Chapter 1 : New Life

Summary : Kyuhyun dan Sungmin terpisah ketika mereka kecil. Berbekal kenangan pahit masa lalunya, Sungmin akan menemukan Kyuhyun yang dulu dikenalnya sebagai Kui Xian. Bisakah ia?

-KyuMin Fanfiction-

YAOI

Tittle : Memories

Pair : KyuMin /slight Super Junior couple

Other Cast :

JungIn

(akan bertambah sewaktu-waktu)

Genre : Yaoi, Romance, Friendship, Hurt/Comfort

Warning : typo(s), bad language, don't like don't read

Disclaimer : Super Junior milik kita, KyuMin milik kita dan FF ini milik saya. Okeh?

DON'T JUDGE ANYTHING ABOUT ALL THE CHARACTERS IN THIS FICTION! IF YOU WANT, JUDGE ME! DEAL ..

Memories

Pagi yang cerah di kota Mokpo, disambut pula oleh senyuman khas seorang Sungmin. Namja yang kini masih berumur 8 tahun. Masih dengan senyum bahagianya, ia berlari-lari kecil sambil mulutnya bergerak mengeluarkan suara senandungan yang sangat manis menurut author.

Sungmin memang sangat menyukai pagi dibandingkan siang, sore apalagi malam. Menurutnya, di pagi hari, semua makhluk dimuka bumi ini akan memulai aktivitasnya dan itu adalah suatu pemandangan menyenangkan tersendiri baginya. Burung-burung akan bertebangan dan berkicau memanjakan indra pendengarannya. Orang-orang yang berlalu-lalang sambil menenteng sebuah tas ditangannya membuat Sungmin semakin bersemangat menyambut hari esok ketika dia telah berumur dan bekerja nanti.

Tapi namja itu masih terlalu dibawah umur untuk mendengar pembicaraan orang-orang dari dalam bilik ruangan yang diketahuinya sebagai kamar 'orang tua'nya selama ini. Perpawakannya yang mungil ini membuatnya harus berjinjit untuk menggapai jendela kamar itu agar dapat melihat juga mendengar pembicaraan dua orang dari dalam kamar itu.

"Jangan JungIn-ah.. aku mohon jangan lakukan hal itu.." seorang wanita paruh baya nyaris menangis mendengar penolakan keras suaminya.

Sedangkan pria bertubuh besar itu berdiri dengan angkuhnya dan dengan tatapan tak peduli itu dia melayangkan penolakan lagi untuk kesekian kalinya. "Sudah kubilang keputusanku untuk menjual mereka sudah bulat! Apa kau tetap tak mengerti, HAH?" bentaknya kasar

DEG

Sungmin yang masih mengendap-endap mencuri dengar itu terhenyak.

'Menjual mereka? Siapa? Apakah dia dan Kui Xian? Tidak.. jangan kami.. kumohon appa..'

Kali ini wanita itu sudah tidak sanggup menahan airmatanya yang ingin membuncah sejak tadi, maka dia menangis tersedu. "Tapi apa alasanmu ingin menjual mereka? Hutang kita? Kalau itu sebabnya, aku yang akan mencari jalan keluarnya JungIn, tapi tidak dengan menjual mereka.. demi Tuhan, Kui Xian dan Sungmin anak kita. Mengapa kau begitu tega JungIn-ah?"

"Cih, anak apa yang kau maksud? Mereka hanya anak yang kita adopsi dari panti asuhan empat tahun lalu karena keinginanmu, ingat itu! Kau pikir mengapa kita sampai berhutang banyak pada renternir-renternir itu, hah? Itu karena beban hidup kita bertambah semenjak kedatangan Kui Xian dan Sungmin!" JungIn menunjuk-nujuk keluar kamar dengan murkanya. Sama sekali tak menyadari bahwa ada seorang bocah yang dengan takut-takut mengintip kedalam.

Sungmin tak sanggup lagi mendengarkan lebih dari ini pembicaraan atau pertengkaran lebih tepatnya kedua orang tersebut. Terlebih ketika sang appa menunjuk kearahnya (meskipun tanpa sadar). Bocah kecil itu merasa sakit—bukan tubuhnya, tapi entah dimana.. yang jelas rasanya sangat sesak baginya untuk sekedar menghirup udara.

Sekarang dia tahu mengapa sikap appa-nya mendadak kaku dan lebih sering memarahinya, itu karena sang appa telah muak dan ingin menjual mereka. Juga segerombol pria besar menakutkan berbaju hitam yang sering mendobrak pintu rumah mereka kasar bahkan mengobrak-abrik seisi rumah—mereka adalah penagih hutang!

