A Harry Potter Fanfic

Pairing : DMHP

"DARE YOU"

Aku bingung.

Ya, aku sudah muak dengan candaan si Malfoy gila itu. Aku tak habis pikir, sebenarnya apa masalahnya sampai dia berkata seperti itu padaku!

0o0

Suatu hari di malam natal…

Hogwarts terlihat sepi. Oh ya tentu saja, semua murid baik Gryffindor, Slytherin, Hufflepuff maupun Ravenclaw pasti pulang untuk merayakan natal bersama keluarga mereka terkecuali anak berkacamata dengan tanda petir di dahinya dari Gryffindor. Ok, Harry James Potter tetap tinggal di Hogwarts daripada menyiksa diri di kediaman Dursley. Semua orang tahu, Harry adalah anak yatim piatu.

Bersyukur, sahabatnya, Ronald Weasley, bisa menemaninya sepanjang natal mengetahui Ron bosan pulang kerumah Weasley yang memang biasa-biasa saja di hari natal.

"Potter, senang ada dirimu disini." Seorang pria tinggi nan tampan menghampiri Harry dan Ron. Oh Merlin, ketahui sajalah pria tampan itu menyebalkan.

"Malfoy? How Dare you! Apa mataku tidak salah lihat di malam natal ini kau ada di Hogwarts?" Gumam Ron dengan muka mengejeknya.

"Shut up, Weasel!" Hardik Draco lalu tersenyum licik sambil menghampiri Harry.

Harry tertegun gugup ketika Draco menyeringai sambil menghampirinya. Sehingga punggungnya tepat bersandar di dinding dengan Draco yang menghalangi didepannya. Ron hanya mengangkat alis matanya dan terdiam tak mengerti.

Harry diam. Tentu, ia juga tidak mengerti dengan apa yang Draco lakukan padanya ini. Draco memojokkannya ke dinding? Astaga, Harry dan Draco bukan sepasang kekasih, right? Mereka sesama. Meski memang tubuh Draco lebih tinggi berbanding dari tubuh Harry yang memang lebih pendek juga dari Ron.

"…" Draco menatap wajah Harry yang hanya setinggi pundaknya dengan tajam. Draco hanya bernafas pelan sampai ia berkata dengan nada berbisik. "You make me crazy, Potter." Dengusnya lalu mendorong bahu Harry hingga membentur tembok dan kemudian Draco meninggalkan mereka berdua.

"Are you alright, Harry?" Tanya Ron sambil membantu Harry bangun.

"I'm fine, Ron. Don't worry." Desis Harry sambil meringis memegang bahunya.

"Apakah dia gila?" umpat Ron sambil melihat punggung Draco yang berlalu jauh.

"Mungkin." Ujar Harry juga melihat tubuh Jangkung itu menghilang

0o0

Tak.

Harry terbangun dari alam tidurnya ketika mendengar suara sesuatu yang di lempar ke arah pintu menara asrama Gryffindor. Dia memakai kacamatanya dan turun dari ranjang. Ia tak berniat untuk membangunkan sahabatnya yang tidur dengan lelah itu.

Ia berjingkat dengan hati-hati dan keluar dari kamarnya menuju ruang tengah asrama. Sepi. Tentu saja, yang ada di ruang megah itu sepanjang natal ini hanya Harry dan Ron. Angin malam begitu menusuk mengingat Harry hanya mengenakan baju piyamanya.

Psst.

Harry mendelikkan matanya. Ia mendengar suara desisan seseorang dari balik pintu asrama.

"Potter!"

Harry terbelalak. Ia semakin mendekati pintu asrama dan menguping dari balik daun pintu untuk memastikan.

"Potter! Apa kau di sana? Aku yakin kau yang ada di balik sana."

"Malfoy?" Jawab Harry dari seberang pintu heran.

"Buka pintunya, Potter! Atau aku akan membangunkan Weasel berambut merah itu!" Ancam Draco meski dia tak menyentuh pintu di hadapannya sedikitpun namun terus berteriak-teriak memerintah.

