Err jujur saja saya makin males nulis pembuka karena bingung mau nulis apvva. Pokoknya saya selalu berterima kasih pada semua pembaca yang turut peduli untuk mereview. Eh? Lemon? Hoho kalian bisa mengandalkan saya untuk itu. Terima kasih banyak. On to the story!

Persona 4: Gods' Rebellion

Fic by Crow

14: The Key of Deep Slumber

Aroma Inaba tak pernah berubah sedikitpun. Yu menghirup nuansa yang penuh akan nostalgia tersebut dengan begitu sedapnya. Pemandangan ini, udara ini, sinar matahari cerah ini...dan sepasang lengan yang mengitari lingkar perutnya ini. Dengan eratnya, Yukiko mengapit Yu dan menyenderkan sisi kepalanya ke punggung bidang sang banchou.

Your Affection. Yu dapat membayangkan dirinya tengah mendengarkan lantunan akrab dari lagu bersemangat tersebut di telinganya.

Rambut Yukiko berayun dengan gemulai, menari di udara pagi hari nan sedap dari Inaba. Aroma lidah buayanya dapat diaromai oleh Yu, yang meski berada didepannya, masih dapat menciumnya dengan begitu baik.

Scooter Yu berjalan dengan kecepatan 30 km/jam, melintasi pusat perbelanjaan dan halte utama Inaba untuk menanjak kearah kaki bukit Yasogami. Sepanjang jalan, Yu menyadari trayek dua arah yang begitu mulus tanpa halangan berarti. Meski mereka berdua terdiam, larut dalam nostalgia, ada perasaan lain yang terasa memenuhi hati mereka.

Jika dulu Yu dan Yukiko hanyalah sepasang sahabat, ada satu hal lain yang membuat mereka kini jauh lebih dekat. Mereka tidak berpacaran, belum paling tidak. Namun ada satu ikatan yang nyata disana. "Kita sampai,"

Yu berhenti tepat di muka pintu utama penyambutan Amagi-Ya. Sosok bangunan bersejarah ini masih nampak sama seperti dahulu kecuali warna baru yang mencolok dari dindingnya. Yu menyadari bahwa beberapa bulan yang lalu, hotel klasik turun temurun ini baru meneeima renovasi penampilan luar dengan melapisi cat lamanya dengan yang lebih baru. "Nampak semakin elegan dari yang pernah teringat olehku." Respon Yu.

"Oh...oh, ini," Yukiko berpaling ke bangunan yang kini berada dibawah tangan dingin profesionalnya. "A-aku memberikan masukan...dengan menampilkan warna merah dan maroon."

"Cantik. Aku sangat menyukainya." Respon Yu kembali membakar wajah putih merona tanpa cela milik Yukiko.

Yukiko tak perlu memberikan rasa terima kasihnya menggunakan kata-kata. Ia menunjukkan perasaan tersebut lewat sepasang mata gelap glamor miliknya. Yu menarik pergelangannya, mendekatkan Yukiko kepada dirinya yang masih duduk diatas scooter.

"Telpon aku jika ingin bertemu; kapanpun." Mata Yu mengisyaratkan cinta, namun kata-kata Yu menjelaskan hasrat. Wajah Yukiko tak bisa menghapuskan bercak merah menggemaskan itu. Ia nampak kikuk, namun memberanikan diri untuk mendekatkan wajahnya.

Yukiko memberikan kecupan ringan pada Yu. Namun sesaat, ia tersadar dan menarik dirinya. "Eh...maaf, aku seenaknya,"

"Kukira kau akan mengecupku pada bibir." Yu menggodanya. "Hm, mungkin pagi hari lebih cocok dengan kecupan ke pipi, ya?"

Yukiko mengeluarkan tawa dari balik telapak tangan yang menutupi mulutnya. "Oh, Yu...aku sungguh senang bisa berjumpa denganmu lagi."

"Aku juga, Yukiko." Yu meremas tangan Yukiko, menekankan poinnya. "Aku juga."

Si gadis tersenyum tipis, dan merasa menjadi wanita paling beruntung di dunia hanya dengan menerima perlakuan lembut dan romantis dari si pria.

"Ara! Narukami-kun?"

