I GOT YOU, HARRY!

Disclaimer : J.K Rowling and this FF is mine

Pair : Draco Malfoy x Harry Potter

Genre : Romance, Smut, Fluff, OOC, AU

Rate : M

Warning : It's Slash! Don't Like? Don't Read!

Length : Chapter 1 (Twoshoot)

FF DraRry kedua, moga suka ya :-)

(A/n maaf Alurnya berantakan, maklum aku author yang imajinasinya dibawah standar. Nah maka dari itu, mohon bantuannya, cukup tekan tombol Review aja kok *maksa*)

Silent Reader? Go to the hell, so damn it please! *kasar ya? maaf deh XD *

RnR? Please….

_oOo_

MY DESTINY!

Perang besar sudah berlalu sejak satu tahun silam. Semuanya berubah. Terungkapnya sisi baik di balik sirat kejam sang Profesor Snape bukan hal yang baru lagi. Ia selamat dari terkaman ular Voldemort, Nagini, setelah Profesor Minerva Mcgonagall berhasil menyelamatkannya dengan bantuan dari healer Hogwarts, Madam Pomfrey. Bahkan sekarang ia telah sah menjadi wali bagi pahlawan sihir, Harry Potter.

Begitu pula dengan keluarga besar Malfoy. Selama bertahun-tahun bersikap dingin dan angkuhnya yang begitu sempurna ternyata selama itu juga keluarga besar itu mengabdi kepada Albus Dumbledore, kepala sekolah Hogwarts.

Tentu saja dibalik berita suka itu adapula duka dibaliknya. Hal itu menimpa keluarga Weasley yang kehilangan Fred, juga Remus Lupin yang pernah mengajar Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam di Hogwarts dan juga istrinya Nhymphadora Tonks dan beberapa pejuang lainnya.

Selama satu tahun tersebut, pemulihan nama baik keluarga Malfoy masih terus di perbaiki hingga benar-benar bersih tanpa ada yang berani mengatakan bahwa mereka penganut ilmu hitam ataupun mantan Death Eater. Kalimat memang terakhir agak meragukan.

Well, Tahun ini murid-murid kelas tujuh akan mengulang kembali pelajaran mereka karena perang besar yang terjadi dan bangunan tua Hogwarts sedang dalam perbaikan, saat itu.

Harry James Potter tentu saja tidak akan kembali ke rumah keluarga Dursley lagi. Severus Snape mengizinkannya tinggal di Hogwarts dan tidur bersamanya di ruang kepala sekolah, Profesor Snape. Oh! Harry tentu saja mempunyai kamar sendiri di ruang kepala sekolah itu.

Selama satu tahun itu pula Harry Potter mengisi liburannya dengan pergi ke Malfoy Manor bersama Profesor Snape karena paksaan guru yang terkenal kejam dan dingin itu. Untuk memperbaiki hubungan, begitu kata Snape. Hingga Harry dan Draco menjadi teman baik dan akhirnya menjadi seorang kekasih meski sempat mendapat penolakan besar dari keluarga Malfoy dan juga Snape.

Tapi akhirnya pertahananan mereka luluh juga dengan pria bermata Emerald dan abu-abu itu. Tentu saja sejak menjadi kekasih Draco, Harry tidak akan terpaksa untuk ke sana lagi, justru ia yang memaksa Snape yang sekarang ia panggil 'dad'. Seperti pagi ini. Ia sangat ngotot untuk pergi ke rumah kekasihnya. Entah kenapa ia sangat merindukannya. Padahal besok tahun ajaran yang sempat tertunda selama berbulan-bulan, sudah dimulai.

"ayolah dad, sebentar saja. Kalau tidak aku sendiri yang akan pergi" ancam Harry sedikit memberengut. Tak mendapat respon dari Potion Master itu, Harry dengan kecewa dan berniat untuk menipu dad-nya itu melangkahkan kakinya ke perapian dan mengambil sejumput bubuk floo.

"oke. Oke. Aku akan mengantarmu. Tiga puluh menit paling tidak kau harus kembali kesini, kalau kau tidak ingin aku memantraimu dengan Imperio, Potter" Harry tersenyum, tetap saja dad kejam bahkan kepada anaknya, batinnya. Untung saja Harry sudah ahli dalam occlumency atau ia akan benar-benar dikutuk oleh Snape.

Kenapa aku tidak bisa menolak permintaan bocah ini? Severus bergulat dengan batinnya sambil berdiri dan mengambil sejumput bubuk floo dan membiarkan Harry melangkahkan kakinya ke dalam perapian.

"Malfoy Manor" ucap Harry lantang dan seberkas cahaya hijau berpendar-pendar dalam perapian itu. Setelah cahaya itu menghilang, kepala sekolah Hogwarts masuk ke dalam perapian dan mengucapkkan "Malfoy Manor" dengan lantang.

_oOo_

"oh! Kejutan! Selamat datang Harry, son" Narcissa menyambut Harry dan memeluknya dengan erat.

"apa kabar aunt Cissy?" Tanya Harry di sela- pelukannya.

"baik, son. Silahkan duduk" Narcissa melepaskan pelukannya setelah sebelumnya mencium pipi Harry kemudian membawa Harry ke sofa mewah miliknya.

"Welcome, Harry" sambut Lucius Malfoy yang sedang bersantai dengan membaca Daily Prophet. Harry tersenyum.

"apa kabar Uncle Lucius?" Tanya Harry berusaha basa-basi.