Dengan-sangat-terpaksa, Harry memutar knop pintu dan langsung di sambut sebuah tarikan dari Draco dan terdengar suara 'Brak' pelan di belakangnya.

"He-Hei! Kau bodohi dirimu jika menjejakan kaki disini! Melempar batu kearah pintu asrama Gryffindor, menarikku dan mendebam pintu tidak sopan! K-kau, bagaimana kau tahu password asrama kami?"

"Draconis." Jawab Draco enteng. Membuat Harry terdiam dari rasa geregetannya. "Siapa yang tidak kenal nama itu? Aku termasuk pemiliknya. Aneh sekali, padahal Singa, tapi memakai nama raja ular." Decak Draco sombong, dan tentunya, dia masih belum melepas tangan Harry. Membuat Harry tidak nyaman.

"Sebenarnya, apa tujuanmu?" Harry terus memaksa cengkraman Draco lepas dari tangan kirinya.

"I can't sleep till' you're next to me." Jawab Draco di telinga Harry dan mempererat cengkramannya dan tanpa izin dan respon Harry, ia menarik sang seeker Gryffindor itu.

"He-hei? Apa yang kau katakan tadi? Hei lepas tanganku, Malfoy!" Ujar Harry sambil memukul-mukul punggung Draco dengan tangan kanannya tetapi kakinya tetap mengikuti langkah pemuda jangkung di depannya hingga ia menjauhi Gryffindor dan meninggalkan sahabatnya Ron yang tertidur. Sendirian.

0o0

Harry tak menyangka. Harry kagum.

Tentu saja, selama 4 tahun berada di Hogwarts, baru pertama kali ini, dia menginjakkan kaki di asrama Slytherin. Tepatnya, sekarang ia berada di kamar pangeran es Slytherin, Draco Malfoy. Putra semata wayang dari Lucius dan Narcissa Malfoy ini langsung menjatuhkan tubuh Harry di samping pintu kamarnya.

"Aww…" Harry mendesis kesakitan sambil memegangi lengan kirinya yang membentur dinding lantai.

Draco mengambil posisi mendudukan diri di bangku sofa tunggal di hadapan Harry yang tepat membelakangi ranjang tidurnya.

"Apa maumu, ferret!" teriak Harry parau.

"Sudah kubilang, aku tidak bisa tidur." Jawab Draco datar tanpa mengalihkan mata kelabunya dari hadapan Harry.

"Aku tetap tidak mengerti." Jawab Harry sambil beranjak dan membersihkan pakaian dari debu yang tak kasat mata.

Draco mengamati setiap gerakan Harry. Mata kelabunya menatap Harry dengan ketertarikan dan Harry tidak tahu kalau tatapan itu adalah tatapan 'menginginkan' nya.

"Assh…uggght." Harry merasakan nyeri sekali lagi namun kali ini pada punggungnya yang membentur di sofa yang tadi di duduki Draco. Ia tidak tahu kalau tadi Draco berjalan cepat ke arahnya dan menjatuhkannya di sofa. Dan kali ini, Harry ketakutan, karena Draco tepat berada di hadapannya. Dekat sekali hingga hampir menghimpitnya.

"Kau tahu, potter. Aku membencimu."

"Hei! Aku sudah tahu itu sejak lama. Jadi, apa maksudmu? Dari awal natal aku sudah heran padamu! Kau itu tumben sekali ada di Hogwarts? Kau berniat mau membunuhku?" Harry memberanikan diri menjadi cerewet. Sebenarnya Malfoy satu ini kenapa? Padahal dia memiliki orangtua yang menyayanginya. Harusnya, natal ini dia pulang seperti biasanya, tapi kenapa dia memilih berada di Hogwarts, di asrama Slytherin sendirian?

Draco diam dan menatap mata emerald Harry dengan glare-nya dan mencengkram bahu Harry erat-erat. Harry hanya bisa meringis dan tak bisa melawan pada Draco yang sepertinya, marah?