Senyuman keduanya teralihkan kepada sosok yang sudah tidak asing lagi bagi Yu. "Selamat pagi, Kasai-san. Kau masih saja nampak muda seperti biasanya." Yukiko tertawa geli didalam hatinya. Bagaimana tidak, tak ada seorangpun yang bisa menahan lidah gesit Yu dalam hal memuji orang lain. Karena itulah, tak ada seorangpun yang tak merasa senang hanya dengan berada didekatnya.

Jika sekelompok orang berkumpul, Yu adalah mata badai yang menggerakkan mereka dan menjadi pusat perhatian. Karismanya tak tertandingi. "Hyaa~!" Kasai-san mengibaskan satu tangannya dengan malu-malu. "Oh ya ampun, Narukami-kun. Masih pemuji seperti biasanya

Yu mengeluarkan tawa ramah. "Aku akan berkunjung lagi nanti. Senang bisa bertemu dengan anda lagi, Kasai-san."

"Sama-sama, saya yang seharusnya berkata demikian." Setelah itu, wanita yang sudah seperti kakak atau tante bagi Yukiko tersebut beralih, dan melanjutkan kegiatannya mengecek bunga penyambut didepan hotel.

"Sampai nanti, Yukiko."

"Dah, Yu."

Setelah memberikan Yukiko anggukan pamitnya, Yu memutar balik Scooter putih kesayangannya, dan beralih menuruni jalan beraspal bukit.

"Jadi...Yukiko-chan,"

Nada jahil Kasai-san tidak terdeteksi oleh si gadis. "Ya?"

"Sudah resmi, ya~?" Barulah saat ini Yukiko kembali bermandikan rona malunya.

"K-Kasai-san, bukan begitu...!" Membantah setengah hati, Yukiko beralih dan membantu wanita yang lebih tua tersebut.

-o0o-

Ketika Yu kembali ke pusat perkotaan Inaba, sekitar distrik perbelanjaan, nuansa riuh dan ramai sudah mengisi udara lezat Inaba. Orang-orang berlalu lalang dengan semangatnya, mengirimkan kabar bahwa hari sibuk lainnya telah tiba. Memang tidak sesibuk kota besar seperti Tokio, namun tetap saja mereka memiliki kesibukan masing-masing.

"Narukami-san!"

Sosok gadis berambut biru sebatas leher menyapa sang banchou. Scooter khas Aiya, lengkap dengan kotak delivery yang sedang digeledah, adalah merupakan perpaduan akrab di mata Yu ketika bertemu dengan gadis itu. Bahan-bahan fresh, dari sayur-mayur sampai daging sapi yang begitu segar menu restoran tersebut untuk hari ini juga tak bisa terelakkan oleh mata Yu.

"Aika-san."

"Buru-buru?"

"Ah, tidak juga."

Aika tak tersenyum ataupun menggerakkan bibirnya sedikitpun. Namun Yu selalu menyadari kalau keakraban Aika dapat dilihat dari bagaimana ia dengan santainya selalu menyapa Yu dimanapun mereka berada. "Kami butuh tenaga tambahan belakangan ini."

Yu tertawa dengan keringnya. Ia hanya teringat hari-hari dimana ia menjadi pekerja paruh waktu restoran Aiya bersama dengan Aika. "Mungkin lain waktu."

"Baiklah. Kabari aku, ya."

Setelah memberikan anggukan ramahnya pada Aika, Yu segera berlalu menyelusuri pusat jajanan Inaba sebelum akhirnya sampai di kediaman Dojima. "Sepertinya memang tidak sempat, ya," Yu bergumam ketika sedang memasuki scooter-nya kembali ke garasi.

Namun Yu menyadari sosok Aigis yang berdiri dipertigaan dan tengah menatap ke kejauhan bukit barisan, pemandangan yang mengurung Inaba dengan keindahan dan pesona Ibu Alamnya. Begitu hijau. Begitu sedap dipandang. Begitu alamiah.

Tak pernah ada hal semacam ini di seluruh bagian kota-kota metropolis Jepang yang pernah Yu kunjungi dan tinggali.

