Summary….

Ia tak pernah tahu bahwa kehidupan akan membawanya kepada kepahitan… Dan ia tak pernah tahu bahwa dunia yang menawarkan kebebasan untuknya ternyata begitu

menakutkan… Di dunia bebas itulah ia kehilangan semuanya...

Ia tak pernah meminta untuk suatu hal yang begitu menyulitkannya… Dia tak pernah menginginkan seorang seperti Uchiha Sasuke mencintainya…

.

.

.

Because Of You

Disclaimer: Naruto milik Masashi Kishimoto

Because Of You milik Bird Paradise

Pair: Sasuke Uchiha dan Hyuuga Hinata

Rated M

Genre: Romence, Drama, Angst, Hurt/Comfort dll.

Warning

AU, OOC, Typo(s), Gaje, Abal, Ide pasaran dan warning-warning lainnya.

Don't Like Don't Read

Don't Like Don't Read

Don't Like Don't Read

.

.

.

Pandangan mata pearl-nya tak henti-hentinya mengiringi matahari kembali ke peraduannya. Pikiran yang tak selaras dengan tubuh yang berdiri di jendela besar yang menampilkan sebuah keagungan ciptaanNya. Ya matahari, ingin rasanya ia terus menatapnya seandainya sebuah suara tidak mengintrupsi kegiatan rutinya sejak ia tinggal di kediaman yang megah ini. "Nona, hari sudah mulai gelap. Bolehkah ku tutup tirainya?" Hinata sedikit tersentak oleh sebuah suara yang beberapa bulan kebelakang selalu menemani dalam dinginya udara di balik bangunan ini. "Y-ya kau boleh menutupnya Matsuri." Lalu ia segera berjalan ke sisi ruangan untuk membersihkan diri. Sebelum ia membuka pintu, lagi-lagi suara Matsuri menghentikannya. "Apakah nona ingin aku buatkan sesuatu untuk makan malam nanti?" Ia lalu menatap Matsuri sejenak sambil menyunggingkan sedikit senyuman. "Terimakasih Matsuri-chan, tapi itu tidak perlu." Tanpa menunggu jawaban lagi darinya, Hinata langsung bergegas masuk ke kamar mandi. Matsuri hanya menghela nafas 'nona' yang sudah ia layani dan sudah menjadi temannya selama beberapa bulan ini, masih terlihat murung. Ya, betapa ia sangat mengerti beban berat yang harus 'nonanya' tanggung di usianya yang baru menginjak 16 tahun.

.

.

. &BOU&

Ten Months Ego….

Betapa bahagianya bagi seorang Hinata Hyuuga yang akan menginjakan kakinya di sekolah menengah atas. Bukan tanpa alasan, ia terlihat begitu sangat bahagia. Eerr mungkin terlihat begitu berlebihan, namun pada kenyataannya, ia berbeda dengan remaja pada umumnya. Sebagai putri bungsu dari keluarga kaya di Konoha, membuat kebebasan adalah sesuatu yang sangat mahal sekolah dasar ia sudah di masukan ke sekolah asrama khusus perempuan. Yang menurut Ayah dan Kakaknya lebih aman untuknya. Dan baru boleh keluar dari tempat yang begitu- menyesakkan -menurutnya, setelah ia memohon dengan sangat kepada Tou-san nya dan juga Nii-san satu-satunya dengan syarat yang tentunya tak mudah. Pagi ini seperti biasanya, setelah sarapan bersama keluarganya-yang hanya ada Ayah dan Kakaknya-Hinata bergegas memasuki mobil yang akan mengantarkannya ke Konoha High School. Ya. Sebuah sekolah umum yang tidak perlu di pertanyakan lagi kualitasnya, karena seorang Hyuuga Hiashi tidak akan sembarangan dengan sesuatu yang menyangkut masa depan putra-putrinya. Dalam perjalanannya, Hinata tidak henti-hentinya berdoa dalam hati semoga di hari pertamanya 'menginjakan kaki di dunia bebas' ia tidak menemukan kesialan. Setelah kurang lebih 30 menit terkurung dalam mobil yang nyaman, ia keluar dengan perasaan gugup yang luar biasa. Hinata bukanlah gadis yang mudah bersosialisasi dengan lingkungan yang baru. Ia adalah gadis pemalu yang lebih suka menghabiskan waktu luangnya dengan berdiam diri dalam rumah. Latar belakang keluarga yang terpandang dan kaya raya- yang tentunya kekayaanya itu- memang tak sanggup membeli kebebasan bagi seorang Hyuuga Hinata sekarang setelah kebebasan sudah ada dalam gengamanya, ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang sudah susah payah ia dapatkan. Setelah menarik nafas dalam-dalam, Hinata langsung bergegas menuju gedung yang terlihat menjulang di hadapanya.