Sungmin berlari secepat yang ia bisa. Pikirannya kini hanyalah lari dari tempat ini, SEKARANG! Ia tak ingin dijual pada pria-pria berbaju hitam itu, dan ia yakin Kui Xian pun pasti akan menolak.

Sungmin menatap sedih pada tubuh kecil Kui Xian yang masih meringkuk di tempat tidur. Ingin sekali Sungmin membiarkan adiknya itu tetap terlelap, tapi ini demi kebaikan mereka juga. Tak ada pilihan lain, dia harus membangunkan Kui Xian.

Dengan langkah berat Sungmin menghampiri tempat tidur dimana kini Kui Xian terbaring disana. "Kui Cian.. bangun.." Sungmin menggoyangkan tubuh Kui Xian. Sang pemilik tubuh sedikit bereaksi dengan lenguhan halus dari bibirnya. Sungmin belum menyerah, ia terus menggoyangkan tubuh Kui Xian semakin lama semakin cepat.

"Kui Cian!" bentak Sungmin akhirnya—meski suara cadelnya masih kental. Ia kesal karena Kui Xian tidak kunjung memberi tanda-tanda akan bangun dari tidurnya. Yah, Sungmin tahu adiknya itu hobi tidur dan biasanya ia tak akan mempermasalahkan hal ini, tapi tidak untuk sekarang. Mereka harus cepat pergi dari tempat ini.

"Uunnggh~ hyung.." Kui Xian menggaruk kepalanya malas sambil melempar tatapan bingung pada Sungmin.

Sungmin mendesah lega, "Cian, kita pergi yuk.." ajaknya. Kesadaran Kui Xian yang masih belum pulih sepenuhnya hanya mampu mengerutkan kening.

"Pergi? Kemana?"

Sungmin menepuk dahinya pelan. Oh iya, dia bahkan belum memikirkan harus kemana. "Ng.. ke—ketempat yang jauh dari sini pokonya. Ayo Cian.." benar, Sungmin tidak peduli akan tujuan, yang terpenting bebas dari tempat ini bersama Kui Xian.

Kui Xian berlagak berpikir sebelum alih-alih menerima ajakan hyung-nya, "Boleh deh.. appa dan eomma ikut 'kan?" tanyanya polos

Airmuka Sungmin semakin sedih. Dengan enggan dia menggeleng, "Tidak Cian.. mereka jaha—"

BRAK

"Aku akan menyerahkan mereka pada renternir itu sekarang juga!"

"Tidak JungIn, JANGAN!"

Baik Sungmin maupun Kui Xian sama-sama terhenyak. Raut muka Sungmin berubah ngeri sedangkan Kui Xian malah dengan santainya mengendikkan bahu acuh. Mungkin berkelahi seperti biasanya—pikir bocah itu. Tapi tidak dengan Sungmin yang sudah mengetahui semuanya. Suara itu semakin mendekat dan Sungmin semakin ketakutan.

Dengan cepat diraihnya sebelah tangan Kui Xian lalu memaksa bocah itu turun dari singgahsana-nya. Sungmin mengajak Kui Xian berlari hendak keluar dari kamar mereka sebelum kedua orang itu datang.

Namun naas..

Begitu keluar dari kamar, ternyata sang appa telah berdiri disana seolah menyambut mereka. Tangan Sungmin bergetar. Kui Xian yang masih belum mengerti dengan situasi ini hanya menatap bingung pada Sungmin, appa dan eomma-nya bergantian. Sang appa yang terlihat sangat marah, sang eomma yang menangis tersedu dan Sungmin yang ketakutan. Ada apa ini?

Grep

Tiba-tiba sang eomma melingkarkan kedua tangannya ditubuh JungIn seolah mencekal seluruh pergerakan suaminya. "Lari Sungminnie! Kui Xian! CEPAT!" serunya panik

JungIn melebarkan matanya dan berusaha memberontak dari cekalan tubuh istrinya. Dan kesempatan ini tak disia-siakan oleh Sungmin. Bocah kecil pintar itu segera mengangguk dan menatap sedih pada eomma-nya sebelum ia benar-benar membawa Kui Xian lari bersamanya secepat mungkin.

"Sungmin hyung! Ada apa ini?" tanya Kui Xian sambil terus berlari bersama Sungmin.

"Appa akan menjual kita pada orang berbaju hitam itu Cian!" jelas Sungmin dengan nafas memburu.

Otak jenius Kui Xian langsung menangkap maksud perkataan Sungmin. Ia mengerti sekarang. Dan benar kata Sungmin, mereka harus pergi dari tempat itu sejauh mungkin.

