Oke, Annyeong Chingudeul! Kembali lagi dengan author edan/gaje/stress sepanjang massa ini Choi Hee Jung!

Btw, about this FICTION:

GENDERSWITCH

TYPO/GAJE/ABAL

Berusaha untuk membuatkan readers, sebuah fanfict yang mellow.

Cocok dibaca untuk para readers yang lagi galau antara sahabat atau pacar.

Lagi-lagi couple yang dipake itu-itu doang v-_-v

Aku terinspirasi dari sebuah cerita hidup temenku juga sebuah cerita komik~ tapi gak di copy kookk! Murni made in Choi Hee Jung seperti yang lalu2 (ceileh).

Kalau mau flame sama yang lain aja yaaa #PLAK

Aku menerima saran dan kesan yang baik-baik aja deh yaaaaa

FFnya jadi kelanjutan Chapnya nihh hehe, jeongmal mianhae readers *hugs

Ayo donggg di goyaang! Eh maksudnya dibaca! Happy Reading dan R&R!

Summary

Sungmin yang terjatuh dan serpihan kaca mengenai matanya sehingga menyebabkan kebutaan. Bagaimana kehidupan Sungmin selanjutnya? Kisah persahabatan dan perasaan terpendam.

Cast:

-Kyuhyun as Kyu/Kyuhyun/Cho Kyuhyun(namja)

-Sungmin as Lee Sungmin/Sungmin/Minnie(yeoja)

-Heechul as Heechul/Chullie(yeoja)

-Donghae as Donghae/Hae(namja)

"Siapa sih namja ini? Entah kenapa aku penasaran dengan wajahnya, yang aku tahu hanya namanya dari ID Card yaitu…Kim Kibum. Hum.." gumam Sungmin,

"Mwo? Wae nona? Ah, Sungmin-ssi. Hehe," tanya namja yang bernama Kibum itu,

"Anniyo. Benarkah kau suruhan appa-ku?" Entah Sungmin masih belum percaya saja,

"Tentu saja, Sungmin-ssi. Nanti tuan Lee akan datang mungkin 2 jam lagi. Nah, sekarang Sungmin-ssi kau harus makan dulu." Kata namja itu saat melihat suster datang membawakan nampan berisi makanan dan obat.

"Biar saya yang suapi, suster. Anda bisa kembali nanti saat dia harus disuntik." Sang suster mengangguk sopan dan keluar.

"Aku tak ingin makan, Kibum-ssi. Lebih baik kau pergi saja, aku sedang ingin sendirian." Pinta Sungmin,t etapi tak diindahkan oleh Kibum. Dia sekarang menyodorkan sesendok bubur.

"Dibuka mulutnya, Sungmin-ssi. Kau harus sehat kembali untuk bisa membangun perusahaan bersama tuan Lee. Hwaiting!" entah kenapa Sungmin ingin ketawa, dia membayangkan Kibum yang adalah seorang bodyguard-nya ini bertubuh besar berotot dan bermuka garang. Lalu dia mengucapkan kata 'hwaiting' dengan nada seperti tadi.

"Bwahahaah, yang benar saja. Kau pasti seperti bodyguard yang ada di film-film kan? Pasti penampilanmu seperti itu!" Sungmin tertawa, begitu juga dengan Kibum.

"Hahaha, maksud Sungmin-ssi? Bertubuh besar, berotot, dan wajahnya selalu menunjukkan tampang waspada? Yang benar saja!" Sungmin terdiam saat namja ini malah berkata begitu.

"Maksudmu?"

"Aku ini imut kata orang-orang dan entah kenapa aku terkadang narsis. Sebenarnya hanya denganmu loh, maksudku pada majikan aku selalu berwajah serius. Kau itu satu-satunya majikanku yang masih belia, jadi setidaknya boleh kan aku bersikap narsis?" ujar Kibum, sementara Sungmin malah terdiam.

"Baiklah, aku tak bermaksud. Kalau begitu palli bukan mulutnya Sungmin-ssi." pinta Kibum dan Sungin akhirnya membuka mulutnya untuk makan.

Donghae's POV

Aku saat ini sedang berada di sebuah restoran tempatku biasa makan Galbi dan Jajangmyeon. Tempat yang pernah aku tunjukan dan juga makan bersama dengan Sungmin.

