A/N : OOC tingkat dewa/AU/Gaje/Typo/Lama updet/Hanya tiga chapter/dll

The Biggest Fanatic

.

.

.

Chapter 1

.

.

.

Bantingan pintu mobil terdengar menghentak di udara. Seorang pria berambut hitam kebiruan dengan tatanan yang mencuat keatas memaki sambil memukul-mukul stir mobil. Ia marah, sangat marah sekarang. Pandangannya teralih melihat keluar mobilnya ,tepatnya melihat sebuah rumah dimana ia tinggali dengan sepihak setahun lamanya bersama kekasihnya yang ia sangat puja. Tetapi semua telah berakhir dengan sebuah kenyataan yang menyesakkan untuk dirinya. Kekasihnya sama seperti yang lain, hanya menyukai uangnya.

Uang, lagi-lagi karena uang. Sudah cukup ia ditipu oleh mantan-mantannya yang gila dengan uang. Kali ini tidak lagi. Yah itu semua hanya tekatnya,pada kenyataannya ia sangat berharap yang tadi ia dengar tidaklah benar. Ia sangat mencintai kekasihnya. Terlalu banyak kenangan yang ia ingat. Kalau saja wanita itu mengatakan semuanya tidak benar dan mencegahnya untuk pergi, sungguh dia kan meruntuhkan tekatnya dan dengan suka rela jatuh kepelukan wanita itu. Sekarang harapan tinggallah harapan. Pada kenyataannya, sedikitpun usaha mempertahankannya tidaklah ada.

'Dasar jalang! Rupanya dia sudah menemukan pria yang lebih kaya," Pikirnya.

...

Seorang wanita berambut indigo panjang sedang duduk termenung di sofa sambil menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan.

"Kau harusnya mengatakan yang sebenarnya!" Seorang wanita berperawakan hampir mirip dengannya –kecuali rambut coklatnya– sejak tadi menggerutu kesal atas tindakan kakaknya yang hanya diam pasrah padahal sekarang sedang ada kesalapahaman besar yang terjadi.

Si wanita berambut indigo, Hinata, hanya membaringkan tubuhnya di sofa yang direspon dengan muak oleh adiknya. Hinata hanya merasa lelah melanjutkan semuanya, semua yang terjadi.

"Jangan biarkan perjuanganmu sia-sia. Kejar dia!" Nasihat sang adik, Hanabi.

Hinata hanya meringkuk membenamkan wajahnya di bantal sofa. "Aku lelah," Ucapnya lirih.

"Lalu untuk apa semua ini? Kenapa kau jadi pesimis. Dia masih ada di luar. Itu artinya dia masih menghar –"

"Cukup! Berhenti menasehatiku!" Potong Hinata dengan geram. Hanabi hanya mengendus layaknya kerbau melihat tingkah Hinata yang menyebalkan, sangat menyebalkan. Ia melihat keluar jendela, melihat mobil BMW merah yang biasa terparkir di rumah kakaknya sejak setahun yang lalu sedang melesat meninggalkan garasi mobil.

"Terserah padamu," Ujar Hanabi ketus. Ia mengambil tas motif hewannya dan segera pergi meninggalkan kakaknya sendirian. "Jangan menyesal nantinya."

...

Seminggu sudah sejak kejadian itu, Hinata tidak lagi menelfon Sasuke begitupun sebaliknya. Mereka sama-sama saling mempertahankan egonya. Tidak ada satupun yang mengalah, membiarkan semuanya tanpa kejelasan.

Hinata kembali menjalani rutinitasnya sebagai pengelola toko kue di pusat kota. Tidak ada yang banyak berubah. Ia tidak menangisi kejadian seminggu yang lalu bahkan dia sudah merelakannya walau terkadang sedikit sesak masih bertengger di hatinya.

Bunyi dentingan lonceng tercipta ketika pintu masuk dibuka. Seorang pria berjalan menghampiri Hinata yang sedang sibuk menata kue tar di etalase.

"Sepertinya kue ini enak." Suara khas pria dewasa terdengar begitu merdu membuat Hinata langsung mendongkakkan kepalanya menatap kehadiran pria berambut coklat dengan tato segitiga dikedua pipinya. Ia langsung tersenyum melihat pria itu, Kiba, sahabat dimasa sekolahnya dulu. "Apa kabar, Hinata!" Sapanya dengan penuh keceriaan.

"A-aku, Kiba, aku merindukanmu," Ujar Hinata terharu dan tanpa sadar langsung mengulurkan tangannya memeluk Kiba sampai etalase yang ada diantara mereka sedikit berguncang.

"Calm down, Hinata."

Hinata langsung melepaskan pelukannya dan tersenyum canggung. "Maaf."

