OHAYOU GOZAIMASU, KONNICHIWA, KONBANWA MINNA-SAN!

Sorry for late update. Maaf soalnya ngeharkosin banyak orang dengan janji-janji cepet update nggak tahunya baru update sekarang. Berhubung bentar lagi Ney mau menghadapi UN, jadi Ney nggak bisa lagi ngejanjian update cepet atau yang lainnya. Harap maklum ya. Jadi jangan kaget kalau updatenya lama. Semoga masih ada yang inget cerita ini.

.

.

.

"Ayolah Sakura-san, aku tidak mau sampai harus berlama-lama dihutan ini!" Rajuk Hinata melihat pengasuhnya tersebut tampak kelelahan dan mulai bersender disalah satu batang pohon terdekatnya.

"Tu-tunggu sebentar, Hinata-sama." Pinta Sakura yang masih ngos-ngosan. "Kenapa anda tiba-tiba ingin cepat sampai ke rumah?" Tanyanya sambil menyeka keringat yang turun dari pelipisnya.

"A-aku ingin meninggalkan tempat itu secepatnya." Jawab Hinata gugup sambil menarik tangan Sakura. Matanya menerawang jauh pada jalanan yang sudah hampir setengah hari ditempuhnya untuk dapat kembali ke desanya. Sakit rasanya mengingat bahwa dia seakan-akan meninggalkan separuh hatinya disana. "Ti-tinggal beberapa langkah lagi dan kita sampai." Ujar Hinata sambil mengambil tas yang menggantung dipundak Sakura dan menjinjingnya.

"Apa Hinata-sama jatuh cinta padanya?" Pertanyaan yang dilontarkan Sakura sukses membuat Hinata membeku ditempatnya. Darahnya mendesir menuruni tubuhnya dengan cepat. Suara jantungnya bertalu-talu saling bersahutan karena pertanyaan atau lebih tepatnya pernyataan Sakura yang sangat to the point.

"Ja-jangan bercanda, Sakura-san." Sangkal Hinata setelah memperoleh kesadarannya kembali. "Ma-mana mungkin aku jatuh cinta pada orang seperti itu." Imbuhnya sambil menundukkan kepala dan mengigit bibir bawahnya untuk menghilangkan kecanggungan yang tiba-tiba menghampirinya.

"Baiklah, Hinata-sama." Sakura pun berhenti menggoda Hinata yang sudah terlihat sangat tersiksa itu. Tiba-tiba pandangannya dikejutkan dengan refleksi sebuah gerbang desa dengan banyak pasukan berkuda sedang berbondong-bondong memasukinya. Tak lupa dengan kenyataan bahwa para pasukan tersebut membawa bendera kebesaran kaisar yang dijunjungnya. "HINATA-SAMA! ITU!" Teriak Sakura sambil menunjuk ke arah pasukan berkuda tersebut.

Hinata segera mengadahkan kepalanya untuk berbagi pemandangan yang dilihat Sakura sekarang. Betapa terkejutnya Hinata begitu lavendernya menangkap pemandangan yang terhampar didepannya. Mukanya menjadi lebih pucat ketika mengetahui lambang negara yang tergambar apik pada bendera-bendera tersebut. Tanpa mengindahkan Sakura yang berteriak memanggilnya. Insting Hinata menyuruhnya untuk segera berlari memasuki gerbang desanya. Kali ini hati Hinata dilanda keresahan yang luar biasa. Apalagi setelah melihat lambang yang terbordir dengan warna merah-putih dibendera dengan nuansa biru tua tersebut.

Hinata sangat mengenal bendera yang mereka bawa tersebut. Berkali-kali Hinata menggelengkan kepalanya berusaha mengenyahkan segala pikiran negatifnya. Tidak mungkin orang itu sampai menyusulnya. Lalu apa yang akan orang itu lakukan setelah mengetahui rahasia Hinata. Rasa ketakutan langsung mengambil alih tubuh Hinata ketika kembali disuguhi seorang pria berambut raven yang sedang mengacungkan mata pedangnya ke arah pria paruh baya yang tak lain dan tak bukan adalah ayah Hinata. Kakinya melemas seperti jeli, meskipun begitu Hinata tetap berusaha berlari menghampirinya untuk menghentikan perbuatan pria yang seperti hendak membunuh ayahnya tersebut.

"HENTIKAN UCHIHA-SAMA!" Teriak Hinata histeris sambil berlari menghampiri ayahnya dan menjadikan dirinya sebagai tameng hidup ditengah-tengah tatapan mata onyx yang seakan menelanjanginya.

.

.

.

.

LOVE TACTICS

DISCLAMER : MASASHI KISHIMOTO

Story by Neiyha (based from VN: Iza Shutsujin! Koi Ikusa-Oda Nobunaga's Route) dengan banyak perubahan ala seorang Neiyha /abaikan (

Pair : Sasuke Uchiha x Hinata Hyuuga

Rate : M ( ok, sekarang memang ada lemonnya sedikiiiiiiiit banget)

WARNING APPLIED ya!

Warning: Typo,OOC,Gaje,Failed Romance, Alur kecepetan, Bahasa monoton, EYD nggak jelas, dan lain-lain.

Bandung—15.10.2012

.

.

.

Sasuke masih belum percaya dengan apa yang telah didengarnya. Benarkah gadis dihadapannya ini akan meninggalkannya begitu saja? Setelah semua yang telah dilaluinya bersama-sama, semudah itukah gadis bersurai indigo itu mengucapkan kata perpisahan?