Ku makan Galbi dan Jajangmyeonku dengan lahap, antara perasaan kesal dan lapar. Kesal karena Sungmin adalah manusia berkepala batu. Dia keras kepala sekali, hanya karena namja yang bahkan tak pernah mengetahui tentang perasaannya bahkan membalas perasaannya dia tak mau untuk mencari pendonor kornea.

"Dasar yeoja pabo! Kalau saja yang sakit saat ini bukan kau, mungkin aku akan benar-benar meninggalkanmu." Hap hap nyam nyam. Aku melahap makananku dengan lahap namun sambil mencibir tentang kelakuan Sungmin.

Aku jadi ingat saat malam dimana Sungmin terjatuh, aku sangat syok.

#Flashback ON

Malam itu, aku sedang makan disaat beristirahat setelah mengantarkan penumpang ketempat yang cukup jauh. Dan tiba-tiba jantungku berdetak cepat, aku merasa ada sesuatu yang telah terjadi. Pikiranku melayang kepada sesosok yeoja yang baru saja tadi siang aku ajak makan. Untungnya aku punya alamat rumahnya yang aku minta dari temannya. Perasaanku benar-benar tak enak!

"Sungmin!" aku langsung berdiri dan menjatuhkan makanan yang aku pegang. Aku masuk ke dalam taksi dan menstarter taksi. Kemudian menjalankan taksi ini menuju rumah Sungmin.

Saat sampai di dekat rumah Sungmin aku memarkirkan taksi di sebelah rumahnya, tak jauh aku melihat seorang namja yang aku kenal berjalan keluar dari dalam rumah Sungmin.

"Kyuhyun." Gumamku, dan saat itu juga rasanya jantungku ingin meledak. Pikiranku entah kemana, aku benar-benar mempunyai perasaan tak enak mengenai keadaan Sungmin.

Akhirnya dengan cepat aku bergegas ke rumah Sungmin, aku menekan bel berkali-kali tapi tak ada orang. Akhirnya aku mencoba membuka, ternyata pintunya tak dikunci. Aku menutup pintu lalu mencari dimana letak kamar Sungmin. Pandanganku terarah pada sebuah pintu yang ada tulisan ''Sungmin's Room.'' Aku mengetuk pintunya tetapi tak dijawab, lagi-lagi ternyata pintunya tak dikunci.

Saat aku masuk. Aku melihat sebuah pintu terbuka, dan sepertinya itu toilet. Dan aku langsung berlari kecil menuju toilet itu. Betapa tragisnya saat aku lihat, tubuh Sungmin sudah terkapar. Darah yang mengalir deras, pecahan-pecahan kaca. Ternyata pecahan kaca itu adalah cermin yang,

"Sungmin. Kau memecahkan kaca! Astaga dan kau berdarah, Sungmin. Irreona!" aku mengguncangkan tubuhnya, tentu saja aku ini pabo sekali. Mana mungkin dia akan bangun. Aku langsung memopong tubuh Sungmin dan membawanya ke rumah sakit.

Aku terus-terusan memanjatkan doa kepada Yang Maha Kuasa supaya kau selamat.

#Flashback OFF

"Kalau ingat kejadian itu, rasanya aku ingin berteriak dan menangis histeris walau aku ini seorang namja. Bercak darah dimana-mana. Ada di cermin yang kau pecahkan, di tanganmu, bahkan dimatamu." Aku bergumam sendiri seperti orang gila sambil terus memakan makananku.

Kalian pasti bingung kenapa aku bisa langsung dekat dengan Sungmin! Aku juga bingung, rasanya disaat hal terburuk terjadi padaku. Aku dihadapkan oleh seseorang yang baru, dan dia membuatku merasa nyaman.

Walau saat ini aku belum bisa menunjukkan diriku seluruhnya pada Sungmin, aku ingin tetap berada untuknya.

"Hey! Kalau begitu aku harus cepat makannya. Pasti Sungmin sendirian, ah aku tidak jadi marah-marah padanya deh. Kasian juga." hap hap hap nyam nyam. Aku langsung menghabiskan makananku dan meminum air putih.

Selesainya, aku langsung bergegas menuju rumah sakit.

Saat tiba di depan kamar Sungmin, aku membuka pintunya perlahan. Aku takut dia sedang tidur tapi…ternyata Sungmin sedang duduk dan mengobrol dengan seorang namja.

