Catatan: makasih banyak atas komentar dan respons kalian, ya~! (\^^/) Saking girangnya ampe pengen naburin bunga nih… beneran, deh! Sekali lagi, kalau ada pendapat atau sesuatu yang mengganjal mending login biar bisa dibalas langsung. Kasihan kalau panjang-panjang tapi anonymous, niscaya hanya dianggap hiburan semata. Omong-omong, kayaknya semakin ke chapter atas akan semakin ekstrim. Buat yang kagak kuat mental, terus dibaca ajalah, hitung-hitung nambah pengalaman. Nanti juga terbiasa kok, ehehehe. Yaudahlah, selamat membaca~!

Disclaimer: Masashi Kishimoto dan Blue Lagoon


Icha Icha Paradise Difilmkan


Chapter 5 Pengambilan Gambar Awal

.

.

.

Siang itu mentari bersinar amat cerah di sekeliling rumah-rumah tidak berpenghuni di wilayah Uchiha. Sejak pembantaian klan beberapa tahun lalu, selain rumput liar dan berbagai kerusakan serta keretakan di mana-mana, tidak ada satupun yang berubah di sana. Semua dibiarkan sebagaimana adanya, dan tentu saja, hal ini membuat darah Sasuke Uchiha menjadi sangat bergejolak menahan amarah. Setiap kali dia memandang, yang terlihat di kedua belah matanya yang gelap itu adalah darah dan mayat bergelimpangan tanpa nyawa, serta tubuh Itachi yang bersimbah darah.

"Ini tempat terbaik untuk pengambilan babak awal, kawanan anak buahmu menculik Hinata dan menyeretnya ke sini. Mendadak kau datang seolah menolongnya, padahal justru kau malah ingin menjadikannya budak seks terbarumu." Kakashi muncul dari belakang Sasuke dengan pengeras suara yang tidak asing lagi. Setelah mengumpulkan semua kru dan pemain, dengan seenaknya ia menyeret mereka ke sana. Bantuan enam tubuh Pain dan sedikit tatapan Itachi amat sangat membantu.

Diliriknya sejenak bekas darah mengering di dekat dinding tempatnya bersandar, kemudian Kakashi berseru senang, "tempat mencekam seperti ini cocok sekali dengan awal adegan yang dramatis~!"

Nyaris semua kru menggelengkan kepala, berpikir bagaimana Kakashi tega berbuat demikian kepada Sasuke. Memang sih, selama ini Kakashi selalu bertindak sesuka hati tanpa memedulikan perasaan orang lain, tapi kok kali ini sepertinya dia sudah sangat kelewatan sekali. Tsunade dan Shizune bahkan memberikan simpati mereka untuk Sasuke.

"Benar-benar membangkitkan kenangan 'kan, Sasuke?"

Pemuda yang diajak bicara itu sama sekali tidak mengucapkan sepatah katapun. Wajah tenang yang senantiasa tampil dingin itu tidak menunjukkan ekspresi apa-apa. Namun, semua orang yang berada di lokasi seolah-olah dapat merasakan perasaan Sasuke. Yang benar saja, bahkan Iruka tidak sengaja menjatuhkan kamera sewaktu mengelap hidungnya yang berair.

"Kenapa kalian diam saja? Jangan lupa tugas kalian sebagai bawahan Sasuke! KIBA! SHIKAMARU! KANKURO! KALIAN BERLATIH MENYERGAP HINATA!"

Hinata yang sedari tadi terdiam di belakang pemain lainnya mendadak terkesigap kaget. Wajahnya pucat pasi saat menyadari bahwa Kakashi menyebut namanya, sementara Kiba, Shikamaru, dan Kankuro pun memiliki keterkejutan yang sama dengannya. Kiba menatapnya dengan tatapan penuh rasa iba, seolah mengatakan maafkan aku.

Hinata bergidik, apa dia akan benar-benar diperkosa beramai-ramai oleh—

"APA YANG KALIAN BERTIGA LAKUKAN? BERLATIHLAH BERSAMA YAMANAKA!" Kakashi kembali memberi perintah dengan pengeras suaranya, dan menginstruksikan Sasori untuk mengawasi latihan keempat remaja Konoha yang masih polos itu.

