Title: Flüstern des Teufels (The Devil's Whisper)

Summary: Kebahagiannya berarti penderitaanmu. Dan hidupnya berarti...

Pairing: Untuk chapter-chapter awal, belum ada pairing. Nanti Shizaya (dan sedikit Shizuo/femTsuki, sedikit, loh ya~)

Rate: T

Disclaimer: Not mine~! D: durarara! belongs to Ryohgo Narita.

Bacotan: Duh, galau, galau, galau… Ada yang mau baca kegalauan saia? Buka wordpress saia, alamatnya ada di profile saia (sekalian promosi, tapi saia beneran lagi galau… D: galau…).

Ya… berikut ini hasil tantangan 15 menit 1 storyline lagi. Tapi, saia kalah kali ini, ahahaha… abis ni cerita, udah kebayang, hanya saja, saia ga sempet selesai nulis storyline-nya (panjangnya seabreg). Mwehehehe…

Enjoy~! :D


Seperti biasa, Izaya bermain kucing-kucingan dengan Shizuo. Seperti biasa, Shizuo tidak bisa menangkapnya. Seperti biasa, bermain di tempat berbahaya sangat menyenangkan.

Tidak Seperti biasa. Nasib buruk menimpa Izaya.


"BERHENTI, KUTU!" seperti hari-hari yang telah lewat, Shizuo meneriakkan teriakan perangnya pada informan berambut hitam yang dengan mudahnya menghindari barang-barang yang dilemparkan Shizuo.

"Ahahahaha~! Shizu-chan tidak bisa menangkapku~!"

Izaya terus berlari dengan Shizuo mengejarnya sambil mengacung-acungkan rambu jalan. 'Kalau tidak salah, di sekitar sini ada daerah pembangunan, kan?' Izaya mengingat-ingat. Ah, benar. Di balik bangunan tinggi yang mereka lewati, terlihat kerangka bangunan yang lumayan tinggi dan mesin-mesin yag mengangkut besi-besi besar untuk kerangka itu.

Izaya berbelok kesana. Shizuo mengikutinya, tentu saja.

Dan kembali ke awal cerita.

Seharusnya Izaya tidak berlari ke arah itu. Seharusnya Shizuo tidak mengikutinya. Seharusnya ikatan rantai pada batang-batang besi di atas sana cukup kuat.

Seharusnya...

Sebuah dorongan keras menghempaskan tubuh Izaya sejauh beberapa meter, disusul oleh bunyi benda berat yang jatuh.

"Adududuh... Shizu-chan kasar sekali," protes Izaya sambil mencoba bangkit berdiri, tetapi berhenti di tengah usahanya ketika dia berbalik untuk melihat Shizuo tidak ada disana. Yang ada hanyalah tumpukan besi-besi besar berwana hitam dengan darah merah merembes keluar dari celah-celah di bawahnya. "Shizu...chan?"

Dan dari sebuah celah kecil, terlihat sekilas rambut pirang milik Heiwajima Shizuo.


Izaya tidak bisa mengatakan apa-apa pada Shinra yang memarahi dan memaki-makinya, atau menghina Celty yang mencoba utnuk menenangkan Shinra, atau berteriak-teriak tentang betapa senagnya dia hari ini karena monster yang dia benci akhirnya tinggal menunggu waktu untuk mati di rumah sakit.

Dia hanya melangkah lemas pulang ke apartemennya dan meringkuk di atas tempat tidur. Matanya terasa panas, dan akhirnya dia menangis.

Seharusnya aku yang mati...

Seharusnya aku yang mati...

Seharusnya aku yang mati...

Seharusnya hari ini aku mengatakan padanya aku mencintainya, bukan malah mengatakan aku membencinya seperti biasa...

Izaya menangis, dia tahu. Tidak perlu untuk mendongak dan menatap wajahnya di cermin di sebrang tempat tidurnya untuk tahu bahwa dirinya menangis.

"Harusnya kau yang mati, Izaya..."

Sebuah suara mengagetkannya. Dia memandang berkeliling, mencari sumber suara itu. Tidak ada siapa-siapa di kamarnya.

"Mencariku?"

Jantung Izaya melewati beberapa detakan. Di cermin di sebrang tempat tidurnya, dia melihat sosok berambut hitam, bermata merah menyala, dengan seringai yang terlihat kejam, sedang merangkulnya dari belakang. Sentuhan itu terasa sekarang. Dia berbalik dan sosok itu menghilang. Hanya untuk muncul lagi di hadapannya.

"Siapa...?" hanya itu yang berhasil keluar dari mulut Izaya. Orang, atau mungkinn bukan orang, di hadapannya terlihat sangat mirip dengannya, kecuali matanya yang jauh lebih merah dan seringainya yang jauh lebih jahat.

"Aku? Aku Hachimenroppi."

"Kenapa kau—?"

"Mirip denganmu? Karena, Izaya, aku ini hanyalah setan tanpa bentuk tetap. Aku hanya mengambil rupa 'tuhan idealmu' yang, tentu saja, adalah dirimu sendiri."

Izaya tidak pernah merasa setakut ini. Untuk apa setan, seperti yang dia katakan, ini ada disini?

"Aku disini untuk mengabulkan permintaanmu..."

"Aku tidak punya permintaan. Pergilah," ujarnya pelan sambil mencoba untuk tidak terlihat takut.

Si setan tertawa. "Izaya... padahal kau tahu, kan?"

Napas Izaya tercekat. Sepertinya dia tahu setan ini akan menggunakan apa untuk memancingnya.

"Kau yang harusnya mati, Izaya, bukan Shizuo."

Izaya tahu itu! Justru itulah alasan dia menangis dari tadi. Tidak perlu untuk mengingatkannya lagi, kan?

"Katakan padaku, Izaya, keinginanmu. Keinginanmu yang paling dalam."

Tidak! Dia tidak boleh jatuh ke dalam rayuan manis setan ini!

"Kau merasa bersalah, Izaya. Dan kau memang pantas merasakannya..."

Jangan dengarkan!

Si setan mencengkram rahangnya, memaksa Izaya untuk memandang kedua bola mata semerah darah miliknya.

"Kau ingin dia hidup, kan? Kau tidak ingin dia mati, kan?"

Iya... itu benar...

"Minta padaku, Izaya. Apapun. Akan kukabulkan..."

"Aku..."

Mata itu seakan menghipnotisnya.

"Ya... katakan saja, Izaya..."

"Aku ingin dia hidup..."

...karena harusnya aku yang mati...

"Apa lagi?"

"Aku ingin dia bahagia..."

...karena selama ini aku merebut kebahagiannya...

"Akan kukabulkan. Tapi semua itu ada harganya..."

Sepasang mata merah itu terlihat begitu kejam sekarang, lebih kejam dari sebelumnya.

"Kebahagiannya berarti penderitaanmu..."

Ah, harusnya dia tidak jatuh ke dalam jebakan setan ini.

"Dan hidupnya berarti..."

Izaya menyiapkan hatinya unutuk mendengar...

"Hilangnya keberadaanmu..."


End of Chapter 1


Voila~! Ada yang mau ripiu? (Walah, to the point banget…)