Kedua kaki jenjang Sakura melangkah secara bergantian. Sesekali, kedua kaki tersebut berhenti yang kemudian diikuti dengan kedua tangannya yang dengan perlahan meletakkan kantong plastik yang berisi tepung pesanan ibunya. Kemudian, Ia menekukkan kedua kakinya.
Manik matanya menangkap sebuah benda kecil yang dikenal sebagai kerikil. Namun, Sakura kini sedang tidak ingin atau lebih tepatnya tidak mau lagi menendang kerikil kecil itu. Lagipula, Ia tidak mau kejadian sial tadi akan terulang kembali layaknya sebuah film. Permata gioknya kini sedikit meredup dikarenakan saat ini gadis Haruno itu tengah menyesali kesepakatan bodoh yang Ia setujui beberapa saat yang lalu.
'Tidak usah disesali lagi, Sakura. Kau harus semangat! Kau pasti bisa!' batin Sakura menyemangati dirinya sendiri. Kemudian, dengan sekali tarikan napas, Sakura kembali berdiri seraya menenteng kantong plastik bening itu. Dengan langkah gontai, gadis berambut seperti permen kapas itu kembali melangkahkan kaki menuju rumah kecilnya.
Naruto © Masashi Kishimoto
Main Pair: SasuSaku
50 Days With Mr. Arrogant
(Terinspirasi dari K-Film 100 Days With Mr. Arrogant)
Collaboration Fiction by:
Voila Sophie and Natchii
AU, OOC, Typo(s), Minim Deskripsi, Sederhana, EYD berantakan
Genre: Humor, Romance, and Friendship
Rate: Teens
Summary:
Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Itulah yang dialami Sakura.
Sial? Pasti! Namun, bagaimana jika yang me'nimpa'nya adalah seorang pemuda yang angkuh?
Special Thanks to:
Emmie Fleuretta, VhaLiiaRhyaFha, Lyana Boci-Moci, Lucy Haruno
Ckck vivi, Jimi-li, vanilla yummy, kiriko mahaera, naturally, Haru-Starlietta
Hakuya Cherry Uchihyuuga, SR, OraRi HinaRa, Sarah Ryuu, Naomi Kanzaki, Addys Noveanette, Yuuki Aika UcHiHa
(Review kalian merupakan semangat untuk kami ^^)
~Happy Reading^^~
.
50 Days With Mr. Arrogant
.
Multi chapter Fiction
Chapter#3
"Tadaima!" seru Sakura sedikit keras agar suaranya bisa tertangkap oleh ketiga orang yang kini tengah asik membicarakan sesuatu hal yang menurut Sakura lucu. Gadis Haruno itu bisa beranggapan demikian, itu dikarenakan indera pendengarannya sukses menangkap tawa khas rubah yang dihasilkan oleh pita suara seorang Namikaze dalam volume maksimum.
Setelah Sakura meletakkan sepasang sepatunya di rak sepatu, Ia pun segera melangkahkan kedua kakinya menuju dapur.
"Okaeri, Sakura," sahut Naruto masih disertai cengiran lebarnya.
"Kenapa kau lama sekali, Sakura?" tanya Tsunade memicingkan matanya.
"Tadi aku bertemu dengan orang gila, kaa-san," jawab Sakura asal, seraya meletakkan kantong plastik yang sedari tadi Ia tenteng di atas meja. Naruto yang sama sekali tidak mencium kejanggalan dalam perkataan Sakura malah menatap Sakura dengan pandangan penasaran. Sementara itu, Tsunade yang tadinya telah mencium kejanggalan dari perkataan buah hatinya hanya bisa diam seraya menaikkan salah satu alisnya. Yah, tentu saja karena Ia menangkap sesuatu yang aneh dari emerald putrinya. Klorofil putrinya sedikit meredup. Itulah yang membuat Tsunade mengurungkan niatnya untuk mengintrogasi lebih lanjut. Well, sekejam-kejamnya seorang ibu, Beliau tentu masih mempunyai hati nurani, bukan?
"Bagaimana penampilannya, Sakura-chan?" tanya Naruto antusias seraya menarik kursinya agar lebih dekat dengan Sakura.
"Penampilan siapa?" Sakura mengernyitkan kedua alisnya, tidak mengerti dengan maksud dari pertanyaan pria beriris sapphire tersebut.
"Penampilannya, Sakura. Penampilan orang gila itu!" seru Naruto seraya menunjukkan barisan giginya yang rapi. Spontan Sakura menepuk dahi ketika telinganya menangkap penuturan mantan tetangganya.
Buk!
Sasori yang sedari tadi hanya diam menatap tingkah bodoh Naruto, akhirnya memutuskan untuk menepuk punggung sahabatnya dengan keras agar dia berhenti mengintrogasi adiknya dengan pertanyaan-pertanyaan konyol macam itu.
Hei, menanyakan penampilan 'orang gila' bukanlah hal yang penting, bukan? Itulah sifat Naruto, selalu ingin tahu dengan apa yang tidak dilihatnya. Meskipun kita semua tahu bahwa 'orang gila' yang dimaksud Sakura tadi bukanlah 'orang gila' yang sesungguhnya.
"Itai!" Naruto langsung meringis kesakitan seraya mengelus punggungnya. Beberapa detik kemudian, pria berambut durian itu melemparkan tatapan kesal pada sang pelaku.
"Awas kau, Sasori!" desis Naruto sembari menggertakkan giginya.
Dengan santai, Sasori hanya mengedikkan kedua bahunya satu kali dan mempersembahkan seringai ejekan kepada sahabat kecilnya.
Sakura yang melihat adegan tak asing itu hanya menggelengkan kepalanya pelan. Tidak mau ambil pusing, gadis itu pun lebih memilih terjun ke dapur untuk membantu ibunya membuat ramen.
oOo
"Rasa ramen buatan bibi masih sama seperti dulu, masih tetap enak!" celoteh Naruto di sela-sela kunyahannya.
Tsunade tersenyum.
"Naruto-nii , kalau makan itu tidak boleh berbicara!" tegur Sakura sambil menyikut siku Naruto yang kebetulan duduk di samping kanannya.