"baik, son" Lucius kembali melanjutkan aktivitasnya tapi ia menghentikan saat melihat teman sepermainannya sedang berjalan ke arahnya yang baru saja keluar dari perapian, Severus Snape.

"kuharap kau tidak dipaksa oleh Harry kali ini, teman" sambut Lucius yang membuat Harry dan Narcissa tertawa. Severus mendengus sambil membersihkan sisa-sisa debu yang menempel dijubah hitam miliknya.

"Draco? Kemana dia aunt, Cissy?" Tanya Harry merasa heran karena sejak tadi ia tidak melihat kekasihnya sejak kedatangannya. Biasanya Draco-lah yang sering menyambutnya.

"merindukannya?" Goda Narcissa dan merasa puas saat melihat semburat merah di pipi pria berkacamata dengan mata indah itu. "Draco masih tidur, son. Mungkin dia terlalu lelah. Dari tadi aku berusaha membangunkannya tapi tidak berhasil juga. Padahal dia tidak bergitu banyak beraktivitas. hmmm..."Narcissa mendekatkan bibirnya ke telinga Harry dan berbisik pelan "entahlah! moga saja ayahnya tidak marah karena menurunkan pamor Malfoy-nya 30%" Harry mengangguk mengerti disertai tawanya yang pelan berdenting.

Ia kemudian bertanya-tanya 'Dia tidak pernah bangun telat seperti ini'.

"kurasa kalau kau yang membangunkannya, dia akan mau bangun" Harry mengangguk dan beranjak pergi sebelum telinganya panas dengan hanya mendengar obrolan-obrolan tidak jelas di ruang tamu itu. Tujuan utamanya kesini untuk melepas rindu kepada kekasih pirangnya.

.

.

.

"Draco? Buka pintumu, ini aku, Harry!" untuk ketiga kalinya Harry mengetuk pintu dengan gaya klasik itu tapi pemiliknya tidak juga membukanya. Segitu lelahnya kah dia? Tanya Harry. Tanpa basa-basi ia merogoh tongkat Holly miliknya dan mengucapkan "Alohomora" dengan pelan, dan pintu itu pun terbuka tanpa suara sedikit pun.

Padahal jika ia mengetahui Draco sudah memantrai pintu dan jendela miliknya dengan mantra tingkat atas dan mantra pelindung hingga orang lain tidak bisa membuka pintu tanpa se-izinnya, dengan Narcissa sekalipun. Tapi setelah tahu bahwa Harry-lah yang berada di luar dengan senang hati ia melepaskan mantra pelindung itu.

"Draco?" Harry melangkahkan kakinya ke King Size Bed milik Draco dan mendapati kekasihnya masih terpulas dengan damai.

Pria bermata Emerlad itu menelan ludahnya saat melihat tiga kancing piyama tidur Draco terbuka di bagian atas. Untunglah ia ahli dalam mengendalikan dirinya, dan sebenarnya ia tidak ingin melakukan hal itu dulu, sebelum saatnya.

"Draco?" Harry mengguncang pelan tubuh kekar kekasihnya. Tidak mendapat respon dan akhirnya ia memutuskan untuk keluar dari kamar Draco, berfikir bahwa kekasihnya benar-benar lelah.

Saat berdiri, lengannya di genggam dengan erat. Saat ia menoleh, senyum idiot milik kekasihnya itu membuatnya benar-benar gila, Draco Malfoy tersenyum! Untuknya!

"tidak semudah itu, Potter!" Harry mendengus "dan aku lupa, selamat pagi, love" Draco menarik lengan Harry hingga Harry terduduk dan kini duduk di pangkuan Draco yang dengan intens melumat bibirnya hingga membuatnya mendesah.

Suara decakan-decakan terdengar di dalam ruangan kamar itu dan tentu saja Draco sudah mengunci pintunya dan kembali memasang mantra pelindung itu, lagi.

Lumatan bibir Draco semakin menuntut, apalagi dengan bersedianya Harry untuk mengizinkan Draco menjelajahi isi mulutnya. Tak perlu berfikir untuk dua kali, dengan sedikit buas Draco sudah berhasil menjelajah isi mulut Harry. Menari-kan lidahnya didalam mulut kekasihnya yang terengah seiring dengan nafasnya yang memburu.

Jangan mengira jika kau penyihir kau tidak memerlukan oksigen, justru hal itulah yang membuat pasangan kekasih itu melepaskan ciumannya.

"hhh—hhh, ini sudah sianghh, Malfoy, bukan... pagi"Nafas pria berkacamata itu memburu dua kali lipat. Harry memanyunkan bibirnya yang bengkak dan kalimat yang seharusnya Harry katakan sejak tadi harus tertunda karena ulah kekasihnya.

"terus saja memanyunkan bibirmu seperti itu, Potter maka aku akan memakannya, lagi" kata Draco sambil mengusap tengkuk Harry yang masih duduk di pangkuannya dan mengecup leher jenjang kekasihnya memberikan tanda 'kau milikku'.

"enghhh—coba saja kalau kau ber—" kalimat itu belum selesai, dan lagi, bibir mereka saling terpaut dan saling melumat satu sama lain. Saliva bukan lagi milik pribadi tapi milik bersama. Saliva mereka menjadi hasrat yang saling membutuhkan tercampur menjadi satu seiring dengan dahsyatnya 'permainan' itu.