Kiba menggeram sebal sembari mengelus bulu Akamaru. "Apa sih maksudnya, mana sudi aku menjadi bawahan orang sejahat Sasuke? Menyergap wanita bukan sifatku."

"…" Shikamaru bahkan terlalu malas untuk sekedar berpendapat.

"Dan kenapa harus menyergap Hinata nantinya? Latihan dengan Ino pula?" herannya wajah Kiba mendadak berwarna merah padam, mirip sekali dengan kepiting rebus saat melirik Ino.

"Seenaknya saja aku yang dijadikan peran pengganti!" Ino ikut menyuarakan pendapatnya. "Jangan berani-berani kalian, awas ya! Gadis manis cantik seksi sepertiku lebih cocok menjadi tuan putri yang berada di istana, menunggu pangeran tampan dengan rambut dan mata gelap seperti Sasuke…"

"…" Shikamaru sepertinya ingin membantah sesuatu, tapi dia terlalu malas untuk menyuarakan pendapatnya. Ia paling benci terlibat dalam hal gila seperti ini, namun belum ada cara yang bagus untuk melarikan diri. Sutradara mesum satu itu terlalu lihai dalam mengendalikan keinginan mereka, sial.

"Peran ini sangat tidak cocok buatku." Ino mengibaskan rambut pirang panjangnya dengan gayanya yang anggun. "Memalukan sekali, kenapa tidak si jidat lebar saja yang berperan begini?"

"Seharusnya aku yang berperan sebagai psikopat!" Kankuro setengah berteriak tidak mau kalah, mana tidak sinkron pula. Masih terpikir adiknya Gaara yang mendapatkan peran yang lebih signifikan. "I-ini sangat menjijikkan tahu! Dan aku tidak tahu cara menyergap—"

Sasori si imut berambut merah tersenyum menggoda, "tenang saja, aku akan mengajarkan cara menyergap yang baik dan benar. Kalian perhatikan baik-baik atau terpaksa kugerakkan dengan sedikit keterampilan kugutsu yang indah, bagaimana?"

"…"

"…"

"…"

"…"

Serentak semua orang bertingkah serupa dengan Shikamaru, masih sayang nyawa yang cuma selembar di badan. Sasori pun mengangguk pelan, lantas mengeluarkan beberapa gulungan dari balik jubahnya. Penyergapan yang sebenarnya pun dimulai.

.

.

Hinata menggelengkan kepalanya yang masih terasa pusing akibat diseret oleh Sasori tadi pagi. Ia masih setengah terlelap ketika menyadari bahwa sesosok tubuh tinggi besar dengan wajah tampan tengah menggendongnya ke lokasi syuting, ditemani oleh sesosok pemuda berwajah manis yang mengatakan bahwa peran di film Icha Icha Paradise mengharuskannya untuk berangkat pagi itu juga. Yah, tanpa banyak cakap Hinata pun mengikuti kemauan anak buah Kakashi yang semaunya itu.

Terlalu banyak hal yang terjadi dalam dua hari belakangan, dan itu membuat kepala Hinata nyaris pecah. Mendadak terpilih sebagai pasangan Naruto dalam film porno terpopuler, Icha Icha Paradise, Naruto mengajaknya untuk kawin lari, ayahnya mengizinkan Naruto menginap di rumahnya, dan kemarin malam ia nyaris saja bercinta dengan pria yang sudah lama ia kagumi. Uzumaki Naruto, mendengar namanya disebut saja hati Hinata langsung berdebar-debar tidak karuan.

"Uzumaki Naruto… kenapa dia tidak muncul hari ini?"

Hinata mendengar Sasuke bertanya ke arahnya. Pandangan mata Sasuke sangat tajam, menusuk hatinya. Hinata tergagap, agak bingung juga bagaimana menjawab pertanyaan mengenai Naruto. Apalagi jika ditatap dengan cara seperti itu, mirip dinterogasi ketimbang ditanya.