Yu lantas mengunci setang kendaraannya, melepas helm, dan beralih menyusul Aigis. Dari belakangnya, Yu menyentuh bahu si android. D-dingin...bagian tubuh berlapiskan tembaga (atau..besi, Yu tidak yakin) pada bagian bahu si android masih terasa akan embun yang beberapa menit lalu baru terangkat.

"Jika Yu-san mencari Nanako-chan, dia baru saja berangkat ke sekolah." Seolah membaca pikirannya, Yu mengeluarkan desahan kecewa. Aigis membalikkan tubuhnya.

"Oh...kukira aku masih sempat untuk mengantarnya juga." Aigis hanya mengangguk, entah itu menunjukkan sikap setujunya atau hanya sekedar merespon, Yu berdiri disebelahnya.

Yu menyaksikan apa yang disaksikan si android wanita. Sepasang bola mata besi kuatnya menyaksikan kemegahan alam. Sejauh mata memandang, ke kaki bukit barisan di horizon sana, adalah padang rumput yang dihiasi dengan jalan setapak serta berpetak-petak banyaknya sawah.

Beberapa petani berlalu lalang, mengunjungi dan bekerja diatas petakan sawah miliknya. "Ini...menakjubkan." Ujar si android. "Aigis belum pernah menyaksikan...pemandangan semegah ini. Ini membuat Aigis merasa...begitu mencintai dan mengagumi alam."

Yu menatap sisi wajah si gadis android. Dia tidak bisa mengekspresikan perasaan serupanya kecuali dengan satu anggukan serta senyum bersahabatnya. "Itulah kesan pertama yang orang luar lontarkan ketika baru sampai disini. Aku juga...beberapa tahun yang lalu."

Tempat ini...Inaba serasa rumah sebenarnya bagi Yu.

"Aigis setuju." Tak berekspresi seperti apapun juga, ia juga mengangguk.

"...Aigis," Imbau Yu, memecahkan keheningan sesaat diantara keduanya. "Kau...masih belum menceritakan alasan mengapa kau mengincar nyawaku."

Si android berbalik menghadap Yu. Sepasang lensa optiknya bersinar sebiru langit cerah. "Itu benar sekali. Yu-san ingin mendengarnya?"

Yu mengangguk. Beberapa detik dalam keheningan, sang banchou berpikir, mungkin Aigis tengah menimbang-nimbang keputusannya untuk menceritakan. Yu menepuk lengan atas si android. "Kau ingin ikut denganku? Kita bisa mengobrol dengan nyaman disana."

Yu berjalan meninggalkan Aigis dan kembali keluar dari dalam garasi lengkap dengan scooter dan helmnya. "Ayo," Sambil memasang pengaman kepalanya tersebut, Yu membenarkan letak google dan menyapa Aigis kembali. "Aku yakin kau ingin melihat lebih jauh seperti apakah Inaba ini, Aigis."

Tubuh Aigis seperti terkejut. Apa barusan Yu-san menebak isi benaknya?

Si android perempuan lantas menyusul Yu dan...dengan ragu berdiri disebelahnya. "...Apakah dibutuhkan kamuflase lagi, Yu-san?"

Pertamanya Yu berpikir, tentang apakah ini. Namun dengan cepat Yu kembali teringat. "Ide bagus. Butuh bantuanku?" Aigis mengangguk jinak. "Baiklah,"

Aigis berputar membelakangi Yu, dan si pria dilain pihak menarik kenop familiar yang juga pernah dilihatnya kemarin. Almari mungil yang melipat sepasang sundress onepiece berwarna biru langit bisa dilihat oleh Yu. Ia menarik satu set pakaian dan menutupnya kembali.

Kaki Aigis kembali merubah bentuknya menjadi identikal dengan bentuk sepatu kasual perempuan Cina. Ia lalu kembali memakai sundress berlengan tersebut. Yu tersenyum ramah kearahnya. "Ada yang aneh, Yu-san?" Tanyanya ketika sudah selesai menset kamuflase.

"Apa seseorang pernah mengatakan kalau pakaian itu nampak begitu cocok di badanmu?"

Aigis tak langsung membalasnya; mulutnya terbuka walau hanya sebesar satu senti. "...T-terima kasih, Yu-san." Aigis mengalihkan wajahnya ke jok belakang scooter. "Sudah lama sekali...semenjak seseorang memuji kamuflase ini,"

"Satu saja, Aigis," Potong Yu. "Pakaian itu bukanlah kamuflase. Dan aku barusan memujimu."