Pemuda berambut blonde itu menoleh. "Iya, iya. Dasar cerewet!" ujarnya seraya menjulurkan lidah.
"Ne, Sasori-nii. Kau bilang mau kuliah. Kenapa sampai sekarang kau belum juga berangkat?" tanya Sakura penasaran. Pasalnya, saat Sakura sedang pusing di sekolah beberapa jam yang lalu dan meminta bantuan kakaknya, sang kakak malah menyuruh Sakura untuk sampai di rumah dengan cepat karena dia harus kuliah. Wajar bukan, jika Sakura menanyakan hal itu?
Alih-alih menjawab, pria bermata hazel itu malah menyindir sang adik dengan mengembalikan perintah Sakura pada sahabatnya. "Siapa yang menyuruh Naruto untuk tidak berbicara saat makan?"
"Hey!" Sakura bersuara lagi. "Kau tidak lihat bahwa aku sudah selesai makan?" sewot gadis itu, membuat wajahnya kian manis dengan bibirnya yang sedikit dimajukan.
"Kaa-san tidak mengijinkan kakakmu kuliah hari ini." Tanpa diduga Sakura, Tsunade lah yang angkat bicara atas pertanyaan untuk Sasori tadi. "Kau tahu bukan, bahwa Naruto baru saja menginjakkan kaki di kota ini? Kaa-san menyuruh Sasori untuk menemani Naruto berkeliling kota. Tiga tahun bukanlah waktu yang singkat, banyak yang berubah dalam kurun waktu selama itu."
"Ta-tapi, Kaa-san. Kenapa curang sekali? Aku mati-matian mengejar waktu untuk mendapat bantuan Sasori-nii dan tidak mendapatkan apa-apa sama sekali. Sedangkan Naruto-nii? Dia langsung bisa berjalan-jalan bahkan tanpa memohon sedikit pun. Itu tidak adil, bukan?" Mata Sakura mulai berkaca-kaca, hormon pubertas membuatnya belum bisa mengontrol emosi termasuk mencegah air agar tidak keluar dari matanya.
"Itu kan tugasmu, seharusnya kau sendiri yang mengerjakannya, Sakura-chan!" seru Naruto.
"Ini semua gara-gara Naruto-nii, blweeee…!"
"Sudah, hentikan. Jangan merusak suasana langka ini. Sebaiknya kita lanjutkan makan. Dan Sakura, aku akan membantumu nanti malam." Sasori yang sedari tadi bungkam, kini ikut andil menasihati Sakura dengan bijak.
Sepertinya, anak sulung ini lebih dewasa daripada ibunya sendiri, eh? Siapa pun, jangan katakan pada Tsunade. Tolong.
Kembali ke keadaan. Satu-satunya gadis dalam ruangan itu kini tersenyum sumringah setelah mendengar jawaban kakaknya. Benar, segala sesuatu pasti ada jalan keluarnya, bukan? Dan kini, Sakura percaya akan hal itu.
xXx
Kriiet…
Terdengar suara pintu yang terbuka dengan volume kecil namun cukup tertangkap oleh indera pendengar milik sang pelaku. Siapa lagi kalau bukan pemeran utama kita, Sakura?
Berjalan beberapa langkah mendekati kasur, kemudian gadis berpostur tubuh ideal itu merebahkan diri dengan gerakan yang sangat spontan. Menimbulkan pantulan beberapa kali pada permukaan empuk di bawahnya.
Dalam suasana sesepi ini, membuat mau tidak mau ingatan gadis itu bekerja. Betapa dia teringat lagi akan hal bodoh yang dilakukan seharian ini sehingga membuatnya tertimpa kesialan bertubi-tubi.
Mari kita ulas lagi agenda gadis itu di hari amazing-nya ini.
Terlambat pada pelajaran pertama sehingga dia tidak bisa menghindari hukuman dari Kurenai, lari-lari sepanjang sekolah-rumah sampai memeras keringatnya, tidak bisa mendapat bantuan dari Sasori karena adanya Naruto, dan terakhir, dia—
—tunggu!
Ada yang terlewat. Ahh… Tentu saja, dia lari-lari sepanjang sekolah-rumah sehingga menabrak seorang pria dan menyebabkan… ponselnya harus menjadi jaminan karena dia telah merusak jam tangan milik pria berambut aneh itu.
Tidak habis sampai di situ, saat melampiaskan kekesalannya pada batu dengan cara menendangnya, batu itu malah mendarat dengan sangat cantik di kepala pria yang sama.
Terakhir… Dia akan menjadi budak pria tersebut selama lima puluh hari demi mengganti rugi jam tangan yang Ia rusak karena kecerobohannya.
Mengenaskan sekali nasib pemeran utama kita ini. Poor, Sakura.
"Ngaaah," Sakura mendesah pelan, "siapa nama pria itu? Tuan … U-chi-ha? Benarkah? Ya, Tuan Uchiha," gumamnya pada diri sendiri.
Sesaat kemudian, gadis yang tadinya terlentang itu menggerakkan tubuhnya hingga terlungkup. Tangan mulus miliknya mengambil ponsel dari dalam saku baju untuk memeriksa benda mungil tersebut. Mungkin ada beberapa pesan atau panggilan tidak terjawab selama ponsel itu tidak berada dalam genggamannya.
Tidak ada, rupanya.
Baiklah, sekarang adalah waktu yang tepat untuk mengistirahatkan tubuh dan pikiran dari kejadian-kejadian buruk belakangan ini.
Baru saja kelopak mata Sakura tertutup, dia mencium bau tidak sedap yang menguar dari sekitarnya. Kontan saja mata yang tadinya tidak berdaya itu kembali terbuka untuk mencari sumber bau tersebut.
Kolong kasur, kolong meja, di balik bantal, dan rak buku. Tidak ada yang bau. Namun ada yang aneh, kenapa bau tersebut selalu mengikutinya kemana pun dia memeriksa kamarnya, ya?
"Oh, God…." geramnya ketika tersadar akan sesuatu.
Tentu saja dia mencium bau tidak sedap. Sakura sama sekali belum mengganti seragam sekolah dengan baju hariannya. Bagaimana gadis itu bisa lupa? Bisa bayangkan betapa tidak sedapnya bau itu? Lupakan!