"Kenapa?" Tanya Sasuke sambil mengeratkan pelukannya pada Hinata seakan tidak rela bila gadis itu pergi dari sisinya.

"A-aku harus pulang" Jawab Hinata terbata-bata. Toh Hinata tidak sepenuhnya bohong, walau tentu saja tujuan utamanya kembali ke desa klan Hyuuga adalah untuk melaporkan hasil mata-matanya selama ini. Pengkhianat memang.

"Maksudmu kembali ke desamu?" Entah tiba-tiba menjadi bodoh atau bagaimana, Sasuke menanyakan sebuah pertanyaan yang bahkan tidak memerlukan sebuah jawaban.

Hinata terdiam, kepalanya tertunduk mengamati kedua tangan Sasuke yang saling bertautan di atas perutnya. Pelan-pelan Hinata mengusap punggung tangan yang terasa dingin itu, kemudian menarik tangan Sasuke agar melepaskan pelukannya. Hinata pun memutar posisi duduknya hingga berhadapan langsung dengan Sasuke. Ditatapnya lembut onyx hitam milik Sasuke yang menuntut meminta jawaban dari Hinata.

"A-aku tidak mungkin berada lebih lama disini Uchiha-sama." Jelas Hinata sembari mengambil nafas panjang untuk melanjutkan perkataannya. "Orang-orang disana pasti telah menungguku, soalnya-" Hinata terdiam, serangan gugup mulai menyerang Hinata takkala menyadari bahwa obsidian hitam didepannya mulai berkilat karena amarah.

"Dan kau akan meninggalkanku sendiri?" Kali ini Sasuke bertanya dengan nada sedikit merajuk, seperti anak kecil yang akan kehilangan mainannya.

"Ti-tidak bukan begitu." Sergah Hinata saat kembali merasakan ujung-ujung jemari Sasuke memeluk pinggangnya. "A-aku ingin kembali berkumpul dengan keluargaku. A-aku harus memberitahu mereka bahwa anda baik-baik saja!" Lanjut Hinata serta merta sambil kembali berusaha menjaga jarak dari dekapan Sasuke.

Sasuke berdecak kesal. Tangannya yang terkepal mengebrak lantai kayu rumahnya hingga menimbulkan suara gedebug keras yang membuat Hinata takut.

"Terserah." Desisnya menahan amarahnya. "Jangan sampai aku melihatmu lagi."

Hinata yang sudah bergidik ngeri segera beranjak untuk berdiri dan membungkukan badannya sebagai ucapan salam perpisahan kepada Sasuke. Dengan cepat, Hinata melangkahkan kakinya untuk segera menjauhi kamar Sasuke sebelum sang empunya berubah pikiran. Sedangkan Sasuke sendiri masih merasa kesal dengan segala pikiran yang berkecamuk bagai benang kusut dalam otaknya. Terakhir kalinya dia seperti ini adalah saat dimana Sasuke mengira Hinata sedang berkencan dengan Naruto, tapi bedanya kali ini dia tidak mabuk dan masih sanggup menahan emosinya.

"Permisi Sasuke-sama." Panggil suara familiar yang sedang berdiri diluar pintu geser kamar Sasuke.

"Masuk!" Perintah Sasuke singkat sambil membenahi dirinya yang sedikit berantakan. Raut wajahnya yang sendu kembali mengeras untuk menyembunyikan kesedihan yang sedang menerpanya. Dilihatnya siluet pria berbadan tegap yang sedikit demi sedikit masuk ke dalam kamar dan menghampirinya.

"Maafkan aku menganggu istirahatmu, Sasuke-sama." Ucap Sai sambil duduk bersimpuh dihadapan Sasuke sebelum akhirnya membungkukkan badan sebagai tanda penghormatannya. "Seperti permintaan anda kemarin. Saya berhasil mendapatkan informasi tentangnya."

"Benarkah? Jadi bagaimana, Sai?" Tanya Sasuke tergesa saat mengetahui bahwa ajudannya itu sudah mendapatkan informasi yang ditunggunya.

"Sepertinya para tetua salah saat mengiranya bukan siapa-siapa-" Ucap Sai mengawali laporannya membuat pria bermarga Uchiha didepannya sedikit menautkan alisnya.

"Apa maksudmu?" Didera oleh rasa penasaran yang hebat. Sasuke pun memotong perkataan Sai karena merasa tidak mengerti dengan apa yang sedang Sai jabarkan.

Sai tampak ragu untuk menjawab pertanyaan Sasuke itu. Terlebih saat dia belum selesai menceritakan perihal apa saja yang membuatnya merasa harus mengurutkan semuanya satu per satu agar pemimpinnya tersebut tidak terlalu syok setelah mendengar laporan darinya. Tapi pada akhirnya Sai hanya bisa menghela nafas panjang menyadari pandangan mata menuntut yang menghujam tanpa ampun kearahnya.

"Jadi Sasuke-sama, sebenarnya marga Hinata-san bukanlah Haruno." Pria tersebut cukup ragu untuk melanjutkan perkataannya, terlebih saat iris hitamnya melihat perubahan raut wajah pada lawan bicaranya. "Hinata itu- dia seorang heiress Hyuuga. Seorang putri landlord yang berada di timur kerajaan ini."

Sai hanya bisa menelan ludah mendapati amarah yang berkilat dalam obsidian kelam milik Sasuke. Kali ini Sasuke merasa dipermainkan oleh Hinata. Dipalingkan wajahnya untuk menatap tangannya yang masih bisa merasakan sensasi saat memeluk wanita tersebut beberapa saat yang lalu.