"...I-itu membuat Aigis jauh lebih senang," Aigis merasa semakin tak berani menatap Yu. "Terima kasih lagi, Yu-san."

"Cukup dengan terima kasihnya," Yu mulai bersiap dengan menghidupkan mesin scooter-nya. Aigis, android yang sangat unik. "Cepat naik, kita ke sungai Samegawa sekarang. Ikan-ikan di pagi hari sangat segar dan lezat."

Aigis duduk menyamping pada jok penumpang scooter milik Yu. Sundress onepiece-nya tertiup terbawa angin ketika mereka sudah mulai berjalan. Tangan Aigis memegang sisi pinggang Yu sementara yang lainnya menahan poninya tertiup oleh hembusan dinding udara yang dimaksud. "Kita akan pergi memancing, Yu-san?"

"Ya." Yu tersenyum, tak mengalihkan matanya sedikitpun dari trotoar dihadapannya. "Tunggu sampai kau lihat sungai itu."

-o0o-

Samegawa Flood Gate, Samegawa river, 21 September 2015, pukul 8.47

Kilau-kemilau permata biru tak pernah terlepas sedikitpun dari pandangannya. Aigis benar-benar dibuat terpaku oleh indah serta derasnya aliran jernih sungai. Ikan demi ikan berlalu silih berganti sejauh mata Aigis dapat melihat. Melompat dan memotong arus berkilau sungai, nampak seolah berhenti di tengah udara untuk memperlihatkan pada si android kemegahan alam Yasoinaba.

Batu-batu kali beradu dengan arus, menghentikan beberapa ikan hanya untuk beristirahat dari dorongan tenaga air tersebut. Tanpa ia sadari, Aigis kini menyunggingkan senyuman kecil di bibir merah artifisialnya."...Aigis belum pernah melihat yang seperti ini,"

Benar saja. Nada suaranya terdengar begitu jujur, jika android memang bisa berbohong tentu saja. Tapi tidak. Yu yakin, suara Aigis barusan berisikan kepolosan anak-anak yang tak ada duanya. Seperti suara Nanako. "...Kalau begitu tahan senyummu, karena aku...dapat satu...hgg...sepertinya!"

Yu menggemertakkan giginya satu sama lain, berusaha kuat menarik mangsa yang telah terjebak kail umpannya. "Kau dapat, Yu-san!" Aigis ikut berseru tanpa sempat memikirkan kembali sikap yang diluar catatan data perangkat lunaknya.

"Uh-huh! Ini dia...hrg!" Yu menarik kuat tangkapannya, menerbangkan ikan sepanjang 30cm yang cukup mengejutkan ukurannya. Salmon? Tuna? Yang manapun itu, ini adalah tangkapan besar, seru si pemuda didalam hatinya.

Setelah meletakkan ikan tersebut didalam keranjang khusus ikan yang sudah disediakan Yu pada sisi scooter putihnya, ia berbalik kearah si gadis android. Yu mengeluarkan sanitizer dari dalam saku celananya dan tersenyum pada Aigis. "Akan sedikit berbau amis disini...bagaimana kalau kita ke pondok sebelah sana."

Yu menunjukkan jempolnya kearah bangunan kecil yang terbuat dari kayu jati kokoh. Setelah memastikan kedua tangannya steril dan wangi, ia memasukkan botol mungil sanitizer tersebut ke tempatnya. "Kau juga belum pernah pergi memancing, Aigis?"

Lawan bicara Yu menggeleng. "Seingat Aigis...tak ada tempat untuk memancing di pulau perlabuhan Tatsumi." Mendengarkan itu, Yu mengangguk setuju. Setahunya, tempat asal si android ini memang daerah sibuk perkotaan yang letaknya beberapa puluh kaki diatas permukaan air.

"Pergi memancing sekali-sekali bisa membuatmu rileks."