Tak lama kemudian, Draco melepas cengkraman di bahu Harry dan mendorong Harry kuat. Kemudian ia menjauhi Harry, memunggunginya sambil mengusap wajah pucatnya frustasi.

"Dengar, Potter. Aku tahu yang akan aku katakan ini gila. Tapi entahlah, aku membencimu. Sungguh, aku membencimu. Kenapa ada orang macam dirimu di sini? Harusnya kau tetap tinggal di Muggle saja." Ujarnya sambil memandang Harry yang masih terduduk di sofa.

"W-What? Apa sebenarnya yang kau bicarakan?" Harry mengerutkan kedua alisnya dan bertampang tak mengerti. Di mata Draco, ekspresi Harry yang seperti itu terlihat, Cute?

Draco menghela nafas pelan. Mencoba mengatur deru nafasnya yang memang terdengar aneh di telinga Harry. Draco terlihat ketakutan atau mungkin gugup?

Draco menghampiri Harry yang mulai duduk tegap. Draco menyentuh tangannya di sisi sofa lalu membungkuk di samping Harry. Membisikkan sesuatu tepat di telinga Harry.

"Aku membencimu. Tapi rasa benciku, Ingin memilikimu seutuhnya, Harry."

Harry terkesiap. Mata emeraldnya membuka sempurna. Bulu kuduknya meremang, tentu. Ia merinding dengan bisikan lembut itu. Apalagi saat Draco menyebut nama kecilnya dengan datar.

Harry segera beranjak dan menjauh lalu mengeluarkan tongkat sihirnya yang selalu ia bawa kemanapun, kapanpun, dimanapun. "Expelliarmus!"

Tapi sayang, Draco tahu dan mengeluarkan tongkat sihirnya lebih dulu sehingga justru tongkat Harry yang terpental entah kemana.

Brak. Suara riuh pintu kayu terdengar ketika Draco mendorong tubuh Harry disana dan menahan lengan Harry dengan kedua lengannya. Juga menahan tubuh Harry dengan tubuhnya.

"Haah… hossh…" Nafas Harry menderu. Satu hal yang ia rasakan saat ini adalah takut. Dia yang tak pernah takut menghadapi Voldemort nanti, justru sekarang ketakutan pada pria yang terlihat menggilainya.

Draco terdiam sampai Harry mulai menstabilkan nafasnya. Lalu, tangan pucat Draco membelai pipi kirinya pelan. Draco meletakkan wajah runcingnya di bahu kiri Harry dan berbisik di telinganya.

"Potter… Harry Potter… My Little Potty…"

Harry berontak karena Draco mengecup-ngecup kecil bagian lekuk lehernya.

"Ma-Malfoy… i-ini, asssh…" Harry melenguh lagi dengan sentuhan hangat di bagian sensitive lehernya.

"Cup… jangan panggil aku Malfoy, Harry~" Bisik Draco menggoda. Harry berusaha mengandalkan kedua tangannya untuk menyingkirkan tubuh si rambut pirang itu. Namun, Draco terus membuatnya lemah dan melenguh pelan.

"Dra— Sial, Malfoy! Hentikan." Umpat Harry. Tak sedikitpun Draco menggubrisnya dan terus menikmati cecapannya. Draco terus menyicipi setiap inchi kulit leher yang bersih itu. Ingin berniat meninggalkan jejak di sana, tapi tak bisa ia lakukan karena itu akan membahayakan Harry maupun dirinya. "Draco, please~ huughh~"

Draco menyeringai di balik lekuk leher Harry mendengar Harry menyebut nama kecilnya, memohon sekaligus melenguh. "Uuuggght, Dracoo~"```

Di saat Harry mulai menikmatinya, Draco justru menghentikan aksinya dan menjauh dari tubuh yang lebih mungil darinya itu. Membuat Harry hilang hasratnya dan menatap ke arahnya heran.

"Cih! Weasel-bee!" Gumamnya kesal.

"A-ada apa?" Tanya Harry gagap. Harusnya ia bersyukur telah terlepas dari jerat ferret itu, namun Harry tersadar ia menginginkannya lagi.