"A-aku kurang tahu, aku pergi ke sini sendirian." Hinata susah payah menjawab pertanyaan Sasuke, lantas langsung mengalihkan pandangannya ke samping. Rumput liar yang tinggi menjulang itu berdesir sesaat tertiup angin. "Aa… rasanya pasti tidak enak jika kita syuting di sini, bu-bukan? A-aku turut berduka cita mengenai apa yang terjadi dengan klanmu…"

"Jangan sok bicara seolah kau memahami perasaanku." Sasuke memotong kata-kata Hinata tanpa ampun. Kedua mata hitamnya berkilat tajam. "Kata siapa aku butuh simpati dan belas kasihan? Kau pikir melihat tempat ini membuatku bersedih? Sama sekali tidak, justru hal seperti ini menambah semangatku. "

Hinata menggigit bibirnya dengan gugup. Sasuke yang berada di hadapannya telah banyak berubah. Sasuke yang kini berada di hadapannya kini hanyalah seorang pemuda yang dikendalikan oleh amarah dan dendamnya kepada kakaknya sendiri.

"Bu-bukan maksudku untuk turut campur, ta-ta-tapi ber-berpikir se-seperti itu tidak baik… dan kami semua di sini terus memikirkan dirimu sa-saat kau tidak berada di sini, terutama Naruto-kun…"

Sasuke mendengus dengan angkuh, "pikiran naïf seperti Naruto itu yang membuatku muak, sangat muak. Katakan, apa orang yang sedari awal tidak memiliki apa-apa itu bisa merasakan apa yang aku rasakan saat ini? Apa dia bisa memahami sakitnya kehilangan semua orang yang berharga baginya di tangan orang yang paling ia percayai?"

Hinata tidak berani mengucapkan sepatah katapun, dan menunduk takut.

"Berbeda dengan diriku, si bodoh itu tidak mempunyai keluarga, sama sekali tidak mengerti arti kasih sayang orang tua, sanak saudara, dan—dan arti persaudaraan. Dan dengan sombongnya dia berkata bahwa ia bisa memahamiku? Jangan bercanda." Sasuke melanjutkan perkataannya. Entah kenapa hatinya terasa teriris-iris. "Biar kubunuh semua orang yang berharga baginya, apa dengan begitu ia masih bisa menganggapku teman?"

Gadis Hyuuga itu memang penakut dan gugup, tapi ia tidak rela mendengar Naruto dijelek-jelekkan oleh sahabatnya sendiri. Terlebih lagi, Sasuke sepertinya berencana membunuh semua teman Naruto. "Ke-kenapa kau berpikir bahwa Na-naruto-kun tidak dapat memahami perasaanmu? Aku tahu bagaimana Naruto-kun se-selama ini sangat memedulikanmu, memikirkanmu, dan bahkan selama bertahun-tahun ini dia tetap menganggapmu sebagai orang yang paling penting baginya… a-aku bisa membuktikan bahwa—"

"Bagaimana Naruto bisa mendapatkan banyak sekali orang bodoh sepertimu yang sama-sama sok tahu dan suka ikut campur?" kata-kata Sasuke yang sedingin es membuat Hinata seakan mati berdiri. Pemuda tampan bernama Uchiha Sasuke itu berjalan mendekatinya. "Katakan, apa yang membuatmu mendukung kebodohannya?"

"NA-NARUTO-KUN BUKAN ORANG SEPERTI ITU! KAU SALAH!"

Hinata berteriak keras tanpa memedulikan kondisi sekitarnya. Selama ini dia selalu mengikuti perkembangan Naruto dan terkadang mengikuti apa yang tengah diperbuat oleh si pemuda rubah itu. Naruto selalu memedulikan Sasuke, dan bahkan rela mati demi Sasuke. Dia yang paling memahami betapa pentingnya Sasuke bagi Naruto, karena ia pun menempatkan Naruto di posisi yang sama. "DIA ORANG YANG SANGAT MEMERHATIKAN SAHABATNYA, TERUTAMA DIRIMU!"

