Summary : Gillbert udah libur! Dia sekolah di luar negri (gaya) dan baru sekarang pulang setelah 3 tahun ngedekem di asrama.

Rencana : Ketemu Elizavetha-sok-soan ngobrol ala temen lama-ajak jalan -nembak-jadian.

kencan-hangout sama duo idiot-kencan-tidur-kencan-menyebarkan asas awesome-kencan.

Awesome banget bukan? Tapi dia terjebak di rumah bersama adiknya yang gak unyu itu. Udah mau tiga tahun, tapi pendiem banget. Gillbo malah curiga, jangan-jangan nih anak kena kelainan lagi. Dari potongan rambutnya sih, udah jelas banget dia gak akan se awesome kakaknya.

Adik adalah salah satu bentuk pencemaran, perusakan karakter, dan penganggu. Dan semakin hari, pikiran itu makin kuat di hati Gilbo.

SAY NO TO BRUDAAAAA!

Include : AU, chibi!German, Chibi!italia Brother, bahasa geje, typo, dll, dst

Gilbo, Ludwig, dan sederet tokoh Hetalia dari Hima-papa


Gillbert membalikkan badannya dari tengkurep menjadi telentang. Gak awesome! Udah hampir seminggu. Liburannya yang harusnya awesome bener bener asem! Ini sih kayak cuma pindah tidur dari asrama ke rumah. Dia harus jagain adiknya, si Luddy-pala-kuning-rata karena orangtuanya merasa mereka butuh bulan madu kedua.

Dan dia, Gillbert remaja awesome, harus menghabiskan liburan dengan nyuapin bubur, bikinin susu, ganti popok, dll, dst, dkk.

Luddy dateng dengan berjalan tertatih-tatih. Keberatan popok, kali dia...

Apa Gilbo sayang pada adiknya? Tau deh. Apakah Gilbo SEKARANG sayang adiknya? Tidak.

Dulu sih, sebelum ada si Luddy dia bisa main kemana aja. Tinggal kunci rumah, beres.

Sekarang mau kemana-mana harus mikir dulu, kalau ikut acara temen, harus bawa Luddy, kalau enggak, ngebangkai di rumah.

AAAKH! Buat apa sih adek. Dia sendiri aja udah cukup. Pemerintah juga kasian kan kudu dapet beban satu biji lagi. Mana gak awesome kayak si Luddy lagi.

Gillbert lalu duduk. Oh ya! Ajakin si dua anak sableng itu aja!

"Halo, Francis? Dimana lo? Apa? Paris? Pulang kampung? Mana ada pulang kampung ke Paris. Itu sih namanya pulang kota. Hah? Garing. Jenggot lu garing!

Kapan lu balik? ooh. He eh. Minggu depan udah pulang? Bawain menara Eifel ya. Hah? Menara yang elo? Mak...NAJIS!

Iya. Gak kemana-mana. Gua ngurusin si pala-rata...Adek gua. Bukan. Pantat gua emang rata, tapi kepala dia lebih rata lagi. Iya, si Ludwig. Niatan gua mau ngajakin lu main di rumah biar gak ngebangke. Ya udah deh, gua coba telpon si Antonio. Hati-hati ya bro."

"Halo, Antonio! Lu lagi dimana? Di rumah? Sendiri? Beneran gak ada orang? GEBLEK! Mana mau gua nge raep lu!

iya. Main ke sini dong. Bawa makanan yang banyak. Ayolah amigo, masa kau tega melihat sahabatmu yang awesome ini lumutan sebagai babysitter? Oh, lagi ada sodara...Hm...ajak aja sodaranya ke sini...Hah? Lagi ke bonbin? Terus ngapain lu pamer ada sodara? SI Francis lagi berbinal ria dibawah menara Eifel. He eh. Nengokin engkokngnya. Pokoknya gua tunggu lo! Adek gua? Iya ada. Makanya gua sebel...ok. Thanks Bro,".

Lumayan. Seenggaknya ada orang yang bakal nemenin dia.

Tok-tok-tok.

Gila, cepet amat si Antonio dateng. Gillbert langsung berjalan dan membuka pintu. Tapi yang ada didepannya bukan si tomatomania itu.

"Hei, Gilbo, lumutan ya?" Elizavetha, anak rumah sebelah.