"Tidak apa." Kiba menggoyangkan tangannya dan tersenyum maklum. Pandanganya teralih pada toko kue Hinata yang menurutnya sangat klasik dan terkesan mewah.

"Duduklah di sana! Aku akan mentraktirmu." Hinata menunjukkan meja yang ada di pojok ruangan tempat yang paling bagus di tokonya yang langsung berhadapan dengan jalan raya.

"Senangnya, bisa ditraktir." Kiba hanya tersenyum sumringah sambil berjalan kearah meja yang ditunjukkan Hinata. Tidak ingin membuat sahabatnya menunggu, Hinata bergegas membawakan kue terenak di tokonya dan mengantarkannya di meja Kiba. Mereka saling berbincang mengenang masa lalu ketika sekolah. Saat mereka dengan konyolnya memakai atribut aneh ketika di MOS ataupun saat mereka harus kebingungan karena selalu di hukum berlari keliling lapangan karena terlambat masuk klub kendo. Semua terasa menyenangkan walaupun pada kenyataanya, saat itu mereka begitu tersiksa.

"Kau tahu, aku baru dengar kalau Uchiha itu menjadi pengusaha muda terkaya di Jepang," Ucap Kiba penuh antusias sambil mengeluarkan Akamaru dari balik kaosnya.

"A-aku tidak tahu apa yang kau maksud." Hinata mengalihkan pembicaraan dengan pura-pura tidak tahu sambil menggaruk-garuk leher Akamaru yang diam-diam disembunyikan Kiba di dalam kaosnya.

"Kau tidak tahu? Bukannya diam-diam kau memujanya saat di sekolah dulu."

Hinata tidak menganggapi perkataan Kiba, pura-pura tidak dengar. Beruntunglah perhatian Kiba segera teralih ketika Akamaru selalu ingin melompat keatas meja, berniat menyantap kue-kue lezat yang ada di sana.

"Akamaru jangan nakal!" Protes Kiba yang hanya dianggap angin lalu oleh anjing kesanyangannya, Akamaru.

Dentingan lonceng menyambut kehadiran pria berambut raven yang ditata mencuat keatas. Desas-desus langsung bermunculan menyambut kehadirannya. Dengan gaya angkuhnya pria itu berjalan menuju kasir yang kebetulan lebih dekat dari tempatnya berdiri. Mendadak sang kasirpun langsung membeku di tempat merasa akan didatangi pangeran charming dikehidupannya yang membosankan itu.

"Mana manajernya?" Tanya pria itu langsung. Yah, tentu saja tidak direspon apapun oleh sang kasir karena terlalu terpesona oleh kehadirannya. Pria itu, Sasuke, menjentikkan jarinya berusaha menyadarkan wanita penjaga kasir.

"A-a ada yang bisa dibantu?"

Sasuke menghembuskan nafas lega.

"Managermu," Ujarnya datar. Wanita penjaga kasir langsung menyuruh temannya untuk menggantikan posisinya. Segera ia langsung memanggil Hinata yang sedang duduk di pojokan bersama Kiba yang sedang asik tertawa karena melihat tingkah Akamaru yang lucu.

Sayangnya pemandangan itu disalah artikan oleh Sasuke yang terlihat sangat cemburu melihat adengan romantisme yang menjijikan menurutnya.

"Maaf, Nona, ada orang yang ingin bertemu dengan anda." Hinata dan Kiba mengalihkan pandangan mereka, melihat arahan mata dari pegawai Hinata yang menunjukan kehadiran Sasuke yang terlihat sangat geram melihatnya. Seketika itu juga tawa Hinata langsung meluntur.

"Bukankah dia Uchiha itu?" Ekspresi terkejut langsung tergambar di wajah Kiba saat melihat Sasuke ada di depan Kasir.

"Mungkin hanya mirip," Ujar Hinata, berbohong. Tidak ingin beresiko membuat sahabatnya mengintrogasinya setelah ini, ia lebih memilih melakukan hal itu.

Perlahan namun pasti, Hinata menghampir Sasuke yang mendecih kesal padanya.

"Jadi, dia orang yang lebih kaya dariku." Sasuke tersenyum sinis yang hanya ditanggapi datar oleh Hinata.

"Itu bukan masalahmu. Ada apa?"

"Dasar jalang." Ujar Sasuke dengan suara pelan dan intonasi yang penuh penekanan. Ia tersenyum merendahkan melihat ekspresi Hinata yang syok atas ucapannya barusan.

"Itu bukan ur –"

"Hinata!" Kiba tiba-tiba saja datang diantara mereka yang sudah memasang kuda-kuda untuk perang.

"Ada apa?" Tanya Hinata sambil sesekali melirik pada Sasuke yang sedang menatap tajam kearahnya.

