa memastikan kalau orang dibelakangnya bukan seseorang yang biasa.

"Kyu, kumohon turunkan senjatamu, ini tempat umum."

"Oh, jadi kalau bukan tempat umum aku boleh menembakkan senjataku pada suami tercintamu ini hyung?"

"Tentu saja tidak!"

Perkataan spontan Jaejoong cukup membuat Yunho menaikkan lengkung bibirnya. Perkiraannya tak salah kalau namja cantik miliknya ini mencintainya. Dan pasti ada alasan di balik semua ini.

"Baik, asal namja dibelakang ini juga menurunkan senjatanya dan dia," tunjuknya pada Yunho, "melepaskan tanganmu. Aku tak mau mereka mengira aku tak menjagamu dengan baik dengan membuat luka ditanganmu," lirik Kyuhyun pada tangan Jaejoong yang memerah.

Jaejoong meminta dengan matanya pada Yunho. Meminta melepaskan tangannya karena ia tahu kalau Kyuhyun sangat keras kepala dengan keinginannya. Bahkan sejauh yang dikenalnya tak ada seorang pun yang sanggup membuat Kyuhyun mengatakan tidak saat namja penggila starcraft ini ingin melakukan sesuatu.

Tangan Yunho perlahan merenggang, tak rela melepaskan tangan yang selalu digenggamnya kini menjauh. Walau sedikit kecewa karena Jaejoong yang memohon padanya demi orang lain—namja yang kini disamping istrinya itu.

"Dan kau juga," ujar Kyuhyun pada namja yang ternyata masih menodongkan senjatanya dipunggung Kyuhyun.

Sungmin yang menjadi objek Kyuhyun hanya tersenyum tipis. Mendekati namja yang diketahuinya sebagai salah satu dari keluarga Kim. Berbisik pelan ditelinga Kyuhyun, "aku tak percaya padamu. Bisa saja kau malah menarik pelatuk sedetik kemudian bukan?"

Tubuh Kyuhyun merinding mendengar suara Sungmin yang saat berada didekatnya, membuatnya rasanya ia mengenal suara yang sama. Suara seseorang yang sangat dikenalnya. Namun tentu saja tak mungkin.

Kyuhyun mencoba menggerakkan kepalanya melihat siapa sosok dibelakangnya. Jantungnya berdetak kencang saat melihat wajah sang pengawal pribadi Jung Yunho. Wajah itu, wajah yang sangat dikenalnya bahkan terlalu sangat mirip dengan sosok miliknya.

Namun Kyuhyun segera mengenyahkan keterkejutannya dan berputar ke belakang, menuju punggung Sungmin dan mengunci kedua tangan Sungmin cepat. Membuat Sungmin yang kalah cepat dengan Kyuhyun terkejut dan menjatuhkan senjatanya.

Duo YunJae yang melihat aksi kedua pengawal pribadi mereka hanya terdiam tak mengerti apa yang terjadi dan apa yang dilakukan keduanya.

"Siapa kau?" tanya Kyuhyun pelan.

"Sungmin. Apa kau mengenalku, tuan? Wajahmu terlihat terkejut saat ini."

Sungguh perkataan Sungmin telak mengenai pemikiran Kyuhyun membuat Kyuhyun terdiam sesaat. Sungmin yang menyadari sebuah kesempatan hanya tersenyum tipis sebelum memberi tanda pada Yunho. Memerintah Yunho membawa Jaejoong pergi.

"Ya, Jung Yunho lepaskan tanganku!" Jaejoong berteriak kesal pada Yunho yang menyeretnyak pergi. Tenaga namja yang masih berstatus suaminya itu terlalu kuat untuknya bahkan ia tak bisa memberi perlawanan saat Yunho menariknya keluar dari toko.

"Tunggu!"

"Urusanmu denganku tuan," ujar Sungmin menarik tangan Kyuhyun dihadapannya dan menyilangkannnya dibelakang menabrakkan tubuh yang lebih besar darinya itu ke dinding, menimbulkan bunyi keras dan membuat Kyuhyun mendecak kesal.

Kyuhyun tak menyangka kalau Sungmin berhasil menahan tangannya. Dari mana datangnya kekuatan namja imut ini bertubuh kecil ini. Keduanya terlihat sama namun berbeda bahkan sekarang gantian Kyuhyun yang terpojok dan merasakan nyeri ditangannya karena ulah Sungmin.

Sungmin melirik sekilas pada sekitarnya sepertinya mereka melupakan kalau masih ada beberapa orang diruangan ini yang sekarang berbisik-bisik pelan.

"Kita keluar, jangan membantah atau kau mau tanganmu patah dalam hitungan detik, tuan."

0o0

"Yunho! Kita mau kemana?"

Yunho mendiamkan saja semua teriakan Jaejoong sedari tadi. Membiarkan tangan halus itu memukulnya, membiarkan mata doe besar itu hampir mengalirkan air mata dan membiarkan suara sosok tercintanya parau—karena sedari tadi berteriak—namun diacuhkannya.

Brak.

Jaejoong mengaduh kecil saat tubuhnya dihempaskan Yunho. Menatap ke sekeliling, mendapati dirinya berada di sebuah ruangan yang sepertinya pernah ditinggalinya—salah satu apartemen mereka.

"Lupa? Sigh, hanya sebentar kau pergi meninggalkanku bahkan sekarang kau melupakan tempat ini."