Sosok Sungmin dan Kui Xian semakin menghilang dari pandangan pria besar itu. Dengan murka ia menghempaskan tubuh wanita yang mencekal tubuhnya dengan sekali dorongan.

PLAK

Tanpa segan JungIn menampar wanita itu keras-keras. Amarahnya telah memuncak hingga ubun-ubun. "Wanita sialan! Kalau sampai aku kehilangan mereka, kubunuh kau!"

Wanita paruh baya itu hanya sanggup menangis dan memohon pada Tuhan untuk melindungi kedua anak asuhnya yang sangat ia cintai dari kejaran JungIn. "Maafkan eomma Minnie.. Kui Xian.."

.

.

.

Selama berlari mereka terus berpegangan tangan dan tak melepasnya sedikitpun. Kini Kui Xian yang berlari didepan sedangkan Sungmin menyusul dibelakang. Mereka berdua sangat panik. Rasa takut dan cemas bergejolak di dalam diri mereka. Tiba-tiba sebuah truk besar berwarna kuning hendak melintas didepan mereka. Kui Xian segera melepas genggaman tangan Sungmin dan merentangkan kedua tangannya berharap truk besar itu akan berhenti.

Truk pun berhenti. Kui Xian segera menuju sisi dimana sopir berada. "Ahjussi, bisakah kami menumpang?" seorang lelaki besar berkulit hitam dibangku sopir terdiam.

"Ahjussi, saya mohon.." pinta Kui Xian memelas.

"Nak, truk kami tidak memiliki banyak bangku."

"Apakah di bak belakang tidak bisa? Saya mohon, ahjussi.."

"Baiklah, tapi hanya satu orang saja yang boleh ikut karena di bak belakang sudah penuh dengan barang."

"Baiklah." Kui Xian mendengus lega dengan segera ia mendorong tubuh Sungmin ke bak belakang truk itu. "Hyung, cepat naik." Ujarnya

Sungmin tersentak. Apa-apaan ini? Kenapa Kui Xian malah menyuruhnya naik? Bukankah truk ini hanya menampung satu orang saja? Itu berarti tidak bagi Sungmin. Ya, Sungmin berpikir dia tidak akan menerima ini. Ia tak akan membiarkan Kui Xian berlari seorang diri. Akan lebih baik jika dirinya saja yang berlari.

"TIDAK CIAN!"

"HYUNG! APPA SUDAH DEKAT! CEPAT." Bentak Kui Xian panik karena sosok JungIn mulai terlihat dari kejauhan. Sungmin terus memberontak tapi Kui Xian tak kehabisan akal. Ia meminta sang sopir untuk menaikkan Sungmin ke bak belakang truk itu.

Sungmin menangis meronta-ronta minta dilepaskan dari dekapan sopir itu. Dengan mudah tubuh mungilnya telah berada dalam jok belakang truk dan Kui Xian masih dibawah sana.

Tangisnya semakin pecah saat Kui Xian tersenyum seolah pasrah akan apa yang terjadi setelah ini lalu menarik lepas kalung dilehernya dan memberikan benda itu pada Sungmin. "Ini milikku.. esok hari cari aku dengan benda itu Minnie hyung,"

Kepala Sungmin menggeleng kuat dengan terus menangis sambil menggenggam kalung itu. "ANDWAE CIAN! NAIK, DISINI MASIH MUAT!"

Terlambat..

JungIn tiba lebih dulu lalu membekap tubuh Kui Xian dengan lengan kekarnya. Bocah kecil itu hanya tersenyum pasrah. Yah, setidaknya Sungmin selamat—pikirnya. Berbeda dengan Sungmin yang berteriak histeris saat tubuh kecil Kui Xian dibawa pergi oleh JungIn. Truk yang ditumpanginya pun terus berjalan..

"KUI CIAAAAANN!"

.

.

.

"Kui Xian!" Sungmin bangkit dari tidur lelapnya. Ternyata hanya mimpi. Yah, mimpi buruk yang mengahantarkannya kepada masa lalunya yang sangat kelam. Kenangan pahit 12 tahun lalu dimana ia berpisah dengan sosok Kui Xian.

Pemuda itu duduk di tepi ranjang sambil menekan lembut kedua pelipisnya. Kepalanya terasa berdenyut sakit. 12 tahun bukan waktu yang singkat bagi Sungmin dalam menjalani hidup ini—mungkin akan lain ceritanya jika ia melalui hari-harinya bersama Kui Xian.

Seolah dihantui, setiap malam ketika Sungmin terlelap, pemuda itu pasti mengalami mimpi yang sama seperti ini. Sungmin masih ingat ketika dulu truk yang membawanya pergi berhenti tepat di pinggiran kota Seoul, saat itulah seorang pria paruh baya memungut Sungmin kecil yang sangat rapuh.