"Hah, Elz. Gua kira si Antonio. Ngapain? Masuk dulu, deh," Gilbo mempersilahkan Elizavetha masuk.

"Gak usah. Gua ada urusan habis ini. Cuma mau ngirimin kue doang kok. Mama habis masak," Elizavetha memberikan piring yang tertutup tissue.

"Danke. Liburan kemana aja, lu?" Gillbert mengintip piring berisi kue kering.

"hehehe," tiba-tiba Elizavetha tersenyum mencurigakan.

"Hah?" Gilbo mencomot satu kuenya.

"Gua...di ajak nonton sama si kakak piano. Tau kan? Yang pindah ke Austria, doi baru balik kemarin,"

Gillbert berhenti mengunyah. Ia terdiam sebentar sebelum membuka mulutnya lagi.

"Wah, hebat juga lo. Pasang pelet dimana?" BRUAK. Gillbert tersungkur kelantai akibat tonjokan keras Elizavetha.

"Becanda...Kapan?" Gillbert berdiri dan memungut kue-kue yang terjatuh. Lumayan. Belum lima menit.

"Hari ini. Kalo bukan buat nganterin kue, gua udah berangkat sekarang. Yuk ah, gua duluan ya. Salam buat Ludd!" Elizavetha sambil melambai bersemangat.

"Elz!" Eliza berbalik.

"Hmm? Gua cantik? Emang," Eliza nyengir. Sebenarnya Gillbert ingin dia yang mengatakan itu, tapi yang keluar dari mulutnya adalah,

"Jangan pergi!"

"Hah?" Eliza berhenti.

"Kenapa?"

"So...soalnya...si Roderich..."

Eliza menunggu.

"Roderich itu...Homo!"

"Kirain mau ngomong apa...Lucu deh. Kalau si Roderich homo, lu apaan? Banci albino homo?"

"Dia gak suka sama cewek jelek! Apalagi yang kayak lo!"

Eliza diam. Gill malah terus meracau.

"Sok-sok an manjangin rambut. Mending kalo cocok. Lu jadi kayak tarzan kota! Apalagi bunga di kepala lo! Kalau jelek ya jelek aja!"

"Diem gak lo..." suara Eliza makin dalam. Tangannya bergetar.

"Hahah. Mimpi lo jalan sama si Roderich. Paling dia cuma kasian, atau lagi taruhan gak jelas sama temannya," Gillbert tertawa.

Plak. Gillbert memegang pipinya yang memanas. Eliza menarik lagi tangannya yang perih,

"Padahal sebenarnya gua seneng akhirnya temen baik gua pulang dari asrama, Gill..." butir air mata jatuh, dan Eliza segera lari menjauh.

Gillbert membanting pintu.

Padahal dia sudah menyiapkan tekad akan mengajak Eliza jalan-jalan liburan ini...bahkan lebih. Dia ingin melewati batas dari sekedar teman masa kecil. Tapi gara-gara si Luddy-pala-kentang...

Dan sekarang, Eliza pasti sedang bersenang-senang bersama si Roddy itu...Gillbert terduduk, bersandar ke pintu. Padahal hanya saat liburan ini dia bisa bertemu dengan Eliza mengingat sekolah mereka yang berbeda. Harusnya Eliza berkata pada orang lain,

"Iya, aku diajak jalan sama Gillbert, anak awesome yang sekolah di asrama keren itu, loh" bukannya sama si anak-baru-pulang-dari-austria itu...

Ludwig merangkak kearahnya.

"Seem? Nangis?" tangan mungilnya menggapai pipi Gillbert yang basah.

Gillbert memandangaanak di depannya. Sam sem sam sem. Awesome, owak! Semuanya gara-gara lo, bocah. Coba lo gak ada, gua udah berhasil nge gaet si Elz, sekarang.

Gillbert berdiri, masuk ke kamarnya, mengambil jaket dan berjalan ke arah pintu. Ia lalu keluar dan mengunci pintu, meninggalkan Luddy sendiri di rumah.

"Gua ke rumah lo sekarang." ia mengetik SMS dan mengirimkannya pada Antonio.


"Luddy mana?" Antonio berjalan di depan Gillbert dan masuk ke kamarnya. Gillbert segera menghempaskan diri di tempat tidur Antonio, melihat sekeliling sebentar, dan mengambil majalah di dekatnya.