Nampaknya si android setuju. Ia kemudian duduk disebelah Yu, menatap sungai yang kini berada seratus meter dihadapan mereka. Scooter Yu masih terparkir dengan amannya dibawah satu pohon cemara berdaun kering yang rindang. Musim memang sudah berganti. Walau tidak seperti musim panas ataupun musim semi, namun kehangatan dari matahari saat ini terasa begitu nyaman.

"...Kembali ke masalah utama. Aku masih penasaran mengenai motifmu memburuku," Yu mulai berspekulasi di dalam benaknya.

Yu memperhatikan sepasang mata optik Aigis mengilatkan cahaya sendu. Ia berbalik, dan menatap Yu. "Benar. Namun sebelumnya...Aigis harus meminta maaf karena sebagian alasannya bersifat subjektif."

"Silahkan, aku tidak keberatan." Yu memberanikan diri teman terbarunya.

"Saat itu...Aigis menyadari niat tersembunyi dari seseorang yang familiar untuk membangkitkan Kunci Tidur dewi malam Nyx." Aigis berusaha melirik Yu dengan risihnya. Sepasang matanya masih menatap kearah dada Yu, berusaha meyakinkan dirinya untuk menantang sepasang mata kelabu tersebut dengan lebih berani. "Orang tersebut berniat membangkitkan Minato Arisato, Kunci Tidur Nyx."

"Minato Arisato?" Yu bergumam, meyakinkan Aigis dengan suara tegasnya bahwa ia memperhatikan penuh apapun yang tengah disampaikan si gadis. "Siapa pria ini?"

"Ia adalah seseorang yang juga memiliki kekuatan Wild Card. Dia memiliki kekuatan dari berbagai macam makhluk dan dewa sepertimu, Yu-san."

Yu menilai nada bergetar suara robotik Aigis. "Dia sahabatmu...?"

Sebenarnya sang banchou tidak perlu menerima jawaban, karena apapun yang akan ia terima adalah kenyataan yang membuat Aigis menjadi berubah 180° seperti ini. "Dia lebih dari sahabat; dulu Aigis hidup hanya demi dirinya."

"Begitu. Aku mengerti. Lalu?"

"Minato-san mengorbankan dirinya demi melindungi bumi dari kekuatan Death yang akan mengakhiri kehidupan manusia. Saat itu kekuatan kami sama sekali tak kuasa dalam menghadapi Nyx, maka dari itu Minato-san yang memiliki kekuatan dari berbagai macam dewa mengerahkan tiap unsur keberadaanya dan mengunci Nyx."

Yu masih mendengarkan Aigis dengan baik. Si android melanjutkan. "Dengan tersegelnya Nyx, dunia kembali ke keadaan sedia kala. Tapi saat kita pertama kali bertemu...pasti Yu-san menyadari langit dan bulan yang berubah hijau,"

"Ya. Aku masih ingat; aneh sekali."

"Itu adalah tanda-tanda kehadiran Nyx. Bila segel tersebut tidak terganggu, maka kejadian seperti itu tidak akan terulang kembali."

"Apa...ada yang berniat melepaskan Kunci Tidur tersebut?" Ingatan Yu kembali ke pernyataan Izanami mengenai adanya sosok lain yang mengusik kenyamanannya sebagai seorang dewi. "Apakah dia...sumber yang membuat Teddie sebagai shadow menderita?"

"Aigis sendiri tidak mengerti, Yu-san." Sundress Aigis tertiup angin dengan lembutnya; rambut pirangnya juga. Dengan wajah putih bersih tak bercelanya itu membuat Yu berpikir sejenak bahwa gadis ini adalah manusia asli. Yu tidak bisa tidak memperhatikan tiap bait kata-kata yang terlontar dari bibir merah si android. "...Apapun itu yang Aigis ketahui...Aigis mohon untuk berhati-hati dengan Elizabeth."

"Dia...adik Margaret..bukan?"

Tatapan Aigis berubah dan terselimuti determinasi. "Dia salah satu dari beberapa orang yang sangat dekat dengan Minato-san. Perasaan pribadinya terhadap Minato selama ini pasti selalu mengusiknya. Dan terlebih lagi...dia juga memiliki 'kekuatan'. Aigis tidak akan terkejut jika akhirnya mengetahui bahwa ialah yang berusaha melepas Kunci Tidur Nyx."