Lenguhan pelan sang kekasih, Harry, membuat pria bertubuh pucat dan berambut blonde itu semakin buas menyantap sarapan paginya. Saat jemari Harry menyentuh dada bidangnya dengan sedikit dorongan, Draco mengerti dan melepaskan bibirnya kemudian memindahkan bibir merah tipisnya yang bengkak ke leher jenjang Harry, kembali memberikan tanda 'kau milikku'.

"sshh…enghhh—" desisan Harry membuat Draco semakin tidak bisa mengendalikan diri hingga membuatnya mengangkat Harry dengan bridal style tanpa melepaskan bibirnya dari leher kekasihnya. Membawanya naik ke King's Bed miliknya.

Entah seperti apa dan bagaimana Draco sudah berada diatas Harry dan berusaha untuk melepaskan piyama miliknya.

"bisa tidak, kau berhenti berusaha melepaskan eungghh— bajumu, Draco?" Draco tersenyum dibalik lumatan bibirnya di leher Harry.

"kau ingin membukakan bajuku?" tanya Draco sedikit menggoda Harry. Cengkraman jemari Harry di jemarinya yang memegang kancing piyamanya sangat erat, membuatnya mengerti.

"kau tahu aku shhh— belum siapa untuk itu" ujar Harry di sela-sela lenguhan yang tampak membuatnya kesulitan untuk, berbicara. Draco menghentikan lumatannya, menatap pria bermata emerald itu tepat ke bola mata indahnya.

"maafkan aku, Love. Aku tidak bisa mengendalikan diriku" Draco mengecup bola mata Harry yang terpejam.

"aku tahu, aku tahu. Kau juga harus tahu bahwa sebenarnya aku juga tidak bisa menahan keinginanku untuk menjadi milikmu, Draco" Harry mengusap titik sensitive di dada Draco dan perlahan jemari lentiknya mengancing kembali piyama yang sudah setengah terbuka itu. Kancing terakhir selesai, dan Draco masih saja mengecup pipi, kening, hidung, leher, yang berhasil membuat kekasihnya itu menggeliat tidak nyaman.

"enghhh— kurasa sudah saatnya kita turun, atau aunt Cissy akan curiga kau berbuat apa-apa denganku" kata Harry polos, yang langsung di sambut tawa kecil dari kekasihnya.

"tidak sebelum kau memberikanku sebuah ciuman Selamat pagi untukku" ucap Draco dengan nada menggoda, semburat merah di pipi Harry kembali terlihat dan membuat Draco semakin gemas melihatnya.

"selalu saja seperti itu dan sebenarnya aku sudah memberimu yang lebih bukan?" ucap Harry setengah kesal, Draco menggeleng dengan senyumnya yang idiot "sebenarnya ini sudah siang tapi entahlah baru jam sepuluh, tapi baiklah Selamat pagi, love"

Harry menarik tengkuk Draco dan membawanya ke dalam ciuman lembut bibirnya. Draco benar-benar tersenyum di sela-sela ciuman itu. 'Kekasihku ternyata sudah lihai memanjakanku, rupanya' batin Draco dan kembali ia memimpin permainan panas itu hingga terdengar gedoran keras di pintu kamar Draco.

Severus Snape, bersungut-sungut di luar sambil mengeluarkan sumpah-serapahnya yang khas.

_oOo_

"hai Ron, hai Hermione, aku sangat merindukan kalian" Harry menghampiri sahabatnya bersama Draco dan memeluknya bergantian.

"aku juga merindukanmum, Harry" kata Hermione dengan senang hati menyambut pelukan sahabatnya itu setelah sebelumnya mencium pipi Harry, gadis Gryffindor itu pun memeluk sahabatnya untuk melepas rindu. Harry menepuk-nepuk punggung sahabat baiknya dan melepaskannya setelah Hermione memberi kode untuk saling melepaskan.

"aku juga merindukanmu, mate" giliran Ron memeluk Harry tanpa kecupan di pipi tentu saja atau ia akan terkena mantra Cruciatus oleh Draco yang berdiri di samping Harry sejak tadi dengan ekspressinya yang dingin, sepertinya pria berwajah pucat itu sangat overprotective terhadap Harry, batin Ron kesal.

"errmm—hallo Draco" sambut Hermione, tanpa izin ia langsung memeluk pria itu dan tentu saja untuk menghargai seorang perempuan Draco menyambutnya.

"kau membuat ku kaget, Mud— aww!" Draco memandang Harry tajam dan mengusap kakinya yang dinjak Harry.

"jaga kata-katamu, Draco" kata Harry tanpa perasaan bersalah setelah menginjak kaki Draco dengan sangat keras, lantas saja membuat Ron dan Hermione tertawa melihatnya.

"sudahlah Harry! Tidak apa-apa" ucap Hermione sambil menepuk bahu Harry. Harry tersenyum.

"perang sinting itu kan sudah berakhir, tapi kenapa dia masih angkuh seperti itu" ucap Harry dengan sedikit menggerutu seperti Draco tidak ada di sampingnya saja. Gerutuan Harry di sambut senyum jail dari Draco. Senyum idiot itu lagi, batin Harry sambil mendengus pelan dan membuang muka saat bertatapan dengan Draco. Sementara Ron mengernyit heran saat melihat senyum Draco yang terasa asing dimatanya. Pangeran Es itu tersenyum? Yang benar saja!, decak Ron dalam hati.