"Lihat petamu. Weasel itu mencarimu. Kau pergilah." Ujar Draco sambil membelakangi Harry. Berniat untuk tidur dan menuju ranjang tidurnya.

Harry membuka peta yang di maksud. Dan ia melihat jejak kaki Ron tengah mondar-mandir di koridor yang tak jauh dari asrama slytherin. Harry mengerutkan alisnya dan menatap Draco yang sedang memejamkan matanya dan berbaring telentang di ranjang berselimut hijau itu.

"Kenapa, kau bisa tahu tanpa—"

"Aku bilang kau pergi saja, Potty." Jawab Draco tanpa mengubah posisinya dan tetap terpejam.

Harry menggembungkan pipinya sebal. Ia lalu menghampiri Draco dan menarik pemuda itu dengan paksa. Draco yang tersentak itu tak bisa melakukan apa-apa dan hanya menuruti apa yang tengah di lakukan Harry kecilnya. Ternyata, mereka berdua keluar untuk menghampiri Ron.

0o0

Kini ada 3 orang yang berada dalam asrama Gryffindor. Dan sekarang, terlihat Ron menatap dua orang di hadapannya dengan wajah sebal.

"Kau sungguh-sungguh, Harry? Kau tidak tahu siapa dia? Malfoy musuh kita." Umpat Ron tidak terima dengan permintaan Harry.

"A-Aku tahu, Ron. Tapi, dia sendirian di asrama Slytherin sekarang, biarkan dia bersama kita saat ini." Harry gugup dan tak tahu harus melakukan apa. Ron mendengus sambil menatap Draco yang berada di samping Harry dengan wajah santai.

"Terserah. Biarkan dia tidur di ruang tengah." Ujar Ron sambil menaiki ranjang untuk kembali tidur.

"Ta-tapi, dia tetap sendirian kalau begitu." Tolak Harry.

Ron terhenti dari gerakannya. Nampak mulutnya menganga lebar, ia kesal. Ia tak percaya kalau Harry begitu memperhatikan pangeran Slytherin itu. Astaga, lelaki disamping Harry itu Draco Malfoy, kan? Musuh besar Harry, tentu!

"OK. Biar dia tidur di luar kamar kita." Pada akhirnya Ron tak mau ambil pusing.

"Aku ingin tidur di ruang ini." Akhirnya Draco angkat bicara.

Ron mengusap wajahnya. Ada apa dengan malam ini?

"Baik-baik. Kau tidur di ranjang Neville atau Dean." Ron mulai menyelimuti tubuhnya dan membaringkan tubuhnya. Harry pun menaiki ranjangnya setelah mendapatkan persetujuan dan juga akan memulai tidurnya. Namun, ia tersentak saat seseorang justru menaiki ranjangnya.

"Aku tidur bersama Harry." Ucap Draco semaunya. Ron kembali mendengus mendengarnya tapi tetap memunggungi mereka berdua.

Draco melingkarkan tangannya di pinggang Harry dan itu membuat Harry gelisah.

"Aku tak keberatan kau tidur di ranjangku sekarang. Tapi aku mohon jangan mengusikku." bisik Harry geram sambil menyingkirkan lengan Draco dari dirinya.

"Oh ayolah, Harry. Aku tidak bisa tidur kalau begitu." Manja Draco.

"Jangan panggil aku Harry. Semaumu saja." Kesalnya.

"Ok. My potty~" Draco merapat sambil memeluk Harry dari belakang. Draco bahagia. Harry sengsara, apa boleh buat.

0o0

"Harry!" Hermione berlari menghampiri sahabatnya yang tengah berdiri mematung di sudut meja makan Gryffindor. Ia pun memeluknya. Sepanjang natal, ia benar-benar merindukan Harry dan Ron.

"Oh, Hermione! Senang melihatmu lagi." Harry balas memeluk Hermione.

Ron yang tahu, lalu memutar badannya dan keluar dari bangkunya menghampiri Harry dan wanita yang di sukainya. Hermione pun berbalik untuk memeluk Ron.