.

.

. &BOU&

"Bagaimana rencana selanjutnya… apakah kau sudah merencanakannya dengan matang?" Lelaki yang berdiri di depan 'tuan'nya itu, menjawab dengan kepala yang menunduk. "Sudah siap semuanya Orochimaru-sama, tinggal menunggu perintah anda selanjutnya." Lelaki setengah baya yaag di panggil Orochimaru tersebut hanya ber 'hn' tanda bahwa ia puas dengan kinerja anak buahnya. Setelah ia menghembuskan asap cerutunya, Orochimaru lalu mengeluarkan kalimat yang bernada memerintahnya. "Hn,.. segera persiapkan, kita akan melakukannya setelah ia dan anak lelakinya kembali. "Hai Orochimaru-sama…err … tapi benarkah anda akan menepati janji?" Tatapan mata tajam berpupil menyerupai mata ular, berkilat penuh ketidaksukaan. "Apakah kau meragukanku?... Aku tidak suka menjilat kembali perkataanku Kabuto… gadis Hyuuga itu akan menjadi milikmu kalau kau berhasil dalam misi ini." Orochimaru menyeringai menatap pemuda yang tetap terdiam di tempatnya. Selang beberapa saat Kabuto mengundurkan diri dengan mengucapkan terimakasih kepada tuannya tersebut. Ya. Kabuto Yakushi seorang kaki tangan Orochimaru yang selama ini selalu setia padanya. Selama ini Kabuto tidak pernah meminta imbal jasa –kecuali yang di berikan Orochimaru-setiap kali berhasil menjalankan misi yang diberikan padanya. Namun entah kenapa untuk misi kali ini, ia menginginkan sebuah imbalan. Hyuuga Hinata, gadis cantik berambut hitam sepinggang yang pertama kali ia lihat di sebuah pesta yang diadakan oleh Hyuuga Corp. Seorang Kabuto Yakushi yang selama ini tidak pernah terlihat dengan wanita, tiba-tiba menginginkan seorang gadis? Orochimaru terkekeh memikirkan semua itu.

.

.

. &BOU&

Sudah 6 bulan Hinata merasakan hidup bebas tanpa tembok asrama yang menghalanginya dengan dunia luar. Ia terlihat sangat menikmati hari-harinya di sekolah yang baru dan tentunya dengan teman-teman yang baru juga. Ia patut bersyukur, walaupun tidak banyak tapi ia memiliki teman-teman yang baik. Yang mau membantunya dalam segala hal yang Hinata butuhkan. Mereka dapat memahami Hinata yang belum pernah menginjakan kaki di sekolah umum. Dan dengan senang hati mereka akan membantunya terutama yang sangat Hinata butuhkan adalah dalam beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Ada dua gadis yang dengan senang hati mau menemani Hinata kemanapun ia pergi, terutama di lingkungan sekolah. Dua gadis yang berbeda karakter namun mampu membuat gadis Hyuuga yang sering canggung itu selalu nyaman berada di dekat mereka. Yamanaka Ino seorang gadis cantik yang langsung populer dalam beberapa hari ia menginjakan kakinya di Konoha High. Gadis cantik yang ramah, ceria dan begitu fasioneble di mata Hinata. Gadis yang selalu membantu Hinata terutama saat ia harus 'bersinggungan' dengan kaum adam yang seringkali membuat Hinata gugup. Sahabat Hinata yang kedua adalah Lee Tenten, seorang gadis keturunan Cina-Jepang yang begitu enerjik dan menguasai beladiri karate. Walaupun ketiga gadis yang bersahabat ini mempunyai kepribadian yang berbeda, namun kebersamaan yang mereka jalin-walaupun belum lama- adalah kebersamaan yang saling melengkapi. Hinata yang pemalu dan terlalu baik hati ini seringkali di manfaatkan oleh anak-anak yang kurang 'berhati nurani'. Ia membutuhkan seorang seperti Yamanaka Ino yang berani dan kuat seperti Tenten. Sedangkan Yamanaka Ino yang populer membutuhkan Tenten untuk melindunginya dari gadis-gadis yang iri dan tidak menyukainya. Dan tentunya Hyuuga Hinata yang lembut dan penyabar yang mampu meredakan emosinya yang seringkali meluap tanpa terkendali. Dan untuk Tenten yang tomboy, ia butuh sahabat yang feminim seperti Ino dan Hinata yang selalu membuatnya iri karena daya tarik yang mereka berdua miliki. Bagi Tenten, Hinata dan Ino adalah orang yang berharga untuknya yang selalu ingin dia lindungi.