"Eheum, Sungmin-ah. Aku mengganggu tidak?" tanyaku, mencoba untuk mendapat perhatian sebentar.

"Donghae-oppa?" aku berjalan menuju kasur dimana Sungmin sedang bersandar.

"Ne, ini aku. Aku hanya ingin…." Aku susah menyebutkannya kalau aku ingin minta maaf, mungkin karena ada namja ini. Aku merasa sedikit kesal, aku tak kenal namja ini.

"Minta maaf? Harusnya aku oppa. Mianhae, jeongmal mianhaeyo. Aku tak bermaksud membuatmu marah, hanya saja kau tahu itu Hae-oppa." Aku mengelus pucuk kepala Sungmin dan tersenyum,

"Aku sudah memaafkanmu, Sungmin-ah. Tapi jangan terlalu keras kepala ya!"

"Ah ya, kenalkan ini bodyguard yang dikirim appa untuk menjagaku. Namanya Kim Kibum, dan Kibum-ssi kenalkan ini hem. Bisa dibilang teman, sahabat, yah walau baru-baru ini dekat, hehe. Namanya Lee Donghae. Kadang dia baik kadang menyebalkan, bahkan sangat menyebalkan. Hehe." Aku menjitak kepala Sungmin pelan, dan dia meringis. Aku menjabat tangan Kibum yang terulur.

"Lee Donghae-imnida, Bangapseumnida."

"Kim Kibum-imnida, Nado Bangapseumnida." Aku melepas tanganku,

"Jadi kalian berdua ini pasti sangat dekat?" tanya Kibum tiba-tiba,

"Ne, Kibum-ssi. Kau pasti akan sangat terkejut dengan kisah pertemuanku dan Donghae. Seperti takdir, benar kan?" aku menggangguk dan pabo-nya kalau Sungmin tak mungkin bisa melihatnya. Jadi aku menjawab singkat.

"Ne."

"Kalau begitu, kalian ingin berdua saja kan? Aku boleh pergi, Sungmin-ssi?"

"Boleh saja. Oh ya, Donghae tolong catat nomor telepon Kibum di kontak hape-mu. Nanti kalau kau pulang, tolong telepon dia. Yaaa? Boleh kan?" aku hanya mendesah pelan, dan meminta nomor Kibum lalu menyalinnya di kontak hapeku. Tak mungkin aku bisa menolak permintaan Sungmin,

"Kalau begitu aku permisi, annyeong!" Aku mengangguk juga Sungmin. Setelah Kibum pergi, kami hanya berdua. Aku mengambil kursi dan duduk di samping kasur Sungmin.

"Hae-oppa, aku mau tanya sesuatu." Ujar Sungmin, aku tersenyum dan menjawab,

"Ne. Wae?"

"Apa alasanmu tadi memaksaku, ah tidak maksudku memintaku untuk mau meng-operasi mataku?" ini saatnya aku memutar otak. Karena tak ingin bertengkar lagi, aku berusaha untuk mengatakannya dengan lebih perlahan.

"Begini, Minnie. Kau harus memikirkan, kalau kau itu kan harus menjalankan perusahaan appa-mu karena kau anak tunggal. Lagipula, kau itu harus sekolah juga. Jangan pikirkan mengenai cinta dulu, apalagi kalau keadaannya seperti ini. Ehem, maksudku. Kau akan tampak lebih cantik dengan mata yang berbinar saat kau tersenyum." Mwo? Barusan aku bilang apa? Aigo..

"Jadi aku itu jelek kalau aku buta? Jahat sekali kau…" Sungmin memanyunkan bibirnya, aku tahu telah salah bicara.

"Kau cantik kok ketika kau sedang buta atau tidak. Hanya saja saat ini matamu tak bersinar, itu maksudku. Tatapanmu seperti kosong, tak mengerti akan sesuatu. Itu maksudku." Aku berharap tidak salah kata lagi.

"Baiklah." Mwo? Apa katanya? Maksudku,

"Apa yang kau maksud?" aku menaikkan alis kananku, berusaha mencerna kata-katanya.

"Aku tahu kalau mungkin cintaku benar-benar tak akan terbalas. Kyuhyun tak mencintaiku, dia mungkin lebih menganggapku seperti sahabatnya. Dan dia lebih memilih Heechul yang sempurna untuk dijadikan kekasih daripada aku." Dia menundukkan kepalanya dalam-dalam, dan satu hal yang aku tahu.