"paling tidak aku bersikap manis saat kita sedang berdua, love" Goda Draco yang sukses membuat pipi Harry terlihat merah dan seakan pipinya ingin terjatuh. Apalagi dengan lengan kekar milik Draco melingkar erat di pinggang ramping miliknya semakin membuatnya salah tingkah terhadap Ron dan Hermione yang ketawa cekikikan karena gemas. "kau tahu kalau sikap manisku hanya untukmu, love" bisik Draco, Harry menggeliat geli atas hembusan nafas kekasihnya dan jangan tanyakan lagi, pipi Harry semakin merah saja benar-benar seperti sedang memakai blush-on dan tentu saja blush-on di pipi Harry lebih indah, paling tidak di mata Draco.

Kembali Ron dan Hermione yang telah resmi menjadi pasangan kekasih itu tertawa melihat tingkah pasangan kekasih yang ada di depannya. Untung lah mereka benar-benar teman yang pengertian. Bukan hal yang sulit menerima hubungan Draco dan Harry, cukup melihat keseriusan di antara keduanya sudah cukup membuatmu luluh.

"kurasa kalian tidak ingin mendapat detensi dari Profesor Snape, Draco, Harry" kata Hermione berusaha untuk tidak tertawa lagi dengan tingkah pasangan kekasih yang berada di depannya.

"oh! Baiklah" Draco melepaskan lengannya dan kembali membisikkan sesuatu di telinga Harry yang sukses membuat Harry berteriak, kesal. "jatahku masih ada, malam ini, love" bisik Draco dan menjilat ujung telinga Harry.

"engghh— Stop it, Malfoy!" teriak Harry dan mendorong dada bidang kekasihnya, Hermione tertawa lagi sedang Ron hanya tersenyum karena benar-benar malu. Selama ini dia tidak pernah memanjakan Hermione seperti itu.

"tidakkah kau ingin memperkenalkan kami ke temanmu, Malf... err—Draco?" tanya Ron, semua mata kini tertuju ke arah Ron yang terlihat suntuk.

"Oh ya, benar! kita ke Aula, aku akan memperkenalkan kalian dengan Theo, Blaise, dan juga Pansy" Draco memimpin langkah nya dan trio Gryffindor itu mengikutinya dari belakang. Sejenak tiga Grifffyndor itu berfikir, berteman dengan Theo, Blaise, dan Pansy yang selama 7tahun ini angkuh terhadap mereka, benar-benar sebuah keajaiban. Ternyata si Voldemort sinting itu membawa banyak perubahan.

.

.

.

"maafkan aku, Harry. Kau tahu kalau selama ini akau selalu mencelamu, dan kurasa aku tidak pantas untuk menjadi tem—"

"jangan berlebihan begitu Parkinson, aku—"

"Pansy, Harry" kata Pansy, Harry tertawa kecil.

"baiklah, Pansy! Kuharap kita bisa menjadi teman" Harry menarik Pansy dalam pelukannya.

"sekali lagi, maafkan aku" ucap perempuan Slytherin itu, Harry mengusap punggung wanita itu. Deheman pelan dari Draco membuat Pansy melepaskan pelukannya dan masih sempat membisikkan sesuatu di telinga Harry "dia memang cemburuan" bisik Pansy, Harry tersenyum.

Dan akhirnya Trio Gryffindor Harry, Ron, Hermione dan juga ke empat Slytherin Draco, Pansy, Theo, dan Blaise saling memperkenalkan diri dan mereka menikmati jamuan makan malam mereka di meja asrama Slytherin.

Tentu saja sejak Pangeran Kegelapan pergi semuanya berubah. Termasuk asrama Slytherin yang mulai membuka diri dan semua anggota asrama bisa duduk makan malam di asrama apa saja sesuai kehendak mereka. Benar-benar tidak terduga sama sekali.

_oOo_

"lepaskan ugh— Draco" Harry menyentakkan lengannya saat kekasihnya itu tiba-tiba menyeretnya ke menara Astronomi setelah mereka bertemu di kelas Ramuan yang masih di ajarkan oleh Potion Master sekaligus kepala sekolah Hogwarts, Severus Snape.

"kau tahu aku sangat berusaha untuk tidak menerjangmu di kelas Severus tadi, love" bisik Draco tepat di telinga Harry. Draco memajukan langkahnya dan Harry mundur hingga punggungnya menyentuh dinding di ruangan itu. Draco mengurung Harry dengan kedua tangannya yang menyentuh permukaan dinding yang dingin.

"aku masih menagih jatahku yang kemarin-kemarin, Harry" Harry mengernyit heran dan merah dipipinya kembali 'on' saat mengingat bahwa dua hari yang lalu Draco pernah menunda jatahnya saat berhadapan dengan Hermione dan juga Ron.

"it…itu kan sudah lama sekali, Draco" gumam Harry sambil menundukkan kepalanya.

"bagaimana jika aku merindukan manisnya bibirmu, Love?" ujar Draco dengan godaannya yang berhasil membuat Harry kembali tersipu malu. Draco menangkupkan dagu Harry dengan ibu Jari dan telunjuknya.

Kemudian pria berambut pirang itu mengusap bibir merah Harry yang sudah lama tidak ia jamah karena padatnya pelajaran mereka, karena tahun ini mereka akan menjalani N.E.W.T dan menentukan lulus atau tidak nya mereka.

Dua hari? Lama? Pria pirang ini benar-benar pervert!, batin Harry.

Tatapan nafsu dari mata abu-abu itu berhasil membuat pria bermata emerald dihadapannya benar-benar tidak tahan lagi hingga ia dengan berani menarik tengkuk Draco dan membawa bibir merahnya mengecup lembut bibir Draco.