"Sai!" Panggil Sasuke singkat dengan nada yang penuh amarah.

"Ya-ya Sasuke-sama?" Jawab Sai gagu karena tidak tahan dengan atmosfer menakutkan yang menguar dari tubuh Sasuke.

"Siapkan beberapa pasukan. Aku ingin Hyuuga ini mendapatkan balasan yang setimpal." Titahnya mutlak yang hanya ditanggapi dengan sedikit anggukan oleh Sai.

.

.

.

"APA YANG KAU LAKUKAN, HUH?" Pekik Hinata histeris. Penyakit gagapnya menguap entah kemana setelah mendapati orang yang disayanginya akan mati ditangan orang yang saat ini namanya terus terpatri dalam hati Hinata.

"Harusnya aku yang bertanya begitu!" Sahut orang itu sinis tanpa niat untuk menjauhkan mata pedangnya dari leher Hinata walaupun ujungnya telah melukai kulit halus Hinata dan membuat setetes darah meninggalkan jejak merah di kulit seputih susunya.

"APA MASALAHMU?" Tanya Hinata sarkartis padahal sebenarnya Hinata sama sekali tidak mempunyai hak untuk berbicara demikian.

Sasuke mendecih, mengabaikan pertanyaan Hinata dan mulai menyarungkan pedangnya yang terhunus tepat didepan Hinata. Dengan cepat, Sasuke menurunkan tubuhnya dari kuda hitam yang menjadi tunggangannya. Obsidian hitam milik Sasuke tak pernah lepas dari manik lavender Hinata yang memandangannya dengan benci.

"Kau membohongiku, Hyuuga." Respon Sasuke datar dengan penekanan kata Hyuuga di akhir kalimatnya.

Keringat yang turun dari pelipis Hinata semakin mengalir deras. Rasanya Hinata ingin sekali memutuskan kontak mata yang saling terpaku satu sama lain, tapi apa daya, tubuh Hinata terlalu kaku untuk melakukan pergerakan sedikit pun. Sedikit demi sedikit jarak Sasuke menisbi. Ketika telah tepat berdiri didepan Hinata, Hinata pun hanya bisa melangkah mundur. Walau akhirnya langkahnya terhenti karena menabrak sosok ayahnya yang masih berdiri dibelakangnya.

"T-Tou-san." Panggil Hinata terbata sambil menengokkan kepalanya dan mendapati sosok ayahnya yang memandangnya cemas melihat darah yang lolos dari kulitnya. Melihat kecemasan yang mulai bermuara di mata sang landlord itu membuat Hinata memantapkan diri untuk melindungi desanya dari Sasuke, apapun caranya. Meski harus mengorbankan harga dirinya sekalipun.

"Lihat kemari, Hyuuga." Sasuke menarik dagu Hinata untuk kembali melihatnya, Hinata yang terkejut hanya bisa menuruti keinginannya tanpa perlawanan. Apalagi posisi Hinata sedang tidak dalam keadaan bisa menawar, jadi untuk apa mengeluarkan tenaga lebih untuk pekerjaan yang sia-sia?

"Ja-jangan." Pinta Hinata setengah terisak, bayangan akan kehancuran desanya berputar-putar dikepalanya. Berani membohongi Uchiha Sasuke, huh? Hinata tahu bahwa itu sangat berbahaya, tapi mau bagaimana lagi? Hinata tidak ada pilihan lagi. Serta-merta menjadi seorang putri landlord tidak akan membuatnya gampang diterima oleh Sasuke. Bukankah Hinata bisa tinggal ditempat Sasuke karena dia berbohong sebagai rakyat biasa yang tidak punya uang untuk menyewa sebuah penginapan? Lagipula desa Hyuuga hanyalah sebuah desa kecil yang terletak ditimur Konoha, dan tidak mungkin Sasuke mengetahuinya. "A-aku mohon-" Tangan mungilnya bergetar terulur untuk mencengkram baju perang Sasuke.

Sasuke memandang Hinata dengan tatapan angkuh. Jujur saja, saat itu rasa sakit mencubit hati Sasuke. Pengkhianatan yang dilakukan oleh Hinata membuat Sasuke merasa Hinata tidak pernah membuka dirinya untuk membiarkan Sasuke masuk dalam kehidupannya. Masih mending kalau pada saat itu Hinata mengakuinya dan meminta maaf padanya. Tetapi sampai hari terakhir Hinata tetap menutup diri darinya, dan tentu saja rasanya sakit ketika mendengar rahasia terbesar Hinata dari orang lain, bukan Hinata sendiri.

"A-aku akan melalukan apapun yang Uchiha-sama inginkan a-asalkan-" Hinata menelan ludah, berusaha untuk menghilangkan rasa ragu yang bersarang dihatinya. "Uc-Uchiha-sama memberi ampunan kepada desa ini. Sungguh mereka tidak bersalah. Se-semua ini karena aku." Setelah menyelesaikan kalimatnya, Hinata terisak menabrak dada bidang Sasuke, sampai akhirnya badannya beringsut hampir menyentuh tanah. Untungnya saja, Sasuke yang sendari tadi tidak melepas pandangannya kepada Hinata segera menangkapnya dengan cepat sebelum lutut Hinata bertabrakan dengan tanah.