Tapi sepertinya, Harry terlalu sibuk dengan pandangan kosongnya yang terarah ke meja makan asrama lain.

"Ha-Harry?" Hermione dibuat penasaran oleh tingkahnya. Ia mengikuti arah pandang Harry dan hanya melihat anak-anak Slytherin yang sedang makan memunggungi mereka.

"Hermione. Bagaimana perasaanmu jika ada seseorang yang mengikutimu?" Tanya Harry tanpa mengalihkan pandangannya.

"Why? Tentu aku takut kalau aku tak mengenalnya. Apalagi kalau itu musuhku. Ada apa Harry?" Hermione semakin tak mengerti.

"Kau benar, Mione." Jawab Harry datar dan meninggalkan mereka berdua. Ron memilih untuk diam. Ia selalu tak mau ambil pusing.

… di meja makan asrama Slyhterin, Nampak Draco menyeringai tanpa melepas pandangannya dari punggung Harry yang meninggalkan aula besar. Sedari tadi, ia begitu tertarik kepada Harry yang memandangnya dengan tatapan takut.

Ia lalu keluar dari bangkunya dan meninggalkan aula besar juga tanpa menghiraukan pertanyaan teman-teman asrama. Yang ada di pikirannya saat ini adalah mengejar Harry kecilnya. Ia terus menyeringai dalam senyum tipisnya.

0o0

Harry terdiam. Bulu kudukknya meremang. Ia merasakan sesuatu yang tak enak. Namun, ia berusaha menepisnya dan terus berjalan melewati koridor satu ke koridor lain.

Tap tap tap.

Harry terdiam dari langkahnya dan menoleh ke belakang. Tak ada siapapun di sana selain dirinya. Ia lalu kembali melanjutkan langkahnya. Ia takut dan gelisah. Ia tak tahu akan melangkah kemana pagi ini. Yang ada dipikrannya saat ini adalah rumah Hagrid. Sekedar curhat dan mencari hawa sejuk untuk menenangkan pikirannya. Sepanjang natal, perasaan Harry terasa tak enak. Apalagi jika membahas seorang Draco yang menyimpan sejuta makna dalam senyum –atau seringai—nya. Entahlah, ia juga tak tahu mengapa ia bisa sedekat dengan pewaris Malfoy malam itu. Hanya malam itu, ia bahkan tak sadar dengan apa yang Ron bicarakan pagi harinya ketika Draco tak ada di asrama. Harry merasa malam itu dia hanya tidur bersama Ron. Jika yang di katakana Ron benar, ia pasti di kutuk oleh Ferret itu.

Ah sudah. Ia harus segera ke rumah Hagrid.

Draco yang tadi bersembunyi kini kembali memandang punggung Harry yang berjalan cepat menjauhinya. Mata abu-abunya terasa kosong. Dan terlihat terluka. Ia pusing dengan beban yang tengah di pikulnya. Draco menyeka lengan jubahnya dan memperlihatkan tanda. Tanda bahwa semenjak natal itu, dia adalah seorang Death Eater. Malam itu dia benar-benar memperalat Harry. Ia mencintai Harry. Dan dia berada di pihak Voldemort. Ini membuatnya gila. Harry membuat dirinya gila dan sampa ia tak sadar kalau malam natal terakhir ia tak bisa tidur dan justru mendatangi Harry. Setidaknya, ia bisa bahagia meski Cuma sebentar. Dari awal, Draco sudah tahu Harry menolak keberadaannya.

Tapi, Draco tidak mau. Dia ingin memiliki Harry. Orang yang sepatutnya di lindungi. Bukannya harus melindungi! Tapi, apakah nanti manusia tak berhidung itu akan membunuhnya? Persetan dengan Voldemort. Dia harus mengambil Harry secepatnya juga sebelum tangan-tangan kotor yang lain menyentuh little potty-nya.

Iapun kembali mengikuti langkah Harry.