"Apa yang kau—"

"SELAMA INI NARUTO-KUN TERUS MENCARI CARA AGAR KALIAN BISA KEMBALI SEPERTI DULU, TA-TAPI KAU MALAH BER-BERPIKIR SEBALIKNYA!"

Dengan tidak sabar Sasuke menarik Hinata ke dalam pelukannya, dan menciumnya dengan sangat kasar.

Ciuman Sasuke terasa sangat berbeda. Ciuman yang kasar, dan liar, seakan pria itu belum pernah berciuman dengan seseorang sebelumnya, namun terasa sangat menggairahkan. Kepala Hinata terasa sangat pusing dan dadanya berdesir dengan sangat kencang. Debaran itu semakin menguat ketika bibir Sasuke mulai menyapu bibirnya, dan mengisap kemanisan dari mulutnya.

"Apa—"

.

.

Ketika Naruto membuka kedua matanya, ia tengah melihat beratus-ratus bintang bergemerlapan dengan sangat indah. Dengan cepat ia berusaha bangun, tapi dengan sangat cepat pula ia terjatuh kembali ke kasur lipatnya. Kepalanya sangat sakit, dan tubuhnya sulit untuk digerakkan. Terdengar raungan Kyuubi yang terus memanggilnya, seolah mengejeknya. Hei, bukan salahnya untuk terus-terusan mandi air dingin semalam suntuk, dan bukan salahnya untuk terus berpikiran mesum setelah apa yang terjadi semalam. Mana ada pemuda berdarah panas yang mampu untuk berhenti setelah nyaris bercinta dengan—

"Apa sih yang kau pikirkan sampai demam hebat seperti itu?" Sakura masuk dengan membawa secawan besar air panas dan segelas ramuan kental berwarna ungu tua. Wajah yang biasanya riang itu terlihat sangat khawatir. "Dini hari tadi kau demam parah sekali, bahkan sampai mengigau…"

"Sakura, kenapa kau berada di sini?" dengan suara sengau Naruto bertanya. Bahkan dia sendiri terheran-heran dengan suara dan kondisinya yang seperti itu. Selama ini daya tahan tubuhnya sangat bagus, dan tidak pernah sekalipun bermasalah. Chakra Kyuubi juga selalu membantu tubuhnya cepat pulih, jadi apa yang sebenarnya terjadi?

"Jangan menjawab pertanyaanku dengan pertanyaan, dan cepat teguk obat ini." Sakura memerintahkan sahabatnya itu. Dibantunya Naruto untuk menenggak ramuan yang baru saja ia buat tadi. "Seenaknya saja mendadak sakit tengah malam dan memanggilku yang tengah beristirahat… kau ini memang suka sekali merepotkan orang lain, ya."

Naruto masih sempat-sempatnya nyengir lebar sembari meminum obat. "Tadi malam aku terus mandi dengan air dingin, dan tanpa sadar sepertinya aku tidur dengan baju basah… yah, aku sendiri tidak ingat, sih…"

"Pasti tidak bisa tidur karena otakmu mesum."

Sakura menebak dengan sangat jitu, lalu mengelap sisa obat di ujung mulut Naruto. Wajah Naruto sempat tersipu merah saat Sakura membantunya. "Huh, memang ada juga orang yang tidak bisa dewasa sepertimu, asal saja menyetujui permintaan gila Guru Kakashi, bahkan tinggal di tempat ini."

Naruto tergelak-gelak mendengar pendapat Sakura. Sudah cukup lama ia tidak bicara seperti ini dengan Sakura sejak gadis itu berkata bahwa ia menganggap dirinya secara khusus, dan mempertimbangkannya untuk menjadi pengganti Sasuke.

Bukannya ia tidak mau, tapi ia tahu yang berada di pikiran Sakura bukanlah dirinya, dan itu membuatnya sangat kesal. Ia tidak butuh belas kasihan, apalagi dari gadis manis berambut pink itu.

Mendadak Hinata terlintas dalam pikirannya. Gadis yang membuat kesadaran dan daya imunnya runtuh itu sedang apa, dan berada di mana. Apa dia juga sulit tidur seperti aku? Apa dia juga mandi semalaman sepertiku? Kenapa mendadak pikiranku jadi dipenuhi oleh Hinata padahal aku sekarang sedang bersama Sakura?