"Baiklah." Jawaban singkat yang meluncur dari bibir Sasuke membuat kelegaan yang luar biasa memenuhi hati Hinata. Tapi belum sempat Hinata mengucapkan terima kasih, Sasuke kembali membuka mulutnya untuk berbicara. "Asalkan kau mau menuruti semua keinginanku malam ini. Aku boleh bermalam disinikan?" Ucap Sasuke sedikit mengejek Hinata.

Hinata menganggukan kepalanya tanda setuju. Kalau saja nasibnya tidak hanya dihadapankan pada satu pilihan seperti ini. Mungkin Hinata akan lebih suka untuk menolak dengan berbagai alasan seperti yang biasanya dia lontarkan. Hinata memutar badannya untuk menghadap Hiashi, sudah Hinata duga bahwa ayahnya tersebut akan menatapnya horor. Hinata melempar senyum getir penuh arti, yang dibalas dengan sedikit anggukan Hiashi. Hiashi mengerti bahwa inilah keputusan yang diambil Hinata dan apapun yang akan dilakukannya tidak akan pernah bisa membuat Hinata merubah keputusannya untuk mengorbankan dirinya dan menyelamatkan desanya.

"Tolong siapkan kamar tamu sekarang!" Perintah Hiashi pada para pelayannya dan dengan tergesa-gesa mereka meninggalkan tempat tersebut untuk mengerjakan apa yang Hiashi perintahkan.

.

.

.

"Uc-Uchiha-sama, ja-jangan begini." Tolak Hinata halus sembari mencoba menjauhkan badan Sasuke yang semakin mendekat padanya.

Sasuke tidak mengurbis penolakan Hinata. Jemari-jemarinya yang panjang masih betah berlama-lama menyelusuri setiap lekuk tubuh sital Hinata yang masih terbaluk kain kimono. Saat melewati bagian depan Hinata, Sasuke mulai berani menyusupkan tangannya ke celah-celah kain yang terbuka karena obi Hinata yang sudah tidak pada tempatnya.

"Kau tidak berhak menolakku Hinata, atau kau mau aku-"

"Tidak! Ja-jangan! Aku mohon Uchiha-sama." Rajuk Hinata sambil menarik baju milik Sasuke agar tangan Sasuke tidak beranjak dari tubuhnya.

Sasuke tersenyum tipis melihat reaksi Hinata. Lampu hijau yang Hinata berikan membuat Sasuke lebih berani untuk menyentuh kulit telanjang Hinata dibalik kimononya. Awalnya Hinata mencoba untuk menahan diri agar desahan-desahan nikmat tidak lolos dari bibir pinknya karena sensasi aneh yang diberikan Sasuke pada tubuhnya. Tapi tiba-tiba terdengar pekikan kecil yang keluar dari bibir Hinata karena perlakuan Sasuke yang berubah 180 derajat menjadi kasar.

"Uc-Uchiha-sama, apa yang anda lakukan?" Sambil masih menahan sakit didadanya Hinata mencoba bertanya baik-baik kepada Sasuke.

"Kenapa kau mengkhianatiku?" Desis Sasuke tanpa mengindahkan pertanyaan Hinata. Sungguh, Sasuke ingin mengetahui alasan Hinata membohonginya dan kalaupun nanti akhirnya Hinata menceritakannya dan meminta maaf padanya, Sasuke akan menerimanya dengan senang hati.

Tetapi itu semua percuma, bukannya menjawab Hinata malah bungkam. Wajahnya yang semerah tomat disembunyikan dibalik poni ratanya. Tangannya meremas-remas sprei futon mencoba untuk mengurangi rasa sakit yang disebabkan oleh tangan kasar Sasuke. Tubuhnya memang berada disana, tapi pikirannya melayang entah kemana mencoba mencari jawaban yang paling tepat agar Sasuke tak kembali murka padanya.

"Ah!" Pekik Hinata histeris. Terlalu sibuk melamun membuatnya tidak menyadari bahwa tangan Sasuke mulai menyusup ke dalam paha Hinata dan mulai menyentuh titik tubuh paling sensitifnya. "A-aku mohon hentikan." Cicit Hinata sambil mencoba menarik tangan Sasuke dari apitan pahanya.

Bukannya menghentikan kegiatan, Sasuke makin gencar untuk mengerjai titik sensitif Hinata. Hinata pun semakin kelimpungan dibuatnya, sedikit-sedikit memekik keras, kemudian menolak disertai desahan-desahan kecil yang tertahan kala Sasuke mengerak-gerakan jarinya menyusuri milik Hinata yang sudah basah.

"Ba-baiklah, a-akan aku ceritakan." Seperti sebuah mantra akhirnya Sasuke menghentikan kegiatannya dan menarik keluar tangannya dari kimono Hinata. Masih terlihat jelas cairan bening milik Hinata yang tertinggal di jari-jari Sasuke. Tanpa merasa jijik sama sekali, Sasuke mengulum jarinya perlahan membuat Hinata sedikit berjenggit malu bercampur risih. "Ja-jangan begitu-" Pinta Hinata dengan wajah merah padam menginterupsi kegiatan Sasuke.

Sasuke hanya membalas perkataan Hinata dengan menyerigai kecil sampai akhirnya melepas kulumannya. Ditatapnya mutiara milik Hinata dengan obsidiannya yang seakan mengintimindasi. Hinata hanya bisa meneguk ludah melihat tatapan tajam milik Sasuke. Saatnya mengakhiri panggung sandiwara ini.