Kembali ke cerita di mana Sakura yang sudah berada di depan lemari berniat mengganti bajunya.
Kancing pertama terbuka.
Siiing….
Kancing ke dua terbuka.
Siiiiing….
Kancing ke tiga.
Drrt … drrrrrt … drrrt….
Suara apa itu? Cepat-cepat Sakura menoleh ke sumber suara dan men-death glare benda yang baru saja mengganggu aktivitasnya. "Bisa bersabar sebentar, Ponsel? Aku belum selesai mengganti baju," gerutu Sakura.
Drrt … drrrt….
"Fine!" teriak gadis itu akhirnya. Tanpa melanjutkan dan membatalkan kegiatannya, Sakura berjalan mendekati kasur untuk menggapai benda berwarna soft pink tersebut dan melekatkannya di telinga.
"Ya?" sapa Sakura. "Siapa ini?"
"Hey, seharusnya kau menutup tirai jendelamu jika kau ingin berganti pakaian," sahut sebuah suara baritone dari seberang sana.
"Kurasa tidak perlu. Kamarku berada di lantai atas dan—" Sakura tidak melanjutkan kalimatnya ketika dia tersadar akan sesuatu.
"Bagaimana kau tahu jika…" lanjut Sakura tersendat.
Hening.
Hening.
Hening.
Seperti slow motion, Sakura menolehkan kepalanya ke arah jendela yang terbuka. Apa yang terekam di bohlam emerald-nya membuat gadis itu tercekat.
"Kupikir bagus jika aku mengedarkan fotomu dalam keadaan umm—tidak memakai busana," lanjut lawan bicara Sakura.
"Kyaaaa…!" teriak Sakura histeris. Tanpa berniat menyahut sang pria yang masih tersambung di ponselnya, gadis itu berlari ke arah jendela dengan tangan kiri yang menutup dadanya. Sakura kemudian menutup tirai dengan sekali hentakan dan langsung berbalik membelakanginya pada detik berikut.
Tahukah kalian apa yang Sakura lihat?
Seorang pria tampan bertubuh tegap dengan mata sekelam batu onyx sedang menyeringai kepada Sakura. Tubuhnya dia sandarkan pada pagar balkon dengan pose santai namun terkesan sangat umm—seksi. Hey, siapa yang tahan ketika melihat pria bertubuh atletis sedang mengenakan kaos you can see-nya?
"Hentai! Pervert! Argh!" teriak Sakura lagi. Kini semakin heboh dengan gerakannya menghentak-hentakkan kaki. Untungnya tidak ada siapa pun di rumah karena Tsunade sedang menghadiri arisan. Dan Sasori, tahu sendiri lah!
"Hey, beruntung bukan, aku menyadarkanmu? Bagaimana jika aku bukan pria baik-baik dan malah mencuri gambarmu?"
"Itu sama sekali tidak membantu!" jawab Sakura ketus. Tangannya menyibak sedikit tirai bermotif garis-garis tersebut untuk mengintip pria yang Sakura tahu adalah Uchiha. Ternyata pria itu sudah tidak dalam posisinya semula. Mungkin sudah masuk, entahlah!
"Jangan pernah mengatakan bahwa kau adalah pria baik-baik. Tidak ada pria baik-baik yang mengintip seorang gadis," gerutu Sakura.
"Aku tidak mengintip, hanya melihat."
"Apa pun itu jangan bertingkah seolah kau tidak memiliki dosa!" teriak Sakura lagi. "Untung saja aku memakai kaos dalam yang tidak terlalu tipis."
Tidak ada respon lagi selain hanya dengusan yang diperdengarkan Uchiha. Sepertinya, pria Uchiha itu merasa risih dengan suara Sakura yang sangat keras dan bisa membuat tuli telinganya kapan saja.
"Hey, kau tidak serius tinggal di situ, bukan?" tanya Sakura.
"Aku memiliki nama," sahut Uchiha seraya menjatuhkan diri di sofa nyamannya.
"Tuan Uchiha, apa kau serius tinggal di situ?"
"Hn,"
"'Hn' itu iya atau tidak?"
"Aku berhak menempati apartemen mana pun yang tidak berpenghuni."
"Ya, ya, jawaban yang sarkastik!" sindir Sakura. Bisa Uchiha tebak, gadis itu memutar bola matanya jengah ketika mengucapkan kalimat sindiran tadi.
Pria berambut raven itu mendengus lagi untuk yang ke sekian kalinya. Sepertinya obrolan ini sudah agak membosankan!
"Hey!" Sakura kembali berteriak, menyebabkan gerakan reflek Uchiha menjauhkan ponsel dari telinganya. "Ka-kau… Dari mana kau tahu nomorku?"
"Kau benar-benar gadis bodoh," jawabnya. "Apa kau lupa, aku sempat menyimpan ponselmu?"
"Berarti, kau mencuri nomorku, ya? Hahahaaa… Tak kusangka ternyata kau begitu mengidolakanku."
"Sudahlah! Sebaiknya, hari ini kau istirahat yang cukup. Besok aku akan menemuimu pulang sekolah. Lima puluh hari yang menyenangkan sedang menantimu, Sweety."
Klik!
Dan seringai setan pun terukir di bibir pria dengan sejuta pesona itu. Sepertinya, ada suatu rencana licik yang tersimpan di otak jeniusnya. Who knows?
"Sasuke." Sebuah suara baritone lain yang terkesan lebih ramah menggema dalam ruangan mewah yang ditempati. Tanpa menunggu tolehan kepala dari yang dipanggilnya, pria itu melanjutkan. "Tiga tahun tidak di Tokyo, kau banyak berubah."
"Hn?" Sasuke—pria Uchiha yang sebelumnya menelpon Sakura kini mengernyitkan alis tanda tidak mengerti atas arah pembicaraan pria lain yang hampir menyerupai dirinya.
"Aku tidak pernah menduga kalau kau mau memainkan permainan seperti itu."
Karena anugerah kejeniusan yang diberikan Kami-sama kepada Sasuke, pria itu langsung paham dengan kalimat kakaknya, kali ini. Apa lagi kalau bukan tentang Sakura?
"Itu bukan perubahan yang banyak, Itachi."