"Huh, bicara tentang guru kita yang gila, kurasa dia tengah sibuk syuting adegan pertama sekarang ini. Kudengar dia mengambil gambar di pinggiran sungai Konoha, atau apalah, lokasinya terus saja berpindah, seperti sedang merencanakan rencana jahat. Entah semacam apa—"

"Syuting? Guru Kakashi tengah syuting sekarang ini?"

Naruto dengan susah payah mencoba bangkit, dipukul wajahnya sendiri keras-keras. Sebodoh-bodohnya ia, pasti ada adegan tidak beres yang diambil tanpa sepengetahuannya. Ia sadar sepenuhnya bahwa plot Icha Icha Paradise yang dijadikan sumber film itu benar-benar gila, dan menyimpang. Padahal banyak sekali seri Icha Icha Paradise, tapi kenapa Kakashi malah memilih yang itu, sih?

"Apa kau tahu di mana mereka berada? Aku harus segera ke sana… secepatnya…"

"Sudah kubilang, tempat syuting terus berganti-ganti, Naruto. Dan kenapa kau tidak bisa diam seperti itu, lebih baik kau beristirahat saja." Sakura menasehati, meskipun tidak heran dengan sikap Naruto yang selalu bersemangat dalam berbagai kondisi.

"Mana bisa aku tenang kalau—kalau aku paham apa yang terjadi di syuting…" suara Naruto mendadak menghilang saat teringat apa yang pernah ia diskusikan dengan Pertapa Mesum dua tahun lalu seputar kisah terbarunya. Hinata dan kebahagiaannya berada dalam bahaya. Ya, bahaya yang maha besar.

.

.

Seluruh kru tercengang dengan apa yang tengah mereka saksikan saat Sasuke mendadak memeluk Hinata dan mencium gadis pemalu dengan gaya yang sangat beringas, seperti tidak pernah menyentuh makhluk yang bernama perempuan selama berabad-abad. Semua fans penggila Sasuke yang entah bagaimana bisa mengikuti sampai tempat itu pun ikut menonton. Mata mereka terus mengikuti gerakan Sasuke dengan tidak sadar, sebagian bahkan sampai gigit-gigit jari dengan berbagai perasaan campur aduk antara terharu, senang, sedih, sampai mau marah pun ada.

"KYYYYAAAAA! SASUKEEE-KUUUUUUNNNNN! SAAAASUUUUKEEEEEEE-KUNNNN!"

"SAAASUUUUKEEEEE!"

Kakashi yang terganggu oleh teriakan yang membahana tanpa kendali itu langsung berkata dengan sangat pelan, "bisa hipnotis masal tidak? Hadiahkan para fans adikmu itu dengan ilusi menarik hingga mereka semua pingsan."

"Tanpa kau bilang pun hal itu sudah kulakukan." Uchiha Itachi mengerutkan sebelah alisnya dengan cara yang sangat memesona. Dengan gerakan yang sangat halus dan tak kasat mata, ia bergerak menghampiri para anggota Sasuke Fans Club. Kedua matanya langsung berubah semerah darah, dan pupilnya berputar dengan dramatis.

"OOOOOMMOOOOO, SASUKE JANGAN BEGITU AAHHHHH!"

"BENARARRRR, SASUKE SENTUHHH YANG ITUUUU…"

"GAARA… KAU BENAR-BENAR SEKSYEEHHH…"

"AAAAKKUUUU… AKUUUU… AKUUUUU… IKKKUUUUU…"

"IKKKUUUUUU… SAAASUUUKKEEEE…"

Sebagian ada juga yang pingsan dengan kata-kata tidak jelas saking hebatnya ilusi yang diberikan oleh Itachi. Melakukan sharingan porno secara masal memang menghabiskan banyak tenaga, tapi hasil yang didapatkan memang cukup memuaskan. Setidaknya untuk para fans.