"A-aku-" Hinata terdiam, lagi-lagi masalah tatanan kata yang menganggunya. Tentunya Hinata harus memikirkan baik-baik setiap kata yang digunakan, salah ucap hanya akan membuat Sasuke semakin murka. Dan Hinata tidak menginginkan itu. "I-ingin menyelidiki negara yang bisa menjadi aliansi dengan desaku. Aku hanya ingin yang terbaik untuk mereka." Lanjut Hinata sambil membenahi kimononya yang berantakan.

"Dan kau sudah menemukannya? Negara mana yang akan kau pihak?" Cecar Sasuke pada Hinata yang cepat-cepat memutuskan kontak mata dengan Sasuke kala mendapati kilatan amarah tergambar jelas di onyx hitamnya.

Hinata menggeleng. Sungguh, sebenarnya Hinata hanya ingin melaporkan keadaannya kepada Hiashi dan biarlah Hiashi yang menentukan akan memihak kemana. Kalau ditanya seperti ini, jelas saja Hinata diam. Dia tidak tahu apa-apa tentang militer, strategi perang, aliansi dan lain-lainnya, jadi bungkam adalah jawaban yang terbaik yang bisa Hinata berikan.

"Kau tidak bisa jawab? Apa memang kau ingin berpihak Sunagakure? Maka dari itu kau memata-mataiku?" Kali ini Sasuke berbicara dengan nada berat yang seakan mengoyak hati Hinata. Sebenarnya kalau boleh jujur tentu saja Hinata lebih memilih untuk memihak pada Konohagakure, apalagi entah sejak kapan, hati Hinata sedikit tertambat dengan pemimpin negara tersebut walau tentu saja Hinata sudah berulang kali meruntuki kebodohannya karena sudah jatuh hati pada cassanova kelas 1 yang berbahaya.

"Su-sungguh aku tidak tahu, Uchiha-sama." Ucap Hinata takut-takut membalas rentetan pertanyaan Sasuke. "I-ini semua diluar kehendakku. Yang berhak memutuskannya adalah ayahku. Jadi-"

"Cukup!" Dengan suara lantang Sasuke menyela perkataan Hinata, membuat Hinata semakin meringkuk ketakutan memeluk kakinya sendiri. "Apa kau lupa perjanjian yang kita buat?"

"Per-perjanjian?" Tanya Hinata terbata-bata. Sungguh, Hinata lupa akan apa yang pernah dia janjikan pada Sasuke.

"Bukankah kau berjanji untuk mengikuti apapun kemauanku saat kalah bermain shogi? Kau lupa?"

"Ti-tidak, Uchiha-sama. Tapi bukankah itu-" Hinata tidak berani melanjutkan perkataannya takkala mendapati tangan-tangan Sasuke mulai merangkum wajahnya dan membawanya untuk saling menempelkan kening sehingga dengan mudah Hinata dapat merasakan hembusan nafas sang Uchiha.

"Keputusanku mutlak dan itu berarti kau harus tetap menjadi milikku dan selalu tidur denganku. Kau ini milik Sasuke Uchiha, itu berarti desamu juga milik Konohagakure." Dengan nada sedikit merajuk, Sasuke mengeluarkan semua keinginannya. Matanya yang kelam menatap lurus ke arah mata bulan Hinata. Sorot matanya seakan-akan menuntut jawaban 'ya' tanpa pernah memberikan kesempatan untuk berkata 'tidak'.

Hinata sempat mendengar bahwa Sasuke terkikik pelan setelah berbicara seperti itu. Oh, bagaimana Sasuke tidak menertawakan dirinya sendiri? Padahal banyak wanita yang memohon padanya untuk ditiduri, tetapi sekarang giliran Sasuke yang harus memohon untuk bisa tidur bersama dengan Hinata, tentu saja dengan konteks yang sebenarnya dan bukan konotasi yang negatif. Sasuke tidak habis pikir, bagaimana bisa gadis yang bahkan belum genap berusia 20 tahun ini berhasil mengambil alih dunianya, membuatnya candu akan aroma yang menguar dari badannya. Dan yang paling penting adalah, baru kali ini Sasuke merasa tersiksa karena tidak dapat menyentuh apa yang diinginkannya. Sesuatu yang kita anggap berharga membuat kita semakin posesif untuk menjagakan?

"A-aku senang kalau Uc-Uchiha-sama masih menerima desaku sebagai salah satu anggota aliansimu." Ucap Hinata tulus walaupun terlihat sedikit panik karena debaran jantungnya yang seakan meloncat keluar dari tempatnya. "Na-nanti aku akan bicara dengan Tou-san, agar mempertimbangkan tawaranmu. Tapi janji itu-" Hinata menunduk, lagi-lagi menyembunyikan wajahnya yang bulat dibalik poni ratanya.

Dengan sabar Sasuke menunggu Hinata untuk melanjutkan kalimatnya. Tiba-tiba rontaan Hinata membuatnya sedikit terkejut. Rangkuman tangan itu terlepas dari wajah Hinata. Hinata yang sudah bebas hanya memalingkan wajah untuk menghindari tatapan Sasuke yang masih syok akan penolakan Hinata. Ini pertama kalinya ada yang menolak seorang Uchiha. Padahal wanita lainnya datang dengan menggemis padanya, tetapi Hinata? Karmakah yang dia dapatkan? Haruskah kali ini Sasuke yang menggemis pada Hinata?