Di asuh dan di didiknya dia. Namanya pun sekarang ber-margakan sama seperti pria yang mengasuhnya itu—Lee.

Keluarga Lee menyambutnya dengan sangat hangat. Sungmin begitu diperlakukan bak anak kandung oleh mereka. Keluarga Lee adalah pewaris dari salah satu tempat bela diri tertua di Korea yang dinamakan 'Martial Arts' maka tak heran Sungmin ikut terciprat oleh ilmu bela diri itu bahkan menguasainya.

Tuan Lee menunjuk Sungmin sebagai penerusnya kelak, tapi Sungmin menolak. Ia merasa tak pantas—lagipula ada seorang namja keturunan Lee asli disana, dia Lee Sungjin.

Saat umurnya menginjak 17 tahun, Sungmin mencoba peruntungan dengan menjadi seorang trainee di sebuah agensi besar 'SM Entertainment'.

Mungkin takdir memang telah menuliskan bahwa Sungmin harus masuk dalam dunia Entertain. Maka disinilah dia sekarang. Di tengah keluarga barunya 'Super Junior'. Boyband dibawah naungan SM dengan 12 orang member.

Sang leader Park Jungsoo, disusul dengan Kim Heechul, kemudian si member China Tan Hangeng, Kim Jongwoon, Kim Youngwon, Shin Donghee, dia sendiri, Lee Hyukjae, Lee Donghae, Choi Siwon, Kim Ryeowook dan terakhir si magnae Kim Kibum.

Yah.. hidup Sungmin jauh lebih baik sekarang dan Sungmin sangat bersyukur akan hal ini. Dia harap Kui Xian-nya juga demikian. Memiliki keluarga yang menyayanginya diluar sana.

'Kemana JungIn ahjussi menjualnya?'

Hei, jangan kira Sungmin tak pernah mencari Kui Xian. Yah, dia terus mencarinya hingga sekarang. Terakhir saat Sungmin kembali ke rumah JungIn di Mokpo, rumah itu sudah tak ada lagi. Yah, rumah itu hancur. Entah apa sebabnya. Kini harapan Sungmin hanya satu..

Kalung Kui Xian.

"Esok hari cari aku dengan benda itu Minnie hyung,"

Perkataan itu yang selalu muncul dibenak Sungmin ketika ia hampir putus asa menemukan keberadaan Kui Xian. Perkataan Kui Xian saat itu seperti cambuk semangat untuk Sungmin. Dia yakin, suatu saat takdir akan mempertemukan mereka berdua (Meski dalam bentuk lain mungkin) *Author tersenyum licik*

Sungmin melirik sejenak ke arah tempat tidur yang berada di sampingnya. Disana terbaring Donghae. Tanpa niat membangunkannya sedikit pun, Sungmin melangkahkan kakinya keluar dari kamar dimana tempatnya dan Donghae singgah.

Sungmin merasa tenggorokannya kering dan meraung meminta asupan air. Ini masih tengah malam, tentu saja dorm sangat sunyi sebelum telinganya menangkap suara sesuatu bergesekan seperti setumpuk plastik dari arah dapur.

'Ya Tuhan.. penyusup!' katanya dalam hati. Ia melangkahkan kakinya hati-hati agar tak menimbulkan suara. Kalau benar ada penyusup, Sungmin yakin ia bisa mengatasinya seorang diri. Dengan satu syarat, penyusup itu tak lebih dari 3 orang. Lalu bagaimana jika 4 orang penyusup di dorm ini?

Ia bersiap akan teriak saat menangkap siluet sosok berbadan besar bulat berjongkok di depan kulkas, apalagi ditemani dengan lampu remang.. siapa yang tidak mengira kalau itu hantu?

"AAAAAHHH~!"

.

.

.

LeeTeuk—sang leader kini tengah berdiri didepan semua dongsaeng-nya yang duduk bersila beralaskan karpet merah. Lingkaran hitam dimatanya tak luput dari penglihatan. Ini masih malam, tapi ia terpaksa harus mengadakan sidang seperti ini.

"Baiklah, Shindong.. apa pembelaanmu?" tanyanya malas masih dengan tangan terlipat didada. Member lain pun tak kalah malasnya. Mereka masih mengantuk, bahkan hampir semua duduk dengan mata terpejam kecuali dua member yang menjadi 'topik utama' sidang mereka malam ini.