Dalam pagutan lembut Harry, Draco masih sempat untuk tersenyum dan masih bisa membalas bagaimana Harry mengecup bibir bawah dan atasnya secara bergantian. Draco memindahkan tangannya dan melingkarkan lengan kekarnya dipinggang Harry hingga tidak ada jarak di antara mereka.

Kembali, pasokan oksigen yang menipis membuat Harry melepaskan ciuman yang dipimpin olehnya, terlepas.

Draco memindahkan bibirnya ke leher jenjang Harry mengecupnya dan kembali memberikan tanda 'kau milikku' di leher jenjang kekasihnya itu.

"kau semakin membuatku gila, love" bisik Draco di sela-sela kecupannya. Desahan tertahan Harry membuat Draco semakin tidak terkendali dan mengecup bibir kekasihnya, lagi.

Draco mengecup bibir merah Harry yang mulai membengkak karena 'hanya' dengan sentuhan ganasnya, sudah cukup membuat Harry mengeluarkan desahan yang membuat dirinya benar-benar melewati definisi gila.

Jemari Draco berpindah dari pinggang beralih ke pantat Harry dan meremasnya, pelan. Lantas saja membuat Harry tersentak kaget.

_oOo_

"kita sudah menunggunya hampir satu jam, kenapa mereka belum juga kembali?" kesal Hermione disambut anggukan dari Ron dan juga teman-teman barunya di asrama lambang ular itu. Kelihatan sekali bahwa mereka sangat bosan dan juga terlihat kesal karena Draco-lah yang menyarankan untuk belajar bersama di Perpustakaan, tapi dia juga yang terlambat.

"huh! Menyebalkan sekali, tidak tahu diri mereka itu. Setidaknya untuk berpacaran kan bisa ditunda nanti saja, rasanya aku ingin meng—" kalimat Ron terpotong saat ia terkejut dengan kedatangan Draco dan juga Harry yang kini berdiri di sampingnya. Semua yang ada di meja yang terisi dengan Pansy, Theo, Blaise, Hermione, tertawa kecil karena melihat pipi Ron yang kini setara dengan rambutnya yang merah. Lantas saja mereka menghentikan tawanya saat mendapatkan pelototan tajam dari Irma Pince atau sering dipanggil dengan Madam Pince, petugas perpustakaan.

"duduklah, Harry, Draco! Berhenti memandang Ron dengan tatapa membunuh seperti itu" ucap Theo yang berusaha mencairkan suasana panas diantara Ron dan juga Draco. Hermione terkikik pelan begitu juga Harry yang langsung menarik lengan kekar Draco yang selalu membuatnya hangat karena pelukannya ke kursi yang memang di sediakan untuknya.

Selama 2 jam bergelut dalam diskusi yang panjang dan pusing karena mereka harus membaca buku yang setebal ±500 halaman itu (yang dianggap Hermione, Theo, dan Juga Draco sebagai bacaan ringan) membuat mereka benar-benar lelah dan memutuskan untuk kembali ke asrama mereka masing-masing.

Saat membereskan buku-buku yang mereka pakai ke tempat semula, Blaise yang sejak tadi terdiam menyadari sesuatu yang pasti akan menimbulkan gelak tawa di antara teman-temannya.

"aku baru menyadarinya" semua mata tertuju ke pria berkulit gelap itu dan membuat semua teman-temannya mengernyit heran dan menatapnya dengan tuntuntan penjelasan.

"itu, aku baru menyadari, ada sesuatu yang aneh di leher pangeran sihir kita" Blaise yang memang berada di samping Harry merangkul bahu teman barunya yang sekarang benar-benar mati rasa.

"Oh! Kau apakan dia, Draco?" tanya Theo berusaha menggoda temannya itu. Draco mendengus.

"aku tak bisa menghitungnya berapa banyak kau berikan tanda di leher Harry, Draco" ucap Pansy sambil menggeleng dan pura-pura mendecak kecewa yang disambut tawa dari teman-temannya. Kembali Madam Pince melototkan matanya dengan tatapan suruhan untuk 'keluar'. Tanpa basa-basi dan tidak ingin mendapatkan detensi dari Profesor Snape karena mengganggu orang lain, delapan remaja itu melangkahkan kakinya, masih cekikikan.

Saat berada di koridor menuju asrama mereka, kembali Theo mengungkit masalah itu, yang sempat membuat Harry lega karena teman-temannya sudah melupakannya sejak mereka berjalan keluar dari perpustakaan itu.

"sekali-kali kau juga harus memberikan tanda di leher Draco, Harry" canda Theo yang membuat Draco menggeram dan lagi, teman-temannya tertawa karena tingkah Pangeran Es itu dan juga lelucon Theo. Rupanya Pipi Harry kembali 'on'.

"tidak mungkin! pamor seorang Malfoy akan turun jika Draco mengizinkan Harry melakukannya" kali ini candaan Ron yang sedari tadi hanya tertawa, kini mengikuti arus pembicaraan yang mulai ngawur ini. Teman-temannya semakin terkikik.

"jaga mulutmu, Weasley!" ucap Draco mendengus.

"Oh! Ayolah, kurasa Draco memang benar-benar tidak tahan terhadap Harry" Blaise merangkul Harry, lagi. Yang membuat Draco benar-benar naik darah.

"menyentuhnya, Mr. Zabini? Kau ingin aku memantraimu dengan kutukan Cruciatus, dariku?" Ucap Draco dengan sedikit kesal, dan berusaha melepaskan lengan Blaise dari pundak Harry.