"Ada di rumah,"

"Gak di bawa?" Antonio duduk didepan komputernya.

"Ngapain. Repot." Gillbert membalik majalahnya.

"Gak papa padahal. Gua juga lagi nganggur,"

Gillbert menurunkan majalahnya dan menatap Antonio yang sedang menatapnya juga.

"Justru karena ada lo gua jadi khawatir," Gillbert kembali membaca majalahnya.

"Elizavetha ya?" Antonio menggeser kursi koputernya hingga kedekat Gillbert.

"Ha?" Gillbert berusaha terdengar sebiasa mungkin.

"Kenapa lagi sekarang?" Antonio memeluk senderan kursinya.

"Dia pergi jalan-jalan,"

"Sama?"

"Si Roderich,"

"Bukannya udah biasa? Lagian emang cocok kok..."

"Oh..."

"Amigo...majalahnya kebalik..." Antonio mengangkat majalah Gillbert. Lalu berdiri dan menunduk di atas Gillbert.

"Udah, lah, ngapain ngurusin mereka. Daripada nunggu, mending coba yang lain. Lo kan punya gua," Antonio menaruh kedua tangannya di samping kepala Gillbert.

Suasana hening.

"Bella ya?" Gillbert mamandang mata Antonio yang tepat di atasnya.

Antonio langsung berdiri tegak, dan...

"Huaaa! Bella gak boleh kemana-mana sama kakaknya! Gua kemarin mau ajak jalan, yang angkat telepon si Muller!"

"Lo telpon ke rumah?"

"Ke HP lah!"

"Buset. Ngeri amat tuh Belanda sebiji." Gillbert lalu duduk di tepian tempat tidur, menonton Antonio yang guling-guling sambil bersimbah air mata.

"Bellaaa! HUuuaaaa! Abang rinduuu," Antonio mulai bertelenovela ria.

"Udahlah, bruder, si Eliza juga...jugaa...Huaaaa" Gillbo berlari dan mulai berpelukan dengan jijainya dengan Antonio. Mereka menyamakan suara dan mulai menangis.

"Homo," mereka berhenti dan menoleh demi mencari suara kurang ajar yang barusan ngomong.

Seorang anak kecil, bontot, muka siap-ditabok, sedang memakan tomat utuh sambil memandang Gillbert dan Antonio.

"Lovino!" Antonio menjerit.

"huh! Padahal tadi mau di panggil, soalnya kita bawa kue," Lovino berjalan dengan dagu terangkat meninggalkan mereka.

"Lovinooo! Tunggu kakaak! Eh, Gill hayu! Mau kue gak?"

Gillbert berdiri, dan berjalan beriringan Antonio.

"Siapa tuh bocah?"

"sepupu gua. Lovino. Lucu ya? Kembar loh,"

"Buset, sebiji aja udah ngeri."

"Enggak. Kembarannya anak baik-baik,"

"Bro, ngomong-ngomong, gua dapet pelajaran berharga."

Antonio berhenti dan memandang Gillbert.

"Apa itu, sahabatku?"

"Kayaknya kita kudu pertimbangkan lagi buat temenan sama si Francis. Gua ngerasa kayaknya kita ketularan aura mahonya..."

Antonio menepuk pungak Gillbert,

"Kau benar, sahabatku...Sungguh pikiran yang luar biasa...Gua jadi merinding kalo inget di kamar tadi...Lo agresif juga ya?"

"Geblek! Kan lu duluan yang nyerang gua. 'lo sama gua aja'. Cuih! Maho abis, lo!"

"Eh, yang meluk gua siapa?"

"Gua terbawa suasana, bro!"

Dan saat Gillbo sudah siap memanggil Gillbird untuk menyerang Antonio dan Antonio siap mengeluarkan Tomatomonnya, suara mama Antonio terdengar dari bawah.

"Antoniooo, ini ada kuee!"

"Sie, mama! Udah ah, lupain aja. Nanti kalo si Francis udah balik, kita hipnotis, kita tuntut dia memberikan kompensasi buat merusak otak, dan kita cuci otaknya,"

"Good idea!"

Dan mereka segera berlari untuk memakan kue.


SAYA SUKA Duetchland BRUDER! *eh, bener gak tuh nulisnya?*

ff ini lebih berpusat pada pandangan Gillbo sebagai kakak.

gityuuu.

Mind to RnR?

Danke :D