"Kau menangis, heh?" aku memegang dagunya, dan memaksanya untuk tidak menunduk. Benar saja aku melihat air mata yang terus mengalir dari matanya.

Aku menghapus air matanya,

"Hey ada setan apa disini? Kau pasti bukan Sungmin! Masa Sungmin cengeng sekali sih, aigo kasihannya! Sudah pabo cengeng pula." Aku sengaja mengejeknya, setidaknya dia emosi karena ejekanku daripada dia harus menangis karna namja itu.

"Aku ini memang cengeng, aku juga pabo. Tapi tak perlu dijelaskan seperti itu. Kau juga pabo, menyebalkan juga." benar kan! Dia pasti emosi, hehe.

"Yasudah. Aku kan sengaja setidaknya kau tidak menangis lagi. Ya, kan? Hey Sungmin, kalau kau mau sembuh aku pasti akan mengajakmu ke pantai yang dipenuhi namja-namja seksi dan tampan seperti aku. Bagaimana?" aku masih ingin menggodanya,

"Apaasih! Kau itu menjijikan, hoek. Aku tak mau, kalau semuanya seperti kau itu rasanya seperti datang ke Hae's World. Tidak mau!" aku menjitak kepalanya,

"Aiishh, appo. Hae-oppa kau kejam sekali.." dia menggenggam tanganku keras lalu digigitnya,

"Heh, aku juga sakit tahu! Sungmin kau itu, juga kejam. Kalau sa…." Aku belum selesai bicara Sungmin tiba-tiba menaruh telunjuknya dibibirku. Bagaimana dia bisa tahu lokasi bibirku dengan matanya yang buta? Aku akhirnya diam karena melihat air mukanya yang tiba-tiba serius, dia menarik kembali telunjuknya.

''Donghae, sepertinya aku akan berhenti." Aku mengernyitkan dahiku bingung,

"Berhenti? Berhenti untuk apa, yeoja pabo?" tanyaku,

"Berhenti untuk menyiksa diriku dengan semua ini…" jawabnya. Aku memutar otakku, berusaha mencerna kata-katanya. Dan astaga jangan bilang kalau dia ingin sembuh?

"yakin, Minnie? Aku sih tidak yakin apalagi kau itu cengeng sekali..hahaha" aku mengelus kepalanya,

"Kau meremehkanku sekali ya," aku hanya tersenyum.

"Jadi maksudmu, kau ingin berhenti menyiksa dirimu dengan mencari pendonor kornea? Bukankah katamu akan lebih tersiksa lagi jika kau tidak buta. Karena kau akan melihat betapa dekatnya Heechul dan Kyu, dan Kyu dengan yeoja lain." Aku berusaha mencari titik dimana alasan terbesar Sungmin untuk tetap buta.

"Aku sadar, kalau mungkin ini bukan yang terbaik. Bahkan sepertinya aku akan punya teman baru, yaitu Kibum." Apa katanya? Entah kenapa aku jadi sebal saat dia akan dekat dengan Kibum.

"Jangan terlalu dekat juga. Dia kan hanya bodyguard -mu." Aih, nada yang kugunakan tadi seperti cemburu.

"Kau cemburu heh? Aku tetap akan dekat denganmu, Hae-oppa. Selama kau tidak meninggalkanku." Aku tersenyum dan memeluknya singkat.

"Kalau begitu aku pulang sekarang ya. Biar aku telepon Kibum untuk datang. Aku akan menunggu sampai dia datang baru pulang."

"Baiklah."

Aku mencari nama Kibum di kontak hapeku, lalu meneleponnya.

"Yoboseyo, Kibum-ssi."

"Yoboseyo, tuan muda. Ada yang diperlukan oleh nona Sungmin?" aish, dia formal sekali sih!

"Anniyo. Hum, mianhaeyo sebelumnya. Bisa panggil aku dengan sebutan Hae-ssi saja. Begini aku ingin pulang, kau segera datang ke sini ya."

"Saya ada di depan kamar nona. Ada di ruang tunggu, saya masuk sekarang."

"Ne." KLIK.

Telepon diputuskan.