"Kau juga Harry! Kenapa kau mau saja di sentuh oleh orang lain? sekali lagi aku melihatmu mengizinkan seseorang menyentuhmu, kau akan—" Draco tidak melanjutkan kalimatnya karena saat itu teman-temannya bersorak dengan nada menggoda.

"ah! Aku jadi penasaran bagaimana seorang Malfoy mencium pangeran sihir kita" Kata Blaise dengan nada menggodanya yang kental. Saat ini Harry harus benar-benar berhati-hati lagi jika ia menikmati 'service' dari Draco dan muncul di hadapan teman-temannya, seperti ini. Blaise bodoh! Apakah ia tak tahu jika Draco nekat?, pikiran Harry menjerit tak karuan.

Draco menghentikan langkahnya, menangkupkan pipi Harry dan membawa bibirnya bertemu dengan bibir merah Harry yang masih sedikit membengkak. Sorakan dari teman-temannya kembali terdengar, beruntung karena koridor itu sepi atau beruntunglah karena Rita Skeeter tidak lagi berani memasuki Hogwarts atau Hermione akan benar-benar mengumumkan bahwa ia adalah seorang animagus.

Pansy dan juga Hermione sebagai wanita hanya salah tingkah melihat kelakuan kedua sahabatnya yang dulu sepasang rival itu. Harry menyentuh dada Draco dan dengan sedikit berat hati, Draco melepaskan ciumannya. Kemudian berjalan dengan lengannya yang menempel erat di pinggang Harry, mendahului teman-temannya yang masih bersorak dengan nada menggoda.

Lanjut mendengarkan sorakan itu atau Harry akan benar-benar menahan jatahnya selama satu bulan karena Harry yang selalu di goda, jadilah Draco mengerti dan membawa Harry pergi. Setidaknya, menghindari ejekan dari teman-temannya yang masih saja bersorak riang itu.

_oOo_

Waktu semakin cepat berlalu. Berputar mengikuti porosnya. Hingga sekarang, tidak lama lagi kelas tujuh akan menjalani ujian N.E.W.T dengan pelajaran pilihan siswa angkatan kelas tujuh.

Trio Gryffindor dan keempat Slytherin yang kini menjadi sahabat itu semakin serius belajar agar bisa mendapatkan nilai yang memuaskan paling tidak berada di level E, begitu kata Harry dan juga Ron yang memang malas belajar. Hermione dan juga Draco yang mempunyai otak plus-plus tidak kapok untuk memaksa Harry dan juga Ron untuk membuka buku.

"paling tidak bacalah 200 halaman dalam sehari, Ron, Harry" kata Hermione enteng saat itu yang berhasil membuat pria berkacamata dan juga pria berambut merah itu melongo mendengar penuturan sahabatnya yang memang hobby membaca.

"jangan memasang tampang idiot seperti itu, Harry, Ron. Benar kata Hermione, kalian ingin menjadi seorang Auror kan?" mereka berdua mengangguk "jika aku yang menjadi atasanmu aku tidak akan menerima kalian berdua yang malas belajar seperti itu sebagai anak Auror, camkan itu" kata Draco sinis, Harry mendecak kesal.

"tentu saja berbeda, Draco. Menjadi seorang Auror tidak akan berhadapan dengan buku setebal ini" Harry menghempaskan bukunya "dan tentu saja kita praktek tidak mempelajari atau bahkan membaca materi!" Ron mengangguk mengiyakan yang langsung mendapat pelototan tajam dari Hermione.

"terus saja membantah!" Draco berdiri dari tempat duduknya setelah memandang sebal ke arah kekasihnya yang menatapnya dengan tatapan kesal juga. Setelah Draco pergi, Pansy yang sejak tadi sibuk dengan aktivitas membacanya, membuka mulut dan menggenggam jemari Harry.

"Harry! Jika kau ingin menjadi seorang Auror, kau harus mendapatkan nilai yang tinggi. Apa yang dikatakan Draco benar, dia perhatian terhadapmu, hanya saja cara menyampaikannya terdengar kasar. Kurasa kau mengerti dia, Harry" Harry memandang perempuan yang duduk di sampingnya.

"Pansy benar, Harry. Lebih baik kau menyusulnya dan membawanya kembali ke sini. Ada materi yang tidak aku mengerti" Hermione ikut membuka suaranya, Harry menganggguk dan Pansy melepaskan genggamannya.

"aku permisi dulu, sebentar lagi aku kembali" ucap Harry yang di sambut anggukan dari sahabat-sahabatnya.

"mereka berdua itu pasangan yang eerr—menggemaskan" kata Theo setelah punggung Harry menghilang di balik pintu, yang lain mengangguk mengiyakan kemudian kembali belajar dengan serius terkecuali Ron, tentu saja, yang masih mencomot pie coklat nya yang ke 5.

.

.

.

"kau marah kepadaku? Love?" Harry menghampiri kekasihnya yang ternyata berada di Menara Astronomi setelah 30menit yang lalu ia habiskan waktunya untuk mencari sosok Draco. Draco mengangkat kepalanya dari bacaan ringan yang ia baca dan mendapati Harry sudah berdiri dihadapannya, dengan tampang sedikit 'kusut'.

"kau, love! Kenapa aku harus marah?" tanya Draco yang langsung menarik lengan Harry saat pria bermata indah itu tersenyum lega kepadanya. "duduklah" pinta Draco mendudukkan Harry di tengah-tengah selangkangan-nya, Draco duduk sambil mengangkang.