"Ya, perubahan yang menonjol. Kupikir kau adalah pria gay yang alergi terhadap perempuan."
Demi apa pun, pria bernama Itachi itu tidak bisa menghindari lemparan kotak tisu yang mendarat tepat di keningnya dengan sangat tiba-tiba. Sepertinya, Itachi akan memiliki jidat seperti lohan setelah kejadian itu.
"Aku bukan gay," gerutu Sasuke.
oOo
"Sudahlah! Sebaiknya, hari ini kau istirahat yang cukup. Besok aku akan menemuimu pulang sekolah. Lima puluh hari yang menyenangkan sedang menantimu, Sweety."
Klik!
"Moshi-moshi…! Moshi-moshi? Apa-apaan pria ini? Seenaknya saja menelpon seseorang dan memutuskannya begitu saja. Dan kalimat terakhirnya itu—grrrh… Aku benci nadanya berbicara!" maki Sakura pada ponselnya.
Entah mengapa, kalimat terakhir Sasuke membuat bulu kuduk gadis itu berdiri. Seakan Sakura mendapatkan kalimat 'Lima puluh hari yang penuh kesialan sedang menantimu.' Bukannya kalimat yang tadi Sasuke lontarkan padanya.
"Semuanya akan baik-baik saja. Fighting!" bisik Sakura seraya meninjukan tangannya di udara, bermaksud memberi semangat pada dirinya sendiri.
oOo
"Ngaah… Pagi yang cerah!" seru Sakura seraya berjalan memasuki gerbang sekolahnya. "Tidak terlambat, artinya tidak mendapat hukuman dari Kurenai-sensei. Dan tugas pun sudah kukerjakan—maksudku, sudah dikerjakan oleh Sasori-nii. Pertanda baik! Hari ini tidak akan seperti kemarin. Hihihi…" lanjutnya penuh percaya diri.
"Sakura!" Terdengar suara melengking yang sangat familiar memasuki gendang telinga Sakura.
Naluri alamiah memerintah gadis itu untuk menghentikan langkah lebarnya dan menoleh ke sumber suara di mana pemanggil berada.
Benar, familiar. Seorang gadis berambut pirang panjang dengan sejumput poni yang membingkai wajah cantiknya sedang berlari kecil mendekati Sakura. Kenal dengan ciri-ciri tersebut? Tentu saja gadis Yamanaka!
"Tidak terlambat lagi, eh?" tanya Ino dengan napas yang sedikit tersengal.
"Berisik!"
"Bagaimana?"
"Bagaimana apanya?"
"Pekerjaan rumahmu!"
"Aku tidak tahu kalau ternyata kau begitu memikirkanku?" Sakura balik bertanya dengan nada sarkastik.
"Oh, ayolah! Kau tidak lupa bahwa aku adalah teman dekatmu, bukan?" Ino memutar aquamarine-nya kesal.
"Bercanda!" sahut Sakura seraya memukul pelan bahu sahabatnya. "Meskipun kemarin banyak rintangan, Sasori-nii tetap mau mengajariku mengerjakan tugas pada malam harinya," lanjut gadis merah muda tersebut. Kini salah satu kakinya melangkah, bertujuan meneruskan kegiatannya yang sempat tertunda, tadi.
"Mengajarimu?" Ino mengernyit tidak percaya. "Kenapa aku merasa ragu, ya?"
"Baiklah, baiklah… Sasori-nii yang mengerjakan semuanya! Puas?" jawab Sakura pasrah.
Detik kemudian, Ino tertawa puas atas jawaban jujur dari sahabatnya. Yang benar saja? Otak Sakura terlalu dangkal untuk mengerjakan soal-soal tersebut meskipun Sasori sudah membantunya.
Jangan salah sangka. Sakura bukanlah gadis yang bodoh. Dia memiliki keahlian di bidang lain seperti sastra jepang dan sejarah. Bukan tidak boleh kan, jika Sakura sedikit lemah dalam pelajaran matematika?
"Tapi…" Sakura melanjutkan, "Sasori-nii berjanji padaku akan mengajariku lain waktu."
"Yang penting, kau sudah aman dari cengkeraman maut Kurenai-sensei, bukan?"
"Begitulah… Rasanya benar-benar melegakan," ucap Sakura senang.
Detik kemudian, gadis bermarga Haruno itu tertunduk lesu. Tiba-tiba memorinya kemarin sore terulang lagi di mana Sasuke menelpon dan mengatakan pulang sekolah nanti pria tersebut akan menemuinya. Bahkan saking memikirkannya, dia tidak sadar jika Hinata sudah ikut serta dan disambut ceria oleh Ino.
"Aha!" teriak Sakura tiba-tiba. Menimbulkan keterkejutan sempurna pada dua sahabatnya. "Kenapa aku sampai lupa? Dia kan tidak tahu sekolahku. Hahahahaaaa…!" tawa Sakura meledak.
Kemudian tanpa mempedulikan Ino dan Hinata, gadis itu berjalan dengan langkah yang sangat lebar masih disertai tawa yang membahana. Bahkan sesekali kepalanya mendongak akibat dari tawa yang super keras itu.
"Hinata," panggil Ino.
"Ya?"
"Aku takut."
"Iya. Se-sepertinya tugas kemarin membuat Sakura sedikit gila," kata Hinata ragu.
"Tapi!" Sakura kembali berteriak seraya menghentikan langkahnya. Membuat Hinata dan Ino saling peluk tanpa mereka sadari. Empat mata berwarna lavender dan blue sapphire itu menatap Sakura dengan pandangan horor.
"Dia kan tahu rumahku! Aaaargh…!" lanjut gadis bubble gum itu seraya menjambak rambutnya prustasi.
"Kasihan Sakura…" ucap Ino dan Hinata bersamaan.
oOo
'Kenapa? Kenapa aku setakut ini? Dan kenapa juga aku begitu bodoh dengan menyetujui permintaan Tuan Uchiha? Bahkan aku belum mengenalnya, bagaimana jika….' Gumaman Sakura dalam hati terhenti ketika otaknya membayangkan sesuatu yang tidak-tidak.
"Argh… Tidak! Dia tidak mungkin begitu," lanjutnya. Kali ini sedikit menyuarakan gumaman tersebut.