"Jika memang begitu...bagaimana caranya melepas Kunci Tidur itu?"

Aigis menunjukkan jari android lentiknya ke dada Yu. "Kau menggantikan tempatnya."

Tubuh Yu menegang. Benar juga...ada, ya, cara seperti itu. "Kekuatan seorang Wild Card, rupanya,"

Si android kembali memangkukan tangannya pada kedua paha. "Aigis pertamanya tidak sadar kalau Yu-san adalah seorang Wild Card. Tapi jika ukiran puzzle-nya dirangkai ulang kedalam bingkai...Yu-san, Aigis mohon untuk berhati-hati. Elizabeth adalah orang yang berbahaya."

"...Kau tidak menyukainya?" Jika ini benar merupakan masalah yang bersifat sedikit subjektif, jika benar, pasti ini ada hubungannya dengan mereka berdua. Yu sepertinya mengerti dengan hal itu. Namun ia lebih memilih untuk tidak melanjutkan hal tersebut lantaran ia agak tidak menyukai jawaban dari beberapa hal yang sudah ia ketahui terlebih dahulu jawabannya. Sisi egoisnya sebagai seorang pemuda berwawasan Sage, mungkin?

"Tapi aku masih belum mengerti...mengapa kau ingin membunuhku hari itu,"

"Alasan awalnya adalah karena Aigis merasakan..."

Menyadari si gadis yang kelihatan ragu dan kembali menimbang-nimbang perkataanya, Yu menyela. "...Merasakan apa?"

"...Aigis merasakan kekuatan shadow yang begitu kuat datang dari dalam dirimu. Saat itu Aigis belum sempat memikirkan apapun lantaran 'aroma' tubuhmu serasa menjadi satu dengan shadow. Saking kuatnya, itu membuat indera 'pembunuh shadow' Aigis tak bisa berhenti menyala ketika berada sedikit lebih dekat denganmu. Itu seolah memerintahkan Aigis untuk segera menghabisimu secara insting."

Alasan demi alasan tersebut masuk akal juga, batin Yu. Setiap manusia memiliki shadow. Tidak heran jika perhatian Aigis akan terpusat pada Yu. Shadow Yu adalah representasi tuhan didalam dirinya; ia memiliki kekuatan dan potensi seorang tuhan untuk mencipta dan menghancurkan. Shadow milik Yu termasuk jenis yang paling berbahaya.

"...Bagaimana dengan sekarang?" Aigis kembali membalas tatapan Yu. "...Ini mungkin hanya perasaanku...tapi sepertinya kau begitu nyaman berada didekatku kini-tidak bermaksud kurang ajar." Ia menambahkan dengan cepat.

"Tidak, Yu-san, tidak apa." Aigis menggeleng, memberikan senyuman mungilnya pada Yu. "Berada didekatmu...membuat Aigis seperti berada didekat Minato-san. Mungkin ini dikarenakan kekuatan Wild Card. Tapi Aigis pikir...ini dikarenakan sifat kalian berdua yang identik."

Aigis melanjutkan untuk sedikit lagi. "Saat menyadari bahwa dirimu adalah seorang Wild Card, pada saat itu juga Aigis menyadari potensi yang kau miliki untuk menggantikan posisi Minato-san. Serta kemungkinan yang akan dilaksanakan Elizabeth."

Yu tak bisa merespon apa-apa. Setengahnya memang sedikit menjorok ke masalah pribadi, namun Yu tetap bersyukur dengan kejujuran gadis ini. "...Terima kasih karena sudah menceritakan semua ini padaku, Aigis." Ia tersenyum. "Pasti sulit bagimu untuk mengutarakan itu semua."

Yu mendengar suara itu lagi dari dalam kepalanya. Ribuan beling beterbangan dalam rupa bagaikan kartu, tertiup kedalam benaknya dan menciptakan sensasi hangat.

Aeon Arcana Hath Warmed Up to You. Your Bond with Aigis of the Aeon Realm hath tightened. Aeon Rank 3.

"...Tampaknya ikatan kita menguat."

Yu mengangguk, tersenyum hangat pada Aigis. "Kau sudah tidak asing dengan ini, ya?"

Aigis mengiyakannya. "Aigis adalah mantan Wild Card juga, Yu-san. Kurang lebihnya seperti itu."