"A-aku tidak bisa." Lanjut Hinata dengan suara bergetar menahan tangisnya. Hinata sangat ingin untuk terus berada disisi Sasuke, tidak apa bila hanya sebagai 'teman tidur' Sasuke. Tetapi Hinata ingat akan satu hal, Sasuke adalah seorang pemimpin negara. Jabatannya itu membuatnya harus segera mempunyai keturunan segera setelah perang berakhir. Dan saat Sasuke akhirnya bersanding dengan wanita yang layak sebagai pendampingnya, sanggupkah Hinata melihatnya? Tidak! Sebelum itu terjadi Hinata harus mengubur harapannya dalam-dalam.

"Kenapa?" Terbesit rasa kecewa dalam nada bicara Sasuke. Sebenarnya bisa saja Sasuke kembali mengancam Hinata dengan mengatakan akan menghancurkan desanya apabila tidak menuruti kemauannya dan sederet ancaman menakutkan lainnya. Tapi melihat raut tersiksa gadis dihadapannya membuatnya mengurungkan niat jahatnya itu.

"Bu-bukankah setelah perang Uc-Uchiha-sama harus segera- umm-" Hinata kembali memotong perkataannya. Rasanya lidahnya kelu walau kata yang dia rangkai sudah berada di ujung lidahnya. "Me-menikah." Akhirnya Hinata kembali melanjutkan kalimatnya setelah berhasil mengatasi rasa gugupnya.

Sasuke sedikit menarik alisnya keatas mendengar jawaban Hinata. Sepertinya Sasuke yang memang tidak peka masih belum paham makna apa dibalik pernyataan Hinata. Hinata yang menyadari raut bingung Sasuke dengan cepat mencoba menjelaskan masalahnya sebelum sang Uchiha itu kembali menghujaninya dengan berbagai pertanyaan.

"Bu-bukankah itu berarti Uchiha-sama harus mencari seorang istri? Ja-jadi aku sudah tidak bisa menjadi gulingmu lagi." Jelas Hinata pada Sasuke yang terlihat mulai memahami titik permasalahannya. "A-aku tidak mau disebut sebagai penganggu." Ah, membicarakan ini membuat Hinata teringat kenangan pahit takkala para tetua keluarga Uchiha menghinanya dengan mengatakan bahwa Hinata tidak pantas bersanding dengan Sasuke.

"Kau memikirkan perkataan para orang tua itu?" Hinata terkejut mendengar pertanyaan Sasuke. Jadi selama ini Sasuke tahu?

"Ba-bagaimana Uchiha-sama tahu?"

"Kau kira orang-orang tua itu tidak menasihatiku, hah? Mereka selalu bilang kalau orang tidak jelas asal-usulnya sepertimu tidak pantas denganku." Sasuke berkata dengan nada sedikit mengejek, Hinata pun hanya bisa membalasnya dengan tersenyum simpul.

"Me-mereka benar. Aku-"

"Tidak! Mereka salah!" Potong pria berambut raven itu sambil merengkuh Hinata kedalam pelukannya. "Sekarang aku tahu asal-usulmu. Dan mereka tidak ada alasan lagi untuk menolakmu. Seandainya aku tidak tahu pun, akan kupastikan orang-orang tua itu menerimamu."

Mata pearl Hinata terbelalak lebar mendengar pernyataan Sasuke tepat disamping indra pendengarannya. Apa maksudnya?

"Uc-Uchiha-sama, apa maksudnya?" Hinata kembali bertanya pada Sasuke yang sedang posesif memeluk tubuh mungil Hinata seerat yang dia mampu.

"Aku sudah memutuskan. Kaulah yang akan menjadi istriku." Lamaran tanpa tedeng aling-aling membuat Hinata sedikit mengeryitkan alisnya ragu. Benarkah? Apa mungkin Sasuke hanya mempermainkannya saja?

"Ja-jangan bercanda Uchiha-sa-"

"Aku SERIUS!" Lagi-lagi Sasuke memotong perkataan Hinata. Sasuke benci saat Hinata mulai menyangsikan perkataannya. "Sungguh, aku serius." Hinata dapat melihat bahu Sasuke yang sedikit gemetar. Ketakutan mulai menguasai hati Sasuke, bagaimana kalau Hinata menolaknya? Masih sanggupkah Sasuke bertahan? Atau lagi-lagi dia akan menggunakan kekuasaannya untuk mendapatkan gadis itu? "Dan kau tidak berhak untuk berkata menolaknya." Karena tidak kunjung mendapat jawaban dari Hinata. Lagi-lagi Sasuke memanfaatkan kedudukannya, dengan menutup fakta bahwa itu berarti sama saja membuat gadis itu menuruti kemauannya terlepas apakah Hinata mencintainya apa tidak.

"Ti-tidak aku tidak pantas!" Sasuke berdecak kesal mendengar penolakan Hinata yang kesekian kalinya. Oh, tidak bisakah gadis itu sedikit lebih percaya diri? "Se-setelah perang selesai, pasti banyak keluarga daimyo yang akan berbondong-bondong menawarkan Uchiha-sama untuk menjadi menantu mereka, jadi bukan aku yang seharusnya mendampingi, Uchiha-sama."

"Kenapa tidak?" Tuntut Sasuke merengkuh tubuh mungil Hinata untuk menciptakan jarak diantara keduanya. "Harus berapa kali kukatakan kalau keputusanku adalah mutlak dan tak akan ada yang berani menolaknya, Haruno-san ah- maksud aku Hyuuga-san?" Sedikit mencibir Sasuke memanggil Hinata dengan marga aslinya. Lagi-lagi Sasuke menciptakan atmosfer mengintimindasi yang membuat pelipis Hinata semakin penuh dengan titik-titik keringat.