Shindong menundukkan kepalanya tak berani menatap kedalam mata sang leader yang jelas-jelas ngga mengerikan sama sekali, "Maaf hyung.. a-aku hanya mengambil jatah keripik kentangmu sedikit kok.."

LeeTeuk menghela nafas berat, "Hhh~ kau mau keripik kentangku? Ambil semuanya Shindong.. tapi tidak malam ini. Lihat, semua jadi kena getahnya gara-gara Sungmin berteriak melihatmu." Ckck, kali ini semua member harus mengakui kebaikan hati sang leader.

"Maaf Teuki hyung.." sahut Sungmin merasa tak enak hati. Gara-garanya berteriak tanpa memastikan kebenaran sosok itu semua member jadi terbangun dan ricuh. Tapi bukan sepenuhnya adalah salahnya. Salahkan Shindong yang mengendap tengah malam begini. Mana lampu-nya remang pula.

"Kau ini jago martial arts, masa sama Shindong aja teriak.. hajar aja."

Tiba-tiba Heechul menimpal entah sadar atau tidak, karena namja cantik itu juga berbicara dengan mata setengah terpejam sambil bersandar dipelukan Hangeng. Sontak hal itu mengundak tawa seluruh member minus Sungmin, LeeTeuk dan tentu saja Shindong.

"Bhahahaha.. aku jadi ingin lihat bagaimana Shindong hyung terkapar karena tendangan Sungmin hyung." ujar Kibum cekikikan. Siwon mengusap kepala magnae itu, merasa sependapat.

"Atau Shindong hyung yang ngga napsu makan lagi gara-gara perutnya tertendang?"

Eunhyuk mengangguk gembira, "Hahahaha.. benar sekali Hae, mungkin lain kali kita harus meminta Minnie melakukan hal itu untuk kita."

"YA! Dongsaeng macam apa kalian! Aish—ini gara-gara kau hyung!" Shindong menunjuk-nunjuk wajah Heechul yang masih setia bersandar dibahu Hangeng. Namja cantik itu hanya membalas dengan endikan bahu.

"Hyung~~" Shindong menatap LeeTeuk dengan pandangan memelas. Tak ada yang mendukungnya disini, malah semua member tampak ingin menjatuhkannya kejurang yang paling dasar *oke, abaikan yang ini -_-*

.

.

.

Pagi ini tampaknya Super Junior akan mengisi kegiatan mereka dengan berlatih dance. Semua member tampak mengenakan pakaian biasa dan bersiap menuju ruang latihan. Setibanya, ternyata ruangan tersebut sedang digunakan oleh artis keluaran SM juga. Maka mereka memutuskan untuk menggunakan ruangan yang lain.

Langkah Sungmin terhenti, ada sesuatu yang menarik perhatiannya. Sebuah ruangan dengan seorang pemuda didalamnya. Terlihat pemuda tersebut sedang berlatih tarik vocal. Suara merdunya mengalun indah ditelinga Sungmin. Itu yang membuatnya tertarik untuk memperhatikan pemuda tersebut.

"Eh? Waeyo Min?" tanya Eunhyuk dengan kening berkerut saat tiba-tiba namja imut itu berhenti.

Sungmin menoleh dengan senyum, "Ani Hyuk.. emm, siapa dia? Aku tidak pernah melihatnya."

Eunhyuk mengikuti arah pandang Sungmin. "Oh dia.. ng—siapa ya.. kalau tidak salah Kyuhyun, Cho Kyuhyun. Dia trainee di SM, sudah 3 bulan ini."

Sungmin mengangguk mengerti. Pemuda itu.. rasanya Sungmin pernah bertemu, tapi dimana.. aish sudahlah.

Mereka melanjutkan langkah kaki yang sempat terhenti. Bayangan pemuda itu terus berputar dalam benak Sungmin. Tapi dia berusaha mengabaikan. Mungkin hanya perasaannya saja.

"Min, apa pendapatmu tentang namja tadi?" tanya Eunhyuk tiba-tiba.

"Maksudmu, Cho Kyuhyun?"

Eunhyuk mengangguk.

"Tidak buruk.. suaranya bagus sekali, wajahnya juga tampan." Ungkapnya jujur. Yah, Sungmin hanya mengutarakan apa yang ada di kepalanya tentang kesan pertama yang ia tangkap saat melihat Kyuhyun.

Eunhyuk mengangguk sependapat. "Kau tahu, mungkin dia lah si nomor 13 itu.."

"MWO?"

TBC or END?

Bhahahahaha *ketawa nista* ketauan kan kalo saya ngga pinter kasih judul XD

No silent readers please ..

Kasih tahu kalau ngga mau FF ini di lanjut, okeh?

Last, comment? *kedip-kedip sok imut*