Pria bermata kelabu itu memeluk pinggang ramping kekasihnya dari belakang.

"I Miss You, Love" bisik Draco tepat di telinga Harry, pria berambut pirang itu menjilat daun telinga Harry dan membuat Harry menelengkan kepalanya, menghadap tepat di wajah Draco yang kini memandangnya, buas.

"I miss you more, Draco" gumam Harry, Draco tersenyum apalagi setelah melihat semburat menggemaskan Harry kembali menyala di pipi putihnya.

"aku tergoda untuk memakanmu saat kau tersipu seperti itu, Potter" Harry tertawa kecil mendengar penuturan Draco.

Kembali Harry menatap mata abu-abu milik Draco yang belum juga mengalihkan pandangan dari wajahnya.

"berhenti menatapku sepeti itu, Malfoy" ucap Harry kemudian menengadahkan kepalanya dan mengecup pelan dagu kokoh milik Draco. Tidak tahan lagi, Draco menundukkan kepalanya dan mengecup pelan bibir kekasihnya itu yang kini memejamkan mata indahnya, hal yang sering dilakukannya saat Draco menciumnya.

_oOo_

"Huh! Melelahkan sekali, dan untunglah besok adalahn ujian NEWT yang terakhir, kepalaku benar-benar ingin pecah, rasanya" Harry menghempaskan tubuhnya di sofa ruang rekreasi asramanya, Gryffindor.

"aku setuju denganmu, Mate" ucap Ron mengiyakan, kemudian melangkahkan kakinya mengambil posisi duduk di atas permadani dekat perapian. "kepalaku benar-benar pusing" sambung Ron lagi, Harry mengangguk. Hermione menatap tajam kekasihnya.

"bagaimana mungkin bisa pusing? belajar pun tidak, Ron. Hanya membuka buku dan membaca nya sebentar, tentu saja hal itu membuatmu terkejut saat melihat soal ujian, beruntung kalau kau mendapatkan nilai A!" kata Hermione sarkastis, Ron mendengus.

"aku kan hanya bingung saat di mata pelajaran Ramuan! Essay ku benar-benar hancur. Aku bahkan tidak tahu bagaimana cara memotong tumbuhan Flavias (Karangan Author) berduri yang sangat menyeramkan itu. Dan saat kita menjalani ujian praktek, alhasil tumbuhan sinting itu berjalan kesana-kemari karena yang kupotong adalah bagian kakinya dan kau tahu kan kalau kaki Flavias dipotong maka kaki nya akan tumbuh berkali-kali lipat? Aku sampai kewalahan menghadapinya. Untung ada Draco yang membantuku, sebenarnya tidak membantuku sih!" Ron memandang Hermione dan juga Harry yang terlihat sangat lelah, sudah berkali-kali menguap "dia hanya menghilangkan tumbuhan itu aku juga tahu bagaimana cara menghilangkannya, tapi tak apalah, sekali-kali aku ingin melihatnya memperlihatkan kemampuannya dalam kelas Ramuan" sepanjang malam itu Ron berceloteh panjang lebar dan bahkan tidak peduli saat Harry dan Hermione yang sudah menguap berkali-kali.

"aku mengantuk hoaammm—" sekali lagi Harry menguap dan berdiri dari tempatnya, berjalan menuju kamarnya di lantai dua dengan setengah tidur.

"aku belum selesai, Harry! Harry—kembalilah! eh? Kau juga, kenapa ingin pergi, Mione?" Ron menarik lengan Hermione yang berdiri dengan buku di tangan kanannya. "aku belum menceritakan bagaimana keadaan kuali Seamus saat pelajaran ramuan itu berlangsung" Ron memaksa kekasihnya itu untuk duduk.

"berhentilah Ron! Aku muak mendengarmu, aku mengantuk, Good Night!" Hermione menyentakkan tangannya dan membiarkan Ron terduduk sendirian di duang rekreasi asramanya itu.

"Mione, tunggu!" teriak Ron, Hermione berbalik memandangnya dengan tatapan membunuh.

"pelankan suaramu, Ron! Kau tentu tidak ingin mendapatkan detensi dari Profesor McGonagall kalau kau berteriak seperti itu. Moga saja tidak ada murid yang melap—" Ron menempelkan telunjuknya di bibir kekasihnya, Hermione, yang kini tersipu karena tatapan err—nafsu? Dari Ron.

"kau yang diam, Mione" Ron mendekatkan bibirnya ke bibir Hermione dan mulai mengecup bibir kekasihnya dengan lembut. Tentu saja ia terinspirasi oleh Draco dan juga Harry yang kembali berciuman dihadapannya beberapa hari yang lalu, dihadapan teman-temannya.

_oOo_

"whoaaa—aku tidak menyangka, Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam ku Outstanding! Bagaimana denganmu, Draco?" Harry menghampiri Draco yang masih membaca hasil ujiannya."tentu saja kau mendapatkan nilai O" Harry tersenyum

"tentu! Itu sudah pasti, love" Draco mengacak-ngacak rambut berantakan kekasihnya dan mendapatkan wajah cemberut dari Harry yang kini memanyunkan bibirnya, membuat Draco gemas. "kau tentu tidak ingin aku menciummu di Aula Besar ini, Potter. Kau tentu sudah tau kalau aku tidak bisa mengendalikan diriku. Jadi, jangan berusaha menggodaku" Draco mengusap pipi kanan Harry membuat pria berkacamata itu tersipu. Hey! Mereka berada di Aula Besar penuh dengan murid-murid dari asrama lain.