Jangan tanya apakah Sakura tidak merasa takut jika sampai ada orang yang melihatnya dengan tatapan aneh karena gumaman aneh itu? Dalam keramaian saja Sakura tidak merasa malu, apalagi di tempat yang sepi seperti ini. Kamar mandi sekolahan.
"Sebaiknya aku di sini saja sampai sekolah benar-benar sepi." Sakura memberi jeda sejenak untuk melihat jam tangannya. "Sepuluh menit lagi sekolah usai, dan kira-kira sepuluh menit untuk menunggu semua siswa pulang. Dua puluh menit. Tidak buruk! Membolos pelajaran terakhir sekali-kali, tidak apa-apa, bukan?"
.
.
Tik.
Tik.
Tik.
Suara detikan jam yang melingkar di pergelangan tangan Sakura menjadi backsound di situasi kali ini.
Perlahan namun pasti, Sakura yang sebelumnya terpejam mulai membuka kelopak matanya, menampilkan dua bola mata semenyejukkan danau hijau yang masih sedikit meredup karena suatu faktor, yaitu pencahayaan yang kurang.
"Oaahm…. Kenapa gelap?" Sakura yang nyawanya belum sepenuhnya terkumpul hanya bisa bergumam.
"Ng?" Gadis itu mulai tersadar dengan keadaan sekitarnya.
"Ha?"
"Kyaaaaaaaa…! Gelap! Ini sudah malam! Kyaaaa…!" Sakura mulai panik. Sesekali berhenti untuk melihat jam tangannya, kemudian melanjutkan berteriak lagi seraya membuka pintu kamar mandi dengan kasar dan berlari ke arah pintu keluar toilet wanita.
Buk!
Sakura merasakan keningnya sakit ketika bertubrukan dengan pintu toilet. "Kenapa tidak terbuka?" tanya gadis itu pada udara di sekitarnya.
Tidak mau menyerah, Sakura kembali menubruk pintu toilet yang kita tahu terbuat dari zat padat dan itu sangat keras.
Buk!
"Aw! Sakit sekali," rintihnya seraya menyentuh pundak yang baru saja dia gunakan untuk mendobrak pintu.
Sia-sia, pintu itu tetap statis—tidak bergerak.
"Bagaimana ini? Kenapa penjaga sekolah begitu ceroboh? Seharunya dia memeriksa kamar mandi sebelum mengunci pintu ini. Sial!"
Benarkah? Jika dikoreksi, siapa yang sebenarnya ceroboh? Sakura yang tertidur sembarangan di dalam kamar mandi, atau penjaga sekolah yang berkewajiban mengunci pintu?
"Aha!" Beberapa detik kemudian, Sakura menemukan ide dan segera mengambil ponsel dari saku bajunya. Tentu saja untuk menghubungi seseorang.
Menu – Buku Telpon – Nama – Semua Nama.
Kosong
"Apa?" teriak Sakura histeris. "Bagaimana mungkin?"
Tidak menyerah sampai di situ, Sakura mencari riwayat panggilan dan…
"Kenapa hanya ada nomor ini? Gyaaa…! Awas kau, Tuan Uchihaaaa…!"
Hohoho… Ternyata ulahnya. Tuan Uchiha lah yang sudah menghapus semua kontak dalam ponsel Sakura. Kenapa dia baru menyadari hal itu, ya? Salah sendiri, jarang mengutak-atik ponselnya!
oOo
"Kau tidak tahu terimakasih sama sekali, ya?" tanya Sasuke pada gadis yang baru saja mengambil posisi di belakangnya. Tepatnya, di atas motor yang sama dengan pria itu.
Mendengus kesal, gadis yang diajak bicara itu menjawab dengan ogah-ogahan. "Kurasa aku tidak perlu berterima kasih padamu. Kau yang membuatku terkurung di kamar mandi itu!"
"Jangan bercanda!" Sasuke balas mendengus. "Apa motifku mengurungmu di kamar mandi? Bukankah kau sendiri yang memilih tertidur di sana?"
'Itu kan karena aku menghindarimu,' gumam gadis yang ternyata adalah Sakura, dalam hati. "Sudahlah!" serunya. "Sebaiknya cepat antarkan aku pulang. Aku lapar dan kedinginan dan lelah dan ingin mandi," celoteh Sakura kemudian.
Tanpa menunggu komando yang selanjutnya, Sasuke segera menyalakan motor dan melajunya dengan kecepatan sedang.
"Hei, Tuan," panggil Sakura. Memecah keheningan yang sempat terjadi dalam beberapa menit lalu. Tidak ada respon, Sakura melanjutkan. "Kenapa kau kejam sekali menghapus nama-nama kontak di ponselku?"
Sayup-sayup terdengar dengusan meremehkan sebelum Sasuke menjawab pertanyaan Sakura. "Tidak hanya itu. Kau tidak tahu bukan, jika aku sudah mengganti kartu perdanamu?"
"What the…." Pantas saja tidak ada yang menghubunginya sejak kemarin. Dan satu lagi kejanggalan, tidak ada satu anggota keluarga pun yang menghubungi Sakura padahal sudah jelas Sakura tidak pulang tepat waktu.
"Karena lima puluh hari ke depan, kau hanya akan menjadi milikku."
"Woa! Apa maksudnya jawaban itu?"
Tidak menjawab, Sasuke malah mempercepat laju motornya yang sukses membuat Sakura menjerit ketakutan sekaligus terkejut.
Tiga puluh menit sudah Sakura berada di atas motor yang sama dengan Sasuke, namun mereka belum juga sampai tujuan. Seharusnya mereka sudah sampai di rumah Sakura mengingat biasanya gadis itu berangkat sekolah cukup dengan mengandalkan kakinya saja.
"Kita mau ke mana?" Sakura mencoba memberanikan diri untuk bertanya.
"Ke tempat di mana kita akan meresmikan perjanjian kontrak kita."
'A-apa?' gumam Sakura dalam hati. Matanya melebar dengan sukses dan mulutnya mengerucut sempurna. Bayangan sebuah tempat yang terdapat hakim, jaksa, saksi, juga beberapa anggota pengadilan lainnya terlintas di benak gadis itu. Berlebihan, memang. Tapi, itulah yang sedang Sakura khayalkan.