Yu berdiri dan meregangkan tubuhnya keatas. Ia memberikan tawaran tangannya guna membantu Aigis berdiri. "Kita harus kembali sekarang. Aku akan memperkenalkanmu pada paman Dojima."

-o0o-

Mount Megido, Land of Israel, nightime, 20 September 2015, 23.49 waktu setempat

Ini adalah tempat awal dan akhir. Tempat turunnya sang pembawa perdamaian pada Armageddon. Tiga sosok berliput bayangan berjalan meniti bebatuan berpasir putih.

"El Adonai akan segera bergerak." Pria dengan besar tubuh melebihi dua meter membuka kesunyian dibalik desir pasir putih. "Sudah saatnya juga bagi kita untuk menampakkan wujud."

Pria berpenampilan rapi dan bertubuh ramping tidak lebih dari 180cm tersenyum mischief. "Tahan dulu, Behemoth." Ujarnya. "Simpan napsumu sebelum menerima perintah dari Lord Adonai."

Kali ini sosok kecil yang lain tersenyum sinting. Tubuhnya sedikit bongkok, tapi mungkin posisi itu hanyalah dibuat-buat. Wajahnya menyunggingkan senyuman maniakal. "Dengar apa kata Leviathan. Kita tidak perlu bergerak jika perintah Lord Adonai belum turun. Biarkan dunia menikmati waktu-waktu santai mereka sebentar lagi."

"Bah!" Akhirnya pria raksasa yang dipanggil Behemoth itu mengayunkan kedua tangannya di udara dan duduk diatas bebatuan besar berwarna keramik putih. "Bicara sesukamu, Ziz. Tapi aku sudah tidak sabar untuk mengakhiri dunia ini!"

"Kuhuhu." Tawa rendah Leviathan menyita perhatiah dua rekannya. "Sebelum itu...bukankah kita harus menemui pria Jepang bernama Tohru Adachi dan...siapa satu lagi?"

"Yu Narukami." Ziz terkekeh maniak. "Apa? Kita bunuh?"

"Tidak, kau dungu." Behemoth merespon. "Kita diperintahkan Lord untuk membawa mereka. Bagaimana? Siapa yang akan pergi ke Jepang?"

"Biar aku." Leviathan menawarkan dirinya. "Ini adalah urusan diplomasi. Aku tidak akan menyerahkannya pada 'hewan liar' seperti kalian berdua."

"Kekekek, masuk akal." Ziz menyenderkan punggungnya pada sisa-sisa reruntuhan. Kini dia berdiri seutuhnya. "Aku tidak bisa jamin...jika akhirnya malah membunuh mereka berdua."

Behemoth juga meresponnya dengan berat hati. "Ppeh!"

Leviathan berjalan, meninggalkan kedua rekannya. Wajah berparas lembutnya tersinari oleh bulan dan rambut aquatic panjangnya tertiup angin malam. "Kerajaan Tuhan akan segera turun. Manusia pendosa takkan pernah diijinkan untuk memasukinya. Dengan kata lain...mereka semua akan dimusnahkan. Hmhmhm.

Tunggu aku, Tohru Adachi dan Yu Narukami."

|To the Next|

AN: Saya mohon maaf atas keterlambatan update. Ada beberapa alasan, salah satunya adalah karena saya tengah menggandrungi serial Shingeki no Kyojin. Dan satu lagi karena saya tengah sibuk dg skripsi.

Tgl 24 Juli hari Rabu jam 11, saya akan ujian komprehensif (kompre). Mohon doa kalian agar saya sukses dalam menjalaninya. Setelah itu, mungkin saya bisa fokus pada fic Project Canis dan Project Rebellion Persona 4, serta apapun fic Shingeki no Kyojin yang tengah saya tulis.

Sekelompok grup dibawah sosok misterius El Adonai akan segera bergerak. Apakah mereka sosok dibalik kekhawatiran Izanami? Lalu kekuatan Nyx yang sedikit demi sedikit keluar dari dalam penahan wadahnya juga merupakan masalah.

Perjalanan masih jauh. Karena ketika 'para Tuhan' memberontak, dunia hanya akan tinggal serpihan.