"Aku baru tahu kau bisa melakukan hal seperti itu?" Kakuzu tersenyum datar menatap Itachi yang muntah-muntah saat melihat respons para penggemar Sasuke. Kakak Sasuke yang terkenal keren dan tampan itu memang jarang sekali menyalahgunakan kekuatannya, sehingga responnya membuatnya agak keluar dari karakternya.

Sementara itu Sasuke masih terus memaksa Hinata untuk menerima ciumannya, yang rupanya sudah melibatkan sedikit permainan lidah. Sasuke memang cocok dikatakan sebagai pemuda yang memiliki banyak bakat, dan mampu melakukan banyak hal sulit tanpa berlatih sebelumnya.

French kiss, misalnya.

Beberapa pencium pemula biasanya sulit sekali mencium pasangannya dengan benar, kebanyakan malah saling mengadu gigi ketimbang mengadu lidah. Efek samping seperti liur berlebih juga sering kali muncul dan menghilangkan gairah yang ada. Sebaliknya dengan Sasuke. Dengan lihai ia mengulum lidah Hinata dan mengusap lidah gadis itu perlahan dengan lidahnya, dan menjilati mulut gadis Hyuuga itu dengan lembut.

Hinata bukannya tidak berusaha untuk melepaskan diri dari belitan—pelukan Sasuke. Akan tetapi, semakin ia berusaha memberontak, maka pelukan Sasuke semakin erat. Kini tubuhnya berhimpitan dengan dada Sasuke yang bidang dan setengah terbuka, sementara kaki Sasuke berada di antara kakinya, membuat Hinata semakin sulit untuk kabur.

Sungguh, selama satu jam ini ia telah berusaha untuk menghentikan Sasuke.

Sasuke tidak mengerti apa yang sebenarnya ia lakukan, atau apa yang kini tengah ia perbuat. Hal terakhir yang ia ingat adalah perkataan Hinata yang mengusik hati kecilnya yang rapuh, yang telah lama ia lupakan demi dendamnya. Ia tidak mau kembali merasakan kasih sayang ataupun peduli dengan orang lain, karena mencintai juga berarti kehilangan. Persetan, ia tidak lagi mau merasakan emosi yang tidak berguna seperti itu.

Apalagi hanya membunuh Itachi yang berada di dalam benaknya.

Emosi hanya akan membuatnya rapuh.

.

.

"HYAAAHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH!" Naruto dengan sekuat tenaga menghantam tubuh Sasuke ke belakang, menghajarnya dengan double rasengan tanpa banyak berpikir. Wajahnya memerah karena marah, dan cemburu. "KAU GILA!"

Tubuh Sasuke memang sempat terlontar ke belakang, akan tetapi hal itu tidak banyak berpengaruh akan keseimbangannya. Dengan gayanya yang sombong, Sasuke menjilat bibirnya sendiri, lalu menyapa Naruto. "Baru saja datang?"

"Beraninya kau menyentuh wanitaku!"

Seketika Hinata lupa di mana dia tengah berpijak, apakah masih di bumi ataukah di langit ketujuh. Dengan wajah berwarna semerah tomat masak dia menatap Naruto, yang rupanya masih berfokus kepada Sasuke. Ohh, apa yang baru saja dikatakan oleh Naruto? Apa barusan ia mendengar kata wanitaku? Sungguhkah?

"SIALAN! SIALAN! APA MAKSUDMU BERBUAT HAL ITU?" Naruto masih saja memaki-maki Sasuke, yang sepertinya malah tidak terpengaruh sama sekali dengan kata-katanya. "BAJINGAN KAU!"

"Wanitamu? Jangan membuatku tertawa." Sasuke menjawab dengan pongah. "Kapan saja aku dapat merebut dia darimu, Naruto."

Pernyataan perang Sasuke membuat Naruto semakin berapi-api. "Apa maumu?"

Sakura yang berada di sana mendengar semuanya dengan jelas. Ia tak kuasa menahan tangisnya saat mendengar penyataan-pernyataan tanpa hati Sasuke. Kenapa Sasuke bisa menjadi orang yang sama sekali berbeda? Kenapa Sasuke bisa melakukan semua itu… mendadak Sakura bisa merasakan pandangan Sasuke ke arahnya, memandangnya lekat-lekat.