"Tidak! Turunkan aku di sini. Aku bisa pulang sendiri," pinta Sakura.
"Sebentar lagi sampai," sahut Sasuke yang sama sekali bukanlah jawaban atas permintaan Sakura tadi.
Benar saja. Lima menit kemudian Sasuke sudah mengarahkan motornya ke depan sebuah bangunan yang Sakura tahu adalah sebuah restoran kelas menengah-atas. Apakah ini tempat peresmian kontrak yang Sasuke maksud?
'Seperti rapat para direktur saja, hihihi…' kekeh Sakura dalam hati. Dasar labil! Sebentar panik, sebentar takut, sebentar lagi senang. Sepertinya gadis cantik ini memiliki kepribadian ganda.
oOo
"Ini," kata Sasuke seraya melempar kertas di atas meja. "Kau harus menandatanganinya atau aku akan menuntutmu atas dasar penghancuran benda milik orang lain."
Dengan tampang kusut yang tidak dibuat-buat, Sakura menggapai kertas HVS putih tersebut dan membacanya.
"Per … janjian … perbuda … kan." Sakura mengeja tulisan terbesar yang ada pada kertas dalam genggamannya tersebut. Menghela napas pasrah, kemudian Sakura segera menggoreskan tinta pada pojok kanan bawah membentuk coretan tanda tangannya sendiri.
"Bodoh," gumam Sasuke.
"Aku mendengarmu, Tuan!"
"Seharusnya kau membacanya dulu sampai selesai," titah Sasuke pelan namun penuh penegasan.
"Aku tidak suka berbelit-belit!" seru Sakura seraya menyerahkan kertas pada Sasuke dengan kasar.
"Cih! Karena kau sudah terlanjur menandatanganinya, maka aku tidak akan menerima satu pun keberatan darimu."
Sakura mulai terlihat panik. Dengan raut wajah yang tiba-tiba berubah menjadi bingung, Sakura pun meminta kembali kertasnya dan segera membaca dari awal hingga akhir tulisan.
"Perjanjian Perbudakan
Karena suatu kesalahan yang dilakukan oleh yang bertanda tangan di bawah ini, saya, Sakura Haruno bersedia menerima kontrak ini yaitu menjadi budak dari Tuan Sasuke Uchiha selama lima puluh hari dengan peraturan sebagai berikut:
Harus menuruti semua perintah Tuan Uchiha apa pun keadaannya, baik yang masuk akal maupun yang tidak masuk akal."
Sakura berhenti membaca sejenak ketika menangkap kalimat terakhir yang menurutnya janggal dan aneh. "Apa-apaan yang terakhir ini? Apa mungkin kau akan memerintahkan sesuatu padaku yang tidak masuk akal?" tanya Sakura heran.
"Mungkin! Harus kau tahu bahwa seleraku sangat tinggi dan aku cepat bosan pada apa pun. Jadi, tidak hilang kemungkinan kalau aku meminta sesuatu yang inovatif di dunia ini," jawab Sasuke santai tanpa memandang Sakura. Tangan serta sepasang black pearl-nya tengah sibuk membaca barisan menu yang tercetak di dalam buku yang sedang dibukanya.
"Pencabut nyawaku," gumam Sakura lemas, kemudian lanjut membaca kertas perjanjian tadi.
"Dilarang mengeluh ketika melakukan tugasnya. Dan jika sampai hal itu terjadi, maka harus membayar denda dengan cara mencium ketiak pengemis yang ada di kolong jembatan."
"Ap—apa-apaan yang ini? Menjijikan sekali!" teriak Sakura histeris. Mengabaikan pengunjung lainnya yang juga membutuhkan ketenangan di sekitar mereka.
"Hn," sahut Sasuke datar.
"Dilarang menolak perintah Tuan Uchiha. Satu penolakan, maka kontrak diperpanjang selama satu minggu."
"Ah! Menyebalkan." Sakura berkomentar lagi.
"Jangan membuat Tuan Uchiha marah. Jika sampai hal itu terjadi, tidak akan meneruskan sekolah seumur hidup.
Jangan menerima telepon dari siapa pun selain dari Tuan Uchiha dan anggota keluarga.
Demikian perjanjian ini saya tandatangani dengan kesadaran penuh dan dengan kelapangan hati."
"Ha? Konyol sekali yang terakhir ini? Aku tidak mau!" tolak Sakura tegas.
"Seharusnya kau mengatakan itu sebelum kau menandatanganinya, tadi."
"Masa bodoh! Aku tetap menolaknya."
"Aku akan menuntutmu."
Sakura tidak lagi menjawab. Baiklah…. Dia memang ceroboh sehingga lagi-lagi kesialan itu berasal dari dirinya sendiri. Benar kata Sasuke, seharusnya dia membaca dan bersepakat dulu dengan Sasuke. Baru menandatanganinya. Hah… Nasi sudah menjadi bubur.
"Sudahlah." Sasuke meraih kertas yang baru saja Sakura baca. "Semuanya tidak akan terasa berat jika kau mematuhi peraturan."
"Justru semuanya akan terasa berat jika aku menuruti peraturan konyol itu!"
"Baiklah. Kau tidak akan menjadi budakku," kata Sasuke. Matanya menatap fokus pada gadis berimej merah muda di hadapannya.
"Benarkah?" tanya Sakura sumringah.
"Empat ribu dolar."
Sakura hanya menunduk lesu sebagai jawaban dengan aura hitam yang mengelilinginya. Nasibmu malang sekali, Nak.
oOo
Sakura melangkahkan kakinya dengan sangat pelan ke dalam rumah. Menjaga agar tidak menimbulkan suara sama sekali ketika kaki dan lantai yang Ia pijak saling bertemu. Bahkan gadis itu rela memanjat pagar belakang rumah agar tidak mendapatkan bom 'omelan' dari ibunya.
Oh, haaai…. Orang tua mana yang tidak marah dan khawatir ketika anaknya tidak bisa dihubungi dan pulang terlambat pada—
Sakura melirik jam tangannya. "Aku benar-benar mati jika bertemu kaa-san."
—pukul delapan malam.