"sudah saatnya kita makan Draco," Harry melepaskan jemari Draco yang tadi membelai pipinya.

"aku makan di meja Slytherin saja" kata Draco sambil tersenyum

"ya sudah, aku duluan"kata Harry kemudian melangkahkan kakinya ke meja Gryffindor.

"Hallo Hermione, Hai Ron" Harry menepuk bahu Hermione dan juga Ron yang mulutnya sudah penuh dengan berbagai macam makanan.

"kha—i … A—rry…" sapa Ron

"oh! Habiskan makanan di mulutmu dulu Ron"kata Hermione, Ron mengangguk dan menelan semua makanan yang ada di dalam mulutnya..

"halo mate, mana Draco?" tanya Ron setelah menelan semua makanan yang ia makan.

"dia bilang, dia ingin makan di meja Slytherin, saja" kata Harry dan mengambil posisi duduk di samping Hermione.

"tumben?" ujar Ron singkat dan kembali melanjutkan makan siangnya.

"kurasa pesta kelulusan tahun ini sangat meriah" kata Hermione, Harry mengangguk setuju dan sekali lagi menghirup jus labunya dan mencomot pie coklat kesukaannya.

"iyaakkkhh.. ku—asaa.. ju..gha… beg—ithuu" kembali mulut Ron kepenuhan makanan. Dan sekali lagi Hermione kesal dengan tingkah kekasihnya itu, buku yang ia pegang ia pukulkan ke kepala Ron dan membuat pria berambut merah itu terkejut.

"beruntung yang aku pegang bukan sebuah kapak, Ron" kata Hermione sarkastis dan menaruh kembali bukunya.

"kau ini, kasar sekali…" ucap Ron setelah bersusah payah menelan semua makanan yang berada dimulutnya kemudian mengusap kepalanya yang sepertinya benjol karena buku 500halaman itu "kenapa aku mau saja berpacaran dengannya, kalau begitu" gumam Ron kepada dirinya sendiri, dan beruntung Hermione tidak mendengarnya atau ia kembali di pukul oleh kekasihnya. Mungkin, bukan buku 500halaman itu lagi, mungkin benar-benar kapak. Mudah saja mentransfigurasi-kan buku menjadi kapak, paling tidak itu menurut Hermione, pacarnya yang lebih menyukai buku dibanding dirinya. Ron mendengus.

"setelah kelulusan nanti,ku harap surat undangan Auror akan segera datang. Kau tahu aku sangat khawatir kalau aku tidak mendapatkan undangan itu" kata Harry di sela-sela gigitan pie coklatnya.

"oh! Jangan berlagak bodoh Harry! Jangan lupakan bahwa kau pernah mengalahkan Voldemort. Mungkin undangan Auror tahun ini akan jatuh pertama kali di tanganmu. Mengingat Gawain Robards sangat meng-agungkanmu saat dia mengetahui bahwa kau mengalahkan penyihir idiot itu" Hermione mengangguk setuju dengan pendapat kekasihnya itu, tumben sekali dia sependapat denganku, batin Ron.

"jangan berlebihan Ron, saat itu hanya sebuah keajai—"

"sudah beberapa kali kau mengatakan itu mate, akui saja kenapa sih?" potong Ron yang lagi, mendapatkan pelototan tajam dari kekasihnya Hermione yang masih asyik dengan jus labunya. "berhenti menatapku dengan seperti itu, mione. Tentu kau tidak ingin aku mencongkel matamu keluar, kan?" kata Ron kesal, Harry terkikik pelan.

"dan kau juga berhenti mengoceh saat sedang makan, Ron"

"kau juga berhenti membaca saat sedang makan, mione"

"aku kan sedang belajar"

"hei! Ujian sudah lewat, dan kurasa kau tahu itu"

"memang! Bukan berarti itu membuatmu berhenti belajar kan?"

Harry memutar bola matanya, pasangan kekasih yang seperti musuh, batin Harry. Tapi Harry tahu bahwa sahabatnya itu saling mengisi satu sama lain. Sekarang yang ia pikirkan adalah masa depannya yang sudah di depan matanya sendiri. Ia sudah memilih menjadi seorang Auror, bersama Draco dan juga Ron. Bulan depan ia akan menjalani pelatihan pertamanya jika ia mendapatkan undangan dari Kementrian Sihir di bagian Auror, tapi seperti yang di katakan Ron bahwa ia pasti mendapatkan undangan itu, paling tidak ia tidak usah khawatir lagi.

_oOo_

Entahlah! Bagaimana? Apakah bahasaku terlau berbelit-belit? Apakah pendeskripsi-an ku terlalu monoton?, lagi?...

Aku akan segera post Chapter 2 nya jika Reviews sudah mencapai 5 XD

Janji deh, Insya Allah qlo gak ada halangan aku update kilat.

Aku mungkin banyak kekurangan di FF ini.

Terutama bagian 'sok tahu' ku tentang Novel miss J.K Rowling, sehingga mungkin banyak hal-hal yang sangat berbeda dengan Novel itu. Maklum, aku baru membaca masing2 bukunya cuma 1 kali T.T *curcol*

Nah. Untuk memperbaiki FF ku yang akan datang, akan lebih baik kalau kalian tekan tombol Review XD

Mohon Bimbingannya.