Ia tahu Sasuke sengaja melakukan semua itu untuk melukai Naruto, dan dirinya. Sasuke tengah membangun tembok besi di antara mereka. Sakura tahu betul hanya Itachi yang berada di otak Sasuke, tapi ia yakin harapannya belum sepenuhnya musnah. Dan ia takkan berhenti berharap.

"Mauku? Kupikir kau yang paling tahu?" Sasuke balas bertanya. "Aku paling benci dengan orang sepertimu."

Semua orang yang berada di sana terkesima dengan pertengkaran Naruto dan Sasuke, sementara Kakashi dengan tenang mengamati apa yang tengah terjadi dengan kameranya. Ia mendapatkan gambar yang benar-benar ia inginkan, bahkan tanpa manipulasi dan susah payah seperti sebelumnya.

Seorang pegawai sang ketua mafia yang merasa kasihan dengan nasib gadis malang itu akhirnya nekad melawan ketuanya sendiri. Dengan penuh keberanian ia menyerang si ketua, lantas mengklaim si gadis tanpa rasa takut.

"Kau takkan bisa menghancurkan dia! Akulah yang akan melindunginya dari kekejianmu!" sergah pemuda itu sambil menatap ketuanya dengan gagah berani. "Aku yang akan melindunginya!"

Si ketua menatap pegawainya dengan pandangan malas. "Beraninya kau menentang perintahku?"

"Kurasa kisah ini cocok juga dengan kehidupan mereka," Kakashi memfokuskan kameranya ke wajah Naruto dan Hinata, lalu sengaja membesarkan fokus lensa ke mulut Naruto, tak lama berpindah ke mulut Sasuke. Sekian lama berfokus ke arah mulut Sasuke, Kakashi mengarahkannya kembali ke mulut Naruto.

Dan semua itu dilakukannya dengan fokus lensa super besar.

"Mungkin pengambilan gambar dengan cara begini baru pertama kali dilakukan… ah, kalau dilihat-lihat tebasan chidori memang keren, seperti efek kilat…" Komentar Kakashi lagi. Iruka yang berada di sebelahnya sangat terheran-heran dengan tindakan sahabatnya yang satu itu.

Dengan kecepatan dewa Sasuke menyerang Naruto, membelah udara dengan chidori. Naruto bergerak ke depan, menghalangi Hinata, lantas kembali menggebrak dengan rasengannya.

"KAU BISA MENGENAI HINATA, JANGAN LIBATKAN SIAPAPUN!" Naruto berteriak kencang, lantas meminta Hinata menjauh darinya. "INI ANTARA KITA BERDUA, SASUKE!"

BLAAARRRRRRRRRR

Mendadak sebuah serangan pasir dengan skala maha besar menutupi seluruh lokasi. Sesosok pria tampan dengan lingkaran mata menghitam dan tato di dahi muncul sambil menggengam naskah Icha Icha miliknya. Wajahnya memang tidak lagi terlihat bengis, namun tetap saja terlihat membahayakan.

"Cepat pergi, Naruto! Tidak ada banyak waktu!" Gaara memerintah sambil mengerahkan seluruh kekuatannya kembali. Naruto yang tercengang langsung mengangguk dan mencari Hinata dalam badai pasir maha dahsyat tersebut. "Pergi ke arah pelabuhan!"

BLAAAARRRRRRRRRRRR

Si pegawai tidak melarikan gadis yang ia sukai sendirian saja. Ia dibantu oleh sahabat dekatnya yang penuh perhatian, yang selalu dinilai negatif oleh semua orang. Maniak pembunuh berdarah dingin, begitu pikir mereka semua kala melihat pemuda berambut merah itu muncul.

"Larilah sejauh mungkin," katanya dengan bijak. "Aku akan menolongmu."

"Terima kasih!"

Kakashi dengan sigap memburu Gaara, dan keduanya berhadapan dalam waktu singkat. "Apa maksudmu?"