Berbohong mengikuti ektrakulikuler pun percuma, bukan? Mana ada pelajar yang mengikuti ektrakulikuler hingga larut begitu.
Tap!
Meskipun semua ruangan masih terang sempurna karena belum ada lampu sama sekali yang dipadamkan, namun sejauh Sakura melangkah, ruang makan ini aman. Mungkin karena anggota keluarga lain sedang sibuk menonton televisi di ruang keluarga.
"Sakura?"
Terdengar suara berat seorang pria paruh baya yang tiba-tiba memanggil Sakura. Dengan jantung berdegup kencang dan mata yang terpejam rapat, Sakura berbalik untuk berhadapan dengan sosok pemanggil yang sepertinya baru keluar dari kamar mandi tidak jauh di belakangnya.
"Tou-san…" lirih Sakura. "Ma-maaf, aku tidak bermaksud pulang ter—"
"Kami-sama…. Tou-san sangat menghawatirkanmu. Bahkan kaa-san hampir menghubungi polisi untuk mencarimu," sergah pria berambut putih gondrong seraya mendekati putrinya.
Ya, inilah untungnya bagi Sakura memiliki ayah seperti Jiraiya. Betapa dia bisa mengontrol emosi, tidak seperti Tsunade yang … mungkin bisa berubah menjadi kanibal kapan pun.
"Ssst… Tou-san! Aku mohon jangan keras-keras. Kaa-san bisa marah padaku, tolong aku kali ini saja."
"Oh," Pria bernama Jiraiya itu kemudian melirik ke arah ruang keluarga di mana istrinya berada, kemudian melanjutkan obrolannya dengan Sakura. "Sebaiknya, cepat masuk kamar dan mengganti pakaian. Masalah kaa-san, biar tou-san yang urus. Semuanya akan baik-baik saja."
Sakura tersenyum lega lalu mengangguk setuju. Sejurus kemudian, gadis berdarah Haruno itu melangkahkan kaki dengan pelan ke arah tangga untuk kemudian memasukinya dan mengganti baju.
.
"Aku tidak percaya kalau Sakura berada di dalam kamar sejak tadi. Kau dan aku tahu sendiri bahwa kamarnya kosong!" Lamat-lamat Sakura mendengar ocehan ibunya disertai derap langkah kaki sangat cepat, yang semakin lama semakin jelas terdengar di telinganya.
Sakura yang baru saja selesai mengganti baju dengan kaus berwarna putih tulang, segera mengambil posisi duduk santai di kasur seraya berpura-pura membaca buku.
"Aku sudah menjelaskannya padamu bukan, bahwa aku dan Sakura sengaja—"
Brak!
"Hai, Kaa-san!" sapa Sakura sambil memaksakan senyumnya.
"Lihat?" seru Jiraiya. "Sakura dan aku memang sengaja mengerjaimu. Kami hanya ingin tahu seberapa khawatirnya kau jika Sakura pulang terlambat," terang Jiraiya lancar. Beberapa saat setelah menjelaskan kalimat itu, Jiraiya mengedipkan mata kanannya pada Sakura. Tentu saja tanpa sepengetahuan istri galaknya.
"Benar. Tou-san benar!" Sakura membenarkan dengan sedikit gugup.
"Jadi, kau bersembunyi di mana selama kaa-san tidak menemukanmu di dalam kamar ini?"
"Kolong kasur!"
"Lemari!"
Oh! Sakura hanya menepuk jidat lebarnya ketika dia sadar bahwa jawabannya dan jawaban ayahnya yang terlontar bersamaan memiliki kata yang berbeda.
Melihat gelagat aneh dari dua orang kesayangannya, Tsunade hanya bisa mengernyitkan alis sebagai ekspresi.
"Tou-san," panggil Sakura seraya menutup buku yang tadi—pura-pura—dibacanya. "Tou-san memang menyuruhku untu bersembunyi di kolong kasur. Tapi karena aku merasa bosan di dalam sana, makanya aku pindah ke dalam lemari," ulasnya.
"Oh," jawab Tsunade dan Jiraiya bersamaan.
"Sudahlah! Sebaiknya kalian tidak usah bertengkar. Kenyataannya, aku baik-baik saja dan tou-san sama sekali tidak berbohong," kata Sakura lagi. Tangannya kembali bergerak membuka buku yang sempat terbengkalai.
"Tidak bisa begitu!" seru Tsunade cepat. "Karena kalian berdua sudah sekongkol mengerjaiku dan kebetulan sekali besok adalah hari libur, aku serahkan semua pekerjaan rumah pada kalian berdua!" lanjutnya. Bibir wanita yang masih sangat cantik itu menyeringai sempurna.
"APA?" Sakura dan Jiraiya berteriak bersamaan.
"Tidak ada penolakan! Aku akan bersenang-senang selama seharian penuh." Tsunade berjalan meninggalkan suami dan putrinya ketika selesai mengatakan kalimat perintah tersebut.
"Aa, Sakura!" Tsunade kembali memanggil setelah berjalan sepanjang lima langkah. Kemudian hanya dengan memutar tubuh bagian atas—tanpa kaki—nya, dia melanjutkan. "Aku tidak pernah tahu kalau kau pernah belajar cara membaca buku terbalik."
Spontan, Sakura segera melihat sampul bukunya yang memang terbalik, lalu mendesah mengingat betapa bodohnya gadis itu. Kenapa harus otak ayahnya sih, yang diwariskan kepada dirinya?
"Hahhh... Aku tidak menyangka harus dihukum karena sudah melindungimu, Putriku," kata Jiraiya sedikit kecewa. Namun begitu, raut wajahnya tetap meneduhkan ketika memandang lurus ke dalam bola mata putrinya.
"Maaf, tou-san."
"Tidak apa-apa. Kita harus semangat!" seru Jiraiya berapi-api, kemudian mendekati Sakura dan mengacak-acak rambutnya seraya mengucapkan selamat tidur. "Kau berhutang penjelasan padaku kenapa kau terlambat pulang sekolah," lanjutnya sebelum benar-benar pergi.
Drrt … drrt….
Tepat setelah pintu kamar tertutup rapat, benda mungil di dekat Sakura bergetar menandakan ada pesan masuk. Mengingat bahwa tidak ada satu orang pun yang mengetahui nomor gadis itu selain Sasuke, dengan ogah-ogahan Sakura meraih ponsel itu dan membaca pesan di dalamnya.