Seperti biasa jam pulang sekolah, koridor selalu penuh sesak dengan manusia-manusia yang berjubel menuju satu pintu yang menghubungkanya dengan dunia kebebasan-menurut mereka- dan Hinata lebih memilih keluar ketika koridor sudah cukup sepi. Hari ini kedua sahabatnya sedang mengikuti klub yang mereka ikuti. Tenten di klub karatenya dan Ino di klub drama. Sedangkan klub yang Hinata ikuti -klub memasak- yang kebetulan berbeda harinya. Hinata berjalan sendiri di koridor sambil beberap kali terdengar helaan nafas darinya. Ya. Hari ini ia akan merasa kesepian lagi di dalam rumah tanpa Ayah dan Kakaknya. Sebenarnya Hinata sudah terbiasa tanpa mereka yang sering meninggalkannya di Mension khas Jepang selama berhari-hari. Seandainya ada seorang Ibu atau adik yang menemaninya, mungkin Hinata tidak perlu merasa kesepian lagi. Ia cepat-cepat menepis semua pikirannya. Sebelum rasa rindu pada sang Ibu yang telah pergi dan adik perempuanya yang tidak sempat melihat warna dunia menggelayuti hatinya hingga menimbulkan sesak yang selalu membuatnya menangis. Tak terasa ia sudah sampai di depan gerbang sekolah. Amethys-nya melirik kesana kemari, mencari ke sekeliling apakah Genma-supir pribadinya- sudah datang atau belum. Tanpa ia ketahui ada sepasang mata hitam yang terus mengawasi gerak-geriknya, sudah beberapa bulan kegiatan ini selalu ia lakukan. Namun tak sekalipun pria itu mampu menampakan diri. Beberapa saat kemudian ia melihat gadis incarannya memasuki Range rover putih. Seringaian tampak jelas di sudut bibirnya. " Sebentar lagi kau akan menjadi milikku Hyuuga Hinata…" gumamnya.

.

.

. &BOU&

"Bisahkah kau berhenti minum Sasuke…"

"…"

"Hah… aku benar-benar gerah setiap kali melihatmu terus minum, atau setiap malam mengencani wanita yang berbeda-beda."

"…"

"Tidak bisakah kau sedikit serius dengan hidupmu? Kau begitu sukses dan kaya raya di usiamu yang masih muda. Tapi… seumur hidupku menjadi sahabatmu, tidak satu kalipun kau mencintai seorang wanita kecuali-"

"Tak bisahkah kau diam Dobe…! atau pergi dan jangan ganggu aku lagi!"

Naruto hanya mampu menghela nafas, melihat sahabat sedari kecilnya belum berubah. Hah…Kami-Sama bisakah Kau mengembalikan sahabatnya sepert lima tahun silam? Akhirnya Naruto meninggalkannya sendirian tanpa mengucapkan sepatah katapun.

.

.

. &BOU&

"Selamat datang Nona…" Pelayan setia Hinata itu menyambut 'nonanya' dengan senyuman manis seperti biasanya.