Gaara mengangkat sebelah tangannya, dan seluruh shinobi yang kemarin sempat ketakutan oleh Pain dan Itachi muncul di belakangnya. "Aku tidak takut mati demi kebenaran moral semua umat manusia. Orang mesum sepertimu harus dihabisi. Dengan kekuatan pasir—"

"… kau akan menghukumku?" Kakashi setengah tertawa, sementara di belakang mereka berdua dengan mudah Pain menjatuhkan satu demi satu orang tanpa belas kasihan. "Kau salah besar jika menganggap bahwa…"

"BUNUUHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH!"

"SERANGGGGGGGGGGGG!"

Teriakan demi teriakan terdengar sesaat sebelum sekelompok tubuh Pain datang dan menyerang. Mereka memang hanyalah umpan demi keselamatan Naruto dan Hinata, Gaara sebagai pemimpin paham benar hal itu. Dan ia rela melakukannya, bahkan kehilangan nyawanya sekalipun.

Terjadi kekacauan yang parah di tempat sang ketua mafia. Pemberontakan dan perang saudara memporakporandakan tempat itu sampah luluh berkeping-keping. Tidak ada yang tersisa selain puing-puing belaka.

"Hati-hati dengan bom buatanmu, bodoh!" Hidan berteriak dari bawah. "Dasar teroris tolol!"

"Maaf, hmm…" Sasori tersenyum dari arah atas. "Aku tidak bermaksud~!"

"AKU. BUKAN. PSIKOPAT. AKU. INI. SOSIOPAT." Gaara menegaskan sambil melempar naskah miliknya ke arah Kakashi. Sebelah tangannya dengan segera menebas tubuh Kakuzu tanpa kesulitan, meraup sebuah jantung akatsuki matre itu hingga darahnya bercucuran. "DAN AKU TIDAK HAUS DARAH!"

"Baiklah, jika kau bersikeras…" Kakashi mendadak menghilang, dan digantikan oleh Hidan. Pria dengan rambut klimis keperakan disisir rapi ke belakang itu mulai menjilat senjatanya dengan penuh semangat.

Gaara memandang Naruto dan Hinata yang melarikan diri sebelum berkonsentrasi penuh kepada musuh di hadapannya. Sudah lama ia merencanakan pemberontakan ini, dan ia takkan mau menyerah begitu saja. Pemuda seksi berambut merah itu tersenyum tipis. Semoga beruntung, teman.

.

.

"Guru, memangnya guru serius mau melakukan ini?" Rock Lee mengarahkan kameranya ke arah Guru Gai yang dengan penuh kepercayaan diri mengenakan bikini berwarna hijau ketat, tanpa mencukur bulu-bulu di tubuhnya sama sekali. Bagi Rock Lee, hal itu sangat menakjubkan. Gurunya memang sangat keren dan memesona, dengan atau tanpa pakaian.

CLING!

CLING!

Maito Gai tanpa ragu berpose menggoda, memamerkan giginya yang putih berkilat. Tentu saja, ia tidak rela dikalahkan oleh Kakashi. Ia harus membuat film yang menarik juga. "Aku sangat percaya bahwa hasilnya bisa memuaskan! Dan ini bagian dari latihan kita, Lee~!"

"Ya!"

Tanpa ragu, kamera terus merekam aksi Guru Gai yang perlahan melucuti bikininya satu persatu. Sementara latar deburan ombak dan panas matahari mengiringi kedua guru dan murid yang penuh semangat di siang hari yang panas terik luar biasa itu. Keduanya sama sekali tidak menyadari bahwa Naruto dan Hinata berlari di dekat mereka, berencana meninggalkan Konoha.

.

.

.


Yosh, terima kasih sudah membaca chapter yang ini. Kalau ada uneg-uneg, pesan, atau apapun lebih baik login daripada tidak dibalas, okeh~! Makasih juga atas flamenya, ahahaha. Memang sih bagian ini kurang banget porsi lemonnya, tapi chapter depan sudah pasti full lemon, ehehehe. Sampai jumpa di chapter berikutnya~!