"Bisa aku pinjam toiletmu? Akamaru pipis," Ujar Kiba setengah berbisik. Hinata langsung mengantarkan Kiba masuk ke dalam ruangan khusus staf karyawan tanpa mengindahkan Sasuke yang ada disana. Merasa kesal, Sasuke mencengkram pergelangan tangan Hinata yang langsung ditepis olehnya.

Situasi yang membuat Sasuke terlampau marah. Terburu-buru ia mengikuti Hinata walaupun sempat dicegah oleh beberapa karyawan tetapi sayangnya seorangpun tidak ada yang berani melakukan hal itu setelah mendapatkan deathglare miliknya.

Seperti mengejar tikus yang sejak tadi menghindar. Akhirnya Sasuke mendapatkan Hinata. Dengan kasar ia menarik Hinata dan langsung memojokkannya ke dinding di depan pintu toilet pria. Hinata meringis kesakitan merasakan punggungnya membentur tembok juga dengan bibir Sasuke yang tiba-tiba ditekan ke bibirnya. Hinata terus menggelengkan kepala berusaha melepaskan ciuman kasar yang diterimanya tetapi percuma. Bukannya terlepas, tubuhnya semakin ditekan ke dinding. Akhirnya ia lebih memilih diam sampai Sasuke menghentikan kegilaannya.

"Sekarang kau mencium jalang, Tuan Uchiha." Sinis Hinata ketika ciuman itu telah usai.

"Munafik." Sasuke memberikan penakanan diperkataannya. "Apa kau sudah menggadaikan dirimu padanya, heh?"

"Tutup mulut busukmu!"

"Heh, sok naïf padahal tidak lebih dari jal –"

Plak! Perkataan Sasuke langsung dihadiahi tamparan keras ke wajah porselennya.

"Sudah puas, Tuan Uchiha!" Tantang Hinata.

Merasa di rendahkan kembali Sasuke mendorong Hinata ke dinding, menunjukkan siapa yang berkuasa dalam situasi ini.

"Beraninya kau!" Teriak Sasuke tepat di hadapan Hinata. Sedikitpun tidak ada ketakutan tergambar di wajah Hinata. Sorot matanya terlihat menantang. "Setelah apa yang kuberikan pa –"

"Apa, heh! Siapa? Aku! Kau pikir siapa dirimu? Angkuh! Egois! Apa kau pernah ingat namaku, hah!"

"Apa mak –"

"Kita satu kelas, di sekolah! Di tempat les! Di tempat kuliah! Apa kau pernah ingat namaku, heh! Apa kau ingat siapa Hyuuga Hinata, heh!" Hinata berteriak, memaki pada pria yang ada di depannya dengan murka. Ia yang biasa rapih sekarang tidak karuan. Air mata sudah menganak sungai di pipinya. Sungguh, ini yang pertama ia berteriak di tengah kumpulan pegawainya yang melihatnya tidak percaya begitu pun dengan Kiba yang langsung keluar dari kamar mandi setelah mendengar teriakkan Hinata yang sangat jarang.

"Apa yang terjadi?" Kiba berusaha menengahi, memposisikan tubuhnya diantara kedua orang yang sudah ada di puncak emosinya.

"Jangan ikut campur!" Desis Sasuke pada seseorang yang menurutnya sok pahlawan tanpa melepaskan tatapan tajam pada Hinata.

"Seumur hidupku aku menyesal bersamamu." Hinata memperkeruh suasana. Mengucapkan sesuatu yang malah menyulut emosi Sasuke.

Sasuke tersenyum sinis, melangkah mundur memberi jarak pada kedua orang yang membuatnya muak. Onxynya yang kelam menatap Hinata penuh amarah juga kekecewaan. Berharap masalah ini selesai, ternyata yang dipikirkan jauh dari bayangan mereka. Keadaan kembali ricuh malah diiringi oleh jeritan histeris tidak percaya.

"Ya, ampun. Cepat tolong dia!" Pekik mereka yang melihat kejadian dimana Sasuke layaknya orang kesurupan terus meninju wajah Kiba yang tersungkur di lantai karena tidak ada persiapan sama sekali.

To be countinue

A/N : Oke, sesuai pengumuman di fic saya 'Nonaku Hinata' chapter 9, fic terbaru saya dengan pairing SasuHina akhirnya rampung juga. Harusnya ini berjudul Fans no.1 tetapi karena terlalu aneh judulnya (reader:emang selalu anehkan kalo buat judul) makanya di ubah menjadi The Biggest Fanatic. Berhubung karena entah kenapa ff lagi error susah baget upload nih fic makanya baru upload sekarang. Sekian.

Terima kasih udah mao baca. Bye…