"Aigo, Sungminnie. Asal kau tahu bodyguard-mu itu bicaranya formal sekali. Mana pakai panggil tuan muda, kau juga dibilang nona. Haha, yang benar saja. "

"Dia memang seperti itu, tapi aku sudah minta dia untuk berbicara dengan tidak terlalu formal." Aku tersenyum, rasanya tidak ingin meninggalkan yeoja ini. Tapi aku harus pulang dan mencari pendonor kornea.

"Aku akan mencarikan pendonor kornea untukmu, Sungmin-ssi. Kau sudah membulatkan tekadmu kan?" aku menggenggam tangannya,

"Ne, aku telah membulatkan tekad untuk sembuh. Gomawo Hae-oppa. Peluk!" astaga, dia manja sekali. Aku langsung memeluknya erat. Sampai tidak sadar kalau Kibum sudah berada di hadapan kita.

"Ehem. Mianhae, apa saya mengganggu?" Aku langsung melepas pelukanku, dan menggeleng pada Kibum.

"Tentu saja tidak, Kibum-ssi. Aku akan pulang, tolong jaga dia baik-baik ya. Dan kau Sungmin, jangan lupa makan dan minum obatmu. Kalau besok aku ada waktu sepulang sekolah, aku akan menjenguk. Annyeong." Sungmin tersenyum dan melambaikan tangannya tapi tidak ke arahku, dia hanya menengok ke samping, Kibum tersenyum dan sedikit membungkuk.

Aku keluar kamar, dan bergegas ke ruangan dokter. Menanyakan kornea yang cocok untuk Sungmin, juga meminta bantuannya.

Sungmin's POV

Entah kenapa aku menjadi sangat lega juga senang saat Hae datang, tadinya aku sempat sangat menyesal karena aku telah membuatnya sangat marah juga takut dia benar-benar akan meninggalkanku karena aku yang menyebalkan dan keras kepala ini.

Karena tidak mau dilanda kebosanan, aku mengajak ngobrol Kibum.

"Kibum-ssi."

"Ne, Sungmin-ssi. Wae?" dia mungkin duduk di tempat duduk Donghae tadi.

"Apa kau pernah patah hati?" tanyaku tiba-tiba, aku juga bingung kenapa topik itu yang aku pilih?

"Hm..tentu pernah Sungmin-ssi."

"Berapa kali?"

"Satu kali." Jawabnya. Aish, aku jadi penasaran.

"Mianhae kalau terlalu pribadi. Aku hanya ingin dekat denganmu."

"Gwenchanaeyo. Aku juga ingin dekat dengan majikanku."

"Jangan anggap aku majikanmu, anggap saja aku ini temanmu. Hanya saja tugasmu lebih besar dari teman-temanku yang lain." Aku tersenyum dengan padangan entah lurus atau kesamping.

"Baiklah, Sungmin-ssi. Kau boleh tanya lagi kalau kau mau." Mwo? Dia baik sekali ternyata, aku semakin tak sabar mendapatkan pendonor kornea. Supaya dapat melihat wajah Kibum,

"Kau pernah pacaran saat kau berusia berapa tahun?"

"18 tahun nona. Saat itu kekasihku berusia 14 tahun. Perbedaan yang lumayan, tetapi aku sangat menyayanginya jadi aku tak peduli." Astaga, betapa romantisnya Kibum.

"Boleh ceritakan lagi? Tapi kalau kau tak mau juga aku tak akan memaksa." Aku tersenyum lesu, karena aku penasaran sekali dengan cerita cinta Kibum aku jadi tak ingin dia mengatakan tidak.

"Aku akan ceritakan kalau kau jawab satu hal, apa kau sedang mengalami hal yang sama?" mataku sontak membulat, jantungku pun berdegup kencang. Aku tiba-tiba terbayang kembali wajah Kyu dan Heechul sedang berciuman. Hatiku kembali berdenyut sakit,

"Ne. Jadi kalau kau menceritakan mengenai patah hati yang pernah kau rasakan dan bagaimana cara melupakannnya….aku bisa mengikuti."

"Mianhae, Sungmin-ssi. Aku sama sekali tidak pernah melupakan mantan yeojachinguku dulu, jadi mianhaeyo tidak bisa memberikanmu caranya." Aku memandangnya, apa dia sama sepertiku? Ah tentu tidak, aku ini kan sama sekali belum menjalin hubungan apapun kecuali sahabat dengan Kyu.