"From: Malaikat Pencabut Nyawa
Besok pukul sembilan pagi, kau harus ke apartemenku. Tidak ada keluhan atau penolakan.
Kau masih ingat peraturannya, bukan?"
"Apa?" pekik Sakura tertahan. Besok? Bukankah besok dia harus menjalankan hukuman dari ibunya? Tapi jika Sakura menolaknya, maka perjanjian perbudakan yang sudah ditandatangani olehnya akan diperpanjang selama satu minggu.
"Tidaaaaaaaaak!" teriak Sakura di tengah heningnya malam.
Sasuke yang sudah menduga bahwa Sakura pasti sedang dalam keadaan panik, hanya menyeringai senang sembari menggonta-ganti channel televisi dengan remote control dalam genggamannya.
Jadi, kau pilih mana, Sakura?
To be Continued
Aothors bacot Area:
Natchii-chan: No Cmment for this chap karena aku lagi kena WB di chap ini. Kalo mau bilang bagus, bilang aja ke kak Voila soalnya kak Voila yang ngedit overall fict ini 8U sekian. Review dan Concrit, please?
Voila Sophie: Haai.. Ummm~ mau ngomong apa ya? Bingung. Maaf ya, karena lama apdet-nya. #sujud. Karena satu dan lain hal, kita lama apdet. Yo! Sebagai gantinya, chap ini lebih panjang kurang-lebih 100 words daripada yang sebelumnya. Semoga puas!
PS: Chap depan apdet setelah UN SMA. Sekitar akhir April. Mungkin.
Dan ini dia, balesan review-nyaaa!
Emmie Fleuretta : Salah sendiri kenapa nulis 'Haha'? Iya, makasih udah jadi perefiew pertama di chap lalu! Hohoho, makasih atas pujiannya. Itu karena kerjasama kami dan semangat dari reader semua. Iya, ibunya SasoSaku si Tsunade. Yo, ini udah apdet! Makasih RnR-nya. Lagi?
VhaLiiaRhyaFha : Namamu ribet banget dah! #digampar Hoho, humornya belum kerasa? Mungkin kemampuan kami di humor menurun. #pundung.Yo, mamanya Saku emang sadis. Ini udah apdet! Makasih RnR-nya. Lagi?
Lyana Baci-Moci : Hoho, makasih reviewnya. Iya, dia emang sial karena terlalu ceroboh. Ini udah apdet! Makasih RnR-nya. Lagi? Betewe, salam kenal juja!
Lucy Uchino : Wah! Kamu udah bisa nebak! Wkwkw… Mungkin Sasu emang punya rencana laen ke Saku. Kita liat aja nanti! Kalo masalah kenal sama Saso atau Naru nggak, belum terjawab di chap ini, tapi ada tanda-tandanya kan? #tunjuk percakapan ItaSasu. Yo, ini udah apdet! Makasih RnR-nya. Lagi?
Ckck vivi : Namamu aneh #plak! Pertama, tentang Sasuke pasti akan terjawab di chap selanjutnya kok! Makanya, baca teruuus! #promo. Dan Naruto itu, dia kan dulunya tetangga Sakura. Tamu terhormat itu cuma istilah aja kok! Di mana tetangga lama yang baru aja menginjakkan kaki di Tokyo. Makasih udah RnR. Lagi?
Jimi-li : Tentang Naruto yang teman atau saingannya Sasuke, bakal terjawab di chap mendatang kok! Jadi, kita liat aja nanti, ya? Ini udah apdet! Makasih RnR-nya. Lagi?
Obsinyx Virderald : Iya emang! Siwon is the best! Hidup SIWOOOON! #kampanye. Ini udah apdet! Makasih RnR-nya. Lagi?
kiriko mahaera : Jam tangan Sasu beneran 4000 dolar atau enggak? Kita lita di chapter-chapter mendatang ya? Udah apdet! Makasih udah RnR. Lagi?
natually : Beneran lho, jam tangan Rolex tuh sampe 4000 dolar. Kalo gasalah #plak! Makasih atas pujiannya. #Voila dan Natchii terbang. Oke. Ini udah apdet!
Haru-Starlietta : Iya, emang mahal. Wkwkwk ^^ Ini udah apdet! Makasih udah RnR. Lagi?
Hakuya Cherry Uchihyuuga : Gimana dengan chap ini? Udah panjang belum? Ini udah apdet! Makasih RnR-nya. Lagi?
SR : Wawawa… Yang bagian mana? Kami akan berusaha lebih teliti lagi deh! Emerald ya? Kami usahain lagi ya? Makasih concrit-nya. Itu bukan review sederhana lho, tapi review yang membangun. ^^
OraRi HinaRa : Hohooo~ dukun Orochimaru udah matek, Neng! Iya, moga Saku bisa bertahan. Ini udah apdet! Makasih RnR-nya. Lagi? OraRi HinaRa, Sarah Ryuu, Naomi Kanzaki, Addys Noveanette, Yuuki Aika UcHiHa
Sarah Ryuu : Yupz! Budak. Mengingat ini ada genre romance-nya juga, berarti mungkin akan ada benih cinta kali ya? Kita liat aja nanti, oke? Makasih RnR-nya. Lagi?
Naomi Kanzaki : Gapapa… ^^ Betul-betul! Meskipun sial, seenggaknya dia jadi budaknya Sasu-nyan. ^^ Meskipun apdetnya nggak kilat, tapi ini udah apdet! Makasih RnR-nya. Lagi?
Addys Noveanette : Makasih pujiannya. ^^ Aku(Voila) nggak tahu yang versi Indonesia, maklum, ga pernah nonton tipi. Ini udah apdet! Makasih RnRn-nya. Lagi?
Yuuki Aika UcHiHa : Kenapa harus hiatus ya? Nggak tahu #plak! Ehem. Namaku VOILA. #deathglare. Ini udah apdet! Makasih RnR-nya, ya. Lagi?
Yo! Makasih RnR-nya. Itu adalah semangat untuk kami. RnR beserta Concrit lagiiii…?
~Sankyuu vo reading^^~