"Ka-kau mengancamku?"

"Ya, aku mengancammu." Persetan dengan semua keinginannya untuk membuat Hinata memilih dirinya karena gadis itu benar-benar menginginkan Sasuke Uchiha. Sasuke yang sudah kalap hanya berpikir bagaimana bisa mendapatnya sang Hyuuga tersebut, cukup dengan menulikan telinganya dan membutakan matanya dari gumaman-gumaman tidak jelas yang meluncur dari bibir Hinata dan mata pearlnya yang mendadak berubah sendu.

"-harus a-aku?"

"Hah? Tadi kau bilang apa?" Indra pendengaran Sasuke masih dapat menangkap gumaman yang keluar dari bibir Hinata. Tetapi gumaman itu tidak cukup jelas untuk dipahami oleh Sasuke.

"Ke-kenapa harus aku?" Hinata mendongakkan kepalanya untuk memandang langsung ke arah Sasuke. Ya, gadis ini harus mengetahui alasan kenapa pria ini bersikeras menjadikannya sebagai miliknya. "A-apa hanya untuk menjadi mainanmu? Aku tidak bisa kalau cuma hanya ja-jadi-" Nada bicaranya bergetar, ya, gadis ini tidak rela kalau ternyata yang ada dalam hati Sasuke hanya keinginan sesaat yang berujung pada kebosanan sehingga yang Hinata tahu, diakhir nanti pasti Sasuke akan meninggalkannya.

"Aku tidak tahu." Jawaban gamblang yang terlontar dari bibir Sasuke membuat Hinata sedikit mencelos. "Aku cuma ingin memilikimu, itu saja." Ya, Sasuke pun sebenarnya masih belum tahu apa arti dari rasa ingin memonopoli ini. Yang dia tahu, Hinata harus menjadi miliknya. Kalau Hinata tidak bisa menjadi miliknya, maka tidak ada orang lain yang boleh memilikinya.

"Bukan karena mencintaiku?" Lagi-lagi Sasuke dibuat terkejut dengan pertanyaan Hinata. Cinta, hah? Bukankah sering berpetualang dengan wanita-wanita jalang membuatnya kebas akan rasa cinta? Jadi keinginan untuk memiliki itu karena rasa cintanya pada Hinata? Tapi sejak kapan? "A-aku punya impian-" Pikiran Sasuke kembali fokus kepada Hinata setelah sesaat hilang karena memikirkan pertanyaan Hinata. "Kalau nanti aku akan menikah dengan orang yang aku cintai. A-aku tidak mau begini."

"Jadi kau tidak mencintaiku?"

"Bukan begitu." Jawab Hinata lirih. "A-aku tidak mau kalau itu semua hanya keinginan sesaat. Aku takut kalau nanti Uchiha-sama mulai bosan padaku dan meninggalkanku karena-" Kebiasaan lama memang tidak bisa ditinggalkan, seperti kebiasaan Hinata yang suka memotong perkataannya untuk sekedar mengambil nafas dan mengatur dadanya yang berdegup kencang. "Se-sepertinya aku mulai menyukai Uchiha-sama." Bersamaan dengan kalimat yang telah selesai, Hinata memalingkan kembali mukanya yang merah padam.

Sasuke menyerigai mendengar jawaban Hinata. Oh, jadi penolakan yang dilakukannya bukan karena Hinata tidak menyukainya, tetapi karena Hinata takut akan ditinggalkan olehnya. Jadi Hinata sebenarnya mencintainya? Kalau begitu bolehkan Sasuke juga menyebut perasaan yang ada dalam dirinya sebagai konteks bentuk rasa 'cinta' juga?

"Kalau aku berjanji tidak akan meninggalkanmu apa kau mau menerima pinanganku?"

"I-itu-"

"Aku berjanji tidak akan bermain dengan wanita lain lagi."

"Uc-Uchiha-sama."

"Aku berjanji tidak akan pernah meninggalkanmu."

"Tu-tunggu dulu, Uchiha-sa-"

"Dan yang terakhir aku berjanji akan berusaha mencintaimu. Apa itu cukup?"

.

.

.

Hinata yang mendengar pernyataan Sasuke hanya bisa terkejut dengan bibir yang membentuk hurud 'o' kecil. Jujur saja, walaupun Hinata mendengarnya dengan jelas melalui telinganya yang masih berfungsi dengan baik. Hinata masih belum bisa percaya, apa benar pria dihadapannya ini berkata akan berusaha mencintainya itu berarti-

"Bu-bukankah Uchiha-sama sendiri yang bilang tidak tahu?" Hinata mempoutkan bibirnya takkala mendapati ketidak konsistenan jawaban Sasuke.

"Saat ini aku memang tidak tahu." Sasuke mencoba jujur pada Hinata, membuat Hinata semakin cemas bahwa Sasuke hanya mempermaikannya semata. "Makanya aku ingin mencoba mencari tahu, kau maukan membantuku?" Dengan nada sedikit jahil Sasuke kembali membawa wajah Hinata kedalam rangkuman tangannya. Kedua ibu jarinya asyik membelai pipi Hinata yang chubby dan menggemaskan.

"Ka-kalau nantinya Uchiha-sama mengkhianatiku?"

"Oh, itu berarti kita satu sama. Bukankah kau yang duluan berkhianat?"