"Setidaknya aku bisa bercerita, membuatku lebih lega. Dan membuat hubungan kita lebih dekat, bukankah aku bilang anggap saja kita berteman." Aku tersenyum, harusnya aku bersikap biasa saja. Tapi setelah aku pikir-pikir aku tak ingin membuat lebih banyak lagi orang yang membenciku. Terutama sikapku,

"Baiklah, Sungmin-ssi. Kau harus berbaring dulu, anggap saja ini sebuah dongeng supaya kau cepat tidur." Aku hanya menurut, aku yang tadinya bersandar mulai di bopong(?) Kibum untuk berbaring.

"Nah, aku sudah berbaring. Silahkan dimulai ceritanya!"

"Baiklah. Jadi begini, dulu aku mempunyai seorang yeojachingu yang sangat cantik. Dia sangat sempurna dimataku. Waktu itu ada acara perkumpulan alumni sekolah SMP-ku dulu. Saat itu aku sedang terburu-buru takut terlambat, tiba-tiba aku bertabrakan dengannya. Dia itu galak sekali, dia langsung memakiku. Aku hanya meminta maaf berulang kali, lalu langsung berlari masuk. Tak kusangka dia masih ada sampai pulang. Aku menghampirinya dan bertanya, 'ada apa'. Dia bilang kalau saat jatuh tadi kartu pelajarnya hilang, aku yang merasa bersalah karena menabraknya. Ikut membantu dia untuk mencari kartu pelajarnya. Lalu seperti sebuah takdir, aku bisa….." Aku diam terus mendengarkan cerita Kibum dengan seksama.

Aku mendengar suara dia sedang menarik nafas panjang, dan menghembuskannya kencang. Mungkin dia ingin lebih tenang saat bercerita tentang masa lalunya. Atau aku keterlaluan?

"Tunggu sebentar, apa aku keterlaluan bertanya tentang masa lalu-mu?"

"Tentu saja tidak Sungmin-ssi. Aku akan memenuhi apa yang majikan-ku perlukan dan ingini." Seketika itu juga aku merasa kalau rahasia terbesar Kibum telah aku kuak.

"Tapi aku merasa seperti sedang menguak masa lalu-mu. Bagaimana kalau kita mendekatkan diri beberapa hari dulu. Baru aku akan memintamu untuk bercerita lagi, dan aku juga akan bercerita mengenai kehidupanku padamu. Setuju?"

"Terserah, Sungmin-ssi. Aku akan menurutinya." Kali ini aku merasa kalau aku benar-benar seperti ratu si pengatur.

"Aigo! Kibum-ssi, kau tahu aku merasa seperti seorang ratu yang tukang ngatur. Tolong lebih biasa saja denganku. Jangan menganggapku berlebihan."

"Baiklah, Sungmin-ssi. Tapi tetap saja kau lebih spesial dibandingkan yang lainnya." Deg..

Maksudnya? Lebih spesial? Baru kali ini ada seorang namja berkata seperti itu padaku. Ah apa sudah pernah ya? Tidak tahu tapi rasanya baru dia. Yah, walaupun dia adalah bodyguardku yang memang seharusnya meng-istimewakanku karena dia harus melindungi ku.

"Gamsahamnida, kau bilang aku lebih spesial."

"Tentu saja, kau itu kan majikanku. Aku akan menjagamu. Dan melindungimu." Aku tersenyum. Hanya saja kali ini berbeda.

Aku terus memanjatkan doa kepada Tuhan, "setidaknya ada satu orang lagi yang Engkau kirimkan untukku. Tidak hanya Donghae, semoga kita bisa berteman. Amin."

^To Be Continued^

Annyeonghaseyo Chingudeul, akhirnya Chap 5 ini selesai juga. Mianhaeyo lama banget updatenya, soalnya aku baru selesai ujian dan ujian dan ujiaaaaaaannnn *gantungdiri*. Aku stress banget belajar, tapi parahnya belajar sambil mikirin gimana kelanjutan Fanfic2 aku anak bengal. Aku itu lebih memilih untuk main PB atau CS atau Need for speed 7 yang agak cupuan juga boleh. Aku itu yang penting game daripada belajar. Yah kalau baca buku boleh lah, yang comedy, yang sadis, asal jangan buku pelajaran Bahasa Indonesia *digorokGuruBI*. Okeh sudah selesai CUSEK-nya alias curhatan sekilasnya. Jangan lupa REVIEW ya, readers. Jeongmal gomawo :*