Disclaimer : Fujiko Fujio. Copyright Chibi Maruko Chan

Summary :

Warning : R

Ketika Malaikat Jatuh Cinta

Jam weker di Kamar Maruko menunjukkan pukul 07.15 dan kali ketiga jam itu menjerit-jerit tanpa ada sinyal-sinyal kehidupan dari Sang Empunya. Mimpi indah dan lelap.

"Maruko, Bangun! Ini hari pertamamu menjadi siswa SMP. Jangan sampai telat !". Komando Ibunya sambil menarik selimut yang malah kian melekat dengan tubuh mungilnya. Enggan beranjak.

"Ah, Ibu. Tenang saja, ini masih jam 05.00 ayam saja belum berkokok", ujar dia seraya membetulkan posisi tidurnya.

"Belum berkokok?Liat baik-baik ini". Perintah Ibu Maruko sambil memperlihatkan jam weker Rilakkuma kesayangannya. Dengan keadaan masih seperempat sadar, Maruko pun melihat jam wekernya yang dengan angkuh menunjukkan pukul 07.20. Maruko terbelalak dan langsung melompat dari tempat tidurnya.

"Kenapa Ibu baru mbangunin sekarang sih?" Protes Maruko sambil berlalu ke Kamar Mandi. Cuci muka dan sikat gigi saja, pikirnya. Ibu Maruko hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan anaknya yang mulai beranjak remaja itu.

Setelah melaksanakan semua "ritual" kecilnya di kamar mandi, Maruko pun langsung tancap gas ke luar rumah tanpa mencharge isi perutnya.

"Maruko, Sarapan dulu". Perintah Ibunya

"Di kantin saja, Bu. Aku berangkat ya". Ucap Maruko terburu-buru. Hancur sudah sumpah dia untuk selalu datang pagi-pagi kesekolah barunya itu. Tamae pasti akan meledeknya nanti, khayal Maruko seraya berlari-lari menuju sekolahnya yang berjarak 1kilometer itu.

"Berusahalah, Maruko". Bisik dia sambil meningkatkan kecepatan larinya.

Teng Tong Teng Tong

Pukul12.15 Bel makan siang akhirnya berbunyi. Tamae pun berniat memakan bento* yang dibawanya bersama-sama dengan Maruko.

"Terima Kasih, Tamae chan. Aku benar-benar lupa membawa bento ku hari ini" Ucap Maruko dengan kepala tertunduk malu.

"Tidak apa-apa Maruko. Kebetulan Ibuku menyiapkan lebih hari ini" Ujar Tamae diiringi dengan senyuman terbaiknya.

Dari kejauhan terdengar suara anak laki-laki yang sedang menawarkan dagangannya. Semakin lama suara anak laki-laki itu semakin kuat dan mendekati Maruko dan Tamae yang sedang asyik menikmati makan siang mereka. Ternyata anak laki-laki itu adalah Hanawa kun. Kebangkrutan perusahaan ayahnya membuat keluarga dia harus memulai kehidupan dari bawah dan Hanawa kun pun harus berjualan di sekolah untuk membantu keluarganya atau sekedar untuk menambah uang sakunya.

Mereka bertiga pun bercakap-cakap sekedar mengobati kerinduan mereka selepas liburan kelulusan serta membicarakan ekskul mana yang akan mereka ikuti.

"Kalo aku mungkin akan mengikuti ekskul bola voli. Sepertinya akan menyenangkan sekali". Ucap Tamae berkaca-kaca dan berkhayal entah kemana.

"Mungkin aku akan ikut klub sepakbola itu" Ujar Hanawa kun seraya menunjuk ke arah lapangan sekolah di bawah.

"Kakak itu keren. Dia juara berkali-kali bahkan dia menjadi pemegang rekor Top Scorer di Propinsi kita. Aku ingin belajar banyak darinya". Tambah dia. Bangga.

"Siapa dia, Hanawa kun?" Tanya Maruko dengan tidak mengalihkan kedua bola matanya ke arah sosok anak laki-laki bernomor punggung 10 yang sedang menggiring bola tersebut.

"Dia Kak Nobita"Jawab Hanawa kun.

"Kak Nobita?"bisik Maruko sumringah.

TO BE CONTINUE