"Uchiha-sama! Ini dan itu berbeda!" Sasuke ingin kembali terkikik geli mendapati raut wajah Hinata yang seakan menangkap basah dia akan kembali bermain dengan wanita lain.

"Tidak akan." Jawab Sasuke lembut dan mulai menciumi kening Hinata yang tertutup poni ratanya. "Kalau aku sampai berbuat seperti itu kau boleh meninggalkanku-" Sasuke memberikan jeda sejenak sebelum akhirnya melanjutkan lagi kata-katanya. "Yah, walaupun aku tidak yakin akan membiarkanmu lari semudah itu."

"EGOIS!" Teriak Hinata bersunggut-sunggut. "Aku benci."

"Tapi aku suka." Dan kata-kata Sasuke yang kelewat jujur membuat titik-titik merah kembali merambah di pipi chubbynya. Apa maunya sih pria ini? Dalam satu hari bisa membuat Hinata takut, sedih dan senang dalam waktu yang hampir bersamaan.

Hinata merasakan tangan Sasuke yang mulai membelai serta memeluk punggungnya membuatnya tanpa sadar membalas pelukan Sasuke yang membuatnya nyaman. Hinata sudah lupa bagaimana saat bibir tipis Sasuke meluncur menuruni hidungnya sampai akhirnya mencium dengan bibir mungil miliknya. Kali ini Hinata tidak melawan. Malahan Hinata terlihat sangat menikmatinya. Karena saat ini bukanlah pemaksaan ataupun keinginan sepihak salah satunya. Tapi karena keduanya yang mulai bersatu menjadi 2 individu yang saling berusaha untuk mencintai.

Sasuke terlihat ingin menelan hidup-hidup gadis yang ada didekapannya ini. Nafasnya memburu ketika ciuman yang awalnya hanya berupa kecupan kecil berubah menjadi pagutan penuh nafsu. Tentu saja yang menguasai permainan ini adalah Sasuke. Karena jam terbang Sasuke tentu sudah lebih banyak daripada Hinata yang masih hijau dan tidak tahu apa-apa.

"Uhhmm- mmmm-" Hinata melenguh ditengah-tengah pagutannya, pasukan oksigen yang semakin menipis memaksanya untuk meronta meminta kebebasan dari kungkungan tangan besar Sasuke. Kepalanya yang bergerak kesana-kemari membuat setitik saliva yang telah bercampur keluar menuruni sudut bibirnya.

Seakan mengerti akan kondisi pasangannya yang tersiksa. Akhirnya dengan berat hati Sasuke melepaskan pagutannya dengan Hinata. Jujur saja, Sasuke tidak rela segera melepaskannya begitu saja. Karena sensasi saat berciuman dengan Hinata menimbulkan sesuatu perasaan yang aneh. Perasaan yang berbeda saat dulu dia bermain-main dengan para wanita lainnya. Sasuke tahu, bahwa dia tidak akan pernah bosan pada Hinata. Karena Hinata sudah seperti nikotin yang merasuk dalam darahnya ketika sang Uchiha tersebut menghisap pipa-pipa berisi tembakau buatan negeri sebrang.

"Mesum." Hardik Hinata kelihatan kewalahan untuk sekedar mengambil nafas. Bibir pinknya terlihat bengkak dengan efek berkilauan karena saliva yang melumurinya.

Sasuke kembali mendekat, membuat Hinata mengambil jarak dan mundur sedikit demi sedikit setelah menemukan mata obsidian yang berkilat seakan hendak menerkamnya. Tetapi pergerakan Hinata tertahan ketika Sasuke berhasil mendempetnya dengan tembok dan mengenggam tangannya untuk diletakkan diatas kepala membuat posisi Hinata terkesan erotis, apalagi setelah sebagian kimono Hinata yang terbuka dan berantakan.

"Ma-mau apa kau, Uchiha-sama?" Tanya Hinata sambil memejamkan matanya. Oh, Kami-sama! Apakah dulu Sasuke memang rekernasi seekor harimau sehingga hobi menerkamnya seperti ini?

"Tentu saja aku ingin menandaimu." Sasuke berbisik dengan nada yang menggoda tepat ditelinga Hinata. Membuat Hinata sempat merasakan nafasnya yang mengelitik permukaan kulit lehernya. "Kau milik Sasuke Uchiha sekarang."

"Ma-maksudmu?"

"Aku akan membuat tubuhmu ingat akan rasaku." Sambil mulai membenamkan kepalanya diperpotongan leher dan bahu, Sasuke kembali bergumam. "Dan yang paling penting aku ingin kau meneriakan namaku. Bukan Uchiha-sama, tetapi panggil aku dengan Sasuke." Seringaian Sasuke makin menjadi kala tiba-tiba mata bulan itu terbuka lebar dan memandang Sasuke dengan tatapan horor.

.

.

.

Ok, saya mencoba membuat adegan yang penuh FLUFFY! Atau apalah itu namanya. Walau akhirnya berakhir failed karena memang saya nggak ada sense romance sama sekali. Dan maaf banget kalau adegannya gaje dan banyak typo, naskah ini sudah ada beberapa minggu yang lalu dihp Ney. Tapi males ngepublishnya and nggak dibaca ulang.

T hanks buat siapapun yang sudah baca dan masih mengingat cerita ini. Berhubung saya berada dalam keadaan buru-buru sekali, jadi ya— ya gitudeh.

And last!

REVIEWMU SEMANGATKU!

MIND TO RnR?