Mata Jaejoong meneduh lalu tertutup sempurna. Tersenyum kecil menyadari dimana ia berada saat ini, "mana mungkin aku lupa Yunnie-ah hanya saja aku sudah tak pantas berada di sini," ujar Jaejoong membuka matanya, menatap langsung pada manik musang Yunho yang menampilkan sebuah kekecewaan dan tanda tanya besar. Namun Jaejoong mengacuhkannya ia lebih memilih menikmati wangi ruangan ini, menyimpannya di dalam hati dan memorinya akan tempat yang penuh kenangan ini, apartemen pertama mereka.

"Lalu kenapa?"

Jaejoong menggelengkan kepalanya sembari mengelus pergelangan tangannya yang memerah, "kita tak bisa bersama lagi, Yunho. Kau boleh membenciku atas semua ini," ujar Jaejoong pelan, 'dan mungkin semua akan menjadi lebih mudah,' sambungnya di dalam hati.

Brak.

'Appo.'

"Jangan main-main denganku Jung Jaejoong." Manik musang itu berkilat marah saat ini. Yunho bahkan tak memperdulikan kalau Jaejoong akan terluka karena ia menghempaskan tubuh namja cantik itu ke lantai dengan keras.

"Jelaskan semua padaku sekarang."

"Memangnya apa yang kau harapkan lagi dariku?" tanya Jaejoong, bibirnya bergetar menahan sesak yang mulai merambat dihatinya, "semua sudah berakhir Yun, dan lupakan semua."

"Aku tak mau dan aku tak mengerti. Katakan semuanya padaku, dan mengapa kau menghindariku. Dan apa hubunganmu dengan namja tadi?"

Cemburu eoh? Di dalam hati Jaejoong tertawa melihat ekpresi wajah Yunho. Yunhonya yang tak pernah berubah selalu posesif terhadap dirinya bahkan namja itu terlalu baik untuk masuk ke dalam semua ini. Ingin rasanya ia mengeluarkan Yunho dari semua ini. Walau hanya tipis ia masih berharap kalau Yunho bisa bahagia walau tanpa dirinya. Namun bagaimana caranya.

"Tidak ada yang bisa kujelaskan padamu. Semua sudah dikatakan oleh Yoochun padamu bukan. Namja tadi, dia kekasihku. Apa kau puas Jung Yunho?"

Jduagh …

Sontak Jaejoong memalingkan wajahnya dan menutup mata saat kepalan tangan Yunho yang dikiranya mengenainya ternyata menghantam lantai dikirinya dengan jarak tipis.

"Kukatakan sekali lagi padamu, jangan main-main denganku. Aku mengenalmu Jae, dan semua yang kau katakan itu bohong, bukan?"

Kau memang mengenal diriku, Yunnie-ah. Hanya saja aku yang sudah tak mengenal diriku sendiri. Semua terasa begitu rumit saat ini. Aku bahkan tak tahu siapa diriku ini, sekarang.

Jaejoong yang masih berkelut dengan bathinnya tak menyadari kalau ada sepasang tangan yang kini merambah tubuhnya. Menyentuh setiap properti miliknya yang sudah diklaim sebagai milik Jung Yunho yang kini penuh dengan amarah dan cemburu.

"Apa yang kau lakukan, arghhhttt!" Jaejoong berteriak saat dirasakannya tangan besar Yunho yang meremas sesuatu dari balik celana jeans yang dipakainya.

"Katakan padaku, apa namja itu pernah menyentuhmu, Jung Jaejoong?" bisik Yunho pelan ditelinga Jaejoong, membuat Jaejoong menggigit bibirnya menahan tangis dan juga desahan akibat ulah Yunho pada tubuhnya yang masih bermain bahkan kini mulai naik ke dadanya—menelusup dari baju Jaejoong yang berantakan karena ulahnya.

"Hentikan Yun, ja—uhmmpp." Jaejoong tercekat saat lidah Yunho sudah menelusup masuk ke mulutnya. Bermain di dalam sana dengan sangat liar. Hampir membuatnya tersedak dengan air mata yang mengalir dari kedua matanya.

Jaejoong membiarkan saja saat Yunho mulai melucuti setiap kain yang melekat di tubuhnya. Membuat tubuhnya terekspos sempurna dihadapan Yunho.

Jaejoong tahu ada kemarahan dan rasa kecewa dari setiap sentuhan Yunho ditubuhnya. Namja itu tak pernah sekasar ini dengannya namun kini namja itu bahkan tak peduli kalau Jaejoong berteriak kesakitan. Bergerak di dalam sana membuat tubuhnya panas dengan hati yang menangis. Namun ia tak bisa melakukan apa pun kecuali membiarkan Yunho menyentuhnya dan mungkin ini untuk terakhir kalinya.

'Mian ne, Yunnie bear/ kau milikku Jung Jaejoong selamanya.'

0o0

A/N:

Ceritanya tambah kacau ne==" waduh Mizu keknya gak bakat banget nyelipin action di fict, mian ne. Ini Mizu cut jadi dua bagian karena terlalu panjang yang ada malah tewas nanti bacanya xD.

Beberapa cast udah pada muncul tapi belum tahu posisinya dimana, mana pertemuan Yunjae aneh banget … masih perlu belajar maafin Mizu ne.

Mizu mau tanya updatean fict ini 1x sebulan dengan word 5k-6k atau 2x sebulan dengan word 2k-3k? mana yang lebih baik karena Mizu benar-benar susah banget nyari waktu buat ngetik. Kerjaan di real lifeitu benar-benar nyiksa ampe jatuh sakit jugaT.T

Sign

Mizu

Thanks for reading