0o0

Harry semakin merinding. Kenapa ia tak sampai-sampai di rumah Hagrid? Dan ia merasa terus di awasi, bukan! Tapi ia merasa di ikuti. Ia terdiam dari langkahnya. Dia mearasa ada yang tak beres. Perlahan-lahan, Harry mengeluarkan tongkatnya untuk berjaga-jaga. Ketika ia menoleh—

"Sectusempra!" sebuah kilat cahaya menerjang tubuh kecil Harry hingga terpental jauh. Ketika tubuh Harry mendarat di tanah, darah segar mulai mengucur dari dada dan sela-sela lehernya.

"Ugght~" Harry merasa dirinya di sayat-sayat oleh berjuta pedang. Dan kini, ia melihat sosok jangkung dengan rambut pirangnya tengah berdiri di hadapannya yang terbaring kesakitan.

"Potter…" Draco menundukan wajahnya dan mulai memeluk Harry yang tentu tak bisa berkutik. "You are mine." Dan parahnya. Bukannya segera menolong Harry. Justru pria menakutkan ini mulai menjilati darah segar Harry dan menikmatinya.

"D-Draco~ukkkh. Ple-ase- Stop." Dan Harry mulai memuncratkan darah dari mulutnya. Tapi itu tak mengusik ketenangan Draco yang terus menggilainya. Harry tak kuat. Dan ia tak merasakan apa-apa selain kesakitan yang amat dan pandangannya yang mulai menggelap. Draco tak menghiraukan apa yang terjadi pada Harry sekarang. Justru ia mencintai Harry yang seperti ini. Yang mengeluarkan darah untuknya. Yang memohon padanya. Ia ingin Harry bergantung padanya. Hanya ia yang boleh menyakitinya. Apakah ini gila?

'How dare you… potter is mine' desis Draco dengan bahasa parseltongue.


Sementara itu. Di sebuah manor yang terlihat begitu mencekam. Gelap menyelimuti manor megah itu. Manor dimana tempat para Malfoy tinggal. Terlihat kegeraman di bola mata Rubby yang tengah menatap layar. Layar yang menampakkan pemuda yang bersimbah darah yang berada di bawah seorang pria yang akhir-akhir ini berada di bawah pengawasannya. Mereka adalah Harry Potter yang terbaring sekarat dan anak daripada Lucius Malfoy dan Narcissa Malfoy yang juga tengah berada bersamanya. Narcissa yang melihat itu tak menyangka dan hanya bisa menutup mulutnya seketika air keluar dari sela-sela matanya. Lucius pun tak menduga putranya menantang Dark Lord sejauh itu.

Draco yang menatap mereka dari layar terus menggumamkan bahasa kebangsaan Slytherin. Ia tengah menantang Tom Marvolo Riddle.

Trak.

Voldemort mengubahnya gelas kaca yang di genggamnya menjadi serpihan. Membuat Lucius dan Narcissa tersentak ketakutan. Bellatrix yang berada di samping kanan Voldemort tersenyum picik dan berdiri perlahan menghampiri saudarinya yang menggandeng tangan Lucius. Tanpa ragu ia menyeret keduanya dengan kejam dan paksa.

"Dare You… Draco…" gumam Voldemort dengan pandangan keji. Sementara orang yang berada di layar hanya menyeringai menang.

To Be Continued…

MAAF. SANGAT MAAF.

Ini First Fic Drarry saya. Dulu saya Author di FFN yang memegang nama Ana-Ryhan dan julycassielfshawol. Namun kedua akun itu sudah musnah dan gaje. Banyak yang menjailiku. Entah karena sirik atau apa.

Kali ini. Aku sedang mesra-mersranya sama Drarry. Aku baru pertama ke fandom ini. Dan entah kenapa, FF ini aku jadi bingung malah jadi seperti ini. Maaf kalau misal aku lama update. Aku sudah kelas 3 SMA. Pasti bakal banyak kegiatan.

Aku harap. Respon baik menghampiri Fic ini.

Terima kasih. Mohon tanggapannya (_ _)