"Ya… Ayame-san," Hinata menjawab dengan begitu tidak bersemangat. Ia langsung menyusuru koridor dalam rumahnya untuk mencapai kamar dan segera merebahkan tubuhnya yang terasa remuk akibat pelajaran olahraga yang sangat tidak di sukainya. Ayame yang masih setia mengikuti nonanya itu, akhirnya membuka mulutnya lagi. "Eemm… Nona, tadi sebelum Hiashi-sama berangkat, beliau berpesan supaya anda tidak keluar rumah di malam hari." Hinata langsung berhenti dan melirik Ayame yang berdiri di sampingnya sambil menunduk. Hinata tahu bahwa Ayahnya memang tidak mudah memberikan izin untuknya apabila ingin keluar di jam luar sekolah. "Maksudmu… dengan pengawal pun aku tidak boleh keluar?" Ayame menjawab pertanyaan nonanya masih dengan menunduk. "Kata Hiashi-sama, nona tidak boleh keluar sendirian dan mulai besok Genma-san dan beberapa orang lainya akan menunggu anda sampai pulang sekolah." Hinata hanya diam menanggapi perkataan pelayannya itu. Ia langsung berlalu memasuki kamarnya dan sebelum masuk, Ayame kembali mengintrupsi. "Nona… apakah makan malam nanti, saya antar ke kamar anda?" Hinata hanya memberikan anggukan sebagai persetujuan. Dan setelah itu hanya terdengar pintu Shoji yang bergeser lalu tertutup kembali.

Di dalam kamar, Hinata langsung merebahkan dirinya di ranjang yang menurutnya menjadi sangat nyaman di saat lelah sedang menderanya. Pandangan matanya menerawang, ia memikirkan pesan Ayahnya. Tidak biasanya Ayahnya benar-benar melarang keluar sampai seperti ini. Kenapa Ayahnya mendadak berubah menjadi sangat overprotective? Apakah akan ada sesuatu yang sangat mengancam keselamatannya? Haah… Ia benar-benar tidak mengerti. Hinata tahu bahwa ia adalah anak seorang konglomerat, yang tidak mungkin terlewatkan oleh para penjahat yang menginginkan uang ayahnya. Tapi ia merasa selama ini, ia tidak terlalu mencolok di depan umum. Ia jarang menampakan diri di depan media kecuali beberapa kali. Itupun dikarenakan pesta yang diadakan oleh perusahaan Ayahnya. Yang menuntutnya sebagai salah satu pewaris Hyuuga Corp menampakan diri di depan semua relasi ayahnya dan tentu beberapa media bisnis yang tidak ingin melewatkan kesempatan meliput pesta perayaan peluncuran cabang Hyuuga Corp di beberapa daerah. Terlarut dengan isi benaknya yang begitu penuh dan rasa lelah yang mendera, Hyuuga cantik itu perlahan-lahan menyembunyikan mata bulannya dan terbang ke alam mimpi.

.

.

. &BOU&

Sasuke tidak henti-hentinya memandangi berbagai dokumen yang bertumpuk di meja kerjanya. Ia benar-benar merasa lelah. Kedua tangannya menumpu kepalanya dan beberapa kali meremas rambutnya frustasi. Ponsel pintarnya bordering menandakan sebuah pesan masuk. Sasuke melirik ponselnya mencari tahu siapa pengirim pesan tersebut. Setelah ia melihat nama yang tertera di layar, ia langsung cepat-cepat membukanya.

From: Suigetsu

Tua bangka itu akan melakukan sesuatu pada perusahaan ternama di Konoha.

Kuharap dia tidak mengincar milikmu Sasuke…

Sasuke mengernyitkan alisnya, Suigetsu adalah teman sekaligus anak buah yang ia jadikan mata-mata untuk menyusup ke sebuah organisasi kotor yang di pimpin oleh seorang laki-laki licik. Sasuke harus segera menggagalkan rencana busuk laki-laki itu. Sebelum tua bangka itu memporak-porandakan semua perusahaan besar di Konoha. Belum sempat Sasuke beranjak dari tempatnya, tiba-tiba pintu ruanganya terbuka tanpa permisi.

"Sasuke-kun~… apakah kau sangat sibuk? Hingga satu minggu ini kau tak sempat mengunjungiku?" Tangan wanita itu langsung menggelayut manja tanpa persetujuan lebih dahulu dari sang empunya.

"Untuk apa kau kemari?... apa kau tak lihat aku sedang sangat sibuk?" Sasuke berusaha menepis tangan yang mulai menjelajah di sepanjang lehernya. "Tapi aku tak tahan~ … aku benar-benar sangat merindukanmu."

Sasuke benar-benar merasa risih dengan kelakuan wanita yang masih saja menciumi seluruh bagian waahnya tanpa malu. Ia langsung beranjak dari kursinya. "Pulanglah gadis kecil, kau hanya akan mengganggu pekerjaanku." Sasuke berkata dengan nada datar tanpa berpikir bahwa ucapannya akan menyakiti lawan bicaranya. Tanpa merasa takut, wanita itu kembali, mengeluarkakn suaranya tetapi tidak ada lagi kata-kata manja seperti awal pembicaraan. "Aku bukan gadis kecil lagi Sasuke-kun, bukankah kau sudah membuktikannya?"

Sambil mrnyeringai wanita itu menambahkan. "Kau yang membuatku menjadi wanita dewasa dan aku tidak pernah menyesalinya. Karena aku me-"

"Pulanglah Shion, belajarlah dengan baik. Bukankah kau tidak ingin mengecewakan ayahmu?" Sasuke berkata dengan sedikit lunak dan datar seperti biasanya. Wanita yang dipanggil 'Shion' itu hanya diam. Ya. Dia memang tak pernah bisa mengambil sedikit saja hati pria yang sekarang berdiri memunggunginya menghadap jendela. Semua telah ia lakukan demi pria itu. Semuanya sampai tidak ada yang tersisa lagi dalam dirinya. Namun tetap saja semua pengorbananya tidak sanggup menggoyahkan hati baja pria yang sangat di cintainya itu. Gadis itu tetap menampakan ekspresi bahagia dengan senyuman yang mengembang di bibirnya. Tak mempedulikan bahwa pria yang dicintainya bersikap acuh padanya.

"Sasuke-kun….aku kesini hanya ingin bertanya padamu tentang pertunangan yang tempo hari pernah Ayahku bicarakan denganmu dan aku ingin tahu pesta seperti apa yang kau inginkan untuk pertunangan kita nanti karena-"

"Tidak akan ada pertunangan Shion…."Sasuke menghela nafas sejenak,

"Lagipula aku tak pernah mengiyakan permintaannya." Seringaian kejam terlihat dari bibir yang begitu menggoda setiap hawa yang melihatnya.

Gadis itu membeku di tempat mendengar kata- kata yang terucap dari bibir pria yang menjadi 'dunianya'.

"Kau bisa mencari pria yang lebih baik dariku." Sasuke berjalan menghampiri gadis yang sekarang tertunduk menyembunyikan air matanya. Dengan ekspresi datarnya, ia kembali menambahkan kata-katanya yang semakin membuat gadis di depanya semakin terpuruk. "Kau masih terlalu kecil untukku, lagipula aku tidak tertarik untuk mengikat hubungan dengan wanita manapun. Jadi kau jangan pernah berharap apapun padaku."

"Tapi semua yang pernah kita lakukan, apakah kau-

"Bukankah dari awal kau sudah tahu… bahwa aku bukanlah pria baik-baik? Tapi kau masih saja mendekatiku."

"Ku pikir kau bisa berubah-"

"Karena kau anak seorang Perdana Menteri?" Sasuke menyeringai setelah beberapa kali memotong perkataan gadis yang sekarang telah meneteskan air matanya.

"Bagiku semua wanita sama saja." Sasuke menyeringai dan mata onyx-nya berkilat menakutkan sebelum melanjutkan ucapannya.

"Kecuali kehebatannya melayaniku di atas ranjang." Seringaian Sasuke semakin lebar melihat ekspresi kaget gadis di hadapannya. Isak tangis Shion semakin keras mendengar kata-kata Sasuke. Ia sama sekali tidak mampu mengucapkan kata-kata lagi. Dadanya serasa begitu sesak sampai mencekik.

"Jadi… sebelum kau semakin menyesalinya, pergilah… dan jangan menampakan diri lagi di depanku." Sasuke mengakhiri ucapannya dan hendak berlalu. Akan tetapi, ucapan Shion selanjutnya menghentikan langkahnya.

"Aku tidak peduli," sambil menahan tangis ia melanjutkan kata-katanya.

"S-sasuke-kun menjadikanku apa. Tapi aku tidak akan pernah menyerah untuk mendapatkanmu. Hiks…Aku rela di jadikan pelampiasamu, asalkan kau jangan pernah menyuruhku menjauh darimu." Ya. Tak ada yang bisa ia lakukan lagi. Kecuali tetap bertahan. Sasuke Uchiha punya segalanya. Ia tak akan gentar hanya dengan sebuah 'ancaman' sepele dari seorang gadis yang begitu tergila-gila padanya.

"Terserah… tapi aku sudah bosan padamu." Tanpa menunggu jawaban dari gadis yang masih berdiri membeku di dalam ruangannya, Sasuke keluar dengan debaman pintu yang tidak bisa di bilang pelan.

.

.

. &BOU&

Pagi ini berbeda bagi gadis berambut indigo panjang yang terlihat lebih ceria dikarenakan di ruang makan terdapat dua orang yang sangat ia sayangi.

"OhayouT-tou-san, Neji-Nii…"

"Hn"Sang ayah hanya memberikan gumaman.

"Ohayou…Nata-chan. Pagi ini kau mendapat kiriman bunga lagi," ucap Neji dengan nada tenangnya. Pipi pualam Hinata langsung berubah merah. Sudah beberapa bulan ini ia selalu mendapatkan kiriman bunga dari orang yang tidak ia ketahui. Bukan hanya di rumahnya melainkan juga di loker sekolahnya yang selalu ia kunci-entah bagaimana caranya. Ya Hinata memang tidak sepopuler Ino dalam hal 'menggaet' perhatian siswa di sekolahnya. Tapi kepiawaiannya dalam hal memberikan senyuman manis yang malu-malu di sertai rona merah yang selalu muncul di kedua pipinya yang seperti pualam, membuat ia layak diperhitungkan sebagai gadis 'incaran' di Konoha High. Beberapa kali Hinata mencoba untuk menyelidiki siapa yang melakukan itu semua, namun hasilnya nihil. Sampai sekarang ia tidak tahu siapa admirer-nya. Pengirim yang kadang hanya mencantumkan beberapa kalimat yang berisi semangat atau ungkapan yang menjurus pada 'aku mencintaimu' secara tersirat –seperti itulah yang Hinata tangkap- dan diakhiri dengan kata Lebah. Tidak mungkin nama orang itu Lebah kan? Hiashi nampak tetap tenang mendengar obrolan ringan kedua anaknya. Dan hanya menatap wajah anak bungsunya sejenak, menyaksikan pipi putihnya berubah menjadi merah. Ya. Hiashi mengakui bahwa kedua anaknya memang mempunyai daya tarik kuat untuk lawan jenisnya. Pikirnya bangga. Setenang-tenangnya Hiashi yang hampir selalu berekspresi datar, namun dalam hatinya ia selalu merasa sangat bahagia mempunyai dua permata hati yang menjadi penyemangat hidupnya.

Melihat tidak ada kata-kata yang keluar dari bibir adiknya kecuali rona merah yang menghiasi pipi cubby-nya, Neji kembali menambahkan."Apakah pulang sekolah nanti kau tidak ada kegiatan." Neji mengajukan pertanyaan untuk meredakan rasa malu yang sedang Hinata alami. Hinata yang baru memegang sumpit langsung mendongakan kepalanya. Mata bulan itu mengerjap beberapa kali karena ia tidak mengerti dengan ucapan yang terlontar dari kakaknya. Mengetahui kebingungan adiknya, Neji memberi penjelasan lagi."Karena sore nanti kita akan berangkat ke Amegakure."

Mata perak Hinata berbinar senang kerena ia mengerti dengan ucapan kakaknya. "B-benarkah? Apakah kita akan mengunjungi makam Kaa-san dan Imouto-chan?"

Kali ini Hiashi yang memberikan tanggapan atas pertanyaan putri bungsunya. "Hn…apa kau lupa bahwa sebentar lagi hari peringatan kematian Kaa-san-mu?"

Hinata menundukan kepalanya. Sambil memainkan sumpitnya, Hinata berucap, "B-bukan begitu Tou-san tapi bukankah masih satu bulan lagi?"

"Hn… Tou-san tahu. Tapi entah kenapa Tou-san ingin sekali mengunjungi mereka." Dengan sikap tenang dan nada datar yang sudah menjadi ciri khas seorang Hiashi Hyuuga.

"HaiTou-san, aku akan usahakan untuk pulang cepat nanti." Sesudah meminum susu coklatnya, Hinata berpamitan dan segera bergegas berangkat ke sekolah.

.

.

.

Hinata tersenyum cerah saat melihat kedua sahabatnya melambai di depan gerbang.

"Ohayou… Hina-chan? Kedua sahabatnya menyapa secara bersamaan. Hinata berlari ke arah mereka, dengan nafas tersengal ia menjawab sapaan mereka berdua. "Hah…hah.. S-selamat pagi Ino-chan, Tenten-chan…A-ku hampir saja terlambat..."

"Tenanglah Hina-chan, Angko-sensei belum masuk kelas, ku kira kita masih punya waktu 10 menit." Hinata dan Tenten mengernyit menanggapi perkataan sahabat mereka yang selalu ceria walaupun 'maut' sedang mengintai mereka bertiga. 10 menit waktu yang mereka miliki untuk mencapai lantai tiga dimana kelas mereka berada. Dan mereka belum melewati halaman sekolah yang terlihat begitu panjang tanpa ujung. Oh poor ladies.

.

.

.

"Hah benar-benar hari yang melelahkan." Tenten merebahkan diri di samping kedua sahabatnya yang sedang membuka Bentou mereka. Angin berhembus menyejukan di atap sekolah. Tempat yang begitu di gemari bagi gadis-gadis cantik ini.

"A-apakah kau tidak membawa bekal Tenten-chan?" Hinata melirik Tenten di sampingnya. Gadis itu menumpukan kedua tangannya sebagai bantalan.

"Hah… tadi pagi aku berangkat kesiangan jadi aku meninggalkan bekalku." Hinata tersenyum melihat ekspresi kesal sahabatnya. "Kau b-boleh memakan bekalku…aku membawa cukup banyak."

"Benarkah...?" Tenten menanggapi tawaran Hinata dengan mata berbinar. Tetapi tatapan sinis dilontarkan oleh gadis berambut blonde. "Bilang saja kalau kau selalu lebih menyukai bekal Hinata kan? Makanya kau pura-pura meninggalkan bekalmu."Hinata buru-buru membuka suaranya, sebelum kalimat ejekan dari dua sahabatnya terlontar. "S-sudahlah… Ino-chan, lagi pula aku bawa banyak kok…" ia tersenyum lembut "Kalau Ino-chan mau, kau juga boleh memakan punyaku." Ino hanya mendengus "Huh… Kau selalu seperti itu Hinata, tidak bisakah kau sedikit saja galak dengan seseorang?" ujar Ino dengan mengerucutkan bibirnya. Hinata hanya menanggapi protes sahabatnya dengan senyuman manis. Mereka bertiga akhirnya saling berbagi bekal. Dan setelah mereka menyelesaikan makan siangnya, mereka duduk dengan menikmati angina musim gugur yang berhembus dingin namun menenangkan.

"Apa kau tahu gossip terbaru dari salah satu Senpai popular kita Hinata?" Hinata yang sedang meminum jus kalengannya, mengalihkan pandangan pada salah satu sahabatnya yang begitu banyak tahu tentang apapun yang sedang beredar panas di sekitar mereka, terutama di lingkungan sekolah. Sedangkan Tenten terlihat tidak peduli dan tidak mengalihkan pandangannya dari PC yang sedang di mainkannya. Melihat Hinata yang belum menanggapi ucapannya, Ino menambahkan lagi ucapannya dengan penjelasan yang lebih panjang.

"Aku dengar Shion-senpai di campakan kekasihnya yang kaya raya dan tampan itu." Ino menyunggingkan senyum bahagianya.

"Kau tahu? Betapa senangnya aku mendengar kabar itu, jadi senpai yang sangat menyebalkan itu tidak besar kepala lagi haha…" ujarnya sambil tertawa senang. Hinata akhirnya menanggapi perkataan Ino. "Emm…benarkah Ino-chan? Kasian sekali dia… p-padahal ia begitu cantik dan sangat mempesona kenapa ada pemuda yang mencampakannya?" Ino kembali mendengus "Biar dia rasakan, berani-beraninya ia menggoda Shika-kun di depanku, huh!..oh ya! Pria yang mencampakan Shion itu sangat tampan Hinata, Ia benar-benar pria dewasa idaman para gadis-gadis." Ino berkata sambil mata aquamarine-nya berbinar bahagia dan tak lupa pipinya yang putih bersemu merah seperti kebiasaan Hinata.

"A-apakah kau pernah melihat mantan k-kekasih Shion-senpai?" Tanpa melirik Hinata yang ada di sampingnya, Tenten membuka suaranya. "Hah… Hinata, apakah benar kau tak pernah melihat muka Uchiha Sasuke yang sering terlihat di majalah bisnis? Bukankah keluargamu juga pembisnis? Mungkin kau pernah bertemu di suatu pesta… mungkin." Tenten mengakhiri ucapannya yang lumayan panjang.

"Tenten yang seperti 'pria' saja mengetahui seperti apa Uchiha Sasuke itu… hah… kau benar-benar sangat payah Hinata..." Tenten memberikan pandangan menusuk kepada salah satu sahabatnya yang berani mengatainya seperti pria.

"Apa kau mau merasakan sedikit tenagaku yang seperi 'pria' ini Ino-chan…? Tenten menekan setiap kata-katanya hingga terdengar menakutkan. Ino hanya terkekeh melihat muka Tenten hampir berubah menyerupai seorang yang menahan sakit perut. Mengabaikan dua sahabatnya yang hampir 'berperang' lagi Hinata bergumam.

" Emm… sepertinya aku pernah melihatnya beberapa kali di pesta dan tentunya di majalah bisnis seperti yang kau katakana Ino-chan…"

"Bagaimana tanggapanmu Hinata? Dia benar-benar tampan kan?"

"M-menurutku ia menyeramkan, aku belum pernah melihatnya tersenyum."

"Hah… kau ini… seandainya aku punya kesempatan seertimu, aku akan langsung menghampirinya dan meminta nomor ponselnya. Tapi kuharap admire-mu selama ini setampan dia" Ino terkikik sendiri menanggapi ucapannya barusan. Sedangkan Hinata tak menanggapi ucapan sahabatnya yang tentunya membuat pipinya memerah.

.

.

.

&BOU&

Hinata berlarian setelah sampai di depan komplek kediamannya. Entah kenapa Genma-supir pribadinya-tidak menunggui seperti biasanya, alhasil Hinata harus naik Bus –yang baru pertama kalinya- dan sampai disitu, keberuntungan belum juga memihaknya. Ia salah menaiki Bus yang akhirnya ia terlambat sampai rumahnya. Sambil tetap berlari, Hinata merutuki kebodohannya, kenapa tadi ia menolak niat baik kedua sahabatnya untuk mengantarnya pulang. Sekarang sudah hampir jam tujuh yang biasa ia tempuh tidak lebih dari 30 menit itu, mendadak berubah menjadi beberapa kali lipat. Dan sama sekali Hinata tidak bisa menghubungi siapapun. Tidak dengan nomor ponsel ayah maupun kakaknya, tidak ada yang mengangkat panggilannya ataupun membalas pesan yang Hinata kirim. Nomor rumahnya pun tiba-tiba tidak bisa tersambung. Hinata benar-benar mulai khawatir dengan semua ini. Berbagai dugaan berkecamuk dalam benaknya. Apakah ayah dan kakaknya sudah berangkat dan meninggalkannya karena kesal, ia tidak menepati janji untuk pulang sebagaimana yang telah mereka tentukan? Tapi Hinata tahu ayah dan kakaknya bukanlah orang seperti itu, walaupun mereka terlihat begitu kaku dan tidak ramah, tapi mereka bukan orang yang kejam, apalagi pada Hinata. Hinata kembali memacu larinya tidak mempedulikan peluh yang menetes dan rasa pegal di dua kakinya. Kenapa ia merasa rumahnya menjadi begitu jauh? Semakin mendekati kediamannya Hinata semakin khawatir karena ia bisa melihat dari kejauhan pintu gerbang rumahnya yang terbuka lebar dengan beberapa mobil berjejer. Semakin mendekat, ia mendengar suara-suara seperti tembakan…Kami-sama…

~TBC~

Baru pembukaan…tapi udah sepanjang ini..salam kenal?aku adalah author baru.

Mohon Bantuannya…. Terimakasih bagi